Analisis dan Pengolahan Data

III.4 Analisis dan Pengolahan Data

III.4.1 Analisis Hidrolika Jaringan

A. Simulasi perangkat lunak Epanet 2.0

Adapun langkah-langkah simulasi perangkat lunak Epanet 2.0 dalam penelitian ini ialah sebagai berikut :  Mengumpulkan data sekunder yang diperlukan meliputi peta wilayah, peta

jaringan, sambungan rumah, kapasitas produksi, jumlah pelanggan, jumlah KK, dll.

 Mengumpulkan data primer melalui observasi lapangan (meliputi pencatatan langsung data debit air berdasarkan debit meteran air dari pelanggan, data tekanan air dengan menggunakan manometer) dan wawancara.

 Setelah mendapatkan data yang diperlukan yaitu data primer dan data sekunder maka akan dilakukan simulasi model jaringan air bersih dengan menggunakan Epanet 2.0. Simulasi ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana distribusi aliran air bersih yang terjadi pada jaringan, berapa besar air bersih yang mampu disupplai oleh sumber, berapa besar pemakaian air oleh pelanggan dan bagaimana pola pemakaian tersebut. Input data terdiri dari Tabel pipa (meliputi nomor pipa, panjang pipa, diameter pipa, kekasaran dalam pipa, serta titik/node pada ujung hulu dan hilir) dengan output yang dihasilkan meliputi kecepatan aliran dalam pipa ; kemudian Tabel titik/node (meliputi nomor node, elevasi node, kebutuhan/demand pada node tersebut, serta kordinasi node) ; dan terakhir Tabel inflow, yang mana merupakan data masukan mengenai sumber-sumber air yang memasok air ke jaringan (meliputi debit inflow ke jaringan melalui reservoir ataupun tangki, serta termasuk di dalamnya adalah pompa).

 Kemudian hasil dari simulasi Epanet 2.0 dapat dilakukan penganalisaan data pada jaringan distribusi air bersih.

B. Evaluasi tekanan dan kecepatan aliran

Output dari hasil simulasi hidrolik menggunakan perangkat lunak Epanet 2.0 diatas diantaranya ialah tekanan di titik-titik tertentu dan kecepatan aliran dalam masing-masing pipa. Pada sistem pengaliran air distribusi harus memperhatikan Output dari hasil simulasi hidrolik menggunakan perangkat lunak Epanet 2.0 diatas diantaranya ialah tekanan di titik-titik tertentu dan kecepatan aliran dalam masing-masing pipa. Pada sistem pengaliran air distribusi harus memperhatikan

Tabel III.2 Standar kecepatan airan air dalam pipa (Permen PU 18/2007) Kecepatan Minimum

V min 0,3 – 0,6 m/detik Kecepatan Maksimum - Pipa PVC atau ACP

V max 3,0 – 4,5 m/detik - Pipa Baja atau DCIP

V max 6,0 m/detik

Selanjutnya dalam sistem distribusi yang perlu diperhatikan adalah batas tekanan maksimum pada titik terjauh yang akan dilayani. Hal tersebut diperlukan agar pada titik terjauh dapat memperoleh kecukupan (head/pressure) ketersediaan air secara optimal.

III.4.2 Analisis Kehilangan Air

Dalam penelitian ini, secara garis besar analisis kehilangan air dilakukan dengan cara observasi dan pengukuran langsung dilapangan yang meliputi :

A. Akurasi meter air pelanggan (asumsi kehilangan air non fisik)

Akurasi meter air pelanggan menggunakan metode komparasi angka meter air pelanggan dengan pengukuran debit dan tekanan langsung pada keran SR pelanggan. Adapun teknik sampling yang digunakan untuk pemilihan sampel dan penentuan jumlah sampel di wilayah studi dalam penelitian ini menggunakan Purposive Stratified Sampling dengan perhitungan jumlah sampel menggunakan rumus (Slovia, 1960) dalam (Sevilla Consuelo G, 1993) sebagai berikut :

Persamaan III.1 Keterangan : n

= Jumlah sampel N

= Ukuran populasi

E = Nilai kritis (batas ketelitian) : 10%

B. Asumsi kehilangan air fisik

Kehilangan air fisik yang terjadi pada jaringan pipa distribusi dalam penelitian ini dimaksudkan berasal dari kebocoran pipa distribusi, pemakaian air produksi untuk keperluan IPA, pemakaian air hidran umum untuk keperluan pemadam kebakaran, serta air yang terbuang pada kegiatan perbaikan dan pemeliharaan pipa. Total dari kesemua faktor kehilangan air fisik ini dikalkulasikan sebagai total air tak berekening (Non Revenue Water) di wilayah layanan IPA Bengkuring dikurang dengan asumsi kehilangan air komersial/non fisik yang berasal dari akurasi meter air pelanggan.

Kehilangan air fisik = Total NRW – Kehilangan air komersil/Non fisik

C. Penyusunan Neraca Air (Water Ballance)

Dalam penelitian ini, dilakukan pula penyusunan neraca air (water ballance) dengan menggunakan bantuan software WB-Easycalc. Langkah ini ditujukan untuk mendapatkan angka komponen kehilangan air secara lebih detail dan terperinci, yang mana nilai tersebut akan dapat menjadi pertimbangan yang lebih kuat sebagai dasar penentuan kerugian finansial yang diterima oleh PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda akibat dari kehilangan air di wilayah layanan IPA Bengkuring. Adapun langkah-langkah dalam penyusunan neraca air (water ballance ) ini ialah sebagai berikut (seperti pada Gambar III.3) :

1. Tahap Persiapan Tahap ini dilakukan studi literatur yakni mengumpulkan dan mempelajari literatur-literatur yang berkaitan dengan komponen penyusun kehilangan air yang terjadi di IPA Bengkuring maupun jaringan distribusi.

2. Tahap Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data skunder. Data skunder yaitu data yang diambil dari instansi terkait. Adapun data- data yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Data sumber air dari bulan Oktober – Desember 2015

b. Data suplai air dari water meter induk di IPA bengkuring b. Data suplai air dari water meter induk di IPA bengkuring

d. Data jaringan pipa distribusi

e. Data tekanan rata – rata air di jaringan pipa distribusi

f. Data jumlah sambungan yang ada di Perumahan Bengkuring.

3. Tahap Input dan Pengolahan Data Dari data yang didapat dilakukan analisis dengan menggunakan software WB-Easycalc dengan tahapan sebagai berikut :

a. Untuk periode bulanan, dilakukan penginputan data sumber air dari laporan bulanan PDAM IPA Bengkuring pada software WB-Easycalc pada kolom volume input sistem.

b. Dilakukan input data konsumsi bermeter berekening.

c. Dilakukan input data konsumsi tak bermeter berekening.

d. Dilakukan input data konsumsi bermeter berekening.

e. Dilakukan input data konsumsi tak bermeter berekening.

f. Dilakukan input data jaringan distribusi pipa pelanggan pada kolom pipa distribusi dan transmisi.

g. Dilakukan input data jaringan distribusi pipa dinas pada kolom pipa dinas.

h. Dilakukan input data tekanan air di jaringan pipa distribusi pada kolom tekanan rata – rata.

i. Dilakukan input data perkiraan jumlah sambungan pipa distribusi di area layanan IPA Bengkuring pada kolom suplai intermittent. j. Didapatlah hasil data informasi keuangan saat software WB-Easycalc dijalankan. k. Didapatlah hasil data kehilangan air meter 3 /hari dan /bulan. l. Didapatlah analisa tabel yang diperoleh dari software yaitu Neraca air dalam m 3 untuk periode 30 hari – 3 bulan

Gambar III.4 Input Neraca Air pada software WB-Easycalc

D. Perhitungan Infrastructure Leakage Index (ILI)

Indeks Kebocoran Infrastruktur (Infrastructure Leakage Index/ILI) merupakan satu indikator kehilangan fisik yang sangat baik, yang mempertimbangkan bagaimana jaringan dikelola. ILI merupakan satu ukuran sejauh mana satu jaringan distribusi dikelola dengan baik (yaitu dirawat, diperbaiki dan direhabilitasi) untuk pengendalian kehilangan fisik, pada tekanan operasi saat ini. Ini merupakan rasio volume tahunan kehilangan fisik saat ini (Current Annual Volume of Physical Losses /CAPL) terhadap kehilangan fisik tahunan yang dapat dicapai secara minimal (Minimum Achievable Annual Physical Losses /MAPL).

CAPL ILI =

Persamaan III.2

MAAPL Keterangan :

ILI = Infrastructure Leakage Index CAPL

= Current Annual Volume of Physical Losses (L/hari)

MAAPL = Minimum Achievable Annual Physical Losses (L/hari)

Karena merupakan satu rasio, ILI tidak mempunyai satuan dan dengan demikian membantu pembandingan antar perusahaan air minum dan negara-negara yang Karena merupakan satu rasio, ILI tidak mempunyai satuan dan dengan demikian membantu pembandingan antar perusahaan air minum dan negara-negara yang

MAAPL = (18 x Lm + 0.8 x Nc + 25 x Lp) x P Persamaan III.3 Keterangan :

Lm = Panjang pipa utama (km) Nc

= Jumlah sambungan pipa pelanggan Lp

= Total panjang pipa pelanggan, batas persil ke meter pelanggan (km) P

= Tekanan rata-rata (m)

Rasio CAPL terhadap MAAPL, atau ILI, merupakan ukuran sejauh mana perusahaan melaksanakan tiga fungsi pengelolaan infrastruktur dengan baik, yaitu perbaikan, manajemen perpipaan dan aset, dan pengendalian kebocoran aktif. Meskipun sebuah sistem yang dikelola dengan baik bisa mempunyai ILI 1,0 (CAPL = MAAPL), perusahaan air minum mungkin tidak dengan sendirinya menargetkan untuk mencapai angka ini karena ILI merupakan satu indikator yang betul-betul teknis semata dan tidak menggunakan pertimbangan- pertimbangan ekonomi.

Prosedur perhitungan ILI :

1. Menghitung MAAPL

2. Menghitung CAPL (misalnya dari Neraca Air)

3. Menghitung ILI (CAPL/MAAPL)

4. Menyesuaikan dengan pasokan tak teratur (bagi MAAPL dengan jumlah rata-rata jam pasokan per hari)

5. Membandingkan ILI dengan matriks target kehilangan fisik

Matriks target kehilangan fisik menunjukkan Tingkat ILI yang diharapkan dan kehilangan fisik dalam l/c/hari dari perusahaan air minum di berbagai negara dengan berbagai tingkat tekanan jaringan.

Tabel III.3 Matriks target kehilangan air fisik (BPPSPAM, 2014)

Kehilangan Fisik Kinerja

(liter/sambungan/hari) Kategori

ILI

Teknis (Keadaan sistem bertekanan pada tekanan rerata)

Maju C 4 –8

 Kategori A Kebocoran sangat tidak signifikan sehingga bila dilakukan upaya penurunan kebocoran mungkin malah tidak ekonomis, kecuali dalam kasus terjadi kekurangan air baku. Perlu dilakukan analisis yang teliti untuk menemukan cara perbaikan yang paling cost effective.

 Kategori B Ada potensi keberhasilan yang nyata. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah pengaturan tekanan, pengendalian kebocoran aktif (ALC) yang lebih baik, serta perawatan jaringan yang lebih baik.

 Kategori C Kebocoran cukup parah, dapat ditoleransi hanya jika air melimpah dan murah. Harus dilakukan analisis keparahan dan sifat kebocoran, serta lakukan upaya-upaya penurunan tingkat kebocoran yang intensif.

 Kategori D Kebocoran sangat parah, terjadi pemborosan sumber daya yang luar biasa. Program penurunan kebocoran menjadi keharusan dan harus diprioritaskan.

III.4.3 Analisis Ekonomi dan Finansial

A. Kehilangan air dalam rupiah/tahun

Total kehilangan air dihitung berdasarkan akumulasi dari jumlah m 3 kebocoran fisik pipa dan kehilangan air komersial (non fisik) dalam periode waktu tertentu, kemudian dikonversi dalam volume kehilangan air tahunan, dan dibandingkan dengan jumlah / volume input sistem distribusi pada periode tahun yang sama.

Untuk mendapatkan kerugian dalam rupiah, maka angka kehilangan air dikalikan dengan harga air rata-rata pada tahun tersebut. Secara teoritis, persen kehilangan air dan total kerugian rupiah/tahun akibat kehilangan air dapat dihitung berdasarkan rumus dibawah ini :

H= D−K x 100

Persamaan III.4 D

NRW = (H x D) x B Persamaan III.5

Keterangan :

H = Kehilangan air (%)

D = Volume input sistem / air yang didistribusikan (m 3 ) K

= Jumlah air yang tercatat berekening (m 3 )

NRW = Kerugian rupiah akibat kehilangan air (Rp/tahun)

B = Harga air rata-rata (Rp)

B. Inventarisasi biaya penerapan DMA

Merencanakan DMA, idealnya didahului dengan pemodelan hidraulika untuk memahami operasi jaringan distribusi. Dalam hal ini dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Epanet 2.0. Merencanakan DMA memerlukan kajian yang spesifik, baik terkait profil aliran maupun biaya. Umumnya dimulai dari pipa induk dan maju kearah pipa lain yang lebih kecil, dengan ketersediaan valve sebagai instrumen untuk mengisolasi jaringan, kemudian pemasangan meter induk sebagai kontrol volume input yang masuk jaringan. Tujuannya adalah memisahkan sedapat mungkin suatu DMA dari pipa induk, jadi memperbaiki pengendalian tanpa dampak yang berarti pada sistem secara keseluruhan (misal pada pemadaman kebakaran, dll).

Prinsip pendekatan pembentukan DMA (District Metered Area) adalah :  Pembagian jaringan perpipaan distribusi menjadi zona-zona hidrolik kecil-

kecil  Pengukuran tekanan dan aliran secara berkelanjutan untuk mengetahui kebocoran pipa dan memperbaikinya

Gambar III.5 Konfigurasi desain jaringan DMA (Farley, 2012)

Adapun perkiraan biaya yang akan dikeluarkan untuk penerapan DMA ini meliputi biaya investasi yakni penggalian tanah, penyediaan peralatan, pemasangan peralatan (valve dan meter induk), dll. Kemudian biaya operasional meliputi biaya pemeliharaan (bulanan atau tahunan), pembentukan tim pengelola, pelaksanaan steptest, dll.

C. Analisa kelayakan DMA dengan metode NPV dan PP

Analisis kelayakan finansial dalam penerapan DMA akan bertujuan untuk mengetahui tingkat profitabilitas dari dijalankannya DMA tersebut dengan mensimulasikan beberapa skenario desain DMA berbeda yang berdasarkan luasan wilayah maupun kebutuhan pembentukan DMA sesuai kondisi eksisting lapangan. Dilakukan simulasi penurunan mendekati 20 %, hingga simulasi penurunan tingkat lanjut. Penurunan tingkat lanjut adalah penurunan yang menurut pengalaman PDAM X (sebagai pedoman/acuan) bisa berada pada level di bawah 20%. Analisa kelayakan ini melewati beberapa proses analisa, kemudian menggunakan 2 indikator. Secara garis besar ialah sebagai berikut :  Menghitung volume yang bisa diselamatkan dari program yang akan

diimplementasikan melalui neraca air.  Menentukan pos-pos pengeluaran; mencakup biaya investasi, operasional,

pemeliharaan, penyusutan, pajak serta pinjaman.  Menentukan pos-pos pemasukan; yaitu tarif, pendapatan dan laba.

 Menentukan tingkat profitabilitas program dengan (Soeharto, 1999): Net Present Value (NPV) : Selisih uang yang diterima dan uang yang dikeluarkan dengan memperhatikan time value of money.

Persamaan III.6

Payback Period (PP) : Waktu yang dibutuhkan hingga memperoleh keuntungan.

Persamaan III.7

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

SISTEM OTOMATISASI SONAR (LV MAX SONAR EZ1) DAN DIODA LASER PADA KAPAL SELAM

15 214 17

PENERAPAN METODE SIX SIGMA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PAKAIAN JADI (Study Kasus di UD Hardi, Ternate)

24 208 2

ANALISIS SISTEM TEBANG ANGKUT DAN RENDEMEN PADA PEMANENAN TEBU DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA X (Persero) PABRIK GULA DJOMBANG BARU

36 327 27

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

SIMULASI SISTEM KENDALI KECEPATAN MOBIL SECARA OTOMATIS

1 82 1

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

EVALUASI ATAS PENERAPAN APLIKASI e-REGISTRASION DALAM RANGKA PEMBUATAN NPWP DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TANJUNG KARANG TAHUN 2012-2013

9 73 45