Analisis Finansial

V.2 Analisis Finansial

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2009 tentang Pedoman Teknis Kelayakan Investasi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum oleh Perusahaan Daerah Air Minum, dalam menganalisa kelayakan

finansial suatu proyek perlu dibuat suatu proyeksi keuangan proyek, mencakup :

1. Rencana investasi proyek berdasarkan rencana teknis SPAM

2. Rencana volume air terjual selama periode perencanaan

3. Rencana biaya operasional dan pemeliharaan

4. Rencana proyeksi pendapatan dan harga air

5. Proyeksi cashflow yang mencakup rencana cash in dan rencana cash out selama periode operasional

6. Valuasi kelayakan proyek berdasarkan parameter NPV, BCR, dan PP

V.2.1 Kebutuhan Investasi Proyek dan Penilaian Kewajaran

Perhitungan kebutuhan investasi untuk keperluan finansial terbagi 2. Yang pertama ialah investasi yang dikeluarkan di Tahun pertama (seperti biaya pengadaan instrumen activated leakage control/ALC, biaya kebutuhan alat/pekerjaan DMA, dan biaya Upgrade DMA), selanjutnya ialah investasi yang dikeluarkan selama Tahun berjalan (seperti pengembangan jaringan distribusi). Adapun total kebutuhan investasi Tahun pertama untuk masing-masing skenario desain DMA dapat dilihat pada Tabel V.6 di bawah ini.

Tabel V.6 Total kebutuhan investasi Tahun pertama DMA skenario 1-3 (Hasil Perhitungan Penelitian, 2016)

Skenario DMA

Item Biaya Investasi

Jumlah Biaya

Instrumen ALC

Rp 1.101.500.000,-

Kebutuhan alat dan pekerjaan

Rp 661.550.000,- 1

Upgrade DMA

Rp 250.950.000,-

Total Biaya

Rp 2.014.000.000,-

Instrumen ALC

Rp 1.101.500.000,-

Kebutuhan alat dan pekerjaan

Rp 1.050.600.000,- 2

Upgrade DMA

Rp 344.739.700,-

Total Biaya

Rp 2.496.839.700,-

Instrumen ALC

Rp 1.101.500.000,-

Kebutuhan alat dan pekerjaan

Rp 1.784.500.000,- 3

Upgrade DMA

Rp 226.780.000,-

Total Biaya

Rp 3.112.780.000,-

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa total biaya investasi di Tahun pertama paling besar ialah pada penerapan DMA skenario 3, hal ini dikarenakan pada skenario ini dibentuk 7 buah DMA, paling banyak jika dibandingkan dengan skenario 2 yang memiliki 4 DMA, serta skenario 1 yang hanya memiliki 3 DMA, sehingga kebutuhan biaya alat dan pekerjaan pembuatan DMA tersebut akan lebih besar. Sementara itu jika ditinjau dari biaya Upgrade DMA, skenario 3 memiliki biaya paling kecil. Hal ini dikarenakan perbaikan/recovery pasca terbentuknya DMA lebih mudah dan hanya membutuhkan sedikit saja modifikasi jika dibandingkan dengan skenario lain.

Selanjutnya dilakukan penilaian kewajaran usulan investasi per-SR dengan cara membandingkan besaran usulan investasi per-SR terhadap kemampuan membayar Selanjutnya dilakukan penilaian kewajaran usulan investasi per-SR dengan cara membandingkan besaran usulan investasi per-SR terhadap kemampuan membayar

Tabel V.7 Penilaian kewajaran investasi DMA skenario 1-3 (Hasil Perhitungan Penelitian, 2016)

Kelayakan DMA

Investasi/SR

Membayar

Investasi

(Rp/SR)

(Rp/Tahun)

Berdasarkan Tabel V.7 di atas, dapat diketahui bahwa baik DMA skenario 1, 2, dan

3 kesemuanya memiliki nilai rasio investasi < 5, artinya ketiga skenario DMA tersebut sangat layak dan memiliki kewajaran untuk investasi. Sementara itu investasi di Tahun berjalan diasumsikan sebagai biaya pengembangan jaringan distribusi berdasarkan pertambahan jumlah pelanggan setiap Tahunnya, yang mana diasumsikan bahwa, setiap 100 pelanggan sambungan baru membutuhkan 1 km pipa baru. Sehingga kebutuhan investasi Tahun berjalan sesuai dengan perhitungan terlampir pada Lampiran F.

V.2.2 Proyeksi Volume Air Terjual dan Skenario Penurunan Kehilangan Air

Proyeksi volume air terjual selama periode perencanaan dilakukan untuk dasar perhitungan dalam proyeksi pendapatan. Dalam hal ini, volume air terjual adalah jumlah total volume air yang terdistribusi dari Instalasi Pengolahan Air (IPA) Bengkuring dikurangi dengan jumlah volume kehilangan air (fisik / non fisik) dan konsumsi IPA, kemudian ditambahkan dengan volume air yang terselamatkan oleh penurunan kehilangan air fisik DMA selama seTahun. Adapun dasar perhitungan volume air terjual mengacu pada Tabel V.8 dan Tabel V.9 di bawah ini.

Tabel V.8 Asumsi % penurunan kehilangan air (Data Primer Penelitian, 2016)

DMA Asumsi Skenario % Penurunan Kehilangan Air Fisik

- 2,5 % Penurunan Per Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik Diatas 30 % - 2 % Penurunan Per Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik 30-20 % 1 - 1 % Penurunan Per Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik 20-10 % - 0,5 % Penurunan Per Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik Dibawah 10 % - 0,2 % Penurunan Per Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik Dibawah 5 % - 3 % Penurunan Per Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik Diatas 30 % - 2,5 % Penurunan Per Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik 30-20 % 2 - 1,5 % Penurunan Per Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik 20-10 % - 1 % Penurunan Per Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik Dibawah 10 % - 0,5 % Penurunan Per Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik Dibawah 5 % - 4 % Penurunan Per Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik Diatas 30 % - 3,5 % Penurunan Per Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik 30-20 % 3 - 2 % Penurunan Per Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik 20-10 % - 1,5 % Penurunan Per Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik Dibawah 10 % - 0,5 % Penurunan Per Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik Dibawah 5 %

Tabel V.9. Dasar perhitungan proyeksi volume air terjual ( Asumsi Penelitian, 2016)

No Parameter Sumber

Neraca air IPA Bengkuring PDAM Tirta Kebutuhan air 1 Kencana Kota Samarinda Tahun 2015, (konsumsi masyarakat) berdasarkan olahan data

Neraca air IPA Bengkuring PDAM Tirta Kehilangan air fisik awal 2 Kencana Kota Samarinda Tahun 2015, (starting point) 38 % berdasarkan olahan data

Berdasarkan asumsi pada Tabel V.8, Skenario penurunan 3 dengan pertimbangan studi kasus PDAM kehilangan air fisik Kota Malang dan asumsi BPPSPAM

Kehilangan air non fisik dan 4 pemakaian air di instalasi

tidak diperhitungkan

Berdasarkan acuan pada Tabel V.8 dan Tabel V.9 diatas, serta perhitungan pada Lampiran G, maka didapatkan perbandingan hasil perhitungan proyeksi volume air terjual selama periode perencanaan untuk masing-masing penerapan skenario DMA ditunjukan pada Gambar V.7 dibawah ini.

Proyeksi Volume Air 00

Terjual (Tanpa 35

Penurunan x 100

Kehilangan Air) ) n 30

Proyeksi Volume Air Ta 25

Terjual (Penurunan

Kehilangan Air DMA

a l( ju

15 Proyeksi Volume Air

ir Ter

Terjual (Penurunan A 10

Kehilangan Air DMA

V 5 Proyeksi Volume Air

- Terjual (Penurunan Kehilangan Air DMA

Tahun

Gambar V.7 Perbandingan hasil perhitungan proyeksi volume air terjual masing-

masing skenario DMA (Data Primer Penelitian, 2016)

Berdasarkan grafik pada Gambar V.7 diatas, maka didapatkan perbedaaan hasil proyeksi volume air terjual selama periode analisis 20 Tahun, volume air terjual yang paling besar akan didapatkan jika diterapkan DMA dengan skenario 3, yakni

dengan total volume air sebesar 845.762 - 3.900.387 m 3 /Tahun. Hal ini dikarenakan jumlah DMA pada skenario ini berjumlah 7 buah DMA, dengan masing-masing zona yang relatif lebih kecil, sehingga memudahkan dalam analisa dan penurunan kehilangan air fisik. Untuk itulah persentase penurunan kehilangan air fisik pada skenario DMA tersebut diasumsikan lebih besar daripada kedua skenario lainnya (Tabel V.8).

V.2.3 Proyeksi Biaya Operasional dan Pemeliharaan

Perhitungan proyeksi biaya operasional dalam penelitian ini terdiri dari 2 kategori, yakni pembiayaan operasional/pemeliharaan Instalasi Pengolahan Air Bengkuring (IPA) dan pembiayaan operasional DMA. Adapun biaya operasional/pemeliharaan IPA terdiri dari biaya gaji pegawai, biaya bahan kimia, biaya listrik, serta penyusutan perawatan IPA. Sementara itu biaya operasional/pemeliharaan DMA terdiri dari biaya gaji pegawai pelaksana DMA, operasional penanganan kebocoran Perhitungan proyeksi biaya operasional dalam penelitian ini terdiri dari 2 kategori, yakni pembiayaan operasional/pemeliharaan Instalasi Pengolahan Air Bengkuring (IPA) dan pembiayaan operasional DMA. Adapun biaya operasional/pemeliharaan IPA terdiri dari biaya gaji pegawai, biaya bahan kimia, biaya listrik, serta penyusutan perawatan IPA. Sementara itu biaya operasional/pemeliharaan DMA terdiri dari biaya gaji pegawai pelaksana DMA, operasional penanganan kebocoran

Tabel V.10 Dasar perhitungan proyeksi biaya operasional dan pemeliharaan (Data Sekunder Penelitian, 2016)

No Parameter Sumber

Biaya gaji karyawan IPA rata-rata sebesar PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda : 1 Rp 3.000.000,-/Bulan

rata-rata gaji pegawai Instalasi Laporan audit IPA Bengkuring PDAM

Biaya bahan kimia sebesar 2

Tirta Kencana Kota Samarinda Tahun Rp 1.123.891.100,-/Tahun

2014 Laporan audit IPA Bengkuring PDAM

Biaya listrik sebesar 3

Tirta Kencana Kota Samarinda Tahun Rp 885.120.109,-/Tahun

Biaya penyusutan dan perawatan aset IPA Dewi. (2015): Analisa Teknis dan Bengkuring sebesar 2 % dari biaya Finansial Peningkatan Penyediaan Air

4 investasi IPA, dengan peningkatan biaya 5 Minum Regional Bandung Selatan (Studi

% per Tahun. Kasus : PDAM Kabupaten Bandung). Asumsi gaji pelaksana DMA rata-rata PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda :

5 sebesar Rp 1.587.000,-/Bulan

rata-rata gaji pegawai lain-lain Dewi. (2015): Analisa Teknis dan

Biaya penyusutan dan perawatan aset Finansial Peningkatan Penyediaan Air DMA (mechanical dan eletrical system ) Minum Regional Bandung Selatan (Studi 6 sebesar 2,5 % dari biaya investasi DMA, Kasus : PDAM Kabupaten Bandung). dengan peningkatan biaya diasumsikan Dan pertimbangan asumsi Buku

sesuai Tabel V.11 “Pedoman penurunan NRW untuk manager ”.

Tabel V.11 Asumsi kenaikan biaya operasional pekerjaan DMA (Data Primer Penelitian, 2016)

DMA Asumsi Skenario Kenaikan Biaya Operasional

- 8 % Kenaikan Per Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik Diatas 20 % 1 - 9 % Kenaikan Per Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik Dibawah 20 % - 10 % Kenaikan Per Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik Dibawah 10 % - 6 % Kenaikan Per Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik Diatas 20 % 2 - 7 % Kenaikan Per Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik Dibawah 20 % - 8 % Kenaikan Per Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik Dibawah 10 % - 3 % Kenaikan Per Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik Diatas 20 % 3 - 4 % Kenaikan Per Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik Dibawah 20 % - 5 % Kenaikan Per Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik Dibawah 10 %

Tabel V.12 Biaya operasional dan pemeliharaan rata-rata per Tahun selama

periode analisis 20 Tahun (Hasil Perhitungan Penelitian, 2016)

Total Biaya Operasional dan Operasional dan Operasional dan

Biaya

Biaya

Rata-rata Skenario Pemeliharaan

Pemeliharaan distribusi air DMA Rata-rata IPA

Pemeliharaan

Rata-rata (m 3 /Tahun) (Rp/Tahun)

Rata-rata DMA

(Rp/Tahun)

(Rp/Tahun)

Berdasarkan hasil rekapitulasi tabel di atas, didapatkan bahwa biaya operasional dan pemeliharaan tertinggi ditunjukkan oleh DMA skenario 1 dengan nilai

operasional sebesar Rp 2.366/m 3 , sementara yang termurah ialah DMA skenario 3

dengan nilai operasional sebesar Rp 2.009/m 3 .

V.2.4 Rencana Proyeksi Pendapatan

Proyeksi pendapatan dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 kategori, yakni pendapatan (1) dari hasil proyeksi volume air terjual (pendapatan operasional IPA) dan pendapatan (2) dari hasil proyeksi volume air yang terselamatkan berdasarkan skenario penurunan kehilangan air tiap DMA. Dalam perhitungan proyeksi pendapatan selama periode perencanaan 20 Tahun, digunakan beberapa parameter dan asumsi yang ditunjukan pada Tabel V.13 di bawah ini.

Tabel V.13 Dasar perhitungan proyeksi pendapatan (Data Sekunder Penelitian, 2016)

PDAM Tirta Kencana Pendapatan proyeksi volume air terjual menggunakan 1 satuan tarif air rata-rata sebesar Rp 4.300,-/m 3

Kota Samarinda : rata-rata

tarif air Pendapatan proyeksi volume air yang terselamatkan PDAM Tirta Kencana hasil penurunan kehilangan air fisik menggunakan tarif Kota Samarinda : rata-rata

2 biaya produksi/distribusi IPA rata-rata sebesar Rp biaya produksi/distribusi

3.557,-/m 3 air

Masing-masing kenaikan tarif air dan biaya produksi PDAM Tirta Kencana 3 air per 5 Tahun, dengan asumsi kenaikan sebesar 25 % Kota Samarinda : Wacana

per 5 Tahun atau 5 % per Tahun kenaikan tarif air Pertumbuhan pelanggan rata-rata per Tahun sebesar 5 PDAM Tirta Kencana

Kota Samarinda : Profil Pendapatan lain-lain (seperti administrasi pelanggan 5 Bulanan dan pendapatan dari penurunan kehilangan air

- komersil) tidak diperhitungkan.

Hasil proyeksi pendapatan (1) operasional IPA Bengkuring selama periode perencanaan 20 Tahun dapat dilihat pada Gambar V.8, sementara itu hasil proyeksi akumulasi pendapatan (2) seluruh DMA selama periode yang sama dapat dilihat pada Gambar V.9 di bawah ini, dan secara rinci pada Lampiran I.

s Rp26 ion ll Rp24 Bi Rp22

p Rp20 (R Rp18

atan Rp16

ap Rp14 d

Rp12 Pen Rp10

Gambar V.8 Proyeksi pendapatan (1) seluruh skenario DMA (Data Primer Penelitian, 2016)

35

0000

Akumulasi Pendapatan DMA 1 30 Akumulasi Pendapatan DMA 2

Akumulasi Pendapatan DMA 3 ) x 10000 25

lasi u

m ku

A - 2015

Gambar V.9 Proyeksi akumulasi pendapatan (2) seluruh skenario DMA (Data Primer Penelitian, 2016)

Berdasarkan grafik proyeksi pendapatan (1) dari operasional IPA Bengkuring, terlihat bahwa total pendapatan akan terus meningkat setiap Tahunnya selama periode perencanaan seiring dengan peningkatan tarif air dan proyeksi pertambahan jumlah pelanggan. Selanjutnya melihat grafik proyeksi akumulasi pendapatan (2) berdasarkan volume air yang terselamatkan dari penurunan kehilangan air fisik, maka terlihat bahwa DMA skenario 3 memiliki pendapatan terbesar dari volume air yang terselamatkan, yakni dengan total pendapatan di akhir Tahun periode analisis (2035) sebesar Rp 3.198.611.397,-. Sementara itu, pendapatan terkecil dimiliki oleh DMA skenario 1 yakni sebesar Rp 1.377.013.405,-. Perbedaan pendapatan ini disebabkan oleh asumsi persentase penurunan kehilangan air fisik tiap skenario DMA berbeda (lihat Tabel V.8). DMA skenario 3 memiliki jumlah zona DMA lebih banyak (7 buah) dengan ukuran masing-masing zona DMA yang relatif kecil (maksimal 600 SR), berbeda dengan DMA pada skenario 1 yang memiliki 3 buah zona DMA dengan ukuran maksimal 1.700 SR, serta DMA pada skenario 2 yang memiliki 4 buah zona DMA dengan ukuran maksimal 1.400 SR. Pada dasarnya, menurut pedoman penurunan kehilangan air (BPPSPAM, 2013), semakin kecil ukuran suatu DMA, maka akan semakin mudah untuk dilakukan analisis kebocoran, yang mana akan menurunkan biaya operasional penurunan kehilangan air fisik, serta mempercepat penanganan yang pada akhirnya dapat menurunkan kehilangan air secara lebih cepat dan akurat.

V.2.5 Proyeksi Cashflow

Adapun beberapa parameter dan asumsi yang digunakan dalam perhitungan proyeksi cashflow selama periode analisis 20 Tahun ditunjukan pada Tabel V.14.

Tabel V.14. Acuan dasar perhitungan cashflow (Data Sekunder Penelitian, 2016)

Proyeksi Biaya (meliputi investasi DMA, PDAM Tirta Kencana Kota operasional IPA Bengkuring, operasional DMA, 1

Samarinda ; data primer dan yang mana kesemua biaya operasional tersebut sekunder hasil olahan penelitian telah terhitung beserta biaya penyusutannya).

Proyeksi Pendapatan (meliputi pendapatan PDAM Tirta Kencana Kota volume air terjual dari operasional IPA dan 2

Samarinda ; data primer dan pendapatan volume air yang terselamatkan dari sekunder hasil olahan penelitian penurunan kehilangan air oleh DMA

Rata-rata tingkat suku bunga BI 3 Tingkat suku bunga yang digunakan sebesar 11 % Tahun 2005-2015.

Berdasarkan acuan diatas, selanjutnya dilakukan perhitungan proyeksi cashflow untuk setiap skenario DMA, yang mana hasilnya dapat dilihat pada Gambar V.10.

CASHFLOW DMA SKENARIO 1

CASHFLOW DMA SKENARIO 2

CASHFLOW DMA SKENARIO 3

Rp23 s Rp21

ion Rp19 ll Bi Rp17

p Rp15 (R Rp13

Kas Rp11 o d Rp9

S al

Rp7 Rp5 Rp3 Rp1

Rp(1) Rp(3)

Tahun

Gambar V.10 Proyeksi cashflow skenario DMA (Data Primer Penelitian, 2016)

Dilihat dari grafik cashflow pada Gambar V.7 di atas, didapatkan bahwa pada Tahun-Tahun awal, penerapan DMA skenario 1 memiliki defisit saldo kas yang paling rendah jika dibandingkan dengan 2 skenario lainnya, ini disebabkan oleh investasi di skenario ini memiliki nilai rupiah yang paling kecil, namun seiiring proyeksi Tahun, tepatnya diakhir Tahun periode analisis, DMA skenario 1 ini justru memiliki surplus saldo kas paling rendah diantara 2 skenario lainnya. Hal yang sebaliknya berlaku untuk DMA skenario 3 yang memiliki investasi terbesar di Tahun pertama (defisit tertinggi), namun memiliki surplus saldo kas tertinggi di akhir Tahun periode analisis. Hal ini disebabkan karena operasional penanganan kebocoran untuk DMA skenario 3 paling mudah dan memiliki biaya yang relatif lebih murah, dengan prosentase penurunan kehilangan air fisik per Tahun paling besar. Berbanding terbalik dengan DMA pada skenario lainnya. (Lampiran J)

V.2.6 Valuasi Kelayakan Proyek

Untuk mengetahui kelayakan proyek dari segi finansial maka dilakukan perhitungan nilai Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR) dan Payback Period (PP). Valuasi kelayakan dilakukan untuk setiap skenario DMA dengan Untuk mengetahui kelayakan proyek dari segi finansial maka dilakukan perhitungan nilai Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR) dan Payback Period (PP). Valuasi kelayakan dilakukan untuk setiap skenario DMA dengan

a) Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) atau nilai bersih sekarang adalah selisih antara Present Value dari arus pendapatan dikurangi Present Value dari arus biaya (Soekartawi, 1996). Adapun hasil perhitungan nilai NPV untuk setiap skenario DMA dapat dilihat pada Tabel V.15.

Tabel V.15 Hasil perhitungan NPV selama 20 Tahun (Hasil Perhitungan

Penelitian, 2016)

DMA Inflow

Outflow

NPV > 0 Keterangan

1 Rp 71.964.057.267 Rp 51.882.653.245 Rp 20.141.404.022 Layak 2 Rp 72.419.720.761 Rp 51.611.847.763 Rp 20.807.872.998 Layak 3 Rp 72.698.229.022 Rp 50.601.230.511 Rp 22.096.998.512 Layak

Berdasarkan Tabel V.15 di atas, suatu proyek dikatakan layak apabila memiliki nilai NPV > 0, dan apabila nilai NPV < 0 maka proyek tidak layak secara finansial. Dari hasil perhitungan NPV diatas, dapat diketahui bahwa semua skenario penerapan DMA dianggap layak untuk diterapkan, karena semuanya memiliki nilai NPV > 0.

b) Benefit Cost Ratio (BCR)

Benefit Cost Ratio adalah penilaian yang dilakukan untuk melihat tingkat efisiensi penggunaan biaya berupa perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negatif, atau dengan kata lain Net B/C adalah perbandingan antara jumlah NPV positif dangan jumlah NPV negatif dan ini menunjukkan gambaran berapa kali lipat benefit akan kita peroleh dari cost yang kita keluarkan (Gray, 1997). Adapun hasil perhitungan BCR dapat dilihat pada Tabel V.16 di bawah ini.

Tabel V.16 Hasil perhitungan BCR selama 20 Tahun (Hasil Perhitungan

Penelitian, 2016)

DMA Inflow

Outflow

BCR > 1 Keterangan

1 Rp 71.964.057.267 Rp 51.882.653.245

Layak 2 Rp 72.419.720.761 Rp 51.611.847.763

Layak 3 Rp 72.698.229.022 Rp 50.601.230.511

Layak

Suatu proyek dikatakan layak apabila nilai BCR > 1, dan sebaliknya apabila nilai BCR < 1 maka proyek tidak layak. Berdasarkan hasil perhitungan nilai BCR yang sudah dilakukan, seluruh skenario DMA memiliki nilai BCR > 1 sehingga semua penerapannya dikatakan layak secara finansial berdasarkan nilai BCR.

c) Payback Period (PP) Analisa PP digunakan untuk mengetahui proyeksi waktu yang dibutuhkan untuk PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda dapat kembali modal. Semakin kecil waktu yang dibutuhkan maka semakin baik kelayakan proyek tersebut berdasarkan parameter PP. Adapun waktu Payback Period dihitung berdasarkan arus kumulatif cashflow, dengan hasil perhitungan payback period untuk masing-masing skenario DMA dapat dilihat pada Tabel V.17 di bawah ini.

Tabel V.17 Hasil perhitungan PP masing-masing skenario DMA (Hasil Perhitungan Penelitian, 2016)

DMA

Payback Period

Rincian

1 3,22 Tahun

3 Tahun 3 Bulan

2 4,09 Tahun

4 Tahun 1 Bulan

3 5,20 Tahun

5 Tahun 2 Bulan

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel V.17 di atas, maka skenario yang memiliki pengembalian modal paling singkat ialah pada penerapan DMA dengan skenario 1 yakni 3 Tahun 3 Bulan, sementara pengembalian modal paling lama ialah pada DMA skenario 3 dengan PP 5 Tahun 2 Bulan.

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

SISTEM OTOMATISASI SONAR (LV MAX SONAR EZ1) DAN DIODA LASER PADA KAPAL SELAM

15 214 17

PENERAPAN METODE SIX SIGMA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PAKAIAN JADI (Study Kasus di UD Hardi, Ternate)

24 208 2

ANALISIS SISTEM TEBANG ANGKUT DAN RENDEMEN PADA PEMANENAN TEBU DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA X (Persero) PABRIK GULA DJOMBANG BARU

36 327 27

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

SIMULASI SISTEM KENDALI KECEPATAN MOBIL SECARA OTOMATIS

1 82 1

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

EVALUASI ATAS PENERAPAN APLIKASI e-REGISTRASION DALAM RANGKA PEMBUATAN NPWP DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TANJUNG KARANG TAHUN 2012-2013

9 73 45