Hikayat Begerma Cendra

8 Hikayat Begerma Cendra

Hikayat Begerma Cendra adalah sebuah cerita petualangan dalam bentuk prosa yang terdapat dalam koleksi Muhammad Bakir pada tahun 1888. Hikayat Begerma Cendra terkandung dalam sebuah naskah tunggal yang tersimpan di Perpustakaan Nasional dengan kode ML 239.

Hikayat ini mempunyai kedudukan tersendiri dalam koleksi Muhammad Bakir karena ditandatangani oleh Bakir sendiri (hlm.1) dan beberapa kali disebut dalam naskah lain sebagai salah satu karya yang dapat disewa pada Muhammad Bakir, yaitu betul-betul dianggap sebagai bagian dari taman bacaannya, namun naskah ini satu-satunya dalam koleksi tersebut yang tidak ditulis oleh Muhammad Bakir sendiri. Halaman pertama (hlm. 1), yang berisi judul hikayatnya, tanda tangan Bakir serta dua angka tahun, sebenarnya merupakan tempelan pada halaman pertama yang asli, besar kemungkinan untuk mengganti keterangan yang terkandung dalam halaman asli itu. Seluruh cerita ditulis oleh orang lain, bukan Bakir (gaya tulisannya jelas berbeda), tetapi syair yang terdapat pada akhir cerita (hlm. 264) rupanya ditulis separuh oleh penyalin naskah dan separuhnya lagi (ketiga bait terakhir) oleh Muhammad Bakir.

Ringkasan Cerita

Hikayat ini berisi cerita tentang Raja Begerma Cendra yang bertahta di Biranta Indra. Permaisurinya bernama Ratna Kemala. Pada suatu hari, Begerma Cendra pergi berburu ke hutan Anta Beranta. Ketika itu, permaisurinya sedang hamil. Di tengah ia berburu, istrinya melahirkan anak, yang diberi nama Syah Johan Indra Mangindra. Di sebuah negeri bernama Parju Taksina, memerintah seorang raja bernama Baliya Indra, membawahi raja-raja kera, jin, dan indra. Negeri ini mengalami kekeringan dan kelaparan akibat kemarau panjang. Raja Baliya Indra memerintah lima hulubalangnya, yaitu Nara Sugangga, Kalwan Sugangga, Tulun Surangga, Malayun Sugangga dan Samalun Surangga, berburu untuk mencari bahan makanan bagi rakyatnya. Di Padang Indra Khayrani, mereka merampas barang bawaan orang-orang yang melakukan perjalanan dengan naik pedati. Orang-orang itu melapor kepada Raja Begerma Cendra. Raja Begerma Cendra tidak marah dan tidak melakukan perlawanan, ia justru memberi upeti kepada Raja Baliya setiap tahunnya.

Diceritakan Syah Johan yang beranjak dewasa telah mempelajari berbagai ilmu, sehingga kemampuannya tidak dapat ditandingi oleh anak-anak raja yang lain. Syah Johan pergi mengembara karena malu ketika mengetahui bahwa setiap tahun ayahnya membayar upeti pada Raja Baliya Indra.

Ia bertemu dengan saudaranya, Raja Cindra Laila Mangerna dan Cindra Kesna Pradana, lalu mereka pergi ke Batu Palinggam menjumpai Raja Syah Berma Sakti. Syah Johan diberi kesaktian Cumbul Kemala Hikmat. Syah Johan kemudian melanjutkan perjalanan ke Negeri Tasik Nur Al-Banun. Di negeri itu, berkuasa Raja Dewa Laksana Dewa. Ia mempunyai seorang

94 Hikayat Begerma Cendra

Katalog

putri bernama Ming Menguri Cindra Laila. Melalui perjuangan dan tantangan yang berat,

Main juga Tuan bacakan akhirnya Syah Johan berhasil menikahi Putri Raja Dewa Laksana Dewa.

“Demikian ini hamba karangkan

Jikalau lebih Tuan kurangkan Suatu ketika, Syah Johan teringat kepada ayahandanya yang setiap tahun harus

Jikalau kurang Tuan tambahkan

Cerita inilah dihabiskan membayar upeti pada raja kera, Raja Baliya Indra. Seketika itu juga, Syah Johan melanjutkan

Baba dan nonalah biar maklumkan

Wang sewanya yang baca ingatkan perjalanan menuju negeri Parju Taksina. Ia singgah di Negeri Biranta Khayrani dan menikah

Habis dibaca sigera pulangkan

Sehari semalam saya nyatakan dengan Putri Mangindra Maya. Bersama kedua istrinya, Syah Johan melanjutkan perjalanan

Wang sewanya jangan dilupakan

Habis dibaca jangan dilalaikan….” ke negeri Parju Taksina. Sesampainya di Padang Tobil, Syah Johan memerintahkan Genta Sura dan Kilat Angkasa memberi tahu bahwa Syah Johan telah menunggu Raja Baliya untuk berperang. Terjadilah peperangan antara bala tentara Syah Johan dan bala tentara Raja

Sepuluh sen itu sudah ditentukan

Kolofon

Baliya. Akhirnya, Raja Baliya Indra mati di tangan Syah Johan. Keterangan berupa judul, tanda tangan Muhammad Bakir, dan tanggal selesai menulis Ketika berperang melawan Raja Baliya Indra, Putri Cahaya Khayrani anak raja Bujangga

naskah ini terdapat pada hlm. 1, yaitu:

Dewa di kerajaan Gunung Mercu Kemala diam-diam memperhatikan Syah Johan dari angkasa. Syah Johan lalu menikah dengan Putri Cahaya Khayrani.

“Ini hikayat namanya Begerma Cendra adanya, 10 Juli 1888, 1305 Hapit, tahun wau”. Pada akhir cerita, Syah Johan kembali ke negeri Biranta Indra dengan ketiga permaisurinya. Ketika mendengar kedatangan Syah Johan, ayahanda Raja Begerma Cendra sangat bersuka cita. Ia memerintahkan segala hulubalang dan rakyatnya menyambut kehadiran putranya.

Naskah

Teks ditulis atas kertas Eropa, berukuran 29,7 × 18,5 cm. Kelihatan dua cap kertas: a) seekor singa berdiri memegang pedang, dalam sebuah bingkai bulat telur ganda, dengan tulisan

C ONCORDIA RESPARVAE CRESCUNT di atasnya; b) singkatan nama V d L. Naskah berjumlah 264

halaman. Setiap halaman berisi 30-33 baris. Teks ditulis dengan menggunakan tinta hitam dan merah (teks ini antara lain berisi sejumlah pantun yang ditulis dengan tinta merah). Tulisan naskah masih jelas terbaca, namun pada hlm. 99-110 terdapat bekas tulisan yang melebar karena kertas dimakan tinta dan berlubang sehingga sulit untuk dibaca.

Penomoran halaman asli menggunakan angka Arab 1-264. Kertas berada dalam keadaan baik karena sudah dikonservasi dengan cara dilaminasi. Pada setiap baris pertama halaman 214-264 sebagian teks telah hilang, terpotong akibat proses penjilidan.

Sejumlah besar pantun disisipkan dalam alur cerita, ditulis dengan tinta merah. Berikut ini contoh tiga pantun pada hlm. 15:

“Anak Siam diam di Jawa

Bunga teruntung kembang sembawa

Diamlah Tuan diamlah nyawa

Sudahlah untung kita berdua

Bunga teruntung kembang sembawa

Berbuah jatuh di jalan raya

Itulah untung kita berdua

Remuk mati apakan dia

Peti hanyut ke seberang pekan

Kala keti di dalam puan

Putri yang lain kakanda haramkan

Di dalam hati hanyalah Tuan.”

Pada akhir naskah terdapat sebuah syair berisi pesan-pesan kepada pembaca serta anjuran agar mengingat uang sewanya. Inilah ketiga bait pertama (hlm. 264):

94 Hikayat Begerma Cendra

Katalog

putri bernama Ming Menguri Cindra Laila. Melalui perjuangan dan tantangan yang berat,

Main juga Tuan bacakan akhirnya Syah Johan berhasil menikahi Putri Raja Dewa Laksana Dewa.

“Demikian ini hamba karangkan

Jikalau lebih Tuan kurangkan Suatu ketika, Syah Johan teringat kepada ayahandanya yang setiap tahun harus

Jikalau kurang Tuan tambahkan

Cerita inilah dihabiskan membayar upeti pada raja kera, Raja Baliya Indra. Seketika itu juga, Syah Johan melanjutkan

Baba dan nonalah biar maklumkan

Wang sewanya yang baca ingatkan perjalanan menuju negeri Parju Taksina. Ia singgah di Negeri Biranta Khayrani dan menikah

Habis dibaca sigera pulangkan

Sehari semalam saya nyatakan dengan Putri Mangindra Maya. Bersama kedua istrinya, Syah Johan melanjutkan perjalanan

Wang sewanya jangan dilupakan

Habis dibaca jangan dilalaikan….” ke negeri Parju Taksina. Sesampainya di Padang Tobil, Syah Johan memerintahkan Genta Sura dan Kilat Angkasa memberi tahu bahwa Syah Johan telah menunggu Raja Baliya untuk berperang. Terjadilah peperangan antara bala tentara Syah Johan dan bala tentara Raja

Sepuluh sen itu sudah ditentukan

Kolofon

Baliya. Akhirnya, Raja Baliya Indra mati di tangan Syah Johan. Keterangan berupa judul, tanda tangan Muhammad Bakir, dan tanggal selesai menulis Ketika berperang melawan Raja Baliya Indra, Putri Cahaya Khayrani anak raja Bujangga

naskah ini terdapat pada hlm. 1, yaitu:

Dewa di kerajaan Gunung Mercu Kemala diam-diam memperhatikan Syah Johan dari angkasa. Syah Johan lalu menikah dengan Putri Cahaya Khayrani.

“Ini hikayat namanya Begerma Cendra adanya, 10 Juli 1888, 1305 Hapit, tahun wau”. Pada akhir cerita, Syah Johan kembali ke negeri Biranta Indra dengan ketiga permaisurinya. Ketika mendengar kedatangan Syah Johan, ayahanda Raja Begerma Cendra sangat bersuka cita. Ia memerintahkan segala hulubalang dan rakyatnya menyambut kehadiran putranya.

Naskah

Teks ditulis atas kertas Eropa, berukuran 29,7 × 18,5 cm. Kelihatan dua cap kertas: a) seekor singa berdiri memegang pedang, dalam sebuah bingkai bulat telur ganda, dengan tulisan

C ONCORDIA RESPARVAE CRESCUNT di atasnya; b) singkatan nama V d L. Naskah berjumlah 264

halaman. Setiap halaman berisi 30-33 baris. Teks ditulis dengan menggunakan tinta hitam dan merah (teks ini antara lain berisi sejumlah pantun yang ditulis dengan tinta merah). Tulisan naskah masih jelas terbaca, namun pada hlm. 99-110 terdapat bekas tulisan yang melebar karena kertas dimakan tinta dan berlubang sehingga sulit untuk dibaca.

Penomoran halaman asli menggunakan angka Arab 1-264. Kertas berada dalam keadaan baik karena sudah dikonservasi dengan cara dilaminasi. Pada setiap baris pertama halaman 214-264 sebagian teks telah hilang, terpotong akibat proses penjilidan.

Sejumlah besar pantun disisipkan dalam alur cerita, ditulis dengan tinta merah. Berikut ini contoh tiga pantun pada hlm. 15:

“Anak Siam diam di Jawa

Bunga teruntung kembang sembawa

Diamlah Tuan diamlah nyawa

Sudahlah untung kita berdua

Bunga teruntung kembang sembawa

Berbuah jatuh di jalan raya

Itulah untung kita berdua

Remuk mati apakan dia

Peti hanyut ke seberang pekan

Kala keti di dalam puan

Putri yang lain kakanda haramkan

Di dalam hati hanyalah Tuan.”

Pada akhir naskah terdapat sebuah syair berisi pesan-pesan kepada pembaca serta anjuran agar mengingat uang sewanya. Inilah ketiga bait pertama (hlm. 264):

96 Hikayat Begerma Cendra

Estetika Naskah

Dalam naskah ini tidak terdapat gambar ilustrasi, tetapi terdapat gambar iluminasi pada halaman 2 dan 3 berupa berbagai motif, antara lain bunga dan daun, yang diberi kombinasi warna kuning, biru muda, dan hitam.

Beberapa kata seperti Syahdan, Sebermula maka, Adapun ditulis dengan tinta merah.

Halaman beriluminasi pada naskah Hikayat Begerma Cendra (hlm. 2 & 3).

Kepustakaan

Naskah Hikayat Begerma Cendra telah dideskripsikan dalam Catalogus van Ronkel (1909:150) dan Katalogus Sutaarga dkk. (1972:105), serta tercatat dalam Katalog Behrend (1998:285). Naskah Hikayat Begerma Cendra ini telah dialihmediakan dalam bentuk mikrofilm dengan nomor rol 659.03.

Hikayat Begerma Cendra pernah diedit oleh Muhammad Jaruki dan Mardiyanto dalam buku Hikayat Bikrama Cindra (Jakarta: Pusat Bahasa, 1993). Sebagian juga diedit oleh Djamaris dkk. dalam Antologi Sastra Indonesia Lama 1 sastra Zaman Peralihan, 1985.

Katalog