Hikayat Nakhoda Asyik

3 Hikayat Nakhoda Asyik

Hikayat Nakhoda Asyik adalah sebuah cerita petualangan dalam bentuk prosa, karangan Sapirin bin Usman. Hikayat ini terkandung dalam sebuah naskah tunggal yang tersimpan di Perpustakaan Nasional dengan kode ML 261.

Ringkasan Cerita

Hikayat Nakhoda Asyik berisi cerita tentang perjalanan anak raja dari negeri Diarul Asyik, Sunkar Bilmalih, yang pergi berkelana mencari ilmu. Ia menyamar sebagai nakhoda dan mempercayakan segala urusan dagangnya kepada seorang tua yang bernama Encik Muhibat untuk berdagang atas namanya.

Dalam perjalanan, ia bertemu dengan putri Asma Penglibur yang terhanyut di laut, lalu dengan ayah sang putri, Raja Anta Berduka dari negeri Pasir Berhambur, yang sedang melarikan diri. Mereka bersama-sama kembali ke negeri Pasir Berhambur untuk berperang melawan musuh. Akhirnya, musuh dapat dikalahkan dan Sunkar Bilmalih dikawinkan dengan Asma Penglibur.

Setelah tujuh bulan lamanya tinggal di negeri Pasir Berhambur, Sunkar Bilmalih meminta izin kepada istri dan mertuanya untuk pergi berdagang ke lain negeri. Dalam pelayarannya, Sunkar Bimalih menganti namanya menjadi Nakhoda Asyik Cinta Berlekat. Di negeri Diarul Masyhuk, Nakhoda Asyik mengunjungi kampung Masyuk Berdendam yang terkenal karena para wanitanya pandai bernyanyi dan menawan hati laki-laki.

Di kampung itu, ia jatuh cinta dengan Asma Tuturan yang kemudian diperistrinya. Pasangan suami istri ini mendapat cobaan akibat ulah musuh-musuhnya. Asma Tuturan difitnah oleh Menteri Ganda Titiran dan dimasukkan ke penjara, namun kemudian dibebaskan oleh Raja Suka Birawan.

Sementara itu, Nakhoda Asyik terhanyut di laut dan diselamatkan oleh Encik Muhibbat. Nakhoda Asyik lalu pulang ke negerinya, Diarul Asyik, menemui orang tuanya. Ia kembali menjadi Sunkar Bilmalih.

Beberapa waktu berselang, Nakhoda Asyik berlayar kembali ke Diarul Masyuk untuk menjemput kekasihnya, Asma Tuturan. Ia singgah dulu di negeri Pasir Berhambur dan disambut mertua dan istrinya. Sesampainya di Diarul Masyuk, perang meletus.

Asma Penglibur dan Asma Tuturan menyamar sebagai laki-laki untuk membantu suaminya berperang, tetapi mereka tertangkap dan dipenjarakan. Perang berakhir ketika Sunkar Bilmalih berhasil membunuh Raja Suka Birawan dan Kerajaan Diarul Masyuk diganti menjadi negeri Purani. Sunkar Bilmalih pulang ke negeri Diarul Asyik bersama kedua istrinya. Ayahandanya, yang sempat menyambut kedatangan mereka, kemudian meninggal, sehingga Nakhoda Asyik naik tahta menggantikannya.

74 Hikayat Nakhoda Asyik

Katalog

Asma Penglibur melahirkan dua orang putra yang dinamakan Bujangga Tala dan Sahriyuna. Ketika Raja Sunkar Bilmalih meninggal, seharusnya diganti oleh putra sulungnya, Bujangga Tala. Namun, karena malu melihat tingkah adiknya Sahriyuna yang berbuat makar, Bujangga Tala mengalah dan pergi mengungsi ke negeri Purani.

Naskah

Teks ditulis di atas kertas Eropa berukuran 31,5 × 19,5 cm. Tidak ada cap kertas. Naskah berjumlah 157 halaman. Penomoran halaman asli ditulis dengan angka Arab 1-157. Tiap halaman berisi 15-17 baris. Kertas sudah dikonservasi dengan cara dilaminasi. Baris akhir pada hlm. 65-74 tidak sepenuhnya terbaca karena kertas berlubang.

Tinta yang digunakan semula berwarna hitam, tetapi kini sudah berubah menjadi cokelat tua. Tulisan masih jelas terbaca. Pada hlm. pertama terdapat tanda tangan Muhammad Bakir. Teks diakhiri (hlm. 156-157) dengan sebuah syair sepanjang 10 bait, berisi pesan pengarang kepada pembaca, diawali sebagai berikut:

Lebih maklum Baba dan Tuan

Mengarang di dalamlah kerinduan

Pengarang bodoh sudah ketahuan Sebab mengarang melipurkan rawan Mengarang di atas kertas yang putih Sebab liburin rusaknya hati Begitu juga dibaca pasti

Pengarangnya bodoh tiada mengerti

Mengatur sair tiada mufakat

Seperti tiada sama bertingkat

Berbuat karangan tiada sepakat

Nakhoda Asyik Cinta Berlekat

Kolofon

Kolofon pada hlm. 155 menyatakan bahwa hikayat ini selesai ditulis oleh Encik Muhammad Bakir bin Syafian Usman Fadli di Pecenongan Langgar Tinggi, Betawi, pada 17 Maret 1890,

Halaman awal naskah, terdapat tanda tangan M. Bakir di bagian atasnya.

malam Senin, 26 Rajab tahun 1307 tahun Alif. Selain itu, tercatat juga tgl. “13/3/90” dan “19 Rajab 1307” pada hlm. 111.

Tanggal tulisan Jawi (margin kiri) (hlm. 111)

“19 Rajab sanat 1307 malam Arba‘a”, yaitu tanggal halaman ini ditulis -- tanggal ini sepadan

dengan 11 Maret 1890.

Kolofon di hlm. 155

Tanda tangan M. Bakir terletak di tengah-tengah teks.

Estetika Naskah

Pada naskah ini tidak terdapat iluminasi ataupun ilustrasi, kecuali sebuah gambar bunga dan daun yang kecil di hlm. 36.

Selain pada halaman pertama, tanda tangan Muhammad Bakir juga diselipkan di dalam teks, seperti misalnya di hlm. 121. Sebuah kalimat beraksara Jawa tertulis pada margin di hlm.

Banduburi (nama negeri dalam Hikayat Nakhoda Asyik)

74 Hikayat Nakhoda Asyik

Katalog

Asma Penglibur melahirkan dua orang putra yang dinamakan Bujangga Tala dan Sahriyuna. Ketika Raja Sunkar Bilmalih meninggal, seharusnya diganti oleh putra sulungnya, Bujangga Tala. Namun, karena malu melihat tingkah adiknya Sahriyuna yang berbuat makar, Bujangga Tala mengalah dan pergi mengungsi ke negeri Purani.

Naskah

Teks ditulis di atas kertas Eropa berukuran 31,5 × 19,5 cm. Tidak ada cap kertas. Naskah berjumlah 157 halaman. Penomoran halaman asli ditulis dengan angka Arab 1-157. Tiap halaman berisi 15-17 baris. Kertas sudah dikonservasi dengan cara dilaminasi. Baris akhir pada hlm. 65-74 tidak sepenuhnya terbaca karena kertas berlubang.

Tinta yang digunakan semula berwarna hitam, tetapi kini sudah berubah menjadi cokelat tua. Tulisan masih jelas terbaca. Pada hlm. pertama terdapat tanda tangan Muhammad Bakir. Teks diakhiri (hlm. 156-157) dengan sebuah syair sepanjang 10 bait, berisi pesan pengarang kepada pembaca, diawali sebagai berikut:

Lebih maklum Baba dan Tuan

Mengarang di dalamlah kerinduan

Pengarang bodoh sudah ketahuan Sebab mengarang melipurkan rawan Mengarang di atas kertas yang putih Sebab liburin rusaknya hati Begitu juga dibaca pasti

Pengarangnya bodoh tiada mengerti

Mengatur sair tiada mufakat

Seperti tiada sama bertingkat

Berbuat karangan tiada sepakat

Nakhoda Asyik Cinta Berlekat

Kolofon

Kolofon pada hlm. 155 menyatakan bahwa hikayat ini selesai ditulis oleh Encik Muhammad Bakir bin Syafian Usman Fadli di Pecenongan Langgar Tinggi, Betawi, pada 17 Maret 1890,

Halaman awal naskah, terdapat tanda tangan M. Bakir di bagian atasnya.

malam Senin, 26 Rajab tahun 1307 tahun Alif. Selain itu, tercatat juga tgl. “13/3/90” dan “19 Rajab 1307” pada hlm. 111.

Tanggal tulisan Jawi (margin kiri) (hlm. 111)

“19 Rajab sanat 1307 malam Arba‘a”, yaitu tanggal halaman ini ditulis -- tanggal ini sepadan

dengan 11 Maret 1890.

Kolofon di hlm. 155

Tanda tangan M. Bakir terletak di tengah-tengah teks.

Estetika Naskah

Pada naskah ini tidak terdapat iluminasi ataupun ilustrasi, kecuali sebuah gambar bunga dan daun yang kecil di hlm. 36.

Selain pada halaman pertama, tanda tangan Muhammad Bakir juga diselipkan di dalam teks, seperti misalnya di hlm. 121. Sebuah kalimat beraksara Jawa tertulis pada margin di hlm.

Banduburi (nama negeri dalam Hikayat Nakhoda Asyik)

76 Hikayat Nakhoda Asyik

Tanda Tangan M. Bakir di awal teks (hlm. 1)

Syair sebagai penutup kisah (hlm. 156)

Kepustakaan

Naskah Hikayat Nakhoda Asyik telah dideskripsikan dalam Catalogus Van Ronkel (1909: 173) dan Katalogus Sutaarga dkk. (1972: 129), dan juga tercatat dalam Katalog Behrend (1998: 286).

Hikayat Nakhoda Asyik telah diedit dua kali: pertama, oleh Mu'jizah (Hikayat Nakhoda Asyik, Jakarta: Pusat Bahasa, 1995); kedua, oleh Henri Chambert-Loir (Hikayat Merpati Mas dan Hikayat Nakhoda Asyik, Jakarta: Masup, 2009).

Hikayat ini juga pernah dibahas, antara lain oleh Henri Chambert-Loir dalam artikel “Hikayat Nakhoda Asyik: jalan lain ke roman”, dalam H.B. Jassin 70 Tahun, diedit oleh Sapardi Djoko Damono, Jakarta: Gramedia, 1987, dan dalam buku Tiga Karya Penyalin Betawi Muhammad Bakir: Analisis Struktur dan Makna, oleh Mu'jizah, Sri Sayekti dan Zaenal Hakim, Jakarta: Pusat Bahasa, 2000.

Katalog