Hikayat Angkawijaya

10 Hikayat Angkawijaya

Hikayat Angkawijaya adalah sebuah cerita wayang yang diperkirakan dikarang oleh Sapirin bin Usman al-Fadli pada awal tahun 1860-an. Naskah hikayat milik Perpustakaan Nasional berkode ML 180 ini tidak lengkap dan dalam keadaan rusak.

Ringkasan Cerita

Hikayat Angkawijaya adalah cerita yang amat rumit tentang perang antara keluarga Pandawa dan Korawa. Dalam hikayat ini Kresna memihak Korawa, Darmawangsa melawan Arjuna, dan putra Arjuna, yang menjelma sebagai Panji, berperang melawan Semar. Cerita mulai dengan majelis kerajaan di istana Raja Pandawa, Darmawangsa. Diputuskan bahwa Arjuna dan Kresna akan berziarah ke Gunung Merbabu dengan tujuan memperoleh putra. Raja Korawa mempunyai niat yang sama dan mendahului para Pandawa di gunung tersebut.

Siti Sundari, Putri Kresna, telah ditunangkan dengan Angkawijaya, Putra Arjuna. Akan tetapi, para Korawa memaksa meminang Siti Sundari, sehingga Kresna mengalah dan menyetujui pertunangan Siti Sundari dengan anak raja Korawa bernama Anjasmara. Arjuna sangat marah dan mengusir Angkawijaya.

Angkawijaya yang pergi berkelana, secara kebetulan berjumpa dengan Siti Sundari dan menyelamatkan hidupnya, lalu membawanya pulang ke istana Korawa. Kedatangannya bukan disambut dengan rasa terima kasih, tetapi ia malah dibunuh dan dilemparkan ke laut.

Semua Pandawa sudah meninggalkan negerinya. Bima, Sakula dan Sadewa, yang menjelma sebagai seekor gajah putih dan dua ekor kijang emas, ditangkap oleh tentara Korawa dan Kresna. Sementara itu, Darmawangsa berkelana, menyamar sebagai resi bernama Pandita Candiwacana, sementara Arjuna pergi mencari istri-istrinya yang ditangkap oleh Samba, putra Kresna.

Dengan menyamar sebagai kepala sekelompok penabuh gamelan, Arjuna memasuki istana Kresna dan berhasil menguasai tentara Kresna dan Korawa. Para Korawa ditahan, sedangkan Kresna dan Samba lari mencari bantuan sambil menyamar sebagai resi. Di jalan, Kresna menghidupkan kembali Angkawijaya, yang sebenarnya sudah dihidupkan kembali oleh Pandita Candiwacana, lalu dibunuh lagi. Sebagai imbalan, Kresna akan dibantu memerangi para Pandawa oleh Pandita Candiwacana (yang tidak lain dari Darmawangsa) beserta punakawannya Semar, yang menjelma sebagai Sangyang Lela Siraja Menang. Maka Kresna, Pandita Candiwacana dan Sangyang Lela menuju istana Kresna untuk menantang Arjuna.

Angkawijaya diubah rupanya oleh seorang ahli nujum, Babu Ratna, menjadi Panji. Ia juga menuju istana Kresna, dan berperang dengan Sangyang Lela untuk membela ayahnya, Arjuna. Perang ini berakhir ketika kedua tokoh tersebut ketahuan identitas sebenarnya.

Kresna dan para Korawa dibebaskan dan bersumpah setia kepada Pandawa. Angkawijaya dikawinkan dengan Siti Sundari, sedangkan beberapa anggota keluarga

Hikayat Angkawijaya

Pandawa dan Korawa juga dikawinkan. Semua tokoh pulang ke negerinya masing-masing.

Naskah

Naskah terbuat dari kertas Eropa, bercap kertas seekor singa berdiri dalam bulat telur bermahkota dengan tulisan C ONCORDIA ESPARVAE R RESCUNT C . Ukuran naskah 32,5 × 20,5 cm, sedangkan ukuran teks 29,5 × 17 cm. Naskah terdiri atas 200 halaman, setiap halaman berisi 26-32 baris. Penomoran naskah dengan angka Arab di setiap halaman recto 1-99. Lembar terakhir kosong.

Kertas sangat rapuh dan mudah patah, sehingga harus ditangani dengan hati-hati. Banyak lembar sudah sobek dan berlubang; ff. 63-76 dan 85-95 hampir tidak terbaca karena kertasnya rusak.

Menilik gaya tulisan tangan, naskah ini tidak disalin oleh anggota keluarga Fadli. Pada halaman pertama terdapat catatan tentang seorang pemilik naskah ini: “Ini Hikayat

Angkawijaya, yang empunya dengan sebenar-benarnya hamba Da'iran Musanif, boleh beli f.10”. Di halaman terakhir terdapat dua catatan dalam tulisan Latin tentang pemilik lain: “Debata pegah den 22 saptember 1864, ini hikaijat poendawa lima yang poenja toewan soelthan lamdjat dellahtal wa sekbellah adanja”, dan “Hikajat pendawa lima iang ampoenja Hamba Mohamad Mardjoekie bin Polana Moezanief”.

Pada f. 2r. terdapat dua kata beraksara Jawa, yaitu nama Suyudhana dan Drona. Tidak terdapat kolofon maupun ilustrasi apa pun dalam naskah ini.

Catatan di halaman awal berisi pernyataan oleh pemilik naskah

Kepustakaan

Naskah ML 180 dideskripsikan dalam Catalogus van Ronkel (1909:20) dan Katalogus Sutaarga (1972:20), juga dicatat dalam Katalog Behrend (1998:284).

Naskah ini telah dimikrofilmkan dengan nomor Rol. 174.04, MF 29.02, dan MF 45.01. Hikayat Angkawijaya terdapat juga dalam dua naskah yang tersimpan di perpustakaan

Universitas Leiden (Cod. Or. 3221 & 3244).

Katalog