Hikayat Raja Syah Mandewa
4 Hikayat Raja Syah Mandewa
Hikayat Raja Syah Mandewa adalah sebuah cerita petualangan dalam bentuk prosa. Hikayat ini terkandung dalam sebuah naskah tunggal yang tersimpan di Perpustakaan Nasional dengan kode ML 243. Naskah tersebut disalin oleh Muhammad Bakir, namun tidak diketahui siapa pengarangnya, mungkin Muhammad Bakir sendiri, mungkin juga pamannya, Sapirin bin Usman.
Ringkasan Cerita
Hikayat ini menceritakan Raja Syah Mandewa di Jampala Waru yang, karena tidak berputra, lalu mengangkat anak kedua putra menterinya, yaitu Ganta Wara dan Ganta Wiri. Suatu ketika Raja Syah Mandewa pergi berburu kijang dan pelanduk, diiringi oleh Ganta Wara dan Ganta Wiri, serta ditemani seorang patih yang bernama Damar Jati.
Pada masa itu, di negeri Peringga berkuasa seorang raja sakti yang bernama Jaya Sakti. Ia mempunyai seorang anak laki-laki bernama Jaka Peringga yang sangat jahat. Ketika sedang berburu, terjadilah peperangan antara Ganta Wara dan Raja Syah Mandewa dengan Jaka Peringga. Jaka Peringga kalah lalu pulang ke negerinya untuk belajar ilmu kesaktian kepada Pendeta Ajar Sungkuni dan bertapa di Gunung Wilis.
Sementara itu, Raja Syah Mandewa menikah dengan Dewi Mangrum Kencana. Mereka dikaruniai dua orang anak, Damar Jati dan Damar Cuaca, yang lahir di Jampala Waru. Setelah selesai bertapa di Gunung Wilis, Jaka Peringga mengadu kesaktian dengan Raja Syah Mandewa. Jaka Peringga akhirnya mati. Jaya Sakti kemudian mengutus Raja Jaya Lawa, saudaranya di negeri Gelamba, untuk menyerang Jampala Waru. Jaya Lawa dapat dikalahkan dan rakyatnya melarikan diri.
Selanjutnya, diceritakan Damar Jati mencari ayahnya sampai ke negeri Raja Wangsa Kumaya di Kalanggaru. Di negara tersebut sedang diselenggarakan sayembara untuk mencari suami bagi Nila Sari dan Nila Asmara, puteri Raja Wangsa Kumaya. Damar Jati menyamar sebagai Sira Patanian dan terlibat perang tanding dengan anak-anak raja yang mengikuti sayembara. Sira Patanian memenangkan sayembara dan memboyong kedua puteri.
Di tengah jalan, mereka dihadang oleh Damar Cuaca yang menyamar sebagai Prabu Lara. Karena tidak saling mengenal, mereka berperang. Cerita diakhiri dengan munculnya Raja Syah Mandewa bersama permaisurinya, Dewi Mangrum Kemala dan Pendeta Lalawi Guna bersama anaknya, Dewi Mangrum Kencana yang menghentikan peperangan.
Prabu Lara (Damar Cuaca) menemui ayahnya, Raja Syah Mandewa dan Sira Patanian (Damar Jati) menemui kakeknya, Pendeta Lalawi Guna. Akhirnya, mereka sadar bahwa mereka bersaudara lain ibu. Setelah suasana damai, mereka kembali ke Jampala Waru. Damar Cuaca dikawinkan dengan Nila Sari dan Damar Jati dikawinkan dengan Nila Asmara.
78 Hikayat Syah Mandewa
Katalog
Sampai di sini pengarang menyatakan, “Sampai di sinilah berhenti ceriteranya,
Estetika Naskah
maklumlah sekalian pembaca dan yang menengar melainkan banyak-banyak taubat dan Gambar berupa senjata gada mengilustrasikan peristiwa ketika Pahlawan Galamba maju minta ampun, banyak membaca salawat karena karangan hamba yang daif fakir ila Allah
membela Raja Syah Mandewa berperang melawan Raja Jampala Waru (hlm. 66). Selain hendak dikarangkan yang lebih panjang ceriteranya, kertasnya pun tiada ada lagi, jadi
itu, ada juga gambar sebuah belati bermata tiga (hlm. 68).
diputuskan ini perkabaran akan menyukupi kertasnya” (hlm. 154). Hikayat ini rupanya mempunyai sambungan dalam Hikayat Damarjati Anak Raja Syah Mandewa, yang diiklankan dalam naskah lain tapi sekarang sudah hilang.
Naskah
Teks ditulis pada kertas Eropa berukuran 30 × 18 cm. Naskah berjumlah 155 halaman. Setiap hlm. berisi 21 baris. Naskah ditulis dengan menggunakan tinta hitam yang sudah berubah menjadi cokelat tua. Meskipun demikian, tulisan masih jelas terbaca. Penomoran halaman asli ditulis dengan angka Arab 1-155, dengan kekeliruan berupa lompatan dari hlm. 68 ke 79.
Kertas naskah berwarna kecokelatan, lapuk, dan getas akibat keasaman. Kondisi naskah tidak baik. Lembar pertama (hlm. 1-2) sudah lepas dari kurasnya dan sobek. Halaman 45-46,
Senjata yang dalam teks dideskripsikan sebagai “gada dengan serupa nanas”, yang dipakai oleh
79-80 dan 155 sebagian sobek dan patah. Halaman 123-155 sebagian besar terlepas dari Pahlawan Galamba ketika membela Raja Syah Mandewa berperang melawan Raja Jampala Waru kurasnya. (hlm. 66).
Naskah ini diakhiri, pada hlm. 154-155, dengan sebuah syair berisi pesan kepada pembaca, agar ingat uang pengganti tinta dan uang sewa sebagai upah penulis. Kertas yang digunakan untuk kedua hlm. ini berbeda dengan yang digunakan untuk halaman-hlm. lainnya, dan terdapat cap kertas G K OLFF &C°. Contoh syairnya sebagai berikut:
“Banyak hikayat yang sudah dibikin Karena hamba hina dan miskin Wang sewa itu yang hamba harapin 10 sen sehari semalam ditetapin
Sejenis trisula di hlm. 68.
Siang malam memantang mata
Mengarang hikayat atur cerita
Sepuluh sen itu wang tinta
Sepuluh sen jangan sampai diminta.” (hlm. 155)
Selain itu, berbagai contoh tanda tangal Muhammad Bakir diselipkan dalam teks.
Tanda tangan Muhammad Bakir terdapat pada sudut kiri teks di hlm. 1, 17, 33, 49, 65, 91, Kolofon pada hlm. 154 menyatakan bahwa hikayat selesai ditulis pada malam Selasa, jam
Kolofon
107, 123, dan 139, yaitu di permulaan sejumlah kuras. Ini contoh hlm. 65. pukul 12, “betul waktu sahur”, tgl. 4 April 1893, sama dengan malam 16 Ramadhan 1310, tahun
Za.
Tanda tangan Muhammad Bakir kadang-kadang juga diletakkan di tengah-tengah teks sebagai penanda akhir sebuah paragraf. Ini contoh hlm. 141.
Bagian kolofon berisi waktu penulis selesai menyalin naskah (hlm. 154).
78 Hikayat Syah Mandewa
Katalog
Sampai di sini pengarang menyatakan, “Sampai di sinilah berhenti ceriteranya,
Estetika Naskah
maklumlah sekalian pembaca dan yang menengar melainkan banyak-banyak taubat dan Gambar berupa senjata gada mengilustrasikan peristiwa ketika Pahlawan Galamba maju minta ampun, banyak membaca salawat karena karangan hamba yang daif fakir ila Allah
membela Raja Syah Mandewa berperang melawan Raja Jampala Waru (hlm. 66). Selain hendak dikarangkan yang lebih panjang ceriteranya, kertasnya pun tiada ada lagi, jadi
itu, ada juga gambar sebuah belati bermata tiga (hlm. 68).
diputuskan ini perkabaran akan menyukupi kertasnya” (hlm. 154). Hikayat ini rupanya mempunyai sambungan dalam Hikayat Damarjati Anak Raja Syah Mandewa, yang diiklankan dalam naskah lain tapi sekarang sudah hilang.
Naskah
Teks ditulis pada kertas Eropa berukuran 30 × 18 cm. Naskah berjumlah 155 halaman. Setiap hlm. berisi 21 baris. Naskah ditulis dengan menggunakan tinta hitam yang sudah berubah menjadi cokelat tua. Meskipun demikian, tulisan masih jelas terbaca. Penomoran halaman asli ditulis dengan angka Arab 1-155, dengan kekeliruan berupa lompatan dari hlm. 68 ke 79.
Kertas naskah berwarna kecokelatan, lapuk, dan getas akibat keasaman. Kondisi naskah tidak baik. Lembar pertama (hlm. 1-2) sudah lepas dari kurasnya dan sobek. Halaman 45-46,
Senjata yang dalam teks dideskripsikan sebagai “gada dengan serupa nanas”, yang dipakai oleh
79-80 dan 155 sebagian sobek dan patah. Halaman 123-155 sebagian besar terlepas dari Pahlawan Galamba ketika membela Raja Syah Mandewa berperang melawan Raja Jampala Waru kurasnya. (hlm. 66).
Naskah ini diakhiri, pada hlm. 154-155, dengan sebuah syair berisi pesan kepada pembaca, agar ingat uang pengganti tinta dan uang sewa sebagai upah penulis. Kertas yang digunakan untuk kedua hlm. ini berbeda dengan yang digunakan untuk halaman-hlm. lainnya, dan terdapat cap kertas G K OLFF &C°. Contoh syairnya sebagai berikut:
“Banyak hikayat yang sudah dibikin Karena hamba hina dan miskin Wang sewa itu yang hamba harapin 10 sen sehari semalam ditetapin
Sejenis trisula di hlm. 68.
Siang malam memantang mata
Mengarang hikayat atur cerita
Sepuluh sen itu wang tinta
Sepuluh sen jangan sampai diminta.” (hlm. 155)
Selain itu, berbagai contoh tanda tangal Muhammad Bakir diselipkan dalam teks.
Tanda tangan Muhammad Bakir terdapat pada sudut kiri teks di hlm. 1, 17, 33, 49, 65, 91, Kolofon pada hlm. 154 menyatakan bahwa hikayat selesai ditulis pada malam Selasa, jam
Kolofon
107, 123, dan 139, yaitu di permulaan sejumlah kuras. Ini contoh hlm. 65. pukul 12, “betul waktu sahur”, tgl. 4 April 1893, sama dengan malam 16 Ramadhan 1310, tahun
Za.
Tanda tangan Muhammad Bakir kadang-kadang juga diletakkan di tengah-tengah teks sebagai penanda akhir sebuah paragraf. Ini contoh hlm. 141.
Bagian kolofon berisi waktu penulis selesai menyalin naskah (hlm. 154).
80 Hikayat Syah Mandewa
Kepustakaan
Naskah Hikayat Raja Syah Mandewa dideskripsikan dalam Catalogus van Ronkel (1909:143) dan Katalogus Sutaarga dkk. (1972:98), serta dicatat dalam Katalog Behrend (1998:286).
Naskah Hikayat Raja Syah Mandewa ini telah dialihmediakan dalam bentuk mikrofilm dengan nomor rol 660.02. Hikayat ini belum diedit selama ini.
Katalog