Akomodasi Accomodation Proses-proses yang Asosiatif a. Kerja Sama Cooperation
52
perkawinan campuran dan banyak orang Malaysia yang mendapat kedudukan baru yang tinggi.
Keadaan tersebut mengurangi jarak sosial social distance antara penjajah dengan yang dijajah. Selain itu, akomodasi juga menahan
keinginan-keinginan untuk bersaing.
b Menekan oposisi
Sering kali suatu persaingan terjadi demi keuntungan suatu kelompok tertentu misalnya golongan produsen dan kerugian pihak lain
misalnya konsumen. Akomodasi antara golongan produsen yang mula-mula bersaing dapat menyebabkan turunnya harga, karena
barang-barang dan jasa-jasa lebih mudah sampai kepada konsumen.
c Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda
Kondisi tampak bilamana ada dua orang, misalnya, bersaing untuk menduduki jabatan pimpinan suatu partai politik. Persaingan terjadi
dengan sengit, tetapi setelah salah satu terpilih, biasanya yang kalah diajak untuk bekerjasama demi keutuhan dan integrasi partai politik
tersebut.
d Perubahan lembaga-lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau keadaan yang berubah
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat di berbagai bidang menuntut terjadinya perubahan kelembagaan pada masyara-
kat tersebut, baik terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Perubahan ini merupakan konsekuensi untuk menyesuaikan dengan
laju perkembangan masyarakat.
e Perubahan-perubahan dalam kedudukan
Pertentangan telah menyebabkan kedudukan individu dalam organi- sasi menjadi goyah dan akomodasi akan mengukuhkan kembali ke-
dudukan, karena akomodasi menimbulkan penetapan baru terhadap kedudukan orang-perorangan dan kelompok.
f Akomodasi membuka jalan ke arah asimilasi
Dengan adanya proses asimilasi, para pihak lebih saling mengenal dan dengan timbulnya benih-benih toleransi mereka lebih mudah
untuk saling mendekati.
c. Asimilasi Assimilation Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Asimilasi
ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan
53
yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manu- sia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak,
sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan- kepentingan dan tujuan-tujuan bersama.
Apabila orang-orang melakukan asimilasi ke dalam suatu kelom- pok manusia atau masyarakat, dia tidaklagi membedakan dirinya dengan
kelompok tersebut yang mengakibatkan bahwa mereka dianggap sebagai orang asing. Dalam proses asimilasi, mereka mengidentifikasikan dirinya
dengan kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok.
Apabila dua kelompok manusia mengadakan asimilasi, batas- batas antara kelompok-kelompok tadi akan hilang dan keduanya lebur
menjadi satu kelompok. Secara singkat, proses asimilasi ditandai dengan pengembangan sikap-sikap yang sama, walau kadangkala bersifat
emosional dengan tujuan untuk mencapai kesatuan, atau paling sedikit mencapai integrasi dalam organisasi, pikiran dan tindakan.
Proses asimilasi terjadi bila: 1 kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya; 2 orang-perorangan sebagai warga ke-
lompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama sehingga; 3 kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok
manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri.
Asimilasi terkait erat dengan pengembangan sikap dan cita-cita yang sama dari sekelompok manusia. Didalam proses tersebut ada be-
berapa bentuk interaksi sosial yang mengarah ke suatu proses asimilasi interaksi yang asimilatif bila memiliki syarat-syarat sebagai berikut.
1. bersifat suatu pendekatan terhadap pihak lain, di mana pihak yang
lain tadi juga berlaku sama. Seorang siswa yang jujur dan baik tata lakunya misalnya, tidak akan mungkin hidup bersama-sama dengan
rekannya yang licik di dalam satu kamar di asrama. Walaupun mahasiswa yang jujur dan baik tadi berusaha untuk bersikap toleran
terhadap rekannya tetapi tak akan terjadi suatu persahabatan karena pihak yang lain bersikap sebagai musuh.
2. proses interaksi sosial tersebut tidak mengalami halangan-halangan atau pembatasan-pembatasan. Misalnya halangan untuk melakukan
perkawinan campuranbeda suku, pembatasan untuk sekolah di lem- baga-lembaga pendidikan tertentu, adanya hambatan untuk berkum-
pul atau bertemu dalam suatu organisai, dan sebagainya.
3. interaksi sosial tersebut bersifat langsung dan primer. Misalnya upaya untuk membentuk sebuah organisasi multilateralbilateral akan terha-
lang oleh adanya kesukaran melakukan interaksi langsung dan primer antara negara-negara bersangkutan. Bisa saja masalahnya menyang-
kut keamanan, kepentingan ekonomi, atau kedaulatan.
54
4. frekuensi interaksi sosial tinggi dan tetap, serta ada keseimbangan antara pola-pola asimilasi tersebut. Artinya, stimulan dan tanggapan-
tanggapan dari pihak-pihak yang mengadakan asimilasi harus sering dilakukan dan suatu keseimbangan tertentu harus dicapai dan
dikembangkan. Mengadakan interaksi sosial yang asimilatif dengan suku-suku tradisional di Indonesia yang masih terasing merupakan
hal yang sulit karena para warganya kurang mendapatkan kesem- patan untuk berinteraksi dengan para warga masyarakat lain.
Dengan menggunakan kata lain, tak ada asimilasi yang bersifat pasif, di mana salah-satu pihak hanya menunggu dan menerima saja.
Maka, asimilasi yang dipaksakan juga tidak mungkin apabila paksaan atau kekerasan tersebut hanya merupakan halangan terhadap terjadinya
interaksi sosial. Keadaan tersebut terlihat, misalnya, pada asimilasi antara masyarakat dengan bekas narapidana.
Apabila masyarakat beranggapan bahwa riwayat hidup seorang bekas narapidana merupakan halangan bagi terjadinya interaksi sosial
penuh dengan warga-warga masyarakat lainnya, ada keraguan apakah masyarakat akan dapat menerimanya kembali. Dalam keadaan demikian,
dapat dimengerti mengapa bekas narapidana tadi pada akhirnya akan kembali mengadakan interaksi dengan golongan bekas narapidana lain
atau penjahat.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa faktor- faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi antara lain
adalah: 1 toleransi; 2 kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi; 3 sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya;
4 sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat; 5 persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan; 6 perkawinan campuran
amalgamation; 7 adanya musuh bersama dari luar Soekanto; 1990.
Proses asimilasi tak akan terjadi walaupun terdapat pergaulan yang intensif dan luas antara kelompok-kelompok yang bersangkutan.
Hal ini terjadi bila antara kelompok-kelompok tersebut tidak ada sikap toleran dan simpati.
Dalam keadaan demikian proses asimilasi akan macet. Misalnya, hubungan antara orang-orang Tionghoa di Indonesia yang bergaul intens
dan luas dengan orang-orang asli Indonesia sejak bertahun-tahun yang lalu, tetapi belum juga terintegrasi ke dalam masyarakat Indonesia. Hal ini
terjadi karena adanya sejarah politik pemerintah Belanda sewaktu menjajah Indonesia yang meletakkan orang Tionghoa lebih tinggi kedu-
dukannya dibandingkan dengan orang Indonesia; adanya perbedaan ciri- ciri badaniah; in-group feeling yang sangat kuat pada golongan Tionghoa
sehingga mereka lebih kuat mempertahankan identitas sosial dan kebudayaannya yang eksklusif; dan dominasi ekonomi.
55
Faktor-faktor umum yang dapat menjadi penghalang terjadinya asimilasi adalah sebagai berikut.
1. Terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat biasanya golongan minoritas
Contoh adalah orang-orang Indian di Amerika Serikat yang diharus- kan bertempat tinggal di wilayah-wilayah tertentu disebut
reservation. Mereka serlah-olah disimpan dalam sebuah kotak tertutup, sehingga hampir tak mungkin ada hubungan bebas yang
intensif dengan orang-orang kulit putih. Sebaliknya orang kulit putihpun kurang mengetahui tentang seluk-beluk masyarakat Indian
sehingga antara kedua belah pihak timbul prasangka-prasangka. Prasangka merupakan faktor penghalang berlangsungnya asimilasi.
2. Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi dan sehubungan dengan itu sering kali menimbulkan faktor ketiga.
3. Perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi. Contoh proses asimilasi antara suku-suku bangsa di Indonesia yang
masih lamban lantaran sikap toleransi dan simpati belum berkembang dengan semestinya. Pengetahuan tentang suku-suku bangsa lain
hanya terbatas pada unsur-unsur lahiriah belaka seperti tari-tarian dan pakaian daerah, alat musik, jenis upacara-upacara, dan sebagai-
nya. Pengetahuan mengenai unsur-unsur kebudayaan lainnya seperti lembaga-lembaga kemasyarakatan, pola-pola perilaku, sistem keke-
luargaan dan sebagainya, belum mendalam sehingga sering menimbulkan prasangka.
Prasangka tersebut tidak jarang menyebabkan timbulnya rasa takut terhadap kekuatan sesuatu kebudayaan tertentu.
4. Perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya.
Di Indonesia, umpamanya, perasaan superior masih ada terutama terhadap beberapa suku bangsa tertentu yang taraf kebudayaannya
secara relatif masih rendah, seperti misalnya terhadap suku-suku bangsa dari daerah Papua yang sebagian besar masih hidup di alam
bebas.
5. Dalam batas-batas tertentu, perbedaan warna kulit atau perbedaan ciri-ciri badaniah dapat pula menjadi salah satu penghalang terjadinya
asimilasi. 6. In-group feeling yang kuat dapat pula menjadi penghalang berlang-
sungnya asimilasi. In-group feeling berarti adanya suatu perasaan yang kuat sekali bahwa individu terikat pada kelompok dan kebudaya-
an kelompok yang bersangkutan. Sikap seperti ini tampak sangat kuat pada beberapa golongan minoritas di Indonesia, misalnya Arab,
56
Tionghoa, India, yang mempertajam perbedaan-perbedaan antara mereka dengan orang-orang Indonesia asli.
7. Gangguan dari golongan yang berkuasa terhadap golongan minoritas lain yang dapat mengganggu kelancaran proses asimilasi adalah
apabila golongan minoritas mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa.
8. Kadangkala faktor perbedaan kepentingan yang kemudian ditambah dengan pertentangan-pertentangan pribadi juga dapat menyebabkan
terhalangnya proses asimilasi. Kepentingan-kepentingan yang berbeda terutama yang bersifat
primer dapat menyebabkan dipertajamnya perbedaan-perbedaan antara lembaga-lembaga kemasyarakatan pada golongan-golongan tersebut.
Asimilasi menyebabkan perubahan-perubahan dalam hubungan sosial dan dalam pola adat istiadat serta interaksi sosial. Proses yang disebut
terakhir biasa dinamakan akulturasi. d. Akulturasi Acculturation
Akulturasi terjadi bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan yang tertentu dihadapkan pada unsur-unsur suatu kebuda-
yaan asing yang berbeda sedemikian rupa sehinggaunsur-unsur kebuda- yaan asing itu dengan lambat laun diterima dan diolah dalam kebudayaan
sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Misalnya dapat dilihat proses akulturasi yang terjadi pada
masyarakat Indonesia antara kebudayaan Hindu-Budha dengan Islam.
Proses akulturasi yang berjalan dengan baik dapat menghasilkan integrasi antar unsur-unsur kebudayaan asing dengan unsur-unsur
kebudayaan sendiri. Dengan demikian, unsur kebudayaan asing tidak lagi dilihat dan dirasakan sebagai hal yang berasal dari luar. Namun demikian
hal ini terjadi tidak begitu saja, tetapi melalui proses pengolahan yang berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Misalnya, sistem pendidikan
nasional, pada saat ini banyak meniru dari sistem pendidikan yang berasal dari negara lain yang sudah mengalami banyak penyesuaian.
Walaupun sudah melalui proses yang cukup lama, tidak menutup kemungkinan timbulnya kegoncangan budaya cultural shock pada
kelompok masyarakat tertentu sebagai akibat dari adanya berbagai permasalahan dalam proses akulturasi. Hal ini terjadi karena masyarakat
mengalami frustasi ketika muncul perbedaan yang tajam antara cita-cita dengan kenyataan.