negara Indonesia, terutama dalam memperbaiki citra dan kepercayaan internasional.
185
D. Hambatan Dari Sisi Teknis.
Dilema pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi juga berkaitan dengan teknis persidangan. Dengan terbentuknya Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi, kejaksaan harus membawa terdakwa dari wilayah hukumnya di kabupatenkota ke ibu kota provinsi tempat Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
berkedudukan. Pasal 5 UU No. 46 Tahun 2009 menyatakan: “ Pengadilan Tipikor merupakan satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi”.
186
Jika wilayah hukum kejaksaan berdekatan dengan ibu kota provinsi, kejaksaan tidak akan kesulitan. Namun, jika jaraknya sangat jauh, kejaksaan ataupun
terdakwa harus menempuh waktu berjam-jam untuk menuju ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Hal seperti inilah yang dialami jaksa dan terdakwa yang
berada di wilayah hukum Kabupaten Banyuwangi ketika pertama kalinya mengikuti sidang perdana Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Surabaya 5
Januari 2011. Jaksa dan terdakwa harus berangkat pukul 22.00 waktu setempat agar tiba di Surabaya pada pagi hari. Dapat dibayangkan kesulitan dan kelelahan
185
Ari Wahyudi Hertanto dan Arief Nurul Wicaksono, op.cit, hlm. 30.
186
http:pustaka.unpad.ac.idwp-contentuploads201101pikiranrakyat-20110113dilemapengadi- Lantipikor.pdf. Diakses pada tanggal 04 Agustus 2011.
Universitas Sumatera Utara
yang mereka alami. Minggu berikutnya jaksa harus melakoni hal yang sama karena harus menghadir saksi-saksi yang juga dari Banyuwangi.
187
Berdasarkan pemaparan tentang hambatan dari sisi teknis tersebut diatas, Penulis berpendapat bahwa dengan keadaan yang demikian, maka akan dapat
menghilangkan makna asas peradilan yang diselenggarakan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan, sebab tempat kejadian perkara yang dilakukan oleh
Terdakwa Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang berjauhan dengan tempat Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berada akan memakan waktu yang lama
dalam proses penyelenggaraan peradilan yang berarti sulit untuk diselenggarakan dengan sederhana dan cepat.
Oleh karena itu, sebaiknya pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi disetiap KabupatenKota secepatnya direalisasikan agar hambatan yang bersifat
teknis tidak terjadi yang disebabkan oleh karena jarak yang harus ditempuh oleh Jaksa dan Terdakwa tindak pidana korupsi ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
187
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV EKSISTENSI PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI KEDEPAN
DALAM MELAKUKAN PEMBERANTASAN KORUPSI
A. Akar Permasalahan Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Korupsi.
Karakteristik tindak pidana korupsi yang multi dimensi terkait dengan kompleksitas masalah lainnya antara lain masalah sikap mental moral, pola sikap
hidup dan budaya sosial, kebutuhan tuntutan ekonomi dan struktur sistem ekonomi, struktur budaya politik, peluang yang ada didalam mekanisme pembangunan atau
kelemahan birokrasi prosedur administrasi termasuk sistem pengawasan dibidang keuangan dan pelayanan publik.
188
Penyebab terjadinya tindak pidana korupsi, tidak dapat dipungkiri bahwa kesempatan dan jabatankekuasaan sebagai sumber utama dari korupsi. Semua orang
yang mempunyai kedua faktor tersebut akan cenderung menyalahgunakan kesempatan untuk memperkaya diri, dengan asumsi sifat ”mumpungisme”
sebagaimana dikemukakan oleh ilmuwan Inggris Lord Acton yang menyatakan Jadi kuasa dan kondisi yang bersifat kriminogen
untuk timbulnya korupsi sangatlah luas multidimensi yaitu dapat dibidang moral, sosial, ekonomi, politik, budaya, kesenjangan sosial ekonomi, kelemahan birokrasi
adminidtrasi dan sebagainya.
188
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1980, hlm. 72.
Universitas Sumatera Utara