Kajian tekno ekonomi prototype perancangan proses produksi bioetanol dari limbah tanaman jagung

(1)

KAJIAN TEKNO EKONOMI

PROTOTYPE PERANCANGAN PROSES PRODUKSI

BIOETANOL DARI LIMBAH TANAMAN JAGUNG

SKRIPSI

DYANZA ARIA PERDANA

F34062983

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

TECHNO ECONOMIC ANALYSIS OF BIOETHANOL DESIGN

PROCESS PRODUCTION FROM CORN CROP WASTE

Sukardi and Dyanza Aria Perdana

Departement of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java,

Indonesia.

Phone +62 81316067491 and +62 85647620946, email sukardi_ri@yahoo.com and penangsang_43@yahoo.com

ABSTRACT

Supplies of gasoline in Indonesia increase 7% every year while bioethanol production increase only about 2.4% every year. The government is targeting to replace gasoline with 1.48 billion liters of bioethanol period 2007-2010. Goverments goal was only fullfilled 47% in 2010. This resulted in many emerging bioethanol industry. Before building a bioethanol industry research necessary to find out how the techno-economic feasibility prospects for bioethanol industry in the future. The purpose of this study was to assess the feasibility of bioethanol industry from corn crop waste. Analysis of efficiency with criteria of time, cost and yield showed the most efficient design of waste corn crop bioethanol was process with chemical delignification using calcium hidroxide (Ca(OH)2) followed by saccharification and fermentation simultan using Zymmomonas mobilis -

Pichia stipitis. The financial evaluation revealed that with discount factor as much as 14% on its economical age (10 years), the NPV is positive (Rp. 80,845,077.00), IRR (14.24%), Net B/C (1.01) and payback periods (5.94 years). It can be concluded that the product is suitable to produced. The sensitivity analysis performed on raw material price increase and reduce the selling price of bioethanol. Sensitivity analysis shows that the project would not be feasible if the price of raw materials increase more than 1.66% (from Rp. 7,000.00 to Rp. 7,116.06 per kilogram) and bioethanol sales price fell by more than 0.66% (from Rp.15,000.00 to Rp.14,900.34 per liter).


(3)

DYANZA ARIA PERDANA. F34062983. Kajian Tekno Ekonomi Prototype Perancangan Proses Produksi Bioetanol dari Limbah Tanaman Jagung. Di bawah bimbingan Sukardi. 2011.

RINGKASAN

Pertumbuhan produksi bioetanol di Indonesia dapat dilihat pada kebutuhan premium di Indonesia. Kebutuhan premium di Indonesia meningkat 7% setiap tahun sementara produksi nasional bioetanol hanya meningkat sekitar 2,4% tiap tahunnya. Padahal pemerintah mengejar target substitusi 1,48 miliar liter bensin dengan bioetanol dalam kurun waktu 2007-2010 yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 2006. Target pemerintah untuk mensubstitusi 1,48 miliar liter bensin dengan bioetanol dalam kurun waktu 2007-2010 hanya terpenuhi sebesar 47% saja pada tahun 2010. Hal ini mengakibatkan banyaknya industri bioetanol bermunculan mulai dari skala kecil sampai dengan skala industri besar. Pendirian industri bioetanol ini diperlukan kajian tekno ekonomi untuk mengetahui bagaimana prospek kelayakan industri tersebut di masa yang akan datang. Penggunaan bahan baku limbah tanaman jagung merupakan pemilihan alternatif bahan baku selain menggunakan bahan berpati dan bergula, karena penggunaan limbah tanaman jagung tidak menimbulkan kekhawatiran perdebatan penggunaan bahan pangan dan industri. Kajian tekno ekonomi ini merupakan prototype pendirian industri bioetanol, terutama bioetanol berbahan baku limbah tanaman jagung yang selama ini masih dalam tahap penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kelayakan pendirian industri bioetanol berdasarkan rancangan percobaan laboratorium.

Hasil dari percobaan laboratorium memperoleh hasil efisiensi waktu, efisiensi biaya dan efisiensi rendemen. Efisiensi waktu dicapai pada rancangan kedua (R2), yaitu rancangan delignifikasi secara kimiawi menggunakan kalsium hidroksida (Ca(OH2) dilanjutkan dengan sakarifikasi dan

fermentasi simultan menggunakan Saccharomyces cerevisiaePichiastipitis. Rancangan kedua (R2) ini menghasilkan nilai total waktu selama 78,74 jam atau 78 jam 44 menit 24 detik.

Efisiensi biaya dicapai oleh rancangan percobaan pertama (R1). Rancangan percobaan pertama (R1) yaitu proses produksi bioetanol dengan proses deliginifikasi secara kimiawi menggunakan kalsium hidroksida serta proses fermentasi dengan menggunakan bantuan mikroba Zymomonas mobilisPichiastipitis. Rancangan percobaan pertama (R1) ini menghasilkan nilai total biaya Rp. 175,58 dan laba kotor sebesar Rp. 1.343,37.

Efisiensi rendemen dicapai pada rancangan ketiga (R3), yaitu rancangan delignifikasi secara biologis menggunakan kapang pelapuk putih jenis Phanerochaete chrysosporium dilanjutkan dengan sakarifikasi dan fermentasi simultan menggunakan Zymmomonas mobilis - Pichia stipitis. Rancangan ketiga (R3) ini menghasilkan nilai rendemen 0,14. Semakin mendekati nilai 1, maka nilai rendemen semakin bagus.

Efisiensi yang dilakukan berdasarkan tiga kriteria, yaitu efisiensi waktu, efisiensi biaya serta efisiensi rendemen untuk masing-masing perlakuan rancangan percobaan, maka dapat direferensikan bahwa rancangan pertama (R1) merupakan rancangan terbaik dengan mengunakan metode bayes. Rancangan pertama (R1) merupakan proses produksi bioetanol dengan proses deliginifikasi secara kimiawi menggunakan kalsium hidroksida serta proses fermentasi dengan menggunakan bantuan mikroba Zymomonas mobilis – Pichia stipitis.

Potensi pasar bioetanol masih terbuka karena produksi bioetanol nasional masih kurang dari pencapaian target produksi. Segmentasi pasar dari aspek perilaku untuk produk bioetanol adalah industri besar dan industri menengah, kemudian untuk segmentasi pasar dari aspek geografis adalah


(4)

Provinsi Jawa Barat khususnya daerah Jabodetabek serta Pulau Jawa. Target pasar yang dituju adalah industri menengah yang bergerak di bidang bahan bakar nabati. Penentuan posisi produk bioetanol yaitu sebagai pelopor produk bioetanol dengan kualitas terbaik, ramah lingkungan, mudah diperbaharui, distribusi lebih mudah dan cepat, dan mampu memenuhi permintaan khususnya dalam negeri.

Strategi bauran pemasaran yang dilakukan terhadap produk adalah menawarkan kualitas (mutu), desain kemasan dan keunggulan produk. Strategi harga yang dilakukan adalah sama dengan harga pasaran dimaksudkan untuk meminimalisasi kerugian akibat besarnya modal yang diperlukan. Strategi promosi, yaitu dengan periklanan dan publikasi, promosi penjualan, dan kerjasama dengan industri bahan bakar pemerintahan. Strategi tempat menitikberatkan pada kegiatan yang dilakukan untuk membuat produk dapat diperoleh dan tersedia bagi pelanggan sasaran. Strategi tempat ini dilakukan dengan mendistribusikan produk langsung kepada konsumen untuk menjaga keterjaminan produk sampai langsung kepada konsumen.

Berdasarkan aspek teknis teknologi untuk bahan baku bioetanol limbah tanaman jagung masih tersedia karena ketersediaan bahan baku limbah tanaman jagung berkorelasi dengan produksi jagung nasional. Rata-rata produksi jagung nasional tahun 2005 sampai dengan 2009 adalah 14.155.870 ton, sedangkan kapasitas produksi yang ditentukan hanya membutuhkan bahan baku limbah tanaman jagung sebesar 1.274 ton per tahunnya.

Besar investasi yang diperlukan adalah Rp. 7.435.087.755,00 yang terdiri dari biaya investasi tetap sebesar Rp 4.791.119.700,00 dan modal kerja sebesar Rp 2.643.968.055,00. Debt Equity Ratio

(DER) yang digunakan adalah 100 persen dana sendiri dan nol persen dana pinjaman bank. Hasil evaluasi kriteria analisis finansial diperoleh kesimpulan bahwa dengan discount factor 14% pada perhitungan umur ekonomis 10 tahun nilai NPV menunjukkan angka positif (Rp. 80.845.077,00). Angka tersebut menunjukkan bahwa investasi yang ditanam perusahaan sepanjang sepuluh tahun ke depan memperoleh manfaat bersih menurut nilai mata uang sekarang sebesar Rp. 80.845.077,00. Nilai IRR diperoleh 14,24%, hal ini berarti investasi yang dilakukan mampu mengembalikan modal dalam tingkat suku bunga 14,24% per tahun. Nilai Net B/C adalah 1,01, angka tersebut menunjukkan setiap investasi Rp. 1,00 yang dikeluarkan sekarang pada tingkat suku bunga 14%, akan diperoleh keuntungan bersih Rp. 1,01. Payback period industri ini adalah selama 5,94 tahun, ini berarti, semua investasi yang dikeluarkan untuk pendirian industri ini akan kembali setelah 5,94 tahun. Berdasarkan kriteria kelayakan investasi tersebut dapat disimpulkan bahwa pendirian industri bioetanol limbah tanaman jagung layak untuk didirikan. Analisis sensitivitas dilakukan pada kenaikan harga bahan baku limbah tanaman jagung dan penurunan harga jual bioetanol. Proyek akan tidak layak apabila terjadi kenaikan harga bahan baku sebesar 1,66% dari harga awal Rp. 7.000,00 per kilogram menjadi Rp. 7.116,06 per kilogram serta terjadi penurunan harga jual bioetanol sebesar 0,66% dari harga awal Rp. 15.000,00 menjadi Rp. 14.900,34 per liter.


(5)

KAJIAN TEKNO EKONOMI

PROTOTYPE

PERANCANGAN PROSES PRODUKSI BIOETANOL

DARI LIMBAH TANAMAN JAGUNG

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

DYANZA ARIA PERDANA

F34062983

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(6)

Judul Skripsi : Kajian Tekno Ekonomi Prototype Perancangan Proses Produksi Bioetanol dari Limbah Tanaman Jagung

Nama : Dyanza Aria Perdana

NIM : F34062983

Menyetujui, Pembimbing,

(Dr. Ir. Sukardi, MM) NIP 19620328 198609.1.001

Mengetahui : Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP 19621009 198903.2.001


(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Tekno Ekonomi Prototype Perancangan Proses Produksi Bioetanol dari Limbah Tanaman Jagung adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2011 Yang membuat pernyataan

Dyanza Aria Perdana F34062983


(8)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.


(9)

BIODATA PENULIS

Dyanza Aria Perdana. Lahir di Bogor pada 11 Maret 1989. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan bapak Saryono dan ibu Sri Warni. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri I Doro Pekalongan Jawa Tengah pada tahun 1994 sampai 2000, kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah di SLTP Negeri I Doro Pekalongan Jawa Tengah pada tahun 2000 sampai 2003. Setelah lulus SMA Negeri I Kedungwuni Pekalongan Jawa Tengah tahun 2006, penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Jawa Barat melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Selama masa kuliah, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Penerapan Komputer (2009). Penulis juga aktif dalam organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian menjabat sebagai staff dan ketua departemen divisi Hubungan Eksternal selama dua tahun (2008 dan 2009). Selain itu, penulis aktif menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (Himalogin). Penulis melaksanakan praktek lapang pada tahun 2009 dengan judul Mempelajari Aspek Perencanaan dan Pengendalian Produksi di PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Ngobo Ungaran Jawa Tengah. Pada tahun 2010 penulis memperoleh beasiswa dari Peningkatan Prestasi Akademik (PPA).


(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Kajian Tekno Ekonomi Prototype Perancangan Proses Produksi Bioetanol dari Limbah Tanaman Jagung dilaksanakan di Bogor sejak bulan April sampai November 2010.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada.

1. Dr. Ir. Sukardi, MM. sebagai dosen pembimbing utama atas segala bimbingan, nasehat, dan arahan yang telah diberikan kepada penulis.

2. Wagiman, STP, M. Si sebagai ketua tim pelaksanaan proyek bioetanol dari limbah tanaman jagung.

3. Bapak Saryono dan Ibu Sri Warni sebagai orang tua yang selalu mendoakan dan memotivasi penulis sepanjang waktu, serta kepada kakak Priska Hevianggitasari yang selalu mengingatkan penulis.

4. Rekan-rekan satu tim (Indah Nurlita, Kirana Sanggrami S, Laura Surya, Rizka Ardhiyana, Sandra Setyawati, Smunindar, Kak Arif Rakhman Hakim) serta rekan satu bimbingan Melyana Oktavia atas kerjasama, semangat, doa dan bantuannya selama ini.

5. Sahabat yang selalu ada dan mendukung penulis, Ahmad Dawamul Muthi, Akbar Jamaluddin Arsyad, Devina Sandriati, Dwi Ajias Pramasari, Dini Nur Hakiki, Gabriella Vinita W.T , Indah Nurlita, Jaelani, Kusuma Ratih, Mahesa Agni P. H. P, Rizqan Al Muhaimin, Sukardi, Vioni Derosya, dan Yoga Regantoro Agrarista.

6. Semua sahabat tercinta TIN 43 Kompak yang telah mengingatkan dan saling mendukung. 7. Risca Novianty atas segala doa, semangat, dorongan, motivasi dan peringatan kepada penulis. 8. Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi industri pertanian.

Bogor, Februari 2011


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

C. RUANG LINGKUP ... 3

D. MANFAAT ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. LIGNOSELULOSA ... 4

B. PROSES PRODUKSI BIOETANOL ... 5

C. PERLAKUAN AWAL DELIGNIFIKASI ... 7

D. TEKNO EKONOMI ... 10

1. Aspek Pasar dan Pemasaran ... 10

2. Aspek Teknik dan Teknologi ... 11

3. Aspek Manajemen dan Organisasi ... 12

4. Aspek Lingkungan dan Legalitas ... 12

5. Aspek Finansial ... 13

III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN ... 14

B. METODE PENELITIAN ... 16

1. Pengumpulan Data ... 16

2. Analisis Data ... 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS TEKNO EKONOMI SKALA LABORATORIUM 1. Efisiensi waktu ... 26

2. Efisiensi biaya ... 27

3. Efisiensi rendemen ... 28

4. Penentuan rancangan terbaik ... 29

B. ANALISIS PASAR DAN PEMASARAN 1. Potensi Pasar ... 30

2. Analisis Pemasaran ... 31

3. Strategi Bauran Pemasaran ... 33

C. ANALISIS TEKNIK DAN TEKNOLOGI 1. Aspek Bahan Baku ... 35

2. Aspek Lokasi ... 36

3. Penentuan Kapasitas Produksi ... 37

4. Aspek Teknologi Proses Produksi ... 38

5. Perencanaan Tata Letak Dan Kebutuhan Ruang Industri ... 41

D. ANALISIS MANAJEMEN ORGANISASI 1. Kebutuhan Tenaga Kerja ... 45


(12)

2. Struktur Organisasi ... 45

3. Deskripsi Pekerjaan ... 46

E. ASPEK LINGKUNGAN DAN LEGALITAS 1. Aspek Lingkungan ... 47

2. Aspek Legalitas ... 48

F. ASPEK FINANSIAL 1. Asumsi Yang Digunakan ... 51

2. Biaya Investasi ... 51

3. Sumber Dana ... 52

4. Harga dan Prakiraan Penerimaan ... 52

5. Proyeksi Rugi Laba ... 53

6. Proyeksi Arus Kas ... 54

7. Titik Impas/ Break Event Point (BEP) ... 54

8. Kriteria Kelayakan Investasi ... 54

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ... 58

B. SARAN ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data bioetanol di Indonesia ... 2

Tabel 2. Perlakuan awal biomassa lignoselulosa untuk produksi bioetanol ... 9

Tabel 3. Kadar penurunan lignin untuk masing-masing kapang pelapuk putih... 17

Tabel 4. Matriks keputusan metode bayes... 18

Tabel 5. Laba kotor masing-masing rancangan produksi ... 28

Tabel 6. Perhitungan nilai rendemen masing-masing rancangan percobaan ... 28

Tabel 7. Penentuan rancangan terbaik dengan metode bayes ... 29

Tabel 8. Volume kebutuhan BBM dan produksi bioetanol di Indonesia ... 30

Tabel 9. Pabrik etanol di Indonesia, kapasitas dan lokasi pada tahun 2006 ... 31

Tabel 10. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman jagung tahun 2005-2009 ... 35

Tabel 11. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman jagung di Kabupaten Bogor Jawa Barat ... 35

Tabel 12. Kriteria penilaian derajat kedekatan antar aktifitas ... 42

Tabel 13. Perhitungan keterkaitan antar ruang ... 43

Tabel 14. Kebutuhan luas ruang industri bioetanol limbah tanaman jagung ... 44

Tabel 15. Kebutuhan dan kualifikasi tenaga kerja ... 45

Tabel 16. Karakteristik limbah cair bioetanol ... 47

Tabel 17. Komponen biaya investasi tetap ... 52

Tabel 18. Komponen biaya modal kerja ... 52

Tabel 19. Harga dan prakiraan penerimaan ... 53

Tabel 20. Proyeksi rugi laba ... 53

Tabel 21. Proyeksi arus kas ... 54

Tabel 22. Switching value parameter analisis sensitivitas ... 56


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur molekul selulosa ... 4

Gambar 2. Beberapa gula penyusun hemiselulosa ... 5

Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan bioetanol dari bahan baku gula, pati dan lignoselulosa ... 6

Gambar 4. Rancangan proses produksi bioetanol dari bahan lignoselulosa ... 7

Gambar 5. Skema tujuan perlakuan awal biomassa lignoselulosa... 8

Gambar 6. Kerangka pemikiran produksi bioetanol dari limbah tanaman jagung ... 15

Gambar 7. Alir proses analisis pasar dan pemasaran ... 19

Gambar 8. Alir proses analisis teknik dan teknologi ... 21

Gambar 9. Rancangan pertama (R1) proses produksi bioetanol dari bahan lignoselulosa ... 39

Gambar 10. Bagan keterkaitan antar aktifitas industri bioetanol limbah tanaman Jagung ... 42

Gambar 11. Diagram keterkaitan antar aktifitas industri bioetanol limbah tanaman Jagung ... 43

Gambar 12. Sketsa industri bioetanol limbah tanaman jagung ... 44


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan bioetanol dari limbah tanaman jagung ... 64

Lampiran 2. Kondisi proses produksi untuk masing-masing rancangan percobaan ... 66

Lampiran 3. Diagram alir rancangan pertama (R1) ... 67

Lampiran 4. Diagram alir rancangan kedua (R2) ... 68

Lampiran 5. Diagram alir rancangan ketiga (R3) ... 69

Lampiran 6. Diagram alir rancangan keempat (R4) ... 70

Lampiran 7. Perhitungan laba kotor masing-masing rancangan percobaan ... 71

Lampiran 8. Neraca massa masing-masing rancangan percobaan ... 72

Lampiran 9. Asumsi-asumsi untuk analisis finansial ... 75

Lampiran 10. Perincian kebutuhan investasi ... 76

Lampiran 11. Komposisi modal kerja ... 78

Lampiran 12. Penyusutan dan biaya operasional ... 80

Lampiran 13. Rekapitulasi produksi ... 81

Lampiran 14. Proyeksi rugi laba ... 82

Lampiran 15. Proyeksi arus kas ... 83

Lampiran 16. Kriteria kelayakan investasi ... 84

Lampiran 17. Analisis sensitivitas pada kenaikan harga bahan baku 1,66% menjadi Rp 7.116,06 per kg ... 85

Lampiran 18. Analisis sensitivitas pada penurunan harga jual bioetanol 0,66% menjadi Rp 14.900,34 per liter ... 86

Lampiran 19. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 ... 87

Lampiran 20. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006 ... 91


(16)

I. PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Bioetanol sempat menjadi primadona sebagai sumber energi alternatif pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia terkait dengan isu menurunnya ketersediaan sumber energi bahan bakar minyak bumi untuk memproduksi BBM. Keuntungan penggunaan biotenol sebagai bahan bakar adalah memiliki nilai oktan lebih tinggi daripada bensin, dapat digunakan dalam bentuk murni dan campuran dengan bensin, mudah terurai dalam air dan ramah lingkungan, sehingga merupakan bahan bakar alternatif yang potensial untuk dikembangkan. Dalam industri bioetanol umumnya digunakan sebagai bahan baku industri alkohol, campuran untuk minuman keras, bahan farmasi, dan kosmetika. Bioetanol telah dimanfaatkan sebagai bahan bakar substitusi BBM untuk motor bensin. Sebagai bahan pensubtitusi bensin, bioetanol dapat diaplikasikan dalam bentuk bauran dengan minyak bensin (EXX), misalkan bioetanol campuran dengan bensin pada konsentrasi 10% (E10), yaitu 10% bioetanol dan 90% bensin atau digunakan 100% (E100). Menurut Hambali et al. (2008) campuran bahan bakar ini dikenal sebagai Gasohol.

Ditinjau dari ketersediaan bahan baku, lignoselulosa memiliki keunggulan dibandingkan bahan lain. Bahan ini tersedia dalam jumlah yang sangat banyak mengingat bahan tersebut adalah bagian dari dinding sel tanaman, mudah diperbaharui, serta memiliki harga yang murah (Szczodrak dan Fiedurek 1996). Disamping itu, pemanfaatan lignoselulosa tidak berkompetisi dengan pangan karena lignoselulosa dapat diperoleh dari bermacam-macam sumber, seperti limbah pertanian, limbah industri dan limbah industri berbasis kayu.

Indonesia memiliki sumber lignoselulosa yang berpotensi untuk dimanfaatkan salah satu diantaranya yaitu limbah tanaman jagung (LTJ). Teknologi yang mengkonversi biomassa menjadi bioetanol merupakan teknologi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi karena dapat memanfaatkan bahan limbah sebagai bahan baku. Ketersediaannya berkorelasi dengan budidaya tanaman jagung. Berdasarkan data lapangan, bobot LTJ dari satu tanaman jagung adalah 73,83 gram. Menurut Wirawan et al. (2000), populasi tanaman jagung optimal berkisar antara 62.500 – 100.000 tanaman per hektar. BPS menyatakan bahwa rata-rata luas lahan produksi jagung nasional pada tahun 2005 sampai dengan 2009 mencapai 4 juta hektar. Beberapa konversi yang digunakan adalah 430 miligram glukosa per gram biomassa (Kaar dan Holtzapple 2000) dan 0,51 gram bioetanol per gram glukosa (Demirbas 2005), serta berat jenis etanol 0,789 gram/cm3, maka potensi bioetanol yang dapat diproduksi dengan lahan seluas ini adalah berkisar 5 juta sampai 8,2 juta kiloliter bioetanol per panen atau sama dengan 15 juta sampai 24,6 juta kiloliter bioetanol per tahunnya.

Pemerintah turut mendukung peningkatan penggunaan bahan bakar nabati dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional serta Instruksi Presiden No. 1 tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional menyatakan bahwa dalam kurun waktu 2007-2010, pemerintah menargetkan mengganti 1,48 miliar liter bensin dengan bioetanol. Persentase itu akan meningkat menjadi 10% pada tahun 2011-2015, dan 15% pada 2016-2025. Pada kurun waktu pertama 2007-2011 selama 4 tahun pemerintah memerlukan rata-rata 370.000.000 liter bioetanol per tahun. Berdasarkan total kebutuhan tersebut, pada tahun 2007 seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1,


(17)

pemerintah hanya mampu memasok sekitar 174.328.000 liter atau sekitar 47% saja. Hal ini berarti setiap bulan pemerintah kekurangan pasokan 195.672.000 liter bioetanol untuk bahan bakar.

Tabel 1. Data bioetanol di Indonesia

Tahun Produksi Bioetanol Nilai Ekspor Bioetanol Nilai Impor Bioetanol (liter/tahun) % (liter/tahun) % (liter/tahun) % 2003 2004 2005 2006 2007 158.388.000 160.686.000 167.984.000 169.752.000 174.328.000 19,06 19,33 20,21 20,42 20,97 506.717.560 581.539.694,5 671.448.405,5 680.088.933 682.819.776 16,23 18,62 21,50 21,78 21,87 506.276.550,1 511.397.955,6 521.522.008,9 523.547.530 529.565.340 19,53 19,73 20,12 20,20 20,42

Sumber: BPS dalam Nurcholis (2010)

Adanya kebutuhan bioetanol nasional yang masih belum terpenuhi merupakan suatu peluang untuk memproduksi bioetanol. Pasar produk bioetanol masih terbuka lebar dan persaingan belum ketat. Oleh karena itu, peluang untuk memasuki pasar bioetanol ini masih terbuka lebar. Industri bioetanol yang sudah ada di Indonesia sebagian besar dari bahan baku bergula seperti molasses, sedangkan untuk industri bioetanol yang berbahan baku dari limbah tanaman jagung masih jarang, bahkan belum ada di Indonesia. Beberapa tahun terakhir, citra bioetanol mulai meredup. Pada awal munculnya bioetanol disebut dengan bioetanol generasi pertama, yaitu bioetanol menggunakan bahan baku berpati dan bergula. Penggunaan bahan berpati dan bergula sebagai bahan baku bioetanol mulai menimbulkan masalah pada ketahanan pangan di Indonesia, sehingga terjadi dua kepentingan dari bahan baku tersebut yaitu sebagai bahan pangan sekaligus sebagai bahan energi. Pengembangan bioetanol terus dilakukan sampai akhirnya muncul bioetanol generasi kedua, yaitu bioetanol yang menggunakan bahan berselulosa/berlignoselulosa sebagai bahan baku.

Masalah yang dihadapi adalah bagaimana mengusahakan bioetanol ini layak secara komersial sebagai pengganti bahan bakar fosil dari segi produksi, biaya dan waktu. Kelayakan pengembangan produksi bioetanol dari bahan lignoselulosa mempertimbangkan efektifitas dan efisiensi dari masing-masing rancangan percobaan.

Limbah tanaman jagung merupakan salah satu sumber bahan baku bioetanol dari kelompok lignoselulosa yang belum banyak dikaji untuk digunakan sebagai bahan baku industri bioetanol, walaupun studi skala laboratorium sudah ada yang memanfaatkan limbah tanaman jagung sebagai bahan baku. Upaya pengembangan bioetanol limbah tanaman jagung yang akan diimplementasikan perlu dilakukan kajian tekno ekonomi limbah tanaman jagung untuk melihat bagaimana prospek pendirian industri ini dimasa yang akan datang.

B.

TUJUAN

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengkaji aspek ekonomi dalam kelayakan pendirian industri bioetanol berdasarkan rancangan percobaan laboratorium yang meliputi aspek pasar pemasaran, aspek teknik teknologi, aspek manajemen organisasi, aspek lingkungan dan legalitas serta analisis finansial. Penelitian ini juga menganalisis tingkat kepekaan (sensitifitas) kondisi kelayakan usaha apabila terjadi perubahan-perubahan.


(18)

C.

RUANG LINGKUP

Ruang lingkup penelitian ini meliputi studi kelayakan pada aspek pasar pemasaran bioetanol limbah tanaman jagung, teknik dan teknologi industri bioetanol limbah tanaman jagung, manajemen organisasi industri bioetanol limbah tanaman jagung, lingkungan dan legalitas industri bioetanol limbah tanaman jagung, dan analisis finansial industri bioetanol limbah tanaman jagung.

D.

MANFAAT

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan baik bagi penulis, bagi pemilik modal, maupun pembaca. Studi ini merupakan penerapan dari dari ilmu yang telah didapat selama perkuliahan sehingga dapat menambah wawasan penulis dalam suatu bidang usaha. Hasil penelitian ini dapat berguna sebagai salah satu masukan apakah pendirian usaha tersebut sebenarnya layak atau tidak, dan memberikan rekomendasi terhadap pemilik modal yang akan menginvestasikan uangnya untuk pendirian industri ini. Bagi pembaca dapat memberikan informasi mengenai pendirian industri bioetanol berbahan baku limbah tanaman jagung.


(19)

A.

LIG

tipe p untuk bahan deng dari sumb tanam Moni diant indus indus intra tipe, sekel 2009 mikro bersa lignin peny dapat

GNOSELUL

Lignoselulo polimer, yaitu k menghasilka

n bakar cair an ikatan β 1

xilosa, galak bernya (deVri man berkisar a iruzzaman 20 taranya limbah stri hasil huta stri pulp dan k

Selulosa c

molekuler seh yaitu kristali liling selulosa 9). Di dalam s ofibil yang s ama-sama den

Hemiselulo n, yang terdir yusun seperti x

t dilihat pada

II. TI

LOSA

osa adalah ko u selulosa, hem

an produk be (Anindyawat 1-4 glikosidik

ktosa, manos ies dan Viss antara 23-53% 004). Lignos h pertanian se an. Lignoselu kertas (Knauf cenerung me hingga memb in dan amorf a merupakan elulosa alami sangat terkris ngan ikatan hid

Gambar osa merupakan

ri dari kumpu

xylan, mannan

Gambar 2.

INJAUAN

omponen orga miselulosa dan rmanfaat sepe ti 2009). Sel , sedangkan h sa, arabinosa

er 2001). Ka % selulosa, 20

selulosa dapa eperti limbah ulosa juga da

dan Moniruzz embentuk m berikan struktu f. Struktur be

hambatan uta dari tanaman stal (highly c

drogen. Strukt

1. Struktur mo n salah satu pe ulan beberapa

n, galactan d

N PUSTA

anik di alam y n lignin. Komp erti gula dari lulosa adalah hemiselulosa atau glukos adar kompon -35% hemisel at diperoleh tamanan jagu apat diperoleh zaman 2004). mikrofibil me

ur yang larut. erkristal dan a

ama untuk m n, rantai selulo

crystalline) d tur molekul se

olekul selulos enyusun dindi a unit gula a dan glucan. Be

AKA

yang berlimp ponen ini mer proses ferme polimer ran lebih bersifat sa, tergantun nen polimer l lulosa dan 10-dari beberap ung, jerami, g h dari limbah elalui ikatan . Mikrofibil s adanya lignin menghidrolisis osa diikat ber imana setiap elulosa dapat

a (Khairil 200 ing sel tumbu atau heteropol eberapa gula

ah dan terdiri rupakan sumb entasi, bahan k ntai panjang D t heterogen ya ng dari jenis

lignoselulosa -25% lignin (K pa residu ata

gandum dan p h perindustria n intermolek

elulosa terdir n serta hemis selulosa (An sama-sama m rantai selulo dilihat pada G

09)

uhan selain sel lisakarida, da penyusun hem

i dari tiga er penting kimia dan D-glukosa ang terdiri tanaman di dalam Knauf dan au limbah padi, serta an, seperti

kuler dan ri dari dua

elulosa di nindyawati membentuk osa diikat Gambar 1. lulosa dan an sebagai miselulosa


(20)

diban komp berfu hemi serat setela sel s (mon (Anin adany Peng menj lignin syrin deng sedan untuk

B.

PRO

senya yang senya oleh 1. B k 2. B m Ga Hemiselulo ndingkan den posisi serat d ungsi sebagai

iselulosa akan . Lignin adala ah selulosa (A Lignin yang ekunder tana nomer gurasil ndyawati 200 ya ikatan arila

Komposisi gelompokan s adi dua kelom

n adalah produ

nglyl lignin ter an sejumlah k ngkan kayu k k didelignifika

OSES PRO

Menurut Jo awa yang mu dapat diterim awa hidrokarb Menurut Pr beberapa tana Bahan berpati, entang, ganyo Bahan bergula manis, nira are

ambar 2. Bebe osa terikat den ngan selulosa.

dan mempuny perekat anta n menyebabka ah bagian utam Anindyawati 2

g merupakan aman dan terd

l dan siringil) 9). Lignin yan alkil dan ikata

lignin di a eperti kayu l mpok utama, uk polimerisa rsusun atas beb kecil unit p-hy

keras juga ters asi dengan eks

ODUKSI BI

oko (2009), al udah menguap ma, berfasa ca

bon berupa gu rihandana et a

aman, yaitu: , seperti ubi ong, garut dan a, seperti mola

n (enau), nira

erapa gula pen ngan polisaka . Hemiselulos yai peranan y ar selulosa ya an terjadinya ma dari dindin 2009).

polimer arom dapat sekitar ) berpengaruh ng melidungi an eter (Perez alam sangat lunak, kayu k

yaitu: guaiac

asi yang didom berapa bagian

ydroxyphenyl. susun atas un straksi basa da

IOETANO

lkohol berasal p. Alkohol be ir pada tempe ugus hydroxyl

al. (2007), bio kayu atau sin n umbi dahlia.

asses (tetes ta nipah, gewen nyusun hemise arida, protein sa merupakan yang penting ang menunjan lubang dianta ng sel tanaman matik berasosia 20 – 40%. K h terhadap pe selulosa bers

et al. 2002). bervariasi t keras, dan rum

cyl lignin dan minasi oleh co

n dari inti arom

. Kayu lunak t nit syringyl. K aripada kayu k

L

l dari bahasa erupa larutan eratur kamar, (-OH) dengan oetanol merup ngkong, tepu abu), nira tebu ng, nira lontar

elulosa (Khair n dan lignin n suatu kesat karena bersi ng kekuatan f ara fibril dan

n yang merupa asi dengan po Komponen lig

elepasan dan sifat tahan ter tergantung p mput-rumputa n guaiacyl-sy oniferyl alcoho

matic guaiacy

terutama tersu Kayu lunak di

keras (Sjostro

arab yakni al

jernih tak be dan mudah te n dua atom ka pakan produk ung sagu, biji

u, nira kelapa .

ril 2009) dan lebih mu tuan yang me ifat hidrofilik

fisik serat. K kurangnya ik akan polimer lisakarida pad gnin pada sel hidrolisis po rhadap hidroli pada spesies

an, lignin dap

ringyl lignin.

ol, sedangkan

yl dan syringyl

usun atas unit itemukan lebi om 1995).

l-kuhl (al koh

rwarna, berar erbakar. Alkoh arbon (C). k yang dapat d

jagung, biji a, nira batang

udah larut embangun k sehingga Kehilangan katan antar terbanyak da dinding l tanaman olisakarida sis karena tanaman. pat dibagi Guaiacyl

n guaiacyl-l, bersama t guaiacyl, ih resisten

hl), artinya roma khas hol adalah dihasilkan shorgum, g shorgum


(21)

3. Bahan berselulosa, seperti limbah logging, limbah pertanian (jerami padi, ampas tebu, tongkol jagung, onggok), batang pisang, serbuk gergaji.

Perbedaan proses pembuatan bioetanol dari bahan baku gula, pati dan lignoselulosa dapat dilihat pada Gambar 3. Secara umum Hambali (2007) menjelaskan terdapat beberapa tahapan dalam pembuatan bioetanol, yaitu tahap persiapan bahan baku, tahap pemasakan, tahap fermentasi kemudian tahap pemurnian.

Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan bioetanol dari bahan baku gula, pati dan lignoselulosa (Hambali2007)

Tahap persiapan bahan baku proses produksi bioetanol masing-masing bahan berbeda perlakuannya. Bahan bergula tidak melalui proses perlakuan awal karena sudah terdapat kandungan gula yang sudah dapat dilakukan proses fermentasi. Bahan berpati melalui likuifikasi dan sakarifikasi, likuifikasi merupakan proses hidrolisis pati parsial dan menghasilkan oligosakarida. Proses likuifikasi ini dilakukan alam tangki likuifikasi. Sakarifikasi merupakan proses dimana oligosakarida sebagai hasil dari tahap likuifikasi dihidrolisis lebih lanjut oleh enzim tunggal atau enzim campuan menjadi glukosa. Proses sakarifikasi ini dilakukan dalam tangki sakarifikasi. Pada bahan berlignoselulosa terdapat perlakuan awal atau pretreatment yaitu dengan menghilangkan kandungan lignin untuk diperoleh gula sederhana. Terdapat tiga proses perlakuan awal/pretreatment, yaitu yang secara biologi, kimia, dan fisik/mekanis.

Tahap selanjutnya adalah tahap fermentasi. Pada tahap ini, gula-gula sederhana akan dikonversi menjadi etanol dengan bantuan ragi dan enzim. Selanjutnya ragi akan menghasilkan etanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8 sampai dengan 12% (biasa disebut dengan cairan beer), dan selanjutnya ragi tersebut akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun bagi ragi. Tahap ini menghasilkan gas CO2 sebagai produk


(22)

Proses produksi bioetanol selanjutnya adalah destilasi, namun sebelum destilasi perlu dilakukan pemisahan padatan-cairan, untuk menghindari terjadinya clogging selama proses distilasi (Hambali 2007). Destilasi adalah proses pemisahan dua atau lebih cairan dalam larutan dengan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Untuk memurnikan bioetanol menjadi berkadar lebih dari 95% agar dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, alkohol hasil fermentasi yang mempunyai kemurnian sekitar 40% tadi harus melewati proses destilasi untuk memisahkan alkohol dengan air dengan memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut yang kemudian diembunkan kembali. Selanjutnya untuk mendapatkan bioetanol dengan kadar 99% atau Fuel Grade Etanol (FGE), dilakukan dehidrasi dengan menggunakan zeolit.

Proses produksi bioetanol dari bahan berlignoselulosa berbeda dari bahan berpati dan bergula, terdapat perbedaan dalam tahapan dalam pembuatannya. Hal ini dikarenakan perlu adanya perlakuan awal untuk memisahkan komponen lignin dari bahan lignoselulosa supaya didapat selulosa dan hemiselulosa untuk masuk ke tahap berikutnya. Perbedaan yang utama pembuatan bioetanol berbahan lignoselulosa adalah pada perlakuan awalnya. Terdapat tiga proses perlakuan awal, yaitu yang secara biologi, kimia, dan fisik/mekanis. Rancangan proses produksi bioetanol berbahan lignoselulosa dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Rancangan proses produksi bioetanol dari bahan lignoselulosa (Wagiman 2010)

C.

PERLAKUAN AWAL DAN DELIGNIFIKASI

Pada biomassa lignoselulosa hanya selulosa dan hemiselulosa yang bisa diolah menjadi monosakarida untuk pembuatan etanol. Adanya lignin pada produksi bioetanol dapat mengganggu proses hidrolisis enzimatis dalam mengubah selulosa menjadi glukosa. Lignin mempersulit kerja enzim dalam mengakses keberadaan selulosa. Lignin harus dipisahkan dari selulosa dengan pretreatment atau perlakuan awal terhadap bahan baku.

Secara umum, terdapat tiga pengelompokan proses perlakuan awal, yaitu perlakuan awal secara fisik, biologi dan kimia (Taherzadeh dan Karimi, 2008; Knauf dan Moniruzzaman 2004), selain itu ada juga jenis perlakuan awal secara fisiko-kimia yang menggabungkan antara perlakuan fisik dengan kimiawi (Taherzadeh dan Karimi, 2008; Mosier et al. 2005). Tujuan dari perlakuan awal adalah untuk membuka struktur lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih mudah diakses oleh enzim yang memecah polimer polisakarida menjadi monomer gula serta harus dapat membebaskan struktur kristal selulosa dengan memperluas daerah amorf serta membebaskan lignin dari lapisan lignin. Tujuan perlakuan awal secara skematis disajikan pada Gambar 5.


(23)

pend mem meng degra dapat Ring Fiedu menu selulo efekt lignin Moni dilak digun

Gambar 5. S Selama beb dekatan biolog menuhi kebutu ghasilkan gul adasi atau ke t menghamba kasan berbag urek (1996) d umbuhkan org osa. Dalam p tif. Meskipun n (Taherzade iruzzaman 20 kukan secara

nakan.

Skema tujuan p berapa tahun t gi, fisika, kimi uhan berikut la pada pros

hilangan karb at proses hid gai teknik pe

disajikan dala ganisme pada perlakuan awa

demikian, se eh dan Karim

004). Teknik mekanik atau

perlakuan aw terakhir berba

ia. Menurut ( ini: 1) men es berikutnya bohidrat; 3) m drolisis dan fe

erlakuan awa am Tabel 2. a media ligno

al secara biol cara umum p mi 2008), ser k perlakuan u fisiko-kimi

al biomassa li agai teknik per

Sun dan Chen ningkatkan pe

a melalui hid menghindari p ermentasi, 4) al yang dikem

Perlakuan aw selulosa sehin logis, jamur p erlakuan awa rta memerluk awal yang ia. Perlakuan ignoselulosa ( rlakuan awal ng 2002) perl embentukan g

drolisis enzim pembentukan

biaya yang mbangkan m wal secara bi ngga terjadi p pelapuk putih al jenis ini han

kan waktu y telah dikemb

awal secara

(Moiser et al.

telah dipelaja lakuan awal s gula atau ke matik; 2) me produk samp dibutuhkan e menurut Szczo

ilogi dilakuka pengurangan l h yang diangg nya menguran ang lama (K bangkan lebih a biologi sedi

2005) ari melalui eharusnya emampuan enghindari ping yang ekonomis. odrak dan an dengan lignin dan gap paling ngi sedikit Knauf dan h banyak ikit sekali


(24)

Tabel 2. Perlakuan awal biomassa lignoselulosa untuk produksi bioetanol

Perlakuan Awal Proses Perubahan pada Biomassa

Perlakuan awal mekanik atau fisik

Milling dan Grinding:

Ball milling Two-roll milling Hammer milling Colloid milling Vibratory ball milling

Irradiation:

• Sinar gamma

Electron beam Microwave

Lainnya:

Hydrothermal • Eksplosi uap panas

• Pirolisis dan air panas

• Mengurangi ukuran partikel

• Meningkatkan luas permukaan yang kontak dengan enzim

• Mengurangi kristalisasi selulosa

Perlakuan awal kimia dan fisik-kimia

Alkali:

• Sodium hidroksida

• Ammonia

• Ammonium sulfat

Ammonia Recycle Percolation (ARP)

• Kapur (lime) Asam:

• Asam sulfat, asam fosfat, asam hidroklorat, asam parasetat

Gas:

Clorin dioksida • Nitrogen dioksida

• Sulfur dioksida Agen Oksidasi:

• Hidrogen peroksida

• Oksidasi basah, Ozone

Pelarut untuk ekstraksi lignin:

• Ekstrasi ethanol-air

• Ekstrasi benzene-air

• Ekstraksi etilen glikol

• Ekstraksi butanol-air

• Agen pemekar (swelling)

• Meningkatkan area pemukaan yang mudah diakses

• Delignifikasi sebagian atau hampir keseluruhan

• Menurunkan kristalisasi selulosa

• Menurunkan derajat polimerisasi

• Hidrolisis hemiselulosa sebagian atau keseluruhan

Perlakuan awal biologi

Fungi Pelapuk Putih:

Phanerochaete chrysosporium, Pleurotus ostreatus, Trametes versicolor, Pycnoporus, Ischnoderma, Phlebia, Actinomicetes • Delignifikasi

• Penurunan derajat polerisasi selulosa

• Penurunan derajat kristalisasi selulosa

Kombinasi • Alkali pulping dengan

steamexplosion

Grinding diikuti dengan

alkaline atau acid treatment

• Mendegradasi hemiselulosa

• Delignifikasi

• Meningkatkan area permukaan dan ukuran pori


(25)

D.

TEKNO EKONOMI

Analisis tekno ekonomi erat kaitannya dengan pemecahan masalah teknik dimana indikator efisiensi ekonomi dijadikan sebagai kriteria pemilihan alternatif. Hasil analisis tersebut akan menentukan kelayakan suatu investasi (Newman 1990). Konsep tekno ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemecahan masalah dengan indikator efisiensi teknis.

Pengertian efisiensi dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu efisiensi teknis, efisiensi alokatif/harga dan efisiensi ekonomi (Soekartawi 2003). Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis (efisiensi teknis) apabila faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang “maksimum”. Dikatakan efisiensi harga atau efisiensi alokatif apabila nilai dari produk marginal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan dan dikatakan efisiensi ekonomi apabila usaha tersebut mencapai efisiensi teknis dan sekaligus juga mencapai efisiensi alokatif/harga.

Mardiasmo (2004) dalam Larsito (2005), pengertian efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktivitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output). Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumberdaya dan dana yang serendah-rendahnya (spending well). Efisiensi diukur dengan rasio antara output dengan input, sehingga semakin besar output dibanding input maka semakin tinggi tingkat efisien, namun efisien seringkali juga dinyatakan dalam bentuk input/output, dengan interpretasi yang sama dengan bentuk out per input.

Menurut Susantun (2000), pengertian efisiensi dalam produksi, bahwa efisiensi merupakan perbandingan output dan input berhubungan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input, artinya jika rasio output input besar, maka efisiensi dikatakan semakin tinggi. Dapat dikatakan bahwa efisiensi adalah penggunaan input yang terbaik dalam memproduksi barang.

Untuk merencanakan dan menganalisis proyek yang efektif, harus mempertimbangkan beberapa aspek yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu. Masing-masing aspek saling berhubungan dengan yang lainnya, dan suatu putusan mengenai suatu aspek akan mempengaruhi putusan-putusan terhadap aspek yang lainnya. Seluruh aspek harus dipertimbangkan dan selalu dipertimbangkan pada setiap tahap (stage) dalam perencanaan proyek dan siklus pelaksanaannya. Menurut Gittinger (1986) beberapa tahapan dalam perencanaan proyek adalah:

1.

Aspek Pasar dan Pemasaran

Aspek pasar dan pemasaran menempati urutan pertama dalam studi kelayakan dan merupakan ujung tombak bagi rencana pendirian perusahaan. Tanpa gambaran yang cukup cerah, sulit untuk diharapkan bahwa usaha yang direncanakan akan berjalan lancer (Wibowo 2008).

Analisis terhadap pasar dan pemasaran pada suatu usulan proyek yang diajukan untuk mendapatkan gambaran tentang pasar yang dapat diserap oleh proyek tersebut dari keseluruhan pasar potensial serta perkembangan pangsa pasar tersebut di masa yang akan datang, dan jenis strategi pemasaran yang digunakan untuk mencapai pangsa pasar yang ditetapkan (Husnan dan Suwarsono 2000).


(26)

Husnan dan Suwarsono (2000) menambahkan bahwa analisis terhadap pasar dan pemasaran pada suatu usulan proyek diajukan untuk mendapatkan gambaran tentang pangsa pasar yang dapat diserap oleh proyek tersebut dari keseluruhan pangsa pasar potensial serta perkembangan pangsa pasar tersebut di masa yang akan datang, dan jenis strategi pemasaran yang digunakan untuk mencapai pangsa pasar yang diterapkan. Analisis aspek pemasaran meliputi penentuan segmen, target dan posisi produk di pasar, kajian terhadap sikap, perilaku dan kepuasan konsumen terhadap produk untuk mengetahui konsumsi potensial dan penentuan strategi, kebijakan dan program pemasaran yang akan dilaksanakan (Umar 2001).

2.

Aspek Teknik dan Teknologi

Aspek teknis dan teknologis merupakan salah satu aspek penting dalam proyek, yang berkenaan dengan proses pembangunan industri secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut selesai dibangun. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui rancangan awal penaksiran biaya investasi (Husnan dan Suwarsono 2000). Pada aspek teknis dan teknologis akan dipelajari mengenai jenis teknologi paling tepat yang berkaitan dengan pemilihan mesin dan peralatan yang digunakan, lokasi industri, dan tata letak pabrik (Sutojo 1996).

Analisis teknis secara spesifik mencakup analisis terhadap ketersediaan bahan baku, proses produksi, mesin dan peralatan, kapasitas produksi, perancangan aliran bahan, analisis keterkaitan antar aktifitas, jumlah mesin dan peralatan, keperluan tenaga kerja, penentuan luas pabrik dan perancangan tata letak pabrik (Husnan dan Suwarson 2000).

Penentuan lokasi proyek harus memperhatikan faktor-faktor antara lain iklim dan keadaan tanah, fasilitas transportasi, ketersediaan tenaga kerja, tenaga listrik, air, sikap masyarakat, serta rencana pengembangan industri ke depan (Sutojo 1996). Umar (2001) menambahkan hal lain yang perlu diperhatikan yaitu letak konsumen atau pasar sasaran, letak bahan baku, dan peraturan pemerintah.

Pemilihan jenis teknologi berkaitan dengan pemilihan mesin dan peralatan. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis teknologis yaitu jenis teknologi yang diajukan harus dapat menghasilkan standar mutu produk yang dikehendaki pasar, teknologi tersebut harus cocok dengan persyaratan yang diperlukan untuk mencapai kapasitas produksi ekonomis yang telah ditentukan, kemungkinan pengadaan tenaga ahli yang akan mengelola masin dan peralatan, kesesuaian bahan baku dan bahan pembantu yang diterapkan secara berhasil di tempat lain. Selain itu, pemilihan teknologi juga harus dikaitkan dengan perhitungan jumlah dana yang diperlukan untuk pembelian mesin dan peralatan yang dibutuhkan serta pengaruhnya terhadap biaya produksi tiap satuan barang yang dihasilkan (Sutojo 1996).

Tata letak pabrik merupakan alat yang efektif untuk menekan biaya produksi dengan cara menghilangkan atau mengurangi sebesar mungkin semua aktifitas yang tidak produktif. Biaya produksi tersebut antara lain biaya yang berkenaan dengan penanganan bahan, kebutuhan personil dan peralatan serta persediaan bahan baku dalam proses. Tata letak yang baik merupakan wahana untuk memberikan kenyamanan dan keamanan kerja bagi personil (Machfud dan Agung 1990).


(27)

3.

Aspek Manajemen dan Organisasi

Manajemen operasional adalah suatu fungsi kegiatan manajemen yang meliputi perencanaan organisasi, staffing, koordinasi, pengarahan dan pengawasan terhadap operasi perusahaan. Tugas manajemen operasional adalah untuk mendukung manajemen dalam rangka pengambilan keputusan masalah-masalah operasi atau produksi (Umar 2001). Manajemen operasional meliputi bentuk organisasi atau badan usaha yang dipilih, struktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi jabatan, jumlah tenaga kerja yang digunakan, anggota direksi, dan tenaga lain (Husnan dan Suwarsono 2000).

Hal yang perlu dipelajari dalam aspek manajemen operasional adalah manajemen dalam pembangunan proyek tersebut, jadwal penyelesaian proyek, faktor yang melakukan studi setiap aspek, dan manajemen dalam operasi. Gambaran jenis dan jumlah tenaga manajemen yang diperlukan untuk mengelola proyek secara berhasil harus diketahui selama studi kelayakan proyek. Selain itu, perlu direncanakan asal tenaga kerja diperoleh serta anggaran balas jasa yang digunakan untuk menarik dan mampertahankan tenaga kerja yang berdedikasi tinggi tersebut. Kemudian struktur organisasi dan deskripsi tugas juga perlu disusun untuk menjalankan usaha dan melaksanakan tugas-tugas tersebut secara efektif dan efisien. Selain itu, persyaratan minimal harus dipenuhi untuk mengisi jabatan pada struktur organisasi tersebut serta kemungkinan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang ada untuk mengisi kekurangan mereka (Sutojo 1996).

4.

Aspek Lingkungan dan Legalitas

Umar (2001) menyebutkan bahwa kajian aspek lingkungan hidup bertujuan menentukan dapat dilaksanakannya industri secara layak atau tidak dari segi lingkungan hidup. Hal-hal yang berkaitan dengan aspek lingkungan antara lain peraturan dan perundang-undangan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan kegunaannya dalam kajian pendirian industri dan pelaksanaan proses pengelolaan dampak lingkungan.

Aspek legalitas mengkaji tentang legalitas usulan proyek yang akan dibangun dan dioperasikan. Ini berarti bahwa setiap proyek yang akan didirikan dan dibangun di wilayah tertentu harus memenuhi hukum dan tata peraturan yang berlaku di wilayah tersebut. Teknik analisis yang digunakan untuk menilai apakah proyek yang akan didirikan layak dari aspek hukum adalah teknik kualitatif (judgement) (Suratman 2002).

Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), dalam pengkajian aspek yuridis atau hukum, hal yang perlu diperhatikan meliputi bentuk badan usaha yang akan digunakan dan berbagai akte, sertifikat, serta izin yang diperlukan. Aspek yuridis juga perlu dikaji dalam manajemen operasional. Aspek yuridis atau legalitas berguna untuk kelangsungan hidup proyek dalam rangka meyakinkan kreditur dan investor bahwa proyek yang akan dibuat sesuai dengan peraturan yang berlaku (Umar 2001). Aspek hukum mempelajari tentang bentuk badan usaha yang digunakan, jaminan yang diatur jika menggunakan sumber dana yang berasal dari pinjaman atau berbagai akte, sertifikat, dan izin yang dibutuhkan (Husnan dan Suwarsono 2000).


(28)

5.

Aspek Finansial

Aspek-aspek finansial dari persiapan dan analisis proyek menerangkan pengaruh-pengaruh finansial dari suatu proyek yang diusulkan (Gittinger 1986). Evaluasi aspek finansial dilakukan untuk memperkirakan jumlah dana yang diperlukan. Selain itu juga dipelajari struktur pembiayaan serta sumber dana yang menguntungkan (Djamin 1984).

Dari aspek finansial dapat diperoleh gambaran tentang struktur permodalan bagi perusahaan yang mencakup seluruh kebutuhan modal untuk dapat melaksanakan aktifitas mulai dari perencanaan sampai pabrik beroperasi. Secara umum, biaya dikelompokkan menjadi biaya investasi dan biaya modal kerja. Kemudian dilakukan penilaian aliran dana yang diperlukan dan kapan dana tersebut dapat dikembalikan sesuai dengan jumlah waktu yang ditetapkan, serta apakah proyek tersebut menguntungkan atau tidak (Edris 1993).

Menurut Gray et al. (1993), dalam rangka mencari ukuran yang menyeluruh sebagai dasar penerimaan atau penolakan atas pengurutan suatu proyek, telah dikembangkan berbagai cara yang dinamakan kriteria investasi. Kriteria investasi yang digunakan adalah Break Even Point (BEP), Net Present Value (NPV), Internal Rate Of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PBP), dan analisis sensitivitas.


(29)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A.

KERANGKA PEMIKIRAN

Saat ini program bioetanol berfokus pada pengembangan bioetanol generasi kedua, yaitu bioetanol yang menggunakan bahan baku lignoselulosa. Masalah yang dihadapi adalah bagaimana mengusahakan bioetanol ini layak secara komersial sebagai pengganti bahan bakar fosil dari segi produksi, biaya dan waktu. Pengembangan produksi bioetanol berbahan lignoselulosa melalui tiga tahapan awal perlakuan bahan, yaitu secara biologi, kimia dan secara fisik/mekanis. Tahapan berikutnya tetap sama seperti produksi bioetanol pada umumnya. Kelayakan pengembangan produksi bioetanol dari bahan lignoselulosa mempertimbangkan efektifitas dan efisiensi dari masing-masing jalur perlakuan awal. Setiap perancangan proses pada tujuan akhirnya dituntut tiga kriteria umum, yaitu secara teknis rancangan tersebut dapat menghasilkan rendemen tertinggi, secara ekonomis rancangan memerlukan investasi kecil, serta secara waktu produksi rancangan membutuhkan waktu paling singkat. Penanam modal atau pemilik uang yang ingin menginvestasikan uangnya untuk pembangunan pabrik bioetanol dari limbah tanaman jagung harus dapat diyakinkan bahwa uang yang ditanamkan untuk proyek tersebut akan memperoleh keuntungan.

Kajian tekno ekonomi perancangan proses produksi bioetanol dalam penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan prototype rancangan proses produksi bioetanol dari limbah tanaman jagung yang paling efisien kemudian dilakukan analisis finansial pada rancangan yang paling efisien untuk mengetahui kelayakan industrinya.

Optimasi proses dilakukan untuk mendapatkan kondisi operasi terbaik sehingga dihasilkan kondisi optimum. Optimasi rancangan dilakukan untuk mengetahui kondisi optimum secara teknis menghasilkan rendemen tertinggi, secara ekonomis memerlukan biaya kecil, serta secara waktu produksi membutuhkan waktu paling singkat. Pengembangan rancangan percobaan yang paling efisien harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu analisis pasar dan pemasaran, analisis ketersediaan bahan baku, analisis teknis dan teknologis, analisis manajemen operasi dan organisasi, analisis lingkungan dan legalitas, dan analisis finansial. Hasil dari analisis-analisis tersebut dapat memberikan gambaran mengenai permasalahan-permasalahan yang mungkin ada, sehingga dapat disusun rekomendasi pengembangannya. Kerangka pemikiran produksi bioetanol dari limbah tanaman jagung ditampilkan pada Gambar 6.


(30)

(31)

B.

METODE PENELITIAN

Tahapan yang dilakukan pada kajian tekno ekonomi ini adalah melakukan analisis peluang dan permasalahan, perbandingan efisiensi perlakuan awal produksi bioetanol limbah tanaman jagung, serta peningkatan skala laboratorium menjadi skala pilot plant.

Metode kajian tekno ekonomi ini terdiri dari pengumpulan data dan analisis data.

1.

Pengumpulan Data

Data dan informasi dikumpulkan untuk keperluan analisi aspek-aspek yang berkaitan dengan proses produksi bioetanol limbah tanaman jagung. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui percobaan laboratorium dan survei lapangan. Percobaan laboratorium dilakukan pada skala laboratorium untuk optimalisasi proses produksi bioetanol limbah tanaman jagung. Percobaan laboratorium yang dilaksanakan antara lain optimasi kapang pelapuk putih untuk proses biodelignifikasi limbah tanaman jagung, dengan perbedaan kapang pelapuk putih yang digunakan. Kapang pelapuk putih yang digunakan antara lain Trametes versicolor (Ardhiyana 2010), Phanerochaete chrysosporium (Sasmitaloka 2010), dan

Pleurotus ostreatus (Setyawati 2010). Percobaan laboratorium yang lain adalah optimasi sakarifikasi dan fermentasi simultan menggunakan kultur campuran Saccharomyces cereviseae - Pichia stipitis (Smunindar 2010) dan Zymomonas mobilis - Pichia Stipitis

(Surya 2010). Percobaan laboratorium berikutnya adalah delignifikasi limbah tanaman jagung menggunakan kalsium hidroksida (Hakim 2010).

Survei lapangan dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai aspek peralatan yang akan digunakan untuk penggandaan skala. Data sekunder diperoleh melalui laporan, artikel, jurnal, data statistik dari instansi-instansi pemerintah, swasta, balai penelitian, dan sebagainya.

2.

Analisis Data

Analisis yang dilakukan meliputi analisis pasar dan pemasaran, analisis teknik dan teknologi, analisis manajemen organisasi, analisis lingkungan dan legalitas serta analisis finansial industri bioetanol limbah tanaman jagung.

a.

Analisis Tekno Ekonomi Skala Laboratorium

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian tim. Terdapat beberapa perlakuan pada bahan baku yang dilakukan oleh tim, diantaranya untuk tahap delignifikasi menggunakan kalsium hidroksida, dan kapang pelapuk putih (white rot fungi). Tahap sakarifikasi dan fermentasi simultan menggunakan kultur campuran

Zymomonas mobilis – Pichia stipitis serta Saccharomyces cerevisiae – Pichia stipitis.

White rot fungi yang digunakan pada penelitian tim antara lain jenis

Phanerochaete chrysosporium, Pleurotus ostreatus dan Trametes versicolor. Namun dalam kajian tekno ekonomi ini, hanya menggunakan kapang pelapuk putih yang memiliki kadar penurunan lignin paling tinggi. Rancangan penelitian yang akan


(32)

digunakan adalah jenis kapang yang mempunyai kadar penurunan lignin paling besar. Kadar penurunan lignin untuk masing-masing kapang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kadar penurunan lignin untuk masing-masing kapang pelapuk putih

Fungi Penurunan Lignin (%) Literatur

Phaenerochaete chrysosporium 11,73 Sasmitaloka 2010

Pleurotus ostreatus 4,97 Setyawati 2010

Trametes versicolor 3,68 Ardhiyana 2010 Berdasarkan penurunan liginin yang terjadi seperti pada Tebel 3, maka

rancangan percobaan akan menggunakan fungi jenis Phanerochaete chrysosporium

serta menggunakan kalsium hidroksida (Ca(OH)2). Analisis yang dilakukan untuk

menghitung perbandingan efisiensi perlakuan awal proses produksi bioetanol limbah tanaman jagung merupakan analisis kalkulatif sederhana, dengan melakukan perhitungan dan melihat mana yang memenuhi kriteria penelitian. Perincian rancangan penelitian yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

Rancangan 1 (R1): Proses delignifikasi limbah tanaman jagung menggunakan Ca(OH)2 serta fermentasi menggunakan campuran kultur

Zymomonas mobilis dengan Pichia stipitis

Rancangan 2 (R2): Proses delignifikasi limbah tanaman jagung menggunakan Ca(OH)2 serta fermentasi menggunakan campuran kultur

Saccharomyces cerevisiae dengan Pichia stipitis

Rancangan 3 (R3): Proses delignifikasi limbah tanaman jagung menggunakan kapang Phanerochaete chrysosporium serta fermentasi menggunakan campuran kultur Zymomonas mobilis dengan

Pichia stipitis

Rancangan 4 (R4): Proses delignifikasi limbah tanaman jagung menggunakan kapang Phanerochaete chrysosporium serta fermentasi menggunakan campuran kultur Saccharomyces cerevisiae – Pichia stipitis

Perbandingan efisiensi perlakuan awal proses produksi bioetanol limbah tanaman jagung secara teknis akan menghasilkan rendemen tertinggi, secara ekonomis memerlukan biaya kecil, serta secara waktu produksi membutuhkan total waktu paling kecil. Perlakuan awal proses produksi bioetanol limbah tanaman jagung terdiri dari perlakuan secara biologis, kimiawi dan secara fisik/mekanis. Melalui tiga jalur perlakuan awal tersebut akan dilakukan optimasi secara teknis, ekonomis dan waktu sehingga akan didapatkan hasil perlakuan awal mana yang paling efisien.

Rendemen tertinggi dari tiga perlakuan awal proses produksi bioetanol limbah tanaman jagung diperoleh dengan perbandingan output dan input yang berhubungan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input, artinya jika rasio output input besar, maka efisiensi dikatakan semakin tinggi. Investasi kecil dari tiga perlakuan awal proses produksi bioetanol limbah tanaman jagung adalah dengan menghitung semua biaya bahan, bahan pembantu, peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk masing-masing perlakuan awal kemudian


(33)

membandingkannya. Jika biaya peralatan dan perlengkapan rendah, maka efisiensi dikatakan semakin tinggi. Lamanya proses perlakuan awal bioetanol limbah tanaman jagung secara biologis, kimiawi dan fisik/mekanis juga dihitung untuk melihat efisiensinya. Semakin singkat waktu perlakuan awal, maka efisiensi semakin tinggi.

Penentuan rancangan terbaik dari masing-masing rancangan percobaan menggunakan metode bayes. Metode bayes merupakan teknik yang digunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif yang ada (Karsodimejo 2009). Matrik keputusan dari metode bayes menurut Karsodimejo (2009) disajikan pada Tabel 4, sedangkan alir proses analisis aspek teknis dan teknologi disajikan pada Gambar 8.

Tabel 4. Matriks keputusan metode bayes Alternatif Kriteria Nilai Alternatif

Keputusan

Rangking Alternatif Keputusan K1 K2 … Kn

Alt1 V11 V12 … V1n Nk1

Alt2 V21 V22 … V2n Nk2

Alt3 V31 V32 … V3n Nk3

: : : … : :

Altm Vm1 Vm2 … Vmn Nkm

Bobot B1 B2 … Bn

Dengan perhitungan nilai alternatif keputusan adalah sebagai berikut: Nki = V B

B ,

b.

Analisis Pasar dan Pemasaran

Studi pasar dan pemasaran dapat dikatakan merupakan “darah daging” setiap studi kelayakan. Bagi suatu proyek baru, pengetahuan dan analisis pasar bersifat menentukan karena banyak keputusan tentang investasi tergantung dari hasil analisis pasar (Simarmata 1992).

Kajian terhadap analisis pasar dan pemasaran meliputi analisis potensi pasar dan strategi pemasaran untuk mencapai pangsa pasar tersebut. Bagaimana peluang pendirian industri bioetanol di pasaran dilihat dari ketersediaan bahan baku serta keberlanjutan industri tersebut. Analisis peluang usaha produksi bioetanol dapat dilihat dari permintaan pasar, kebijakan pemerintah terhadap penggunaan bioetanol, target produksi nasional dan penggunaan limbah tanaman jagung sebagai bahan baku alternatif. Analisis peluang menggunakan metode studi literatur. Semua aspek diukur dengan teknik yang sesuai dengan kebutuhan penelitian dan sumber data yang diperoleh.


(34)

Setelah diketahui potensi pasar yang dapat diraih, maka diperlukan strategi pemasaran, diantaranya dengan segementasi (segmenting), penentuan terget pasar (targetting), dan penentuan posisi di pasar (positioning), serta bauran pemasaran yang meliputi strategi produk, strategi harga, strategi promosi dan strategi tempat. Langkah-langkah dalam analisis pasar dan pemasaran disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Alir proses analisis pasar dan pemasaran

c.

Analisis Teknis dan Teknologi

Proses produksi bioetanol dari limbah tanaman jagung hampir sama seperti pembuatan bioetanol dari bahan berpati dan bergula lainnya. Namun terdapat perbedaan pada perlakuan awal bahan baku yang digunakan. Bioetanol limbah tanaman jagung, bahan baku yang digunakan termasuk dalam kategori bahan berlignoselulosa. Perlakuan awal bahan baku dimaksudkan untuk menghilangkan lignin sehingga akan didapatkan selulosa yang akan dilanjutkan pada proses fermentasi untuk menghasilkan bioetanol.

Ketersediaan bahan baku dianalisis dengan melihat data produksi tanaman jagung di Jawa Barat, khususnya di Kabupaten Bogor dan wilayah sekitarnya. Penentuan kapasitas produksi dilakukan dengan memperhatikan ketersediaan bahan baku dan pasar. Komponen tersebut dianalisis sehingga didapatkan kapasitas produksi industri bioetanol limbah tanaman jagung ini.

Penentuan tata letak pabrik dilakukan dengan menganalisis keterkaitan antaraktivitas, kemudian menentukan kebutuhan luas ruang dan alokasi area. Untuk menganalisis keterkaitan antaraktivitas, perlu ditentukan derajat hubungan aktivitas. Derajat hubungan aktivitas dapat diberi tanda sandi sebagai berikut.


(35)

• A (absolutelynecessary) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus saling berdekatan dan bersebelahan.

• E (especially important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus bersebelahan.

• I (important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan cukup berdekatan.

• O (ordinary) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan tidak harus saling berdekatan.

• U (unimportant) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan bebas dan tidak saling mengikat.

• X (undesirable) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus saling

• berjauhan atau tidak boleh saling berdekatan.

Tahapan proses dalam merencanakan bagan keterkaitan antaraktivitas adalah sebagai berikut.

1. Mengidentifikasi semua kegiatan penting dan kegiatan tambahan.

2. Membagi kegiatan tersebut ke dalam kelompok kegiatan produksi dan pelayanan.

3. Mengelompokkan data aliran bahan atau barang, informasi, pekerja, dan lainnya.

4. Menentukan faktor atau subfaktor mana yang menunjukkan keterkaitan (produksi, pekerja, dan aliran informasi).

5. Mempersiapkan bagan keterkaitan antaraktivitas.

6. Memasukkan kegiatan yang sedang dianalisis ke sebelah kiri bagan keterkaitan antaraktivitas. Urutannya tidak mengikat, namun dapat juga diurutkan menurut logika ketergantungan kegiatan.

7. Memasukkan derajat hubungan antaraktivitas di dalam kotak yang tersedia. Bagan keterkaitan antaraktivitas yang telah dibuat kemudian diolah lebih lanjut menjadi diagram keterkaitan antaraktivitas. Berikut ini tahapan proses pembuatan diagram keterkaitan antaraktivitas.

1. Mendaftar semua kegiatan pada template kegiatan diagram keterkaitan antaraktivitas.

2. Memasukkan nomor kegiatan dari bagan keterkaitan antaraktivitas pada sisi pojok dan tengah setiap template t kegiatan diagram keterkaitan antaraktivitas untuk menunjukkan derajat kedekatan antaraktivitas.

3. Melanjutkan prosedur untuk setiap template yang tersedia sampai keseluruhan kegiatan tercatat.

4. Menyusun model dalam sebuah diagram keterkaitan aktivitas, memasangkan yang A terlebih dahulu, kemudian E, dan seterusnya.


(36)

Gambar 8. Alir proses analisis teknik dan teknologi

d.

Analisis Manajemen dan Organisasi

Analisis manajemen operasional usaha meliputi perencanaan struktur organisasi dan badan usaha, deskripsi tugas, manajemen sumberdaya manusia. Kajian terhadap manajemen dan organisasi meliputi struktur organisasi yang sesuai, kebutuhan tenaga kerja serta deskripsi tugas masing-masing jabatan.

e.

Analisis Lingkungan dan Legalitas

Analisis lingkungan meliputi sejauh mana keadaan lingkungan dapat menunjang perwujudan pendirian industri, terutama sumberdaya yang diperlukan, seperti air, energi, manusia, dan ancaman alam sekitar, serta analisis mengenai dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh pendirian industri ini. Analisis legalitas meliputi mekanisme perizinan dan peraturan-peraturan yang berlaku.


(37)

f.

Analisis Finansial

Kriteria-kriteria yang digunakan dalam analisis finansial meliputi Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Break Even Point (BEP), Payback Period (PBP), dan analisis sensitivitas. Kriteria-kriteria ini digunakan untuk melihat kelayakan industri secara finansial. Pengolahan data analisis finansial dilakukan dengan bantuan software microsoft excel.

1) Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) merupakan perbedaan nilai investasi sekarang dari keuntungan dan biaya di masa yang akan datang. Formulasi yang digunakan untuk menghitung NPV adalah:

Bt Ct i Dimana:

Bt = gross benefit (penerimaan kotor) pada tahun ke- t

Ct = gross cost (biaya total) sehubungan dengan proyek pada tahun ke- t i = tingkat suku bunga

t = periode investasi (t = 0, 1, 2, 3, ..., n) n = umur ekonomi proyek

Menurut Suratman (2002), penilaian kelayakan kreiteria investasi secara finansial menggunakan NPV, jika NPV bernilai positif usulan proyek investasi dinyatakan layak, sedangkan jika NPV negatif dinyatakan tidak layak.

2) Internet Rate of Return (IRR)

Internet Rate of Return (IRR) adalah tingkat suku bunga yang apabila digunakan untuk mendiskonto seluruh kas masuk pada tahun-tahun operasi proyek akan menghasilkan jumlah kas present value yang sama dengan jumlah keseluruhan investasi proyek (Suratman 2002). Internal Rate of Return dengan kata lain merupakan tingkat keuntungan senyatanya yang akan diperoleh investor dari investasi proyek mereka. Formulasi IRR adalah sebagai berikut:

i i

Dimana:

NPV(+) = NPV bernilai positif

NPV(-) = NPV bernilai negatif

i(+) = suku bunga yang membuat NPV positif

i(-) = suku bunga yang membuat NPV negatif

Kriteteria pembanding IRR adalah tingkat suku bunga yang berlaku. Kriteria IRR yaitu:


(38)

a) Jika nilai IRR ≥ tingkat suku bunga yang berlaku, menunjukkan proyek layak untuk dilaksanakan.

b) Jika nilai IRR ≤ tingkat suku bunga yang berlaku, menunjukkan proyek tidak layak untuk dilaksanakan.

3) Net Benefit Cost Ratio ( Net B/C)

Net benefit cost ratio (Net B/C) merupakan nilai perbandingan antara jumlah present value (nilai sekarang) yang positif dengan jumlah present value

yang negatif. Secara umum Net B/C dirumuskan sebagai berikut (Gray et al. 1992):

B/C Dimana:

Bt = gross benefit (penerimaan kotor) pada tahun ke- t

Ct = gross cost (biaya total) sehubungan dengan proyek pada tahun ke- t i = tingkat suku bunga

t = periode investasi (t = 0, 1, 2, 3, ..., n) n = umur ekonomi proyek

Kriteria Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) menurut Husnan dan Suwarsono (2000), yaitu:

a) Jika nilai Net B/C > 1, maka proyek dinyatakan layak secara finansial sehingga dapat dilanjutkan.

b) Jika nilai Net B/C < 1, maka proyek dinyatakan tidak layak secara finansial sehingga tidak dapat dilanjutkan.

c) Jika Net B/C = 1, maka proyek boleh dilaksanakan atau tidak. 4) Break Even Point (BEP)

Break Even Point (BEP) adalah jumlah hasil penjualan dimana proyek tidak menderita kerugian, tetapi juga tidak memperoleh keuntungan. Keuntungan diperoleh dengan perencanaan hasil produksi dan pemasaran yang lebih besar dari jumlah Break Even Point (BEP) (Sutojo 1996).

Break Even Point (BEP) dirumuskan sebagai berikut:

Q EP Biaya tetap per tahun

Biaya variabelNilai penjualan Dimana:

QBEP = jumlah penjualan break even yang dicari BV = biaya variabel per tahun (Rp)

BT = biaya tetap per tahun (Rp) P = harga jual produk (Rp/unit)

Untuk (Bt – Ct) >0 Untuk (Bt – Ct) <0


(39)

5) Pay Back Period (PBP)

Pay Back Period (PBP) merupakan waktu yang diperlukan untuk mengembalikan investasi awal (Newman 1990). BEP diartikan sebagai jangka waktu pada saat NPV sama dengan nol. Nilai NPV berbanding terbalik dengan PBP. Jika nilai NPV semakin besar, maka nilai PBP semakin mengecil dan demikian pula sebaliknya. PBP dirumuskan sebagai berikut:

PBP Nilai investasi awalKas bersih x tahun atau

PBP KeuntunganInvestasi 6) Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas merupakan suatu alat yang langsung dalam menganalisis pengaruh-pengaruh resiko yang ditanggung dan ketidakpastian dalam analisis proyek (Gittinger 1986). Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui pengaruh berbagai faktor eksternal dan internal terhadap kemampuan proyek mencapai jumlah hasil, penjualan dan keuntungan. Faktor eksternal misalnya perkembangan harga produk sejenis pasar, dan lain sebagainya, sedangkan faktor internal contohnya yaitu biaya pokok produk yang dihasilkan (Sutojo 1996).

Analisis sensitivitas tidak hanya memiliki implikasi yang penting untuk maksud-maksud keputusan investasi, tetapi juga memiliki implikasi yang penting untuk manajemen proyek (Gittinger 1986). Analisis sensitivitas diperlukan apabila terjadi suatu kesalahan dalam menilai biaya atau manfaat serta mengantisipasi kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat proyek tersebut dilaksanakan. Analisis sensitivitas yang dilakukan pada tingkat 10 – 50 persen.

Perubahan-perubahan yang mungkin terjadi adalah:

a) Kenaikan dalam biaya konstruksi (cost over run) karena perhitungan yang terlalu rendah kemudian ternyata pada saat pelaksanaan biaya meningkat seiring dengan meningkatnya harga peralatan, mesin dan bahan bangunan. b) Perubahan harga hasil produksi karena turunnya harga di pasaran dan

lain-lain.

Suatu variasi pada analisis sensitivitas adalah ”nilai pengganti” (switching value). Dalam analisis sensitivitas secara langsung kita memilih sejumlah nilai yang dengan nilai tersebut kita melakukan perubahan terhadap masalah yang dianggap penting pada analisis proyek dan kemudian kita dapat menentukan pengaruh perubahan tersebut terhadap daya tarik proyek (Gittinger 1986). Untuk mengukur tingkat sensitivitas digunakan formula switching value

(SV) yang menggambarkan tingkat perubahan parameter tertentu yang menyebabkan NPV=0 (Ruvendi 2007). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:


(40)

SV = i(+) +

Dimana:

SV = switching value

i(+) = suku bunga yang membuat NPV positif

i(-) = suku bunga yang membuat NPV negatif

PV(+) = PV bernilai positif


(1)

f. melaksanakan sosialisasi penggunaan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain;

g. mendorong perusahaan yang bergerak di bidang energi dan sumber daya mineral untuk memanfaatkan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain.

3. Menteri Pertanian:

a. mendorong penyediaan tanaman bahan baku bahan bakar nabati (biofuel) termasuk benih dan bibitnya;

b. melakukan penyuluhan pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati (biofuel);

c. memfasilitasi penyediaan benih dan bibit tanaman bahan baku bahan bakar nabati (biofuel);

d. mengintegrasikan kegiatan pengembangan dan kegiatan pasca panen tanaman bahan baku bahan bakar nabati (biofuel).

4. Menteri Kehutanan memberikan izin pemanfaatan lahan hutan yang tidak produktif bagi pengembangan bahan baku bahan bakar nabati (biofuel) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Menteri Perindustrian meningkatkan pengembangan produksi dalam negeri peralatan pengolahan bahan baku bahan bakar nabati (biofuel) dan mendorong pengusaha dalam mengembangkan industri bahan bakar nabati (biofuel).

6. Menteri Perdagangan:

a. mendorong kelancaran pasokan dan distribusi bahan baku bahan bakar nabati (biofuel);

b. menjamin kelancaran pasokan dan distribusi komponenkomponen peralatan pengolahan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel).

7. Menteri Perhubungan mendorong peningkatan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain di sektor transportasi.

8. Menteri Negara Riset dan Teknologi mengembangkan teknologi, memberikan saran aplikasi pemanfaatan teknologi penyediaan dan pengolahan, distribusi bahan baku serta pemanfaan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain.

9. Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah membantu dan mendorong koperasi dan usaha kecil dan menengah untuk berpartisipasi dalam pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati (biofuel) serta pengolahan dan perniagaan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain.

10. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN):

a. mendorong BUMN bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan untuk mengembangkan tanaman bahan baku bahan bakar nabati (biofuel);

b. mendorong BUMN bidang industri untuk mengembangkan industry pengolahan bahan bakar nabati (biofuel);

c. mendorong BUMN bidang rekayasa untuk mengembangkan teknologi pengolahan bahan bakar nabati (biofuel);

d. mendorong BUMN bidang energi untuk memanfaatkan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain.

11. Menteri Dalam Negeri mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemerintah daerah dan jajarannya serta penyiapan masyarakat dalam penyediaan lahan di daerah masingmasing, terutama lahan kritis bagi budidaya bahan baku bahan bakar nabati (biofuel);


(2)

12. Menteri Keuangan mengkaji peraturan perundangundangan di bidang keuangan dalam rangka pemberian insentif dan keringanan fiskal untuk penyediaan bahan baku dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain.

13. Menteri Negara Lingkungan Hidup melakukan sosialisasi dan komunikasi kepada masyarakat mengenai pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain yang ramah lingkungan.

14. Gubernur:

a. melaksanakan kebijakan untuk meningkatkan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain di daerahnya sesuai dengan kewenangannya; b. melaksanakan sosialisasi pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan

Bakar Lain di daerahnya;

c. memfasilitasi penyediaan lahan di daerah masingmasing sesuai dengan

kewenangannya terutama lahan kritis bagi budi daya bahan baku bahan bakar nabati (biofuel);

d. melaporkan pelaksanaan instruksi ini kepada Menteri Dalam Negeri. 15. Bupati/Walikota:

a. melaksanakan kebijakan untuk meningkatkan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain di daerahnya sesuai dengan kewenangannya; b. melaksanakan sosialisasi pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan

Bakar Lain di daerahnya;

c. memfasilitasi penyediaan lahan di daerah masingmasing sesuai dengan

kewenangannya terutama lahan kritis bagi budi daya bahan baku bahan bakar nabati (biofuel);

d. melaporkan pelaksanaan instruksi ini kepada Gubernur.

KEDUA: Agar melaksanakan Instruksi Presiden mi sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab dan melaporkan hasil pelaksanaannya kepada Presiden secara berkala.

Instruksi Presiden ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan.

Dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 25 Januari 2006 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Salman sesuai dengan aslinya

Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum, ttd


(3)

Lampiran 21. Keputusan Presiden No. 10 Tahun 2006

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2006

TENTANG

TIM NASIONAL PENGEMBANGAN BAHAN BAKAR NABATI UNTUK PERCEPATAN PENGURANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan percepatan pengurangan kemiskinan dan pengangguran melalui pengembangan bahan bakar nabati, perlu membentuk Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati Untuk Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran dengan Keputusan Presiden;

Memutuskan:

1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4436);

4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG TIM NASIONAL PENGEMBANGAN BAHAN BAKAR NABATI UNTUK PERCEPATAN PENGURANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN.

PERTAMA : Membentuk Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati Untuk Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran yang selanjutnya dalam Keputusan Presiden mi disebut Tim Nasional.

KEDUA : Susunan keanggotaan Tim Nasional adalah: a. Tim Pengarah

1. Ketua Bersama :

1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 2. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat; 2. Anggota :

1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; 2. Menteri Pertanian;

3. Menteri Kehutanan; 4. Menteri Perindustrian; 5. Menteri Perdagangan; 6. Menteri Perhubungan; 7. Menteri Dalam Negeri; 8. Menteri Keuangan;

9. Menteri Negara Riset dan Teknologi;


(4)

11. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara; 12. Menteri Negara Lingkungan Hidup; 13. Kepala Badan Pertanahan Nasional;

14. Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 15. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal b. Tim Pelaksana :

1) Ketua : Ir. Alhilal Hamdi;

2) Sekretaris I : Dr.-Ing. Evita Herawati Legowo; 3) Sekretaris II : Dr. Ir. Unggul Priyatno, M.Sc; 4) Anggota :

a. Kelompok Kerja Kebijakan dan Regulasi: 1) Ketua : Ir. J. Purwono, MSEE; 2) Anggota : 1. Dr. Bayu Krisnamurti;

2. Dra. Nenny Sri Utami; 3. Dr. Anny Ratnawati; 4. Erie Soedarmo, Ph.D; 5. Yenny Wahid, MPA. b. Kelompok Kerja Penyediaan Lahan:

1) Ketua : Kepala Badan Planologi, Departemen Kehutanan;

2) Anggota : 1. Deputi Pengaturan dan Pertanahan, Badan Pertanahan Nasional;

2. Direktur Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian;

3. Dr. Hermanto Siregar; 4. Dr. Harianto.

c. Kelompok Kerja Budidaya dan Produksi:

1) Ketua Prof. (Riset) Dr. Wahono Sumaryono; 2) Anggota :

1. Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Jklim Usaha dan Investasi;

2. Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia. 3. Direktur Utama PT Rekayasa Industri (PERSERO); 4. Dr. Ir. Agus Eko, M.Eng.

d. Kelompok Kerja Pasar dan Harga Produk:

1) Ketua : Direktur Utama PT Pertamina (PERSERO) 2) Anggota :

1. Staf Ahli Menteri Perdagangan Bidang Jklim Usaha; 2. Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PERSERO); 3. Jndra Winarno;

4. Drs. Adi Subagyo, MM; 5. Jmmanuel Sutarto. e. Kelompok Kerja Sarana dan Prasarana:

1) Ketua : Dr. Ir. Agus Pakpahan; 2) Anggota :


(5)

2. Direktur Utama PT PINDAD (PERSERO); 3. Direktur Utama PT PAL (PERSERO);

4. Direktur Utama PT Waskita Karya (PERSERO); 5. Direktur Utama PT Pupuk (PERSERO);

6. Direktur Utama PERUM BULOG; 7. Dr. D.S. Priyarsono.

f. Kelompok Kerja Pendanaan:

1) Ketua : Direktur Jenderal Perbendaharaan, Departemen Keuangan; 2) Anggota :

1. Deputi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bidang Iklim Investasi;

2. Direktur Utama PT Bank Rakya Indonesia (PERSERO); 3. Direktur Utama PT Bank Mandiri (PERSERO);

4. Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (PERSERO); 5. Direktur Utama PT Dana Reksa;

6. Aulia Pohan, S.F.; 7. Patrick S. Waluyo; 8. Gita Wirjawan; 9. Hendi Kariawan, M.Sc; 10. Dr. Yudi Purba Sadewa; 11. Dr. Taufik Sumawinata. KETIGA : Tim Nasional mempunyai tugas:

a. menyusun cetak biru pengembangan bahan bakar nabati untuk percepatan pengurangan kemiskinan dan pengangguran;

b. menyusun Peta Jalan (Road Map) pengembangan bahan bakar nabati untuk percepatan pengurangan kemiskinan dan pengangguran;

c. menyiapkan rumusan langkah-langkah pengembangan bahan bakar nabati untuk ditindakianjuti oleh seluruh instansi terkait, sebagaimana dimaksud dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain;

d. melaksanakan evaluasi terhadap pelaksanaan pengembangan bahan bakar nabati untuk percepatan pengurangan kemiskinan dan pengangguran;

e. melaporkan kemajuan pengembangan bahan bakar nabati untuk percepatan pengurangan kemiskinan dan pengangguran secara berkala kepada Presiden.

KEEMPAT : Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Nasional bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang engineering serta perusahaan swasta yang terkait untuk melakukan:

a. desain dan rekayasa pabrik biofuel (green energy) dalam berbagai skala/kapasitas produksi lengkap dengan instalasi pendukungnya untuk pelaksanaan program biofuel;

b. konstruksi pabrik di lokasi yang ditetapkan;

c. pengembangan mesin, peralatan, dan teknologi proses dalam rangka peningkatan produktivitas maupun efisiensi energi.


(6)

a. Untuk membantu kelancaran tugasnya, Tim Nasional dapat membentuk Sekretariat dan mengangkat Tenaga Ahli.

b. Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Nasional dapat meminta bantuan dan pejabat Pemerintah, akademisi, praktisi, atau pihak lainnya yang dipandang perlu

KEENAM : Tata kerja Tim Pengarah dan Tim Pelaksana ditetapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

KETUJUH : Biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Tim Nasional dibebankan pada Anggaran Belanja Negara pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara.

KEDELAPAN : Masa kerja Tim Nasional terhitung mulai ditetapkannya Keputusan Presiden mi berlaku selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang apabila diperlukan.

KESEMBILAN : Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan untuk pelaksanaan Keputusan Presiden mi ditetapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

KESEPULUH : Keputusan Presiden mi mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 Juli 2006 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Salman sesuai dengan aslinya

Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum, ttd

Lambock V. Nahattands