Hasil Simulasi dan Evaluasi Jaringan Distribusi Epanet
IV.3.2 Hasil Simulasi dan Evaluasi Jaringan Distribusi Epanet
Simulasi hidrolis jaringan distribusi eksisting di wilayah layanan IPA Bengkuring dilakukan menggunakan software Epanet 2.0. Dalam running analysis simulasi hidrolis dari model jaringan distribusi eksisting menghasilkan beberapa nilai output, yakni nilai output pada pipa berupa debit (flow), kecepatan aliran (velocity), dan kehilangan tekanan (headloss). Sementara itu nilai output pada node berupa tekanan (pressure), total head, dan kebutuhan air aktual (actual demand).
Analisis dan evaluasi dalam penelitian ini menitikberatkan pada nilai tekanan dan kecepatan aliran pipa, yakni mengacu pada Permen PU No.18 Tahun 2007 . Adapun hasil simulasi hidrolis untuk output data tekanan (pressure) dan kecepatan aliran (velocity) pada jaringan distribusi eksisting di wilayah layanan IPA Bengkuring ditinjau dari jam konsumsi air minimum (pukul 02:00) dan jam konsumsi air puncak (pukul 07:00) secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar IV.20 dan Gambar IV.21 di bawah ini :
Gambar IV.20 Hasil simulasi tekanan Epanet pada jam minimum pukul 02.00 dan
jam puncak pukul 07:00 (Data Primer Penelitian, 2016)
Gambar IV.21 Hasil simulasi kecepatan aliran Epanet pada jam minimum pukul
02.00 dan jam puncak pukul 07:00 (Data Primer Penelitian, 2016)
Berdasarkan hasil simulasi Epanet, tekanan pada jam konsumsi air minimum (pukul 02:00) di seluruh wilayah Perumnas Bengkuring masih memenuhi standar Permen
PU No.18 Tahun 2007, yaitu lebih dari 10 m. Sementara itu, pada lokasi Padat Karya dan beberapa lokasi di Perumahan Puspita masih memiliki tekanan kurang dari 10 m, ini dikarenakan di lokasi tersebut memiliki ketinggian kontur lebih dari
18 m (seperti yang dapat dilihat pada Gambar IV.17), sehingga sisa tekan di wilayah tersebut akan sangat kecil jika dibandingkan dengan lokasi lain dengan ketinggian kontur kurang dari 14 m.
Selanjutnya pada jam konsumsi air puncak (pukul 07:00), terjadi penurunan tekanan di beberapa wilayah di Perumahan Bengkuring, dapat dilihat penurunan tekanan yang paling signifikan terjadi di wilayah Padat Karya dan Perumahan Bengkuring Blok E, yakni mencapai tekanan di bawah standar (< 10 m), sementara itu pada sebagian wilayah Perumahan Bengkuring Blok A sampai Blok D juga terjadi penurunan tekanan hingga mencapai kurang dari 20 m. Selanjutnya jika dilihat tekanan di wilayah puspita, baik saat jam minimum hingga memasuki jam puncak tidak terjadi perubahan yang signifikan, hal ini dikarenakan pada wilayah tersebut memiliki suplai air yang berasal dari booster dengan pemompaan tersendiri (Gambar IV.22), artinya tidak dipengaruhi oleh tekanan distribusi dari wilayah Bengkuring, sehingga permasalahan tunggal tekanan distribusi di wilayah tersebut dikarenakan oleh kapasitas head pompa yang kurang dan perlu untuk di tingkatkan.
Gambar IV.22 Booster Reservoir Perumahan Puspita (Dokumentasi Penelitian, 2016)
Adapun penurunan tekanan yang terjadi ini disebabkan oleh pemakaian air yang tinggi di masing-masing wilayah, sehingga mengurangi tekanan suplai air yang ada di dalam jaringan perpipaan distribusi. Baik pada jam konsumsi air minimum maupun puncak, wilayah Blok E memiliki suplai air dan tekanan yang lebih kecil daripada wilayah lain di Perumahan Bengkuring, ini disebabkan karena tidak adanya pipa berdiameter besar (>100 mm) yang mensuplai air ke wilayah tersebut, sehingga pembagian aliran distribusi lebih maksimal ke arah Blok A - Blok D, dimana pada daerah tersebut mendapatkan suplai air dari pipa berdiameter besar (>100 mm).
Ditinjau dari nilai kecepatan aliran (velocity), berdasarkan hasil simulasi Epanet ini, banyak sekali perpipaan distribusi di wilayah layanan ini tidak memenuhi standar kecepatan aliran dalam pipa PVC (0,3 – 3 m/detik) menurut Permen PU No.18 Tahun 2007. Sebesar 76 % perpipaan di wilayah ini memiliki kecepatan aliran kurang dari 0,3 m/detik (dibawah standar Permen PU No.18 Tahun 2007) saat jam konsumsi air puncak (Pukul 07:00), kemudian meningkat 98 % di jam konsumsi air minimum (Pukul 02:00). Hal ini disebabkan oleh sistem pengaliran yang belum optimal oleh karena beberapa faktor yakni kehilangan tekanan yang masih tinggi, desain perpipaan yang kurang efektif, debit distribusi yang belum mencukupi, serta adanya peningkatan kebutuhan air yang tinggi melebihi kapasitas desain perpipaan awal.