Hikayat Indra Bangsawan
7 Hikayat Indra Bangsawan
Hikayat Indra Bangsawan adalah sebuah cerita petualangan dalam bentuk prosa. Di Perpustakaan Nasional tersimpan enam naskah hikayat ini, termasuk satu naskah hasil salinan Muhammad Bakir dengan kode ML 245. Naskah ini ditulis oleh Muhammad Bakir pada tahun 1894 M, atau 1312 H dan 1824 Jawa. Dalam syair yang mengakhiri teks pada naskah ini, Muhammad Bakir menyatakan bahwa cerita ini disalin dari naskah orang lain: “Di dalam sair dibilang terang, menulis mengikut naskah orang, tiada ditambah dan tiada dikurang, hanya tulisannya juga sembarang-barang.” Hikayat Indra Bangsawan sudah pernah diterbitkan oleh Balai Pustaka. Versi Muhammad Bakir ternyata lebih panjang dan lebih rinci daripada versi Balai Pustaka, jumlah pantunnya lebih banyak, dan juga dibubuhi unsur- unsur Islam yang tidak terdapat dalam versi aslinya.
Ringkasan Cerita
Hikayat Indra Bangsawan berisi cerita tentang keberanian dan kegagahan Indra Bangsawan dalam menyelamatkan Ratna Sari Bulan dari kebengisan seorang raksasa bernama Buraksa.
Indra Bangsawan adalah putra Maharaja Indra Bungsu, penguasa Kerajaan Kobat Syahri. Indra Bangsawan mempunyai saudara kembar bernama Syahperi. Syahperi lahir bersama anak panah, sedangkan Indra Bangsawan lahir bersama sebilah pedang. Kedua bersaudara ini dibekali ilmu mengaji Al-Qur'an dan kesaktian.
Suatu malam, Maharaja Indra Bungsu bermimpi melihat putri-putri cantik yang sedang memainkan alat musik buluh perindu. Selanjutnya, Maharaja Indra Bungsu memerintahkan kedua putranya untuk mencari apa yang dilihatnya dalam mimpinya itu
Ketika Indra Bangsawan dan Syahperi berada di sebuah hutan, mereka terpisah akibat hujan badai. Syahperi sampai di negeri bernama Anta Berahi dan berhasil menyelamatkan Putri Ratna Sair, yang bersembunyi di dalam sebuah gendang (bedug) besar, dari burung garuda yang hendak menculiknya. Akhirnya, mereka menikah.
Sementara itu, Indra Bangsawan yang sangat sedih ditinggalkan oleh kakaknya di dalam hutan, sampai di sebuah gua yang sangat luas dan terang. Di gua itu ia bertemu dengan seorang nenek raksasa yang jatuh kasihan melihat Indra Bangsawan dan mengangkatnya sebagai cucunya.
Sang nenek raksasa bercerita bahwa negeri tempat tinggalnya bernama Anta Beranta, di wilayah kekuasaan Negeri Anta Pramana. Raja negeri tersebut, Maharaja Kibar, takluk kepada Buraksa dan harus membayar upeti berupa anak-anaknya. Jika Maharaja Kibar tidak memberikan anaknya sebagai santapan Buraksa, negerinya akan dihancurkan.
Maharaja Kibar mempunyai seorang putri yang cantik jelita bernama Tuan putri Ratna Sari Bulan. putri ini telah dipinang oleh 9 anak raja. Maharaja Kibar belum dapat menentukan siapa di antara 9 anak raja ini yang akan menjadi suami putrinya. Ia lalu menetapkan bahwa anak raja yang mampu membunuh Buraksa itulah yang akan menikahi putrinya. Sebagai
90 Hikayat Indra Bangsawan
Katalog
bukti, anak raja itu harus membawa mata, hidung, dan telinga Buraksa. Anak-anak raja itu Beberapa tanggal juga tercatat dalam margin teks, yaitu 7/8/94 (hlm. 6), 16/8/94 (hlm. 35), tidak ada yang sanggup melawan Buraksa.
dan 26/8/94 (hlm. 59).
Berbekal pemberian nenek raksasa berupa sarung kesaktian yang dapat mengubah bentuk tubuh sesuai dengan keinginan, Indra Bangsawan pun berangkat menemui Maharaja Kibar. Ia terlebih dahulu mengubah dirinya menjadi seorang anak kecil berkulit hitam dan berambut keriting. Sesampainya di kerajaan, Indra Bangsawan yang telah berubah wujud disambut pengawal kerajaan. Setelah berbincang-bincang, pengawal kerajaan memberinya julukan Si Hutan karena ia berasal dari hutan, tidak beribu dan berbapak.
Selanjutnya, pengawal kerajaan membawa Si Hutan ke hadapan Maharaja Kibar. Melihat rupa Indra Bangsawan yang aneh dan lucu, namun berbudi bahasa baik, Maharaja Kibar kemudian menjadikan Si Hutan sebagai teman bermain putrinya, Tuan putri Ratna Sari Bulan.
Sang putri sangat senang mendapat teman bermain. Karena Si Hutan cerdik dan halus budi bahasanya, tuan putri kemudian mengganti nama Si Hutan menjadi Si Kembar. Tuan putri Ratna Sari Bulan kemudian bercerita tentang Indra Bangsawan, satu-satunya orang yang dapat menyelamatkannya dari kejaran Buraksa, tetapi ia tidak kunjung datang.
Setiap malam sang putri menangis memikirkan dirinya yang akan dijadikan persembahan kepada Buraksa, sampai akhirnya mata Tuan putri Ratna Sari Bulan menjadi sakit. Baginda Raja lalu memerintahkan kesembilan anak raja untuk mencari susu harimau yang dapat menyembuhkan penyakit putrinya, namun yang berhasil menemukannya adalah Indra Bangsawan.
Setelah tuan putri sembuh, tibalah saat dirinya menjadi persembahan kepada Buraksa. Akan tetapi, dengan kesaktiannya, Indra Bangsawan dapat menyelamatkannya dan berhasil membunuh Buraksa. Sebagai bukti, Indra Bangsawan membawa mata, hidung, dan telinga Buraksa ke hadapan Maharaja Kibar. Sesuai dengan janjinya, Maharaja Kibar menikahkan Ratna Sari Bulan dengan Indra Bangsawan yang telah kembali ke wujud semula. Selain itu, Indra Bangsawan pun bertemu dengan saudara kembarnya, Syahperi.
Naskah
Teks ditulis di atas kertas Eropa bergaris berukuran 32 × 19,5 cm. Naskah terdiri atas 96 halaman. Penomoran halaman asli menggunakan angka Arab 2-96. Setiap halaman berisi 34 baris.
Tulisan masih jelas terbaca. Teks ditulis dengan tinta hitam, namun kertas telah berbintik cokelat, kering, dan getas. Pada hlm. 1 dan 2 terdapat kertas yang sobek dan patah, hlm. 70-74 Halaman judul
kertas lepas dari jilidan, dan hlm. 95-96 kertas lepas dari jilidan dan sobek menjadi dua bagian.
Naskah ditutup dengan syair tentang kegagahan dan kesaktian Indra Bangsawan.
Kolofon
Kolofon pada hlm. 94 menyatakan bahwa hikayat ini selesai ditulis oleh Muhammad Bakir bin Syafian Usman Fadli di Pecenongan, Langgar Tinggi, pada tanggal 4 September 1894, hari Selasa, 3 Rabiulawal 1312, tahun Ba, tahun Jawa 1824. Keterangan ini terulang dalam syair di akhir naskah.
Kolofon dan tanda tangan M. Bakir di hlm. 94
90 Hikayat Indra Bangsawan
Katalog
bukti, anak raja itu harus membawa mata, hidung, dan telinga Buraksa. Anak-anak raja itu Beberapa tanggal juga tercatat dalam margin teks, yaitu 7/8/94 (hlm. 6), 16/8/94 (hlm. 35), tidak ada yang sanggup melawan Buraksa.
dan 26/8/94 (hlm. 59).
Berbekal pemberian nenek raksasa berupa sarung kesaktian yang dapat mengubah bentuk tubuh sesuai dengan keinginan, Indra Bangsawan pun berangkat menemui Maharaja Kibar. Ia terlebih dahulu mengubah dirinya menjadi seorang anak kecil berkulit hitam dan berambut keriting. Sesampainya di kerajaan, Indra Bangsawan yang telah berubah wujud disambut pengawal kerajaan. Setelah berbincang-bincang, pengawal kerajaan memberinya julukan Si Hutan karena ia berasal dari hutan, tidak beribu dan berbapak.
Selanjutnya, pengawal kerajaan membawa Si Hutan ke hadapan Maharaja Kibar. Melihat rupa Indra Bangsawan yang aneh dan lucu, namun berbudi bahasa baik, Maharaja Kibar kemudian menjadikan Si Hutan sebagai teman bermain putrinya, Tuan putri Ratna Sari Bulan.
Sang putri sangat senang mendapat teman bermain. Karena Si Hutan cerdik dan halus budi bahasanya, tuan putri kemudian mengganti nama Si Hutan menjadi Si Kembar. Tuan putri Ratna Sari Bulan kemudian bercerita tentang Indra Bangsawan, satu-satunya orang yang dapat menyelamatkannya dari kejaran Buraksa, tetapi ia tidak kunjung datang.
Setiap malam sang putri menangis memikirkan dirinya yang akan dijadikan persembahan kepada Buraksa, sampai akhirnya mata Tuan putri Ratna Sari Bulan menjadi sakit. Baginda Raja lalu memerintahkan kesembilan anak raja untuk mencari susu harimau yang dapat menyembuhkan penyakit putrinya, namun yang berhasil menemukannya adalah Indra Bangsawan.
Setelah tuan putri sembuh, tibalah saat dirinya menjadi persembahan kepada Buraksa. Akan tetapi, dengan kesaktiannya, Indra Bangsawan dapat menyelamatkannya dan berhasil membunuh Buraksa. Sebagai bukti, Indra Bangsawan membawa mata, hidung, dan telinga Buraksa ke hadapan Maharaja Kibar. Sesuai dengan janjinya, Maharaja Kibar menikahkan Ratna Sari Bulan dengan Indra Bangsawan yang telah kembali ke wujud semula. Selain itu, Indra Bangsawan pun bertemu dengan saudara kembarnya, Syahperi.
Naskah
Teks ditulis di atas kertas Eropa bergaris berukuran 32 × 19,5 cm. Naskah terdiri atas 96 halaman. Penomoran halaman asli menggunakan angka Arab 2-96. Setiap halaman berisi 34 baris.
Tulisan masih jelas terbaca. Teks ditulis dengan tinta hitam, namun kertas telah berbintik cokelat, kering, dan getas. Pada hlm. 1 dan 2 terdapat kertas yang sobek dan patah, hlm. 70-74 Halaman judul
kertas lepas dari jilidan, dan hlm. 95-96 kertas lepas dari jilidan dan sobek menjadi dua bagian.
Naskah ditutup dengan syair tentang kegagahan dan kesaktian Indra Bangsawan.
Kolofon
Kolofon pada hlm. 94 menyatakan bahwa hikayat ini selesai ditulis oleh Muhammad Bakir bin Syafian Usman Fadli di Pecenongan, Langgar Tinggi, pada tanggal 4 September 1894, hari Selasa, 3 Rabiulawal 1312, tahun Ba, tahun Jawa 1824. Keterangan ini terulang dalam syair di akhir naskah.
Kolofon dan tanda tangan M. Bakir di hlm. 94
92 Hikayat Indra Bangsawan
Estetika Naskah
Hanya terdapat dua gambar ilustrasi dalam teks ini, yaitu gambar beduk pada hlm. 6 dan gambar burung pada hlm. 45. Kata syahdan dihisasi dengan motif bunga pada hlm. 46.
Lebih dari 50 contoh tanda tangan Muhammad Bakir tercantum dalam teks naskah, semuanya sebelum hlm. 76, kecuali satu pada hlm. 96.
hlm. 6 hlm. 45
hlm. 46
Salah satu contoh tanda tangan Muhammad Bakir di tengah teks (hlm. 61)
Kepustakaan
Dalam Catalogus van Ronkel (1909:191-194) dideskripsikan enam naskah dengan judul Hikayat Indra Bangsawan, yaitu C St. 127, W 160, W 161 A, W 162, Br. 430, dan BG 245. Keenam naskah ini dideskripsikan juga dalam Katalogus Sutaarga dkk. (1972:138-140), dan tercatat dalam Katalog Behrend (1998).
Hikayat Indra Bangsawan pernah diterbitkan, antara lain oleh Balai Pustaka, namun naskah Muhammad Bakir belum pernah diedit.
Katalog