BAB IV EKSISTENSI PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI KEDEPAN
DALAM MELAKUKAN PEMBERANTASAN KORUPSI
A. Akar Permasalahan Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Korupsi.
Karakteristik tindak pidana korupsi yang multi dimensi terkait dengan kompleksitas masalah lainnya antara lain masalah sikap mental moral, pola sikap
hidup dan budaya sosial, kebutuhan tuntutan ekonomi dan struktur sistem ekonomi, struktur budaya politik, peluang yang ada didalam mekanisme pembangunan atau
kelemahan birokrasi prosedur administrasi termasuk sistem pengawasan dibidang keuangan dan pelayanan publik.
188
Penyebab terjadinya tindak pidana korupsi, tidak dapat dipungkiri bahwa kesempatan dan jabatankekuasaan sebagai sumber utama dari korupsi. Semua orang
yang mempunyai kedua faktor tersebut akan cenderung menyalahgunakan kesempatan untuk memperkaya diri, dengan asumsi sifat ”mumpungisme”
sebagaimana dikemukakan oleh ilmuwan Inggris Lord Acton yang menyatakan Jadi kuasa dan kondisi yang bersifat kriminogen
untuk timbulnya korupsi sangatlah luas multidimensi yaitu dapat dibidang moral, sosial, ekonomi, politik, budaya, kesenjangan sosial ekonomi, kelemahan birokrasi
adminidtrasi dan sebagainya.
188
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1980, hlm. 72.
Universitas Sumatera Utara
”power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely”
189
Berdasarkan pemaparan tersebut diatas, maka dapat disebutkan bahwa adapun yang menjadi akar permasalahan sehingga terjadinya tindak pidana korupsi adalah:
dan lemahnya integritas moral yang turut melemahkan disiplin nasional.
190
1. Asfek Individu Pelaku.
a. Sifat tamak manusia.
Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan karena orangnya miskin atau berpenghasilan yang tidak mencukupi. Kemungkinan orang tersebut sudah
cukup kaya, akan tetapi masih punya hasrat yang besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi seperti itu pada pelaku datang dari dalam diri
sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus dari pelaku. b.
Moral yang kurang kuat. Seseorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk
melakukan tindak pidana korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahan atau pihak lain yang memberi kesempatan untuk itu.
c. Penghasilan yang kurang mencukupi.
Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi kebutuhan yang wajar. Apabila hal itu tidak terpenuhi, maka seseorang akan
berusaha memenuhinya dengan berbagai cara. Akan tetapi apabila segala upaya telah dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam ini yang
189
Abdul Fickar Hadjar, Pengadilan Asongan, Realitas Sosial Dalam Perspektif Hukum, Jakarta: Mitra Kerya, 2001, hlm. 127.
190
www.transparansi.or.id. Sebab-Sebab Korupsi, diakses pada tanggal 30 Juni 2011.
Universitas Sumatera Utara
akan memberi peluang besar untuk melakukan tindak pidana korupsi, baik itu korupsi waktu, tenaga, pikiran dalam arti semua curahan peluang itu untuk
keperluan diluar pekerjaan yang seharusnya. d.
Kebutuhan hidup yang mendesak. Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi
terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan tersebut membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas, diantaranya dengan melakukan
korupsi. e.
Gaya hidup yang konsumtif. Kehidupan dikota-kota besar acap kali mendorong gaya hidup skonsumtif
seseorang. Perilaku konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk
melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan cara melakukan tindak pidana
korupsi. f.
Malas atau tidak mau bekerja. Sebahagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan tanpa keluar
keringat alias malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan tindakan apapun dengan cara-cara mudah dan cepat, diantaranya melakukan
korupsi.
Universitas Sumatera Utara
g. Ajaran agama yang kurang diterapkan.
Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius yang sudah barang tentu akan melarang tindakan korupsi dalam bentuk apapun. Kenyataannya dilapangan
menunjukkan korupsi masih berkembang subur ditengah-tengah masyarakat. Situasi seperti ini menandakan bahwa ajaran agama kurang diterapkan dalam
kehidupan. 2.
Aspek Organisasi. a.
Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan. Posisi pimpinan dalam suatu lembaga formal maupun informal mempunyai
pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bida memberi keteladanan yang baik kepada bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka
kemungkinan besar bawahannya akan mengambil kesempatan yang sama dengan atasannya.
b. Tidak adanya kultur organisasi yang benar.
Kultur organisasi biasanya mempunyai pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, maka akan
menimbulkan situasi yang tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi yang demikian, perbuatan negatif seperti korupsi memiliki
peluang untuk terjadi. c.
Sistem akuntabilitas yang benar diinstansi pemerintah yang kurang memadai. Pada institusi pemerintahan umumnya belum merumuskan dengan jelas visi
dan misi yang diembannya dan juga belum merumuskan dengan tujuan dan
Universitas Sumatera Utara
sasaran yang harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut. Akibatnya, terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian
apakah instansi tersebut berhasil mencapai sasarannya atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya
yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk melakukan praktik korupsi.
d. Kelemahan sistem pengendalian manajemen.
Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pidana korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin lemah pengendalian manajemen
sebuah organisasi, maka akan semakin terbuka perbuatan tindak pidana korupsi anggota atau pegawai didalamnya.
e. Manajemen cenderung menutupi korupsi didalam organisasi.
Pada umumnya, jajaran manajemen selalu menutupi perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat
tertutup ini, tindak pidana korupsi justeru terus berjalan dengan berbagai bentuk.
3. Aspek Tempat Individu dan Organisasi Berada.
a. Nilai-nilai dalam masyarakat untuk terjadinya tindak pidana korupsi bisa
ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat
masyarakat tidak kritis pada kondisi misalnya darimana kekayaan itu didapatkan.
Universitas Sumatera Utara
b. Masyarakat kurang menyadari bahwa yang paling dirugikan dari tindak
pidana korupsi itu adalah masyarakat sendiri. Anggapan masyarakat umum bahwa yang paling dirugikan dari tindak pidana korupsi itu adalah negara.
Padahal apabila negara rugi, yang rugi adalah masyarakat juga karena proses anggaran pembangunan jadi berkurang karena telah dikorupsi.
c. Masyarakat kurang menyadari bahwa tindak pidana korupsi akan bisa dicegah
dan diberantas apabila masyarakat ikut berperan aktif. Pada umumnya masyarakat berpandangan bahwa masalah korupsi adalah tanggungjawab
pemerintah. Masyarakat kurang menyadari bahwa tindak pidana korupsi hanya bisa diberantas apabila masyarakat ikut berperan aktif didalam
melakukannya. d.
Tindak pidana korupsi mudah timbul karena adanya kelemahan didalam peraturan perundang-undangan yang dapat mencakup adanya peraturan yang
monopolistik yang hanya menguntungkan kroni penguasa, kualitas peraturan yang kurang memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan, sanksi yang
terlalu ringan, penerapan sanksi yang tidak konsisten dan pandang bulu serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan pemaparan akar penyebab terjadinya tindak pidana sebagaimana dipaparkan diatas, membawa implikasi terhadap kerugian negara yang sangat besar
diberbagai sektor. Dalam bidang politik, korupsi mengikis good governance dengan mengahcurkan proses formal. Korupsi dalam pemilihan badan legislatif mengurangi
akuntabilitas dan representasi sebuah pembuatan kebijakan. Korupsi dipengadilan
Universitas Sumatera Utara
akan menghambat kepastian hukum dan korupsi didalam administrasi pemerintahan mengakibatkan timbulnya pelayanan yang berbeda dan cenderung tidak adil. Secara
umum korupsi mengikis kapasitas institusi pemerintahan karena prosedur tidak dipedulikan, sumber daya yang ada dimanipulasi dan pejabat akan dipromosikan
tidak berdasarkan kemampuannya sehingga korupsi mengikis legitimasi pemerintahan, menghambat pembangunan infrastruktur, menimbulkan tekanan
keuangan pemerintah dan menghancurkan nilai-nilai demokratis.
191
B. Eksistensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kedepan.