mengolah rasa kepatutan dan kepantasan dalam masyarakat akan tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa.
Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi melalui Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan Komisi Pemberantasan Korupsi sesungguhnya merupakan
jalan keluar yang baik. Namun harus diingat bahwa problematika pemberantasan korupsi dimanapun adalah tidak terlepas dari mental dan kemampuan anggota-
anggotanya untuk melihat kasus korupsi secara multidimensional dan kemampuan untuk membawa pelakunya terjerat hukum dengan tetap memberikan kesempatan
bagi terdakwa untuk melakukan pembelaan secara berimbang dan dilandaskan pada asas praduga tidak bersalah presumption of innocence.
178
2. Pengembalian hasil korupsi.
Pengembalian hasil korupsi kepada negara sebagai salah satu upaya pemulihan remedy bagi terdakwa untuk membebaskan diri dari jerat dakwaan
korupsi kerap ditemui. Tidak sedikit yang beranggapan bahwa dengan dipulihkannya unsur kerugian negara membuat tidak terpenuhinya dakwaan
penuntut umum akan suatu tindak pidana korupsi. Sungguhpun masuk akal namun secara moral pembelaan tersebut sangat tidak bisa diterima.
179
Dalam hal ini hukum berperan aktif untuk memberikan ketenangan dan kedamaian bagi masyarakat. Hukum mengakomodasi tuntutan yang berkembang
178
Ari Wahyudi Hertanto dan Arief Nurul Wicaksono, op.cit, hlm. 27.
179
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
dalam masyarakat akan kebutuhan rasa keadilan. Demikianlah mengapa tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana formil.
180
Menarik untuk diperhatikan adalah sisi hukum perdata yang melibatkan terdakwa dalam tindak pidana korupsi. Pengembalian hasil korupsi yang
merupakan kerugian bagi negara tentunya hanya memberikan suatu pembebasan bagi terdakwa atas gugatan perdata dari instansi yang dirugikan. Sisi keperdataan
tentunya hanya menyangkut kepentingan pribadi bagi terdakwa sendiri. Bagaimana dengan kepentingan publik yang dilanggar.
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh terdakwa pelaku tindak pidana korupsi menyangkut 2 dua segi hukum, yaitu perdata dan pidana yang
tidak dapat dipisahkan. Kerugian yang diderita oleh pihak lain menjadi suatu titik tolak perbuatan melawan hukum. Tanpa adanya kerugian yang diderita maka
tidak akan pernah ada perbuatan melawan hukum.
181
Demikian tegas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 menyatakan bahwa kerugian negara secara perdata tidak hapus dengan tidak terpenuhinya unsur
pidana dari tindak pidana korupsi yang didakwakan. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari korupsi sebagai tindak pidana formil. Pengembalian atau
180
Perhatikan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan
bahwa: pengembalian kerugian keuangan Negara atau perekonomian Negara tidak menghapus dipidananya pelaku tindak pidana korupsi.
181
Konstruksi ini sangat rapuh namun sangat logis, oleh karena itu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi memberikan suatu pedoman yang dirasakan sangat tepat untuk memisahkan kerugian yang ditimbulkan terdakwa dari segi perdata dan dari segi pidana. Dalam Pasal 32 ayat 2
disebutkan bahwa: putusan bebas dalam perkara tindak pidana korupsi tidak menghapuskan hak untuk menuntut kerugian terhadap keuangan Negara.
Universitas Sumatera Utara
pembayaran kembali kerugian merupakan kompensasi secara perdata. Akan tetapi tindak pidana korupsi yang dilakukan sebagai suatu pidana adalah tanggungjawab
pidana yang harus ditanggung olwh pelaku. Tanggung jawab pidana itulah yang harus dilakukan dengan menjalani hukuman penjara atau bahkan hukuman mati.
3. Implementasi sanksi.