A. Adanya Pengaruh Pemerintah Terhadap Independensi Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia.
Indonesia merupakan negara hukum rechtsstaat, yang berarti bahwa dalam menjalankan sistem pemerintahan berdasarkan aturan hukum yang berlaku.
Dalam hal ini Moch. Yamin mengemukakan bahwa:
156
Negara hukum rechtstaat sebagai kekuasaan yang dilakukan pemerintah hanya berlandaskan dan bersumber pada undang-undang oleh karena itu
tidak sekalipun berlandaskan pada kekuasaan senjata, kekuasaan yang sewenang-wenang, maupun kepercayaan bahwa kekuatan fisik yang bisa
menyelesaikan semua konflik yang ada di dalam negara.
Sementara itu Munir Fuady mengemukakan bahwa suatu negara dapat dikatakan sebagai negara hukum perlu adanya unsurunsur sebagai berikut:
157
1. Kekuasaan lembaga negara tidak absolute;
2. Berlakunya prinsip trias politica;
3. Memberlakukan sistem chek and balance;
4. Mekanisme pelaksanaan kelembagaan negarayang demikratis;
5. Kekuasaan kelembagaan Negara yang bebas;
6. Sistem pemerintahan yang transparan;
7. Adanya kebebasan pres;
8. Adanya keadilan dan kepastian hukum;
9. Akuntabilitas publik dari pemerintah dan pelaksanaan prinsip good
governance; 10.
Sistem hukum yang tertib berdasarkan konstitusi; 11.
Keikutsertaan rakyat untuk memilih para pemimpin di bidang eksekutif, legislatif, dan judikatif sampai batas-batas tertentu;
12. Adanya sistem yang jelas terhadap pengujian terhadap suatu produk
legislatif, eksekutif, maupun judikatif, untuk disesuaikan dengan konstitusi;
13. Dalam negara hukum, segala kekuasaan harus dijalankan sesuai
konstitusi dan hukum yang berlaku; 14.
Negara hukum harus melindungi hak asasi manusia;
156
Moch. Yamin sebagaimana dikutip Heri Tahir dalam buku Proses HukumYang Adil Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia, Yogyakaarta : Laksbang Pressindo, 2010, hlm. 46
157
Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern, Bandung: PT. Refika Aditama, 2009, hlm. 11.
Universitas Sumatera Utara
15. Negara hukum harus memberlakuakn prinsip due process yang
substansial; 16.
Prosedur penangkapan, penggeledahan, pemeriksaan, penyidikan, penuntutan, penahanan, penghukuman, dan batasan-batasan hakhak si
tersangka pelaku kejahatan haruslah dilakuan secara sesuai dengan prinsip due process yang procedural;
17. Perlakuan yang sama di antara warga Negara di depan hukum;
18. Pemberlakuan prinsip majority rule minority protection;
19. Proses impeachment yang fair dan objektif;
20. Prosedur pengadilan yang fair, efisien, dan transparan
Aturan-aturan hukum yang dibuat oleh pemerintah Indonesia tidak boleh
melanggar konstitusi yang menjadi hukum tertinggi. Oleh karena itu, untuk membatasi adanya absolutisme kekuasaan dari penguasa pemerintah, di dalam
negara hukum terdapat adanya prinsip pemisahan kekuasaan separation of power. Prinsip pemisahan kekuasaan atau yang sering disebut Teori Trias
Politica menurut Montesquieu dibagi menjadi tiga 3 yaitu kekuasaan eksekutif atau kekuasaan melaksanakan undang-undang rule application function,
kekuasaan legislatif atau kekuasaan membuat undang-undang rulemaking function, dan kekuasaan yudikatif atau kekuasaan mengadili atas pelanggaran
undang-undang rule adjudication function. Pada masing-masing kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif dalam menjalankan tugas
dan wewenangnya tidak boleh saling mencampuri atau mempengaruhi.
158
Selanjutnya Munir Fuady mengemukakan bahwa teori trias politica dan teori checks and balance mempunyai hubungan yang saling berkaitan yaitu
menciptakan konsep-konsep hukum agar dapat membatasi kekuasaan dari pihak
158
Muhammad Asrun, Krisis Peradilan Mahkamah Agung di Bawah Soeharto. Jakarta: Eslam, 2003, hlm. 31.
Universitas Sumatera Utara
eksekutif raja, perdana menteri atau presiden yang cenderung sewenang- wenang, antra lain diimplementasikan dengan cara:
159
1. Meningkatkan fungsi pengontrolan dari parlemen terhadap pemerintah;
2. Meningkatkan peran dari badan-badan pengadilan, antara lain dengan
jalan memperkuat fungsi judicial review; 3.
Pengakuan terhadap due process of law, baik yang bersifat prosedural maupun yang substantif.
4. Persamaan perlakuan di antara rakyat dalam hukum dan pemerintahan;
5. Prosedur pengadilan yang terbuka, adil, jujur, murah, cepat, dan efisien;
6. Pelaksaan law enforcement yang baik dan benar;
7. Larangan terhadap penangkapan dan penahanan yang tidak sesuai
prosedur, penyitaan hak perorangan secara tidak sah, penyiksaan dalam tahanan, denda yang berlebihan, hukuman yang kejam dan tidak lazim
curel and unusual punishment, hukum yang berlaku surut ex post facto laws dan lain-lain;
8. Perlindungan terhadap kaum marginal, orang terlantar, kaum lemah, dan
sebagainya; 9.
Persamaan perlakuan tanpa melihat gender, warna kulit, suku, golongan, agama, adat istiadat, dan sebagainya;
10. Pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia lainnya, seperti hak bicara,
berkumpul, berorganisasi, kebebasan beragama, hak pilih, hak privasi, dan sebagainnya .
Dengan adanya prinsip pemisahan kekuasaan akan mempengaruhi pentingnya kebebasan kekuasaan yudikatif yang dalam hal ini adalah Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi karena kekuasaan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang independen akan menjamin kebebasan individu dan hak asasi manusia.
Sehingga Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi akan diberi kebebasan sesuai dengan aturan hukum dalam memberi keputusan terhadap pelaku tindak pidana
korupsi.
159
Munir Fuady, op.cit, hlm. 9.
Universitas Sumatera Utara
Independensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tidak dapat dipisahkan dari berbagai faktor yang mendukung, baik sifatnya internal meliputi struktur
kelembagaan, hakim, dan peraturan hukum, maupun eksternal yang meliputi kekuasaan, politik, dan kesadaran hukum masyarakat. Independensi lembaga
peradilan di dalamnya terkandung pula makna pemberian kekuasaan kepada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk menjalankan suatu kewenangan profesi
tertentu tanpa adanya campur tangan dari pihak manapun. Pemberian kekuasaan kepada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang harus terpisah dan bebas dari
pengaruh kekuasaan lain merupakan implementasi dari asas kekuasaan lembaga peradilan yang merdeka.
160
Menurut Ahmad Mujahidin terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ketidakmandirian lembaga peradilan pada umumnya
161
1. Struktur Organisasi atau Institusi
, yang dalam hal ini menurut penulis juga merupakan faktor yang mempengaruhi ketidakmandirian
lembaga pengadilan tindak pidana korupsi yang akan diuraikan sebagai berikut:
Adapun yang mempengaruhi mandiri atau tidaknya suatu struktur lembaga pengadilan dapat dilihat dari ada atau tidaknya ketergantungan
lembaga pengadilan dengan lembaga lain, jika suatu lembaga pengadilan memiliki ketergantungan terhadap lembaga lain maka, dapat dipastikan bahwa
160
Ahmad Mujahidin, Peradilan Satu Atap di Indonesia, Bandung : PT Refika Aditama, 2007, hlm. 15.
161
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
kemandirian akan melemah atau bahkan sifat kemandiriannya tidak ada sama sekali.
Pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi ditemukan adanya susunan pengadilan dimana terdapat jabatan sekertariat yang dipimpin oleh seorang
Pansek Panitera Sekretaris.
162
162
Perhatikan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan bahwa susunan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terdiri atas: Pimpinan,
Hakim dan Panitera.
Pada setiap sekretariat mempunyai tugas untuk memberi pelayanan administrasi umum pada semua unsur di
lingkungannya. Masing-masing sekretaris tersebut bertanggung jawab untuk menyampaikan laporan kepada ketua Pengadilan di lingkungannya dan
diteruskan sampai kepada Presiden. Jabatan sekretariatan ini dapat dikatakan sebagai jabatan yang difungsikan untuk menjalankan kewenangan-
kewenangan yang berasal di luar kewenangan lembaga peradilan, misalnya kewenangan kekuasaan administrasi, dan keuangan merupakan kewenangan
yang berasal dari kekuasaan eksekutif, sehingga menyebabkan komponen Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berada di bawah dua kekuasaan yaitu
eksekutif dan Mahkamah Agung sebagai puncak kekuasaan lembaga peradilan. Dengan adanya dua kekuasaan tersebut maka pengawasan dan
pembinaan badan-badan peradilan, khususnya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjadi tidak utuh di dalam satu tangan kekuasaan lembaga
peradilan tetapi terpecah ke dalam dua kekuasaan yaitu eksekutif dan kekuasaan yudikatif.
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor Hakim Sumber Daya Manusia.
Faktor yang melekat pada diri hakim yang berpengaruh terhadap independensi lembaga peradilan meliputi: budaya paternalistik
ketergantungan, jaminan profesi, status kepegawaian dan integritas maupun moralitas. Sikap paternalistik yang masih dijalankan oleh beberapa hakim
pada lembaga peradilan karena adanya sikap tidak enak terhadap atasan menjadikan hakim tidak berani mementukan dan mengambil sikap sendiri
dalam menjatuhkan putusan, semuanya diserahkan kepada atasan. Jaminan profesi dan status hakim juga ikut berpengaruh terhadap
independensi lembaga peradilan, ketika jaminan sosial dan status kepegawaian para hakim kuat maka kuat pula pendirian para hakim tersebut
dan begitu juga dengan sebaliknya. Selain itu rendahnya moralitas dari para hakim juga berpengaruh terhadap kemandirian lembaga peradilan karena
hakim merupakan ujung tombak lembaga peradilan dan merupakan salah satu komponen terpenting dalam proses hukum di lingkungan peradilan.
3. Faktor Administrasi Peradilan.
Adanya pelaksanaan teknis peradilan yang tidak ditunjang dengan adanya perangkat teknologi, administrasi peradilan dan sumber daya manusia yang
memadai, maka mengakibatkan jalannya peradilan menjadi tidak efektif dan menimbulkan biaya tinggi dalam proses peradilan.
4. Faktor Politik.
Universitas Sumatera Utara
Hukum yang diterapkan pada suatu negara merupakan buatan dari badan legislatif sebagai lembaga politik. Sehingga politik mengandung hal yang
negatif karena akan memperjuangkan kepentingan-kepentingan sempit dari golongannya sendiri yang berdampak pada kekuasaan kehakiman di bawah
kendali kepentingan-keentingan kekuasaan eksekutif maupun legislatif. Pada hakekatnya dalam perlindungan konstitusional ataupun dalam hukum
administratif, perlindungan yang utama terhadap individu terletak pada bagian badan peradilan yang tegas, bebas dan berani serta yang dihormati. Dalam Pasal
10 Universal Declaration of Human Rights menjelaskan mengenai kebebasan dan tidak memihaknya badan-badan pengadilan independent and impartial tribunals
di dalam tiap-tiap negara sebagai suatu hal yang essensiil. Oleh karena itu badan yudikatif yang bebas merupakan syarat mutlak di dalam suatu masyarakat di
bawah peraturan yang dibuat oleh pemerintah Rule of Law. Kebebasan yang mutlak tersebut meliputi kebebasan dari campur tangan eksekutif, legislatif,
maupun masyarakat umum, di dalam menjalankan tugas yudikatifnya. Dengan adanya aturan bebas dari intervensi pihak manapun bukan berarti hakim dalam
menjalankan tugasnya dapat bertindak sebebasbebasnya. Akan tetapi dalam menjalankan tugasnya seorang hakim berkewajiban untuk menafsirkan hukum
serta prinsip-prinsip dasar dan asumsi-asmsi yang berhubungan dengan itu berdasarkan perasaan keadilannya serta hati nuraninya.
Universitas Sumatera Utara
B. Hambatan Dari Sisi Yuridis Normatif.