PENERAPAN JARINGAN DISTRIBUSI SISTEM DIS

BENGKURING PDAM TIRTA KENCANA KOTA SAMARINDA) TESIS

Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung

Oleh : MUHAMMAD RIZKI SYA’BANI NIM : 25714003

(Program Studi Magister Pengelolaan Infrastruktur Air Bersih dan Sanitasi)

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

Mei 2016

ABSTRAK

PENERAPAN JARINGAN DISTRIBUSI SISTEM DISTRICT METER AREA (DMA) DALAM OPTIMALISASI PENURUNAN KEHILANGAN AIR DITINJAU DARI ASPEK TEKNIS DAN FINANSIAL (STUDI KASUS : WILAYAH LAYANAN IPA BENGKURING PDAM TIRTA KENCANA KOTA SAMARINDA KALIMANTAN TIMUR)

Oleh :

Muhammad Rizki Sya’bani NIM : 25714003 (Program Studi Magister Pengelolaan Infrastruktur Air Bersih dan Sanitasi)

Permasalahan internal pendistribusian air minum umumnya disebabkan oleh tingginya kehilangan air yang mengakibatkan gangguan layanan serta meningkatnya biaya produksi dan perawatan. IPA Bengkuring merupakan unit pengolahan air tunggal yang mensuplai air di seluruh wilayah Bengkuring, Puspita dan Padat Karya. Pada Tahun 2013, wilayah ini memiliki angka kehilangan air yang sangat tinggi, yaitu 63 %. Konsep DMA merupakan sebuah strategi dalam mengelola kehilangan air terutama kehilangan air fisik, yakni dengan membagi satu jaringan pasokan air terbuka menjadi zona-zona terisolasi bermeter yang lebih kecil dan lebih bisa dikelola. Tujuan utama dalam penerapan konsep ini ialah menurunkan kehilangan air fisik. Pada penelitian ini, dilakukan kajian teknis dan finansial terkait kelayakan dari penerapan DMA di wilayah layanan IPA Bengkuring. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini ialah simulasi hidrolika jaringan (menggunakan Software Epanet), perhitungan neraca air (menggunakan software WB Easycalc), dan simulasi kelayakan finansial (menggunakan Net Present Value, Benefit Cost Ratio, dan Payback Period).

Menurut hasil akhir penyusunan neraca air dalam penelitian ini, didapatkan angka kehilangan air di wilayah layanan distribusi IPA Bengkuring Tahun 2015 sebesar 46%, yang mana terdiri dari 8% kehilangan air non fisik/komersil dan 38% kehilangan air fisik. Kemudian berdasarkan hasil analisa teknis dan finansial, DMA skenario 3 terpilih sebagai desain yang cukup efektif diterapkan karena memiliki tekanan rata-rata distribusi paling baik di tahun awal dengan kontinuitas tekanan distribusi lebih lama. Pada penerapan DMA skenario 3 ini, membagi wilayah layanan distribusi Bengkuring menjadi 7 zona DMA dengan zona layanan terbesar meliputi 500 - 600 SR dan zona layanan terkecil meliputi 100 - 200 SR. Berdasarkan hasil simulasi Epanet, tekanan rata-rata distribusi setelah diterapkannya DMA skenario 3 ini meningkat 30 % dari tekanan awal eksisting 17,59 m menjadi 23,31 m, sementara itu berdasarkan simulasi peningkatan kebutuhan air dan distribusi IPA, DMA skenario 3 ini memiliki keandalan hingga Menurut hasil akhir penyusunan neraca air dalam penelitian ini, didapatkan angka kehilangan air di wilayah layanan distribusi IPA Bengkuring Tahun 2015 sebesar 46%, yang mana terdiri dari 8% kehilangan air non fisik/komersil dan 38% kehilangan air fisik. Kemudian berdasarkan hasil analisa teknis dan finansial, DMA skenario 3 terpilih sebagai desain yang cukup efektif diterapkan karena memiliki tekanan rata-rata distribusi paling baik di tahun awal dengan kontinuitas tekanan distribusi lebih lama. Pada penerapan DMA skenario 3 ini, membagi wilayah layanan distribusi Bengkuring menjadi 7 zona DMA dengan zona layanan terbesar meliputi 500 - 600 SR dan zona layanan terkecil meliputi 100 - 200 SR. Berdasarkan hasil simulasi Epanet, tekanan rata-rata distribusi setelah diterapkannya DMA skenario 3 ini meningkat 30 % dari tekanan awal eksisting 17,59 m menjadi 23,31 m, sementara itu berdasarkan simulasi peningkatan kebutuhan air dan distribusi IPA, DMA skenario 3 ini memiliki keandalan hingga

Kata kunci : DMA, Kehilangan air, IPA Bengkuring, Simulasi, Neraca air, Kelayakan teknis, Kelayakan finansial

ii

ABSTRACT

APPLICATION OF DISTRICT METER AREA (DMA) FOR WATER SUPPLY DISTRIBUTION SYSTEM TO REDUCTION OF WATER LOSSES BASED ON TECHNICAL AND FINANCIAL ASPECTS (CASE STUDY : BENGKURING WTP SERVICE AREA, PDAM TIRTA KENCANA IN SAMARINDA

CITY, EAST BORNEO PROVINCE)

By :

Muhammad Rizki Sya’bani NIM : 25714003 (Master of Water and Sanitation Infrastructure Management)

Internal distribution of drinking water problems are generally caused by high water losses which resulted in service disruptions and rising costs of production and maintenance. Bengkuring WTP is a single water treatment plant that supplies water throughout The Region Bengkuring, Puspita and Padat Karya. In 2013, this region has a number of water losses is very high, namely 63%. DMA concept is a strategy to manage water losses, especially losses of physical water, ie, by dividing the open water supply network into isolated zones yards and a smaller and more manageable. The main objective in the application of this concept is to lower the physical water losses. In this study, carried out technical and financial studies related to the feasibility of the implementation of DMA in Bengkuring WTP service area. The analytical method used in this research is simulating hydraulics network (using Software Epanet), water balance calculation (using software Easycalc WB), and financial feasibility simulations (using the Net Present Value, Benefit Cost Ratio and Payback Period).

According to the final results of the water balance in the preparation of this study, obtained figures of water losses in distribution service territory Bengkuring WTP in 2015 by 46%, which consisted of 8% of non-physical water losses / commercial and 38% of physical water losses. Then based on the results of the technical and financial analysis, DMA scenario 3 was selected as the design is quite effectively applied as it has an average pressure distribution in the early years of the most excellent continuity longer pressure distribution. In the application of DMA scenario 3, divide the area of distribution services Bengkuring to 7 DMA zone with the largest service zone covers 500-600 SR and the smallest service zone covers 100-200 SR. Based on simulation results Epanet, the average pressure distribution after the implementation of DMA scenario 3 is increased by 30% from the beginning of the existing pressure of 17.59 m to 23.31 m, while it is based on the simulation of an increase in water demand and distribution, DMA scenario 3 reliability up to the 13th year standardized average pressure of at least 5 m. Moreover in terms of financial, implementation of DMA scenario 3 requires an

iii iii

Keywords: DMA, water losses, Bengkuring WTP, simulation, water balance, technical feasibility, financial feasibility

iv

PENERAPAN JARINGAN DISTRIBUSI SISTEM DISTRICT METER AREA (DMA) DALAM OPTIMALISASI PENURUNAN

KEHILANGAN AIR DITINJAU DARI ASPEK TEKNIS DAN FINANSIAL (STUDI KASUS : WILAYAH LAYANAN IPA BENGKURING PDAM TIRTA KENCANA KOTA SAMARINDA KALIMANTAN TIMUR)

Oleh

Muhammad Rizki Sya’bani NIM: 25714003 (Program Studi Magister Pengelolaan Infrastruktur Air Bersih Dan Sanitasi)

Institut Teknologi Bandung

Menyetujui Pembimbing

Tanggal ………………………..

Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua

(Prof. Ir. Suprihanto Notodarmojo, Ph.D) (Ir. Yuniati, MT., M.Sc., Ph.D)

PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS

Tesis S2 yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Institut Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di Institut Teknologi Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus disertai dengan kaidah ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.

Sitasi hasil penelitian Tesis ini dapat ditulis dalam bahasa Indonesia sebagai berikut: Syabani, Muhammad Rizki. (2016): Penerapan Jaringan Distribusi Sistem District

Meter Area (DMA) dalam Optimalisasi Penurunan Kehilangan Air Ditinjau dari Aspek Teknis dan Finansial (Studi Kasus : Wilayah Layanan IPA Bengkuring PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda Kalimantan Timur) , Tesis Program Magister, Institut Teknologi Bandung.

dan dalam bahasa Inggris sebagai berikut: Syabani, Muhammad Rizki. (2016): Application of District Meter Area for Water

Supply Distribution System to Reduction of Water Losses Based on Technical and Financial Aspects (Case Study : Bengkuring WTP Service Area, PDAM Tirta Kencana in Samarinda City, East Borneo Province) , Master’s Program Thesis, Institut Teknologi Bandung.

Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis haruslah seizin Dekan Sekolah Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.

vi

“Allah meninggikan orang yang beriman dan orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS 58:11)

Dengan Rasa Hormat dan Sepenuh Hati.. Saya dedikasikan Tesis ini khusus untuk..

Almamater, Ibunda, Ayahanda, Adinda, dan Almarhumah Kakanda Serta Keluarga Besar Tercinta.... dan Generasi Penerus kelak….

Bandung, Mei 2016

vii

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, ridho, serta kehendak-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan tesis ini. Laporan tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Program Studi Pengelolaan Infrastruktur Air Bersih dan Sanitasi Institut Teknologi Bandung.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. Rasa ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis tujukan kepada:

1. Allah SWT, atas segala nikmat dan anugerah-Nya

2. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Drs. H. Syahril Tarmidzi, M.Si dan Ibunda Dra. Hj. Nur Aisyiyah, serta kedua adik tercinta Iin Fajriyani dan Anna Fitriana, serta seluruh keluarga besar yang selalu memberikan semangat, doa dan dukungan untuk selalu berusaha dalam mengejar cita-cita dan menyelesaikan studi.

3. Prof. Ir. Suprihanto Notodarmojo, Ph.D dan Ir. Yuniati, MT., M.Sc., Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya, memberikan gagasan, arahan, nasehat, dan motivasi yang begitu besar dan sangat berpengaruh untuk saya serta ilmu-ilmu yang bermanfaat selama pengerjaan tesis ini.

4. Beasiswa Pendidikan Indonesia dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Kementrian Keuangan Republik Indonesia, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mendukung penelitian ini.

5. Dr. Ing. Marisa Handajani, S.T., M.T. ; Dr. Sukandar, S.Si., M.T. ; Dr. Qomaruddin Helmy, S.Si., M.T., sebagai penguji atas segala masukan dan dukungan yang bermanfaat dalam penyelesaian tesis ini.

viii

6. Prof. Dr. Ing. Ir. Prayatni Soewondo, MS, sebagai Ketua Program Magister Pengelolaan Infrastruktur Air Bersih dan Sanitasi (PIAS). 7. Ir. Yuniati, MT., M.Sc., Ph.D ; Emenda Sembiring, ST., MT., M.EngSc., Ph.D ; dan Dr. Asep Sofyan, S.T, M.T, sebagai koordinator seminar dan sidang magister Teknik Lingkungan yang telah memberikan waktu, masukan, dan saran yang membangun pada karya tulis ini.

8. Seluruh Dosen dan Staf pengajar Program Studi Teknik Lingkungan ITB yang memiliki peran besar dalam kelancaran kegiatan akademik selama masa studi.

9. Ibu Tita dan Ibu Mimin, serta segenap karyawan di Program Studi PIAS dan Teknik Lingkungan ITB yang telah banyak berperan dan membantu demi kelancaran kegiatan administrasi akademik selama masa studi.

10. Bapak Ali Rachman dan Bapak Hasanuddin, selaku pihak PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda Kalimantan Timur beserta staf terkait, terutama Mustaqim, Anda, Dwi, Lutfi, Iqbal, Geo, Niza, Bang Hilal, Pak Anwar, Pak Arif, dan rekan lainnya yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penelitian dan analisis.

11. Febrina Zulya, S.T., M.T. sebagai seseorang yang spesial, yang senantiasa mendampingi, memberi motivasi, semangat dan dukungan, teman dalam berbagi suka dan duka, serta berbagi ilmu dalam menjalani perkuliahan dan penelitian ini baik pada saat program Sarjana hingga Pascasarjana.

12. Rekan seperjuangan PIAS angkatan 2014/I, Febrina, Nuning, Ivan, Murti, Lia, Mbak Riska, Mbak Wina, Mbak Fathiin, Bu Tutud, Bu Indah, Mas Andi, Mas Mawan, Pak Yanto, atas kebersamaan dan solidaritas selama perkuliahan.

13. Seluruh pihak lainnya yang telah membantu dalam pelaksanaan Tesis dan penyusunan laporan ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.

Bandung, Mei 2016

Muhammad Rizki Sya’bani

ix

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

Istilah/Singkatan Nama/Penjelasan Pemakaian Pertama kali pada halaman

59 BCR

Base Demand : Kebutuhan air rata-rata

: Benefit Cost Ratio 124 BPPSPAM

: Badan Pendukung Pengembangan

53 CAPL

Sistem Penyediaan Air Minum

: Current Annual Volume Of Physical Losses

51 Demand Patern : Pola konsumsi/kebutuhan air per jam dalam

: District Meter Area

30 GIS

: Software untuk simulasi hidrolika perpipaan

68 ILI

: Sistem Informasi Geografis

: Infrastucture Leakage Index

51 Intermitten : Suplai air kurang dari 24 jam dalam sehari

50 IPA

3 MAAPL

: Instalasi Pengolahan Air

51 Minimum Factor : Faktor minimal pemakaian air

: Minimum Achievable Annual Physical Losses

61 Node/Junction

28 NPV

: Titik lokasi analisis

55 NRW

: Net Present Value

54 PDAM

: Non Revenue Water

: Perusahaan Daerah Air Minum

1 Peak Factor : Faktor puncak pemakaian air

61 PP

55 PRV

: Payback Period

41 SPAM

: Pressure Reduction Valve

44 SR

: Sistem Penyediaan Air Minum

3 Upgrade

: Sambungan Rumah (Pelanggan)

: Peningkatan kualitas 108 Water Ballance : Neraca air

49 WB EASYCALC : Software simulasi neraca air

45 WHO

: World Health Organization

xvi

Bab I

Pendahuluan

I.1 Latar Belakang

Air merupakan unsur utama yang paling penting bagi kehidupan manusia di dunia. Kita mampu bertahan hidup tanpa makan dalam beberapa minggu, namun tanpa air kita akan mati dalam beberapa hari saja. Air merupakan elemen yang paling melimpah di atas Bumi, yang meliputi 70% permukaannya dan berjumlah kira-kira 1,4 milyar kilometer kubik. Namun hanya sebagian kecil saja dari jumlah ini yang benar-benar dimanfaatkan, yaitu kira-kira hanya 0,003% (USGS, 2014). Oleh karena itu, air yang benar-benar dapat dimanfaatkan ini harus digunakan se-efektif mungkin agar dapat mencukupi kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya di bumi ini.

Di Indonesia menurut catatan Departemen Kesehatan, rata-rata keperluan air adalah

75 liter/orang/hari. Menurut standard WHO untuk kawasan urban, keperluan air sekitar 85-250 liter/orang/hari. Menurut data Cipta Karya untuk kota kecil kebutuhan air berkisar 125 liter/orang/hari dan untuk kota besar berkisar 200-250 liter/orang/hari. Kebutuhan air atau konsumsi bervariasi terus menerus dari waktu ke waktu tergantung pada jangka panjang seperti harian, mingguan, musiman dan perubahan populasi (Mamo, 2014). Kebutuhan air minum masyarakat Indonesia dipenuhi oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang ada di daerah. Namun demikian, belum semua masyarakat Indonesia terlayani dengan baik (Iqbal, 2008).

Sistem penyediaan air minum terbagi dalam tida komponen yaitu sumber air baku, unit produksi dan komponen pelayanan, dimana pada komponen pelayanan ini kepuasan kondumen harus memenuhi syarat kualitas, kuatitas, kontinuitas dan harga jual yang kompetitif (Sabar, 2009). Beberapa faktor penyebab yang menjadi kendala dalam penyediaan air minum yaitu faktor sumber air baku sulit diakses, kualitas air baku yang tidak sesuai baku mutu air bersih, keterbatasan sumber air baku akibat perubahan iklim, dan lokasi wilayah pelayanan jaraknya jauh dari lokasi unit produksi (Azzaino, 2014). Sedangkan permasalahan internal pada pendistribusian air minum dalam jaringan pada umumnya adalah disebakan oleh Sistem penyediaan air minum terbagi dalam tida komponen yaitu sumber air baku, unit produksi dan komponen pelayanan, dimana pada komponen pelayanan ini kepuasan kondumen harus memenuhi syarat kualitas, kuatitas, kontinuitas dan harga jual yang kompetitif (Sabar, 2009). Beberapa faktor penyebab yang menjadi kendala dalam penyediaan air minum yaitu faktor sumber air baku sulit diakses, kualitas air baku yang tidak sesuai baku mutu air bersih, keterbatasan sumber air baku akibat perubahan iklim, dan lokasi wilayah pelayanan jaraknya jauh dari lokasi unit produksi (Azzaino, 2014). Sedangkan permasalahan internal pada pendistribusian air minum dalam jaringan pada umumnya adalah disebakan oleh

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) merupakan perusaan daerah yang berjasa dan bertugas untuk memberikan pelayanan dalam menyediakan air minum untuk masyarakat. Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1962, Perusahaan Daerah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat memberi jasa, menyelenggarakan kemanfaatan umum, dan memupuk pendapatan. Masalah terkait kehilangan air di PDAM tentunya merupakan salah satu hal yang dapat menurunkan kinerja PDAM, terutama jika dikaitkan dengan jangkauan kuantitas dan kontinuitas pelayanan air bersih, serta tingkat pendapatan yang diterima perusahaan. Menurut Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 2005, unit distribusi SPAM wajib memberikan kepastian kuantitas, kualitas air, dan kontinuitas pengaliran. Selain itu, kontinuitas pengaliran wajib memberikan jaminan pengaliran 24 jam per hari.

Kehilangan air dari sistem jaringan distribusi dalam penyediaan air bersih untuk masyarakat telah menjadi penelitian selama bertahun-tahun. Pada berbagai proyek baik di dalam maupun di luar negeri, telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengukur besarnya kerugian yang diakibatkan oleh kehilangan air tersebut (Wegelin dkk., 2011). Kehilangan air fisik, atau kebocoran, mengalihkan air yang semestinya terdistribusi sampai ke masyarakat, menjadi tidak terjangkau oleh karena terjadinya penurunan tekanan pada aliran distribusi. Hal ini kemudian juga secara langsung akan menyebabkan peningkatan biaya-biaya operasional sehingga mengakibatkan investasi yang lebih besar dari yang semestinya untuk meningkatkan kapasitas jaringan. Selanjutnya, kehilangan air nonfisik yang Kehilangan air dari sistem jaringan distribusi dalam penyediaan air bersih untuk masyarakat telah menjadi penelitian selama bertahun-tahun. Pada berbagai proyek baik di dalam maupun di luar negeri, telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengukur besarnya kerugian yang diakibatkan oleh kehilangan air tersebut (Wegelin dkk., 2011). Kehilangan air fisik, atau kebocoran, mengalihkan air yang semestinya terdistribusi sampai ke masyarakat, menjadi tidak terjangkau oleh karena terjadinya penurunan tekanan pada aliran distribusi. Hal ini kemudian juga secara langsung akan menyebabkan peningkatan biaya-biaya operasional sehingga mengakibatkan investasi yang lebih besar dari yang semestinya untuk meningkatkan kapasitas jaringan. Selanjutnya, kehilangan air nonfisik yang

PDAM Tirta Kencana sebagai penyelenggara SPAM Kota Samarinda melayani pelanggan yang tersebar di 10 kecamatan, meliputi 48 kelurahan, yang mana cakupan pelayanan air minum yang tercatat hingga Desember 2014 mencapai 91%. Kapasitas total produksi PDAM Tirta Kencana mencapai 2.588 l/det, terbagi atas

13 pelayanan IPA yang melayani 128.950 sambungan rumah. Lalu, terdapat presentase kehilangan air sebanyak 36,32 % dari total air produksi. Artinya jika dihitung kerugian rupiah yang diakibatkan oleh kehilangan air di tahun 2014

mencapai angka lebih dari 128 miliar dengan harga air Rp 4.300/m 3 . (PDAM Tirta Kencana, 2015).

Saat ini, terdapat strategi untuk mengubah pendekatan dalam melakukan analisis, desain, dan manajemen jaringan distribusi air dari pendekatan pasif menjadi proaktif, pendekatan cerdas yang didasarkan pada perkembangan teknologi monitoring tersebut adalah sistem komputasi dengan simulasi melalui perangkat

lunak (Di Nardo, 2014). Keberhasilan strategi penurunan kehilangan air memerlukan manajemen tekanan, pengendalian kebocoran secara aktif, manajemen sambungan pipa dan aset, serta perbaikan yang cepat dan berkualitas tinggi. Konsep District Meter Area (selanjutnya disingkat DMA) merupakan sebuah strategi dalam mengelola kehilangan air yakni dengan membagi satu jaringan pasokan air terbuka menjadi zona-zona terisolasi bermeter yang lebih kecil dan lebih bisa dikelola. Penerapan konsep ini memungkinkan perusahaan air minum untuk bisa memahami jaringan secara lebih baik, sehingga lebih mudah menganalisis tekanan dan aliran.

Dewasa ini, keberhasilan implementasi sistem DMA di Indonesia masih tergolong sedikit. Terhitung hanya beberapa PDAM saja yang secara baik mampu menerapkan sistem ini dalam upaya menurunkan kehilangan air, diantaranya ialah PDAM Kota Malang, PDAM Kota Surabaya, PDAM Kota Bali, PDAM Kota Semarang, dan PDAM Kota Yogyakarta. Dari keseluruhan implementasi tersebut,

PDAM Kota Malang menjadi Perusahaan yang tergolong cukup berhasil menurunkan kehilangan air menggunakan DMA. Berdasarkan Laporan Penurunan Kehilangan Air Tahun 2010-2013, dengan implementasi DMA di PDAM Kota Malang dapat menurunkan kebocoran (kehilangan air fisik) dari 41% di Tahun 2010 menjadi 26% di Tahun 2013 (PDAM Kota Malang, 2015). Hal yang sama juga diterapkan di PDAM Kota Surabaya, DMA mampu membantu menurunkan kehilangan air 4-5 % per tahunnya. Kemudian berdasarkan keberhasilan beberapa studi kasus inilah, PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda merencanakan implementasi Sistem DMA, sebagai upaya penurunan kehilangan air.

Saat ini, PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda telah memiliki beberapa sistem DMA yang telah direncanakan untuk beroperasi, yakni DMA Bengkuring-Puspita, DMA Rapak Benuang, DMA Griya Mukti, DMA Sambutan Permai, dan DMA Keledang Mas. Dari kesemua DMA tersebut, DMA Bengkuring-Puspita memiliki jumlah sambungan rumah terbesar, yakni 3.026 SR. Sementara DMA Griya Mukti memiliki sambungan rumah terkecil, yakni 112 SR. DMA Bengkuring-Puspita memiliki suplai air tunggal yang berasal dari IPA Bengkuring berkapasitas pengolahan 60 liter/detik, dengan jangkauan isolasi mencapai 10 km dan total panjang pipa distribusi sepanjang 36.243 m. Dalam penerapan DMA, agar nantinya dapat berjalan baik tentunya memerlukan beberapa kajian teknis terkait hidrolika air, biaya dalam investasi maupun operasional seperti pemasangan instrumen- instrumen baru (seperti valve, water meter, dll), pembentukan tim pengelola dan kerjasama dengan berbagai pihak, serta strategi pengelolaan yang tepat demi keberlanjutan dalam penerapannya.

Ditinjau dari segi teknis, penerapan DMA haruslah memenuhi kriteria, yakni DMA harus terisolasi dengan baik, dimana suplai inlet harus jelas dan dimaksimalkan hanya berasal dari 1 sumber saja, kemudian tekanan aliran harus mencukupi yakni minimal 1 atm / 10 mKa, kecepatan aliran dalam pipa yang harus sesuai dengan standar Permen PU Nomor 17 Tahun 2007, kemudian yang tidak kalah pentingnya ialah semaksimal mungkin kondisi DMA memenuhi kontinuitas pengaliran selama

24 jam 7 hari. Selanjutnya jika ditinjau dari segi finansial, pengelola penyedia air 24 jam 7 hari. Selanjutnya jika ditinjau dari segi finansial, pengelola penyedia air

Melalui beberapa dasar diatas, maka diperlukanlah sebuah kajian teknis dan finansial untuk mengetahui kelayakan dari penerapan suatu sistem DMA yang ada, yang mana selanjutnya akan didapatkan sebuah rekomendasi secara teknis maupun finansial demi terwujudnya pengembangan sistem DMA yang lebih baik kedepannya agar upaya penurunan kehilangan air tetap dapat berjalan dengan baik dan menguntungkan PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda.

I.2 Rumusan Masalah

Dalam periode waktu 10 tahun terakhir, PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda telah fokus pada program peningkatkan kapasitas layanan dengan pembangunan instalasi baru, peningkatan kapasitas instalasi, serta penambahan jumlah sambungan rumah pelanggan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kinerja layanan PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda dalam memenuhi kebutuhan air masyarakat, khususnya juga di wilayah layanan IPA bengkuring yang meliputi seluruh pelanggan di perumahan bengkuring dan puspita. Salah satu langkah kongkrit yang telah dilakukan diantaranya ialah peningkatan kapasitas produksi IPA Bengkuring dari 30 liter/detik menjadi 60 liter/detik di tahun 2012. Upaya ini tentunya tidak akan berjalan baik jika angka kehilangan air di wilayah layanan IPA Bengkuring masih tinggi, karena akan berdampak secara langsung pada kualitas, kuantitas, dan kontinuitas pengaliran air di wilayah tersebut.

Data terbaru tahun 2015, periode bulan agustus dan september, tercatat total air yang didistribusikan oleh IPA Bengkuring ke wilayah pelayanannya mencapai

angka 271.012 m 3 , sedangkan jumlah kubikasi rekening pemakaian air oleh 3.026

SR hanya sebesar 156.468 m 3 , maka didapatkan selisih kubikasi air terdistribusi sebesar 114.544 m 3 yang merupakan jumlah Non Revenue Water (NRW) dengan prosentase NRW sebesar 42,28 %. Sementara itu ditinjau secara teknis, masih ada sebagian area layanan yang belum secara maksimal menerima distribusi air, hal ini mengindikasikan belum meratanya pelayanan di wilayah ini, meskipun telah dilakukan peningkatan kapasitas layanan IPA Bengkuring di tahun 2012. Secara lebih detail, kehilangan air yang tinggi serta kurang meratanya pelayanan ini belum diketahui secara jelas klasifikasi penyebabnya, maka penting untuk terlebih dahulu memahami kondisi pengaliran pada wilayah eksisting. Untuk itu rumusan masalah dalam penelitian ini ialah sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi eksisting terkait distribusi perpipaan air bersih di wilayah layanan IPA Bengkuring;

2. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan tingginya kehilangan air di wilayah layanan IPA Bengkuring;

3. Apakah penerapan DMA Bengkuring-Puspita layak secara teknis dan finansial jika diterapkan pada kawasan layanan IPA Bengkuring;

4. Bagaimana solusi yang tepat untuk pengembangan DMA Bengkuring-Puspita agar dapat membantu menurunkan kehilangan air secara lebih baik;

I.3 Hipotesis

Penerapan sistem DMA di Bengkuring-Puspita merupakan langkah yang efektif dalam membantu mendeteksi kebocoran air secara aktif, mengelola tekanan, dan memungkinkan pasokan air yang berkesinambungan dimana hal tersebut akan membantu menurunkan tingkat kehilangan air yang akhirnya dapat meningkatkan kualitas layanan IPA Bengkuring pada khususnya serta meningkatkan pendapatan PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda pada umumnya.

I.4 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini ialah mengkaji penerapan sistem DMA di wilayah layanan IPA Bengkuring, ditinjau dari aspek teknis dan finansial, yang mana hasil outputnya diharapkan dapat memberikan rekomendasi teknis kepada pihak PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda dalam upaya menurunkan kehilangan air, sehingga Maksud dari penelitian ini ialah mengkaji penerapan sistem DMA di wilayah layanan IPA Bengkuring, ditinjau dari aspek teknis dan finansial, yang mana hasil outputnya diharapkan dapat memberikan rekomendasi teknis kepada pihak PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda dalam upaya menurunkan kehilangan air, sehingga

1. Untuk mengetahui kondisi eksisting sistem distribusi perpipaan air bersih di wilayah layanan IPA Bengkuring.

2. Menganalisis faktor-faktor yang penyebab tingginya angka kehilangan air dan kontinuitas pengaliran air bersih yang kurang maksimal di wilayah layanan IPA Bengkuring melalui pembuatan neraca massa air (water balance) dan simulasi perangkat lunak EPANET 2.0.

3. Menganalisis kelayakan teknis dan finansial dari penerapan sistem District Meter Areas di wilayah layanan IPA Bengkuring.

4. Membantu memberikan rekomendasi terkait pengembangan DMA Bengkuring- Puspita untuk pengendalian kehilangan air secara lebih baik.

I.5 Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup dalam pelaksanaan penelitian ini ialah sebagai berikut :

1. Kehilangan air yang dikaji dalam penelitian ini hanya kehilangan air yang terjadi pada sistem distribusi.

2. Penelitian dilakukan di PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda, dikhususkan pada wilayah layanan IPA Bengkuring yang meliputi wilayah layanan dengan jumlah penduduk 11.607 jiwa yang terdiri dari 3.026 SR.

3. Penelitian ini tidak mengkaji lebih dalam terkait kehilangan air komersil, seperti

akurasi meter, kesalahan penanganan data dan sambungan illegal.

4. Penelitian ini tidak membahas tentang kualitas air pada jaringan distribusi.

5. Validasi data lapangan dilakukan dengan mempertimbangkan hasil simulasi

perangkat lunak EPANET 2.0.

I.6 Sistematika Penulisan Laporan

Sistematika dalam penulisan laporan penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dibahas tentang latar belakang dilakukannya penelitian, perumusan masalah, hipotesis, maksud dan tujuan penelitian, ruang lingkup yang akan diteliti, dan sistematika penulisan laporan penelitian ini.

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Dalam bab ini akan dipaparkan data dan informasi mengenai kondisi eksisting wilayah objek studi, seperti kondisi geografi wilayah studi, tata guna lahan, topografi, keadaan penduduk, dan jaringan distibusi eksisting di wilayah tersebut.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang teori-teori dasar yang berhubungan dengan penelitian yang akan dipakai sebagai dasar dari analisis yang akan dilakukan pada kajian ini.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membahas tentang metodologi pemecahan masalah, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini, cara pengambilan dan pengolahan data, dan metode analisis yang digunakan dalam penelitian.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi pengolahan data dan hasil penelitian yang diperoleh serta analisis dan pembahasannya.

BAB VI PENUTUP Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari penelitian ini.

Bab II

Tinjauan Pustaka

II.1 Sistem Distribusi Air Bersih

II.1.1 Definisi Sistem Distribusi

Sistem distribusi adalah sistem yang mampu membagikan air pada setiap konsumen dengan berbagai cara, baik dalam bentuk sambungan rumah (house connection) ataupun sambungan melalui kran umum (public tap). Tujuan daripada jaringan distribusi adalah untuk membagi air minum dengan cara yang ekonomis kepada seluruh daerah yang harus mendapat bagian. Faktor yang perlu mendapat perhatian dalam pendistribusian air ke konsumen adalah tekanan, kuantitas, kualitas, dan kontinuitas. Dalam sistem ini tentunya terdapat kriteria-kriteria yang harus dipenuhi agar sistem ini berjalan dengan baik, yakni sebagai berikut :

1. Air yang dialirkan harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dimanapun dan kapanpun.

2. Penurunan mutu air akibat distribusi harus sekecil mungkin, sehingga sampai ke konsumen dalam keadaan yang masih memenuhi standar.

3. Pipa memiliki desain yang baik, sehingga tidak ada yang kebocoran di dalam sistemnya dan juga memiliki tekanan yang baik sehingga debit aliran airnya konstan.

4. Jalur pipa diusahakan sependek mungkin dan sesedikit mungkin menggunakan fasilitas serta lokasi penempatannya aman dari gangguan yang mungkin dapat merusak pipa.

II.1.2 Klasifikasi Jaringan Perpipaan

Suplai air melalui pipa induk mempunyai dua macam sistem, yakni pada sistem distribusi, terdapat klasifikasi dari jaringan perpipaan yang terbagi menjadi dua bagian. diantaranya adalah :

1. Sistem Makro Sistem ini berfungsi sebagai penghantar jaringan perpipaan. Jaringan penghantar ini tidak dapat langsung melayani konsumen karena dapat berakibat pada penurunan energi yang cukup besar. Sistem ini juga disebut sebagai sistem jaringan pipa hantar atau feeder, yang terdiri atas pipa induk (primary feeder) 1. Sistem Makro Sistem ini berfungsi sebagai penghantar jaringan perpipaan. Jaringan penghantar ini tidak dapat langsung melayani konsumen karena dapat berakibat pada penurunan energi yang cukup besar. Sistem ini juga disebut sebagai sistem jaringan pipa hantar atau feeder, yang terdiri atas pipa induk (primary feeder)

2. Sistem Mikro Sedangkan sistem mikro adalah sistem yang berfungsi sebagai pipa pelayanan yaitu pipa yang melayani sambungan air bersih ke konsumen dengan memperoleh air dari pipa sekunder. Sistem mikro dapat membentuk jaringan pelayanan yang terdiri atas pipa pelayanan utama (small distribution mains) dan pipa pelayanan ke rumah-rumah (house connection).

Berdasarkan klasifikasi jaringan perpipaan distribusi, maka terdapat beberapa jenis pipa diantaranya adalah pipa induk, pipa sekunder atau cabang, dan pipa pelayanan. Kapasitas aliran air yang melalui perpipaan distribusi menggunakan debit pada saat jam puncak untuk setiap daerah pelayanan. Dan besarnya diameter pipa yang digunakan pada pipa induk distribusi didasarkan atas kebutuhan air untuk masing- masing daerah pelayanannya. Sedangkan besar diameter untuk pipa cabang dihitung dari banyak sambungan yang melayani konsumen dengan diameter pipa pelayanan tidak lebih dari 50 mm.

II.1.3 Pola Jaringan Perpipaan

Dalam feeder system, pola jaringan pipa distribusi air bersih secara umum dapat dibagi menjadi dua pola utama, yaitu sistem cabang dan sistem loop/ring.

1. Pola cabang Pola cabang berbentuk seperti gambar pohon dengan cabang-cabangnya. Sistem ini memiliki pipa induk yang semakin mengecil kearah hilirnya. Sistem cabang memiliki ciri-ciri arah aliran satu arah, degradasi ukuran diameter pipa terlihat jelas, dan aliran berakhir pada titik-titik mati (dead end). Pola sistem cabang ini banyak diterapkan pada daerah perkotaan yang berkembang pesat dan pada 1. Pola cabang Pola cabang berbentuk seperti gambar pohon dengan cabang-cabangnya. Sistem ini memiliki pipa induk yang semakin mengecil kearah hilirnya. Sistem cabang memiliki ciri-ciri arah aliran satu arah, degradasi ukuran diameter pipa terlihat jelas, dan aliran berakhir pada titik-titik mati (dead end). Pola sistem cabang ini banyak diterapkan pada daerah perkotaan yang berkembang pesat dan pada

Pipa Induk Pipa Induk

Gambar II.1 Skema aliran pola distribusi cabang (Sari, 2012)

Tabel II.1 Kelebihan dan kekurangan pola distribusi cabang (Sari, 2012)

Kelebihan Kekurangan

1. Jika terjadi kerusakan pipa, air perpipaannya sederhana.

1. Sistem dan desain jaringan

tidak tersedia sementara waktu.

cukup air untuk berkembang.

2. Cocok untuk daerah yang sedang

2. Tidak

memadamkan kebakaran karena

3. Pengukuran tekanan pada titik suplai hanya dari pipa tunggal. manapun mudah dihitung.

3. Tekanan tidak mencukupi ketika

4. Pipa dapat ditambahkan bila perlu dilakukan penambahan areal ke (dengan tingkat kesulitan rendah).

dalam sistem penyediaan air.

2. Pola Gridion Pola sistem gridion memiliki ciri-ciri arah aliran yang tidak satu arah, tidak memiliki titik-titik mati, dan ukuran atau dimensi pipa relatif sama. Sistem ini sangat baik digunakan untuk daerah yang relatif datar dan luas, juga untuk daerah yang memiliki pola jaringan jalan yang saling berhubungan satu sama lain dan pola pengembangan kota yang menyebar ke segala arah. Secara lebih jelas pola distribusi gridion dapat dilihat pada Gambar II.2, serta kelebihan dan kekurangan pola distribusi gridion dapat dilihat pada Tabel II.2.

Gambar II.2 Skema aliran pola distribusi gridion (Sari, 2012)

Tabel II.2 Kelebihan dan kekurangan pola distribusi gridion (Sari 2012)

Kelebihan Kekurangan

1. Perhitungan ukuran pipa bebas ke beberapa arah dan

1. Air dalam sistem mengalir

lebih rumit.

tidak terjadi stagnasi seperti

2. Membutuhkan lebih bentuk cabang.

banyak

pipa dan

2. Ketika ada perbaikan pipa, air sambungan pipa sehingga yang tersambung dengan pipa

lebih mahal

tersebut tetap mendapat air dari bagian yang lain.

3. Ketika terjadi kebakaran, air tersedia di semua arah.

3. Sistem Melingkar (Loop) Sistem melingkar adalah sistem perpipaan dimana ujung pipa yang satu bertemu kembali dengan ujung pipa yang lain. Pipa induk utama terletak mengelilingi daerah layanan. Pengambilan dibagi menjadi dua dan masing-masing mengelilingi batas daerah layanan, dan keduanya bertemu kembali di ujung. Pipa perlintasan menghubungkan kedua pipa utama. Di dalam daerah layanan, pipa pelayanan utama terhubung dengan pipa induk utama. Secara lebih jelas pola distribusi gridion dapat dilihat pada Gambar II.3, serta kelebihan dan kekurangan pola distribusi gridion dapat dilihat pada Tabel II.3.

Gambar II.3 Skema aliran pola distribusi loop (Sari, 2012)

Tabel II.3 Kelebihan dan kekurangan pola distribusi loop (Sari, 2012)

Kelebihan

Kekurangan

1. Membutuhkan lebih dari dua arah.

1. Setiap titik mendapat suplai

banyak

pipa dan

pipa kebocoran pipa, air dapat

2. Jika terjadi kerusakan atau

sambungan

sehingga lebih mahal. disediakan dari arah lain.

3. Desain pipa mudah.

II.1.4 Sistem Pengaliran Air Bersih

Untuk mendistribusikan air minum kepada konsumen dengan kuantitas, kualitas, dan tekanan yang cukup memerlukan sistem perpipaan yang baik, reservoir, pompa, dan peralatan yang lain. Adapun jenis-jenis sistem pengaliran air bersih ialah sebagai berikut :

1. Sistem gravitasi Sistem gravitasi memungkinan untuk digunakan apabila elevasi sumber air atau reservoir distribusi lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pelayanan, sehingga tekanannya cukup untuk mengalirkan air hingga ke daerah penduduk yang berada paling ujung dari daerah pelayanan. Sistem ini merupakan sistem yang paling ekonomis. Dalam pengaliran secara gravitasi, reservoir yang digunakan adalah ground reservoir atau ditambah dengan elevated reservoir sebagai penambah tekanan untuk melayani pada waktu pemakaian maksimum di daerah pelayanan terjauh yang tidak mendapat air. Berikut dapat dilihat sistem pengaliran gravitasi pada Gambar II.4.

Gambar II.4 Sistem pengaliran gravitasi (Sari, 2012)

2. Sistem pemompaan Pada cara ini pompa digunakan untuk meningkatkan tekanan yang diperlukan untuk mendistribusikan air dari reservoir distribusi ke konsumen. Sistem ini digunakan jika elevasi antara sumber air atau instalasi pengolahan dan daerah pelayanan tidak dapat memberikan tekanan yang cukup. Pemompaan air dari reservoir ke konsumen dilakukan sesuai dengan tekanan yang diinginkan. Adanya fluktasi pemakaian air mengakibatkan dibutuhkannya sarana untuk menyeimbangkan aliran, misalnya dengan pemasangan hidrofor atau pengaturan jumlah pompa yang digunakan. Cara pemompaan ini selain lebih mahal daripada sistem gravitasi, juga akan bermasalah apabila terjadi gangguan tenaga listrik. Berikut dapat dilihat sistem pengaliran pemompaan pada Gambar II.5.

Gambar II.5 Sistem pengaliran pemompaan (Sari, 2012)

3. Sistem Gabungan Dual system merupakan kombinasi antara sistem gravitasi dan sistem pemompaan. Kelebihan air akibat pemakaian air yang tidak dapat ditampung di 3. Sistem Gabungan Dual system merupakan kombinasi antara sistem gravitasi dan sistem pemompaan. Kelebihan air akibat pemakaian air yang tidak dapat ditampung di

Gambar II.6 Sistem pengaliran gabungan (Sari, 2012)

II.1.5 Sistem Pensuplai Air Bersih

Terdapat dua macam sistem pensuplai air, yaitu :

1. Continuous system Dalam sistem ini yang disuplai ke konsumen mengalir terus menerus selama 24 jam. Keuntungan sistem ini adalah konsumen setiap saat dapat memperoleh air bersih dari jaringan pipa distribusi di posisi pipa manapun. Sedangkan kerugian pemakaian air akan cenderung akan lebih boros dan bila terjadi sedikit kebocoran saja, maka jumlah air yang akan sangat besar jumlahnya.

2. Intermetten system Dalam sistem ini air bersih disuplai 2-4 jam pada pagi hari dan 2-4 jam pada sore hari. Kerugiannya adalah pelanggan air tidak bisa setiap saat mendapatkan air dan perlu menyediakan tempat penyimpanan air dan bila terjadi kebocoran maka air untuk pemadam kebakaran akan sulit didapat. Dimensi pipa yang digunakan akan lebih besar karena kebutuhan air tidak 24 jam hanya disuplai dalam beberapa jam saja. Sedangkan keuntungannya adalah pemborosan air dapat dihindari dan juga sistem ini cocok untuk daerah dengan sumber air yang terbatas.

II.1.6 Komponen Sistem Distribusi Air Bersih

Untuk menjamin kualitas pelayanan yang baik maka sistem distrbusi air bersih perpipaan biasanya mencakup beberapa komponen, yaitu :

1. Reservoir distribusi

2. Jaringan perpipaan, mencakup :

a. Pipa induk Pipa induk merupakan pipa distribusi pada jaringan terluar, yang menghubungkan blok-blok pelayanan dalam kota, dari reservoir ke saluran jaringan utama. Pipa ini tidak bisa dipakai untuk melayani penyadapan (tapping) ke rumah-rumah. Pipa yang digunakan sebagai pipa induk ini haruslah jenis pipa yang mempunyai ketahanan tinggi terhadap tekanan.

b. Pipa cabang/sekunder Pipa cabang dipakai untuk menyadap air langsung dari pipa induk untuk mengalirkan ke suatu blok pelayanan. Pipa yang digunakan sebagai pipa cabang sebaiknya memiliki kualitas yang sama dengan pipa induk (jika sedikit di bawah mutu pipa induk, masih bisa di toleransi). Pipa ini berhubungan dengan pipa servis dan diameternya dapat ditentukan berdasarkan banyaknya pipa servis yang masuk (berhubungan) dengan pipa cabang tersebut.

c. Pipa servis Pipa servis adalah pipa yang melayani konsumen langsung ke rumah-rumah. Pipa ini berhubungan dengan pipa cabang dan mengalirkan air ke rumah- rumah dengan diameter tertentu sesuai dengan pemakaian konsumen.

d. Fitting dan aksesoris Fitting pipa dan aksesoris pipa digunakan menyambungkan, membelokkan, ataupun percabangan. Jenis-jenis fitting dan aksesoris pipa yang sering digunakan adalah tee (T), bend/elbow, wye (Y), cross, adaptor, reducer, wall pipe, flexible joint , dan valve.

e. Meter air Meter air berfungsi untuk menyambungkan pipa induk ke konsumen. Penggunaan meteran air dianggap dapat mengurangi penggunaan air dan memperkecil pemborosan penggunaan air.

f. Keran kebakaran/hidran Selain berfungsi sebagai titik pengambilan air pada saat kebakaran, juga dapat berfungsi sebagai ventilasi (air valve) dan suplai (blow off).

3. Pompa, yang dapat berfungsi untuk :

a. Memompa air dari penjernihan ke reservoir

b. Memompa air dari reservoir ke jaringan distribusi

c. Menaikkan air ke daerah pelayanan yang lebih tinggi (booster)

II.1.7 Hidrolis Jaringan Perpipaan

A. Jaringan pipa Jaringan perpipaan merupakan suatu rangkaian pipa yang saling terhubung satu sama lain secara hidrolis. Sehingga perubahan di suatu bagian pipa akan menyebabkan pengaruh pada bagian-bagian lain pada jaringan. Pengaruh ini dapat dideteksi dari segi perubahan tekanan dalam pipa. Pipa yang tergabung dalam satu jaringan dapat diklasifikasikan berdasarkan pertimbangan panjang pipa, diameter pipa, jenis pipa dan kedudukan dalam pipa. Pada tiap-tiap jaringan pipa terdapat dua syarat yang harus dipenuhi (Streeter,1988) : (1) Jumlah aljabar dari turunannya tekanan di kelilingi setiap putaran tertutup haruslah sama dengan nol , dan (2) Aliran yang memasuki suatu titik pertemuan haruslah sama besar dengan yang meninggalkan titik itu . Syarat yang pertama menyatakan bahwa tidak boleh terjadi tekanan yang tidak berkesinambungan, berarti bahwa turunnya tekanan pada jalur manapun antara dua buah titik pertemuan haruslah sama besar. Sementara itu syarat kedua adalah menyatakan tentang hukum kontinuitas.

B. Aliran dalam saluran tertutup Untuk memahami permasalahan distribusi air bersih, diperlukan pemahaman mengenai konsep aliran dalam saluran tertutup (berhubungan dengan aliran fluida) terlebih dahulu. Tiga konsep penting dalam aliran fluida adalah :

1. Prinsip kekekalan massa, dari mana dikembangkan persamaan kontinuitas

2. Prinsip energi kinetik, dari mana diturunkan persamaan-persamaan aliran tertentu, dan

3. Prinsip momentum, dari mana persamaan-persamaan yang menghitung gaya- gaya dinamik yang dikerjakan oleh fluida yang mengalir.

Pada aliran dalam pipa, prinsip-prinsip ini dapat digunakan dalam bentuk integral apabila dibutuhkan nilai tekanan dan kecepatan rata-rata, atau dalam bentuk difrensial apabila yang dibutuhkan adalah informasi mengenai distribusi kecepatan dalam pipa. Secara umum, aliran fluida dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa dasar pertimbangan, salah satu diantaranya adalah berdasarkan energi aliran.

a) Kehilangan Tekanan Kehilangan tekanan yang terjadi akibat aliran dalam sistem perpipaan ada dua macam yaitu major losses yang diakibatkan oleh friksi di sepanjang jalur pipa dan minor losses yang merupakan kehilangan tekanan yang terjadi pada perlengkapan pipa. Kedua macam kehilangan tekanan tersebut adalah sebagai berikut :  Major Losses

Major losses adalah kehilangan akibat aliran dalam pipa. Untuk menghitung major losses pada titik tertentu, harus diketahui panjang horizontal, beda ketinggian, debit yang diinginkan, serta diameter pipa yang digunakan pada titik tersebut. Persamaan yang dipakai adalah Hazen-Willuam : (Babbit, 1967)

𝐻 𝑓 = ( 2,63 ) 1,85 𝐿 Persamaan II.1 0,278𝐶𝐷

Dimana, Q = Debit aliran (m3/detik)

C = Koefisien Hazen-Williams

D = Diameter pipa (mm) L = Panjang pipa (m)

Dalam penerapan rumus di atas maka perlu diperhatikan bahwa harga koefisien Hazen-Williams (C) yang berbeda-beda tergantung dari jenis pipa Dalam penerapan rumus di atas maka perlu diperhatikan bahwa harga koefisien Hazen-Williams (C) yang berbeda-beda tergantung dari jenis pipa

Tabel II.4 Koefisien kekasaran relatief C (Fair, Geyer, dan Oknum, 1971)

Jenis Pipa

Harga C

Keterangan

Baru ACP

Baru Besi dengan Las

Baru Beton

Baru CIP

Baru Plastik dan PVC

 Minor Losses Minor Losses adalah kehilangan tekanan akibat perubahan besar kecepatan aliran (akibat penyempitan atau pembesaran diameter pipa) atau akibat perubahan arah aliran (akibat adanya belokan atau aksesoris pipa). Rumus yang digunakan adalah (Babbit,1967) :

𝐻 𝑓 =K Persamaan II.2

Dimana, K = Konstanta perlengkapan pipa

V = Kecepatan aliran tiap pipa

g = Percepatan gravitasi

Dalam menggunakan rumus di atas, terdapat hal yang perlu diperhatikan yaitu beberapa harga K untuk setiap perpipaan. Harga K didapat dengan menggunakan nilai yang tertera pada Tabel II.5.

Tabel II.5 Nilai K perlengkapan pipa (James Hardie and Coy, 1978)

Jenis Perlengkapan Pipa Harga K

Globe valve kondisi :

Terbuka penuh

2.40 Angle valve kondisi terbuka penuh

¾ terbuka

2,50 Butterfly valve kondisi :

Sudut bukaan 10 °

Sudut bukaan 40 °

Sudut bukaan 70 °

90 ° Elbow dengan :

Reguler flage

0,21-0,30

Long radius flange

0,14-0,23

0,90 Medium radius screwed

Short radius screwed

b) Sisa Tekan Perhitungan sisa tekan merupakan head yang ada pada suatu titik setelah mengalami berbagai kehilangan akibat headloss (mayor losses dan minor losses) maupun akibat kecepatan aliran air. Dalam perencanaan ditetapkan sisa tekan di akhit jalur pipa adalah sebesar 10-15 m kolom air.

Jika terlalu besar maka pipa dapat pecah karena tidak mampu menahan tekanan yang sangat besar dan jika terlalu kecil aliran air tidak dapat digunakan untuk sistem distribusi nantinya. Sisa tekan (residual head) dinyatakan sebagai : (Al Layla, 1980)

R h = H avaible – Mayor losses – Minor losses Persamaan II.3

C. Profil hidrolis Profil hidrolis merupakan gambar yang menunjukkan letak ketinggian pipa dengan garis hidrolisnya pada tiap titik di jalur perpipaan. Profil hidrolis digambarkan dengan menetapkan sumbu absis untuk panjang pipa dan sumbu kordinat untuk letak pipa atau kontur tanah dan ketinggian hidrolisnya. Profil ini akan ditunjukkan C. Profil hidrolis Profil hidrolis merupakan gambar yang menunjukkan letak ketinggian pipa dengan garis hidrolisnya pada tiap titik di jalur perpipaan. Profil hidrolis digambarkan dengan menetapkan sumbu absis untuk panjang pipa dan sumbu kordinat untuk letak pipa atau kontur tanah dan ketinggian hidrolisnya. Profil ini akan ditunjukkan

D. Kecepatan perpipaan Selain menghitung kehilangan tekanan, maka dalam perencanaan hidrolis perpipaan akan dipakai rumus tertentu dalam menghitung kecepatan aliran rata-rata dalam pipa. Hukum kontinuitas dapat digunakan untuk menghitung kecepatan aliran rata-rata dalam pipa. Rumus ini berlaku untuk pipa induk, cabang maupun pipa pelayanan.

Persamaan II.4 𝜇𝐷 2

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

SISTEM OTOMATISASI SONAR (LV MAX SONAR EZ1) DAN DIODA LASER PADA KAPAL SELAM

15 214 17

PENERAPAN METODE SIX SIGMA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PAKAIAN JADI (Study Kasus di UD Hardi, Ternate)

24 208 2

ANALISIS SISTEM TEBANG ANGKUT DAN RENDEMEN PADA PEMANENAN TEBU DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA X (Persero) PABRIK GULA DJOMBANG BARU

36 327 27

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

SIMULASI SISTEM KENDALI KECEPATAN MOBIL SECARA OTOMATIS

1 82 1

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

EVALUASI ATAS PENERAPAN APLIKASI e-REGISTRASION DALAM RANGKA PEMBUATAN NPWP DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TANJUNG KARANG TAHUN 2012-2013

9 73 45