Pengaruh Kepemimpinan dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan melalui Kepuasan Kerja sebagai Variabel Intervening (Studi pada Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Wonosobo)

(1)

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN LINGKUNGAN

KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN MELALUI

KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL

INTERVENING

(Studi pada Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Wonosobo)

SKRIPSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang

Oleh

Suwesty Yunia Pratiwi NIM 7350406505

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2011


(2)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diujikan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi pada :

Hari :

Tanggal :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Drs. S. Martono, M.Si Drs. Ade Rustiana, M.Si

NIP.196603081989011001 NIP. 196801021992031002

Mengetahui, Ketua Jurusan Manajemen

Drs. Sugiharto, M.Si NIP. 195708201983031002


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang pada :

Hari :

Tanggal :

Dosen Penguji

Dra. Palupiningdyah, M.Si NIP. 195208041980032001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Drs. S. Martono, M.Si Drs. Ade Rustiana, M.Si

NIP. 196603081989011001 NIP. 196801021992031002

Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi

Drs. S. Martono, M.Si NIP. 196603081989011001


(4)

PERNYATAAN

Saya menyatakan yang tertulis didalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Apabila dikemudian hari terbukti skripsi ini adalah hasil jiplakan dari karya tulis orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi dengan ketentuan yang berlaku.

Semarang, Mei 2011

Suwesty Yunia Pratiwi NIM 7350406505


(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

Hidup merupakan masalah sudut pandang dan bagaimana kita menghadapinya. (Penulis, 2011)

PERSEMBAHAN :

Atas rahmat dan ridho Allah SWT, skripsi ini kupersembahkan untuk:

1. Bapak Sugiarto, Ibu Sugiarti dan

Sukmana Andy Pratama tercinta, terima kasihku untuk doa, kasih sayang, dukungan dan perhatian dalam menempuh studi.

2. Dosenku.


(6)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya, serta kemudahan dan kelapangan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan dan Lingkungan

Kerja Terhadap Kinerja Karyawan melalui Kepuasan Kerja sebagai Variabel

Intervening (Studi pada Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Wonosobo)”.

Maka dalam kesempatan ini, dengan ketulusan hati penulis akan menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si, Rektor Universitas Negeri

Semarang.

2. Drs. S. Martono, M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri

Semarang.

3. Drs. Sugiharto, M.Si, Ketua Jurusan Manajemen dan Dra. Palupiningdyah,

Msi Sekretaris Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan ijin observasi dan penelitian.

4. Drs. S. Martono, M.Si Dosen Pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan dan arahan.

5. Drs. Ade Rustiana, M.Si, Dosen Pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan dan arahan.

6. Sugeng, SE Direktur Administrasi dan Keuangan Perusahaan Daerah Air

Minum Kabupaten Wonosobo beserta staf yang telah membantu dalam proses penelitian.

7. Bapak, Ibu dan Kakak tersayang terima kasih untuk doa dan dukungannya.


(7)

8. Teman-teman yang telah memberikan dukungan dan doa dalam penyusunan skripsi ini.

9. Semua pihak yang telah membantu tersusunnya skripsi ini, baik secara

langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Semarang, Mei 2011

Penulis


(8)

SARI

Pratiwi, Suwesty Yunia, 2011, Pengaruh Kepemimpinan dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan melalui Kepuasan Kerja sebagai Variabel Intervening (Studi pada Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Wonosobo). Jurusan Manajemen Sumber Daya Manusia Fakultas Ekonomi Universitas Negeri

Semarang. Pembimbing I. Drs. S. Martono, M.Si. Pembimbing II. Drs. Ade

Rustiana, M.Si.

Kata Kunci: Kepemimpinan, Lingkungan Kerja, Kepuasan Kerja, Kinerja. Berdasarkan pada hasil observasi awal yang dilakukan pada Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Wonosobo diketahui bahwa masih kurang optimalnya kepemimpinan, lingkungan kerja dan kepuasan kerja karyawan. Hal ini dapat dilihat dari hasil survey kepuasan karyawan yang dilakukan oleh Perusahaan Daerah Kabupaten Wonosobo. Dalam survey tersebut terlihat adanya ketidakpuasan karyawan terhadap tidak adanya penghargaan dan sanksi dari pimpinan untuk prestasi atau pelanggaran karyawan. Ruangan yang kurang memadai dengan jarak untuk bergerak yang sempit. Akan tetapi kinerja karyawan dinilai tinggi, dapat dilihat dari peningkatan jumlah pelanggan. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah adakah pengaruh secara langsung dan tidak langsung antara kepemimpinan dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan, pengaruh kepuasan kerja karyawan terhadap kinerja karyawan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh secara langsung dan tidak langsung kepemimpinan dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan, mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh kepuasan kerja karyawan terhadap kinerja karyawan.

Populasi penelitian ini adalah 318 orang merupakan karyawan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Wonosobo dengan sampel sejumlah 76 orang

menggunakan rumus Slovin. Metode pengumpulan data dokumentasi dan

kuesioner, metode analisis yaitu uji instrumen (uji validitas dan uji reliabilitas), analisis deskriptif persentase, uji asumsi klasik dan analisis jalur menggunakan SPSS 16.0 for Windows.

Hasil perhitungan penelitian diperoleh persamaan regresi Y = 0,308 X1 +

0,439 X2 + 0,763 dan Y = 0,209 X1+0,207 X2+0,447 Y1+ 0,682. Hasil koefisien

determinasi (Adjusted R2) sebesar 0,401 pada variabel terikat kepuasan kerja,

berarti persentase pengaruh kepemimpinan dan lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja sebesar 40,1%. Koefisien determinan sebesar 0,516 untuk variabel terikat kinerja karyawan, berarti persentase pengaruh kepemimpinan, lingkungan kerja dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan sebesar 51,6%.

Simpulan dari penelitian ini adalah peningkatan kinerja karyawan dicapai dengan meningkatkan kepemimpinan, lingkungan kerja dan kepuasan kerja karyawan. Saran kepada Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Wonosobo memberikan diklat bagi pimpinan maupun karyawan dan membuat wadah untuk berkomunikasi antara karyawan, pimpinan maupun manajemen.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMANPENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN... ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... .... v

PRAKATA ... vi

SARI ……… viii DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 13

1.3. Tujuan Penelitian ... 14

1.4. Manfaat Penelitian ... 15

BAB II LANDASAN TEORI ... 16

2.1. Kinerja Karyawan ... 16

2.1.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja ... 18

2.1.2. Indikator-indikator Kinerja ... 19

2.2. Kepuasan Kerja ... 20

2.2.1. Teori-teori tentang Kepuasan Kerja ... 22

2.2.2. Faktor-faktor Penyebab Kepuasan Kerja ... 25

2.2.3. Indikator Kepuasan Kerja ... 29

2.2.4. Hubungan Kepuasan Kerja dengan Kinerja Karyawan ... 32

2.3. Kepemimpinan ... 33

2.3.1. Efektivitas Kepemimpinan ... 35

2.3.2. Peran Kepemimpinan ... 36


(10)

2.3.3. Tipe Kepemimpinan ... 38

2.3.4. Indikator Kepemimpinan ... 41

2.4. Lingkungan Kerja... 43

2.4.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja ... 44

2.4.2. Indikator Lingkungan Kerja ... 47

2.5. Penelitian Terdahulu ... 48

2.6. Kerangka Berfikir... 50

2.7. Hipotesis Penelitian ... 53

BAB III METODE PENELITIAN ... 54

3.1. Populasi ... 54

3.2. Sampel ... 56

3.3. Variabel Penelitian ... 59

3.4. Sumber Data ... 60

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 60

3.6. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 62

3.6.1. Uji Validitas ... 62

3.6.2. Uji Reliabilitas ... 71

3.7. Metode Analisis Data ... 73

3.7.1. Metode Analisis Deskriptif Persentase ... 73

3.7.2. Uji Asumsi Klasik ... 76

3.7.2.1. Uji Normalitas ... 77

3.7.2.2. Uji Multikolinieritas ... 77

3.7.2.3. Uji Heterokedastisitas ... 78

3.7.2.4. Uji Autokorelasi... 78

3.7.3. Analisis Jalur ... 79

3.7.4. Koefisien Determinasi ... 83

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 84

4.1. Hasil Penelitian ... 84

4.1.1. Gambaran Umum Perusahaan ... 84

4.2. Hasil Analisis Data ... 88


(11)

4.2.1. Identitas Responden ... 88

4.2.2. Analisis Deskriptif Persentasase ... 90

4.2.3. Uji Asumsi Klasik ... 97

4.2.3.1. Uji Normalitas ... 97

4.2.3.2. Uji Multikolinieritas ... 100

4.2.3.3. Uji Heterokedastisitas ... 101

4.2.3.4. Uji Autokorelasi ... 104

4.2.4. Analisis Jalur (Path Analysis) ... 106

4.2.4.1. Pengujian Hipotesis ... 110

4.2.4.1.1. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung ... 110

4.2.5. Koefisien Determinasi ... 115

4.3. Pembahasan ... 116

BAB V PENUTUP ... 121

5.1. Simpulan ... 121

5.2. Saran ... 122

DAFTAR PUSTAKA ………..…. 124

LAMPIRAN……….. 127


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1. Data Absensi Karyawan PDAM Kab. Wonosobo ... 8

Tabel 1.2. Data Perkembangan Pelanggan PDAM Kab. Wonosobo ... 9

Tabel 1.3. Data Hasil Survey Kepuasan Karyawan ... 12

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu ... 49

Tabel 3.1. Data Jumlah Karyawan Berdasarkan Bidang... 55

Tabel 3.2. Sampel Penelitian ... 58

Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas Instrumen Variabel Kepemimpinan ... 64

Tabel 3.4. Hasil Uji Ulang Instrumen Variabel Kepemimpinan ... 65

Tabel 3.5. Hasil Uji Validitas Instrumen Variabel Lingkungan Kerja ... 66

Tabel 3.6. Hasil Uji Ulang Instrumen Variabel Lingkungan Kerja ... 67

Tabel 3.7. Hasil Uji Validitas Instrumen Variabel Kepuasan Kerja ... 68

Tabel 3.8. Hasil Uji Ulang Instrumen Variabel Kepuasaan Kerja ... 69

Tabel 3.9. Hasil Uji Validitas Instrumen Variabel Kinerja ... 70

Tabel 3.10. Hasil Uji Ulang Instrumen Variabel Kinerja ... 71

Tabel 3.11. Hasil Perhitungan Uji Reliabilitas Instrumen ... 73

Tabel 3.12. Persentase Skor Kepemimpinan... 75

Tabel 3.13. Persentase Skor Lingkungan Kerja ... 75

Tabel 3.14. Persentase Skor Kepuasan Kerja... 76

Tabel 3.15. Persentase Skor Kinerja ... 76

Tabel 3.16. Pengambilan Keputusan Ada Tidaknya Korelasi... 79

Tabel 4.1. Riwayat Jabatan Direktur PDAM Kab. Wonosobo ... 87

Tabel 4.2. Karyawan berdasarkan Status Karyawan ... 88

Tabel 4.3. Responden berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin ... 88

Tabel 4.4. Responden berdasarkan Masa Kerja dan Pendidikan Terakhir ... 89

Tabel 4.5. Tanggapan Responden tentang Kepemimpinan.……….91

Tabel 4.6. Kategori Variabel Kepemimpinan. ... 92

Tabel 4.7. Tanggapan Responden tentang Lingkungan Kerja ... 93


(13)

Tabel 4.8. Kategori Variabel Lingkungan Kerja ... 94

Tabel 4.9.Tanggapan Responden tentang Kepuasan Kerja ... 94

Tabel 4.10. Kategori Variabel Kepuasan Kerja ... 95

Tabel 4.11 Tanggapan Responden tentang Kinerja. ... 96

Tabel 4.12. Kategori Variabel Kinerja ... 97

Tabel 4.13. Hasil Uji Normalitas Kepuasan Kerja ... 98

Tabel 4.14. Hasil Uji Normalitas Kinerja ... 98

Tabel 4.15. Hasil Uji Multikolinieritas Kepuasan Kerja... ……... 101

Tabel 4.16. Hasil Uji Multikolinieritas Kinerja ... ……... 101

Tabel 4.17. Hasil Uji Glejser Variabel Dependen Kepuasan Kerja ... 104

Tabel 4.18. Hasil Uji Glejser Variabel Dependen Kinerja... 104

Tabel 4.19. Hasil Uji Autokorelasi Kepuasan Kerja ... 105

Tabel 4.20. Hasil Uji Autokorelasi Kinerja ...……... 105

Tabel 4.21. Hasil Uji Simultan Kepuasan Kerja... 107

Tabel 4.22. Analisis Regresi Kepuasan Kerja ………. .. 107

Tabel 4.23. Hasil Uji Simultan Kinerja .………... 108

Tabel 4.24. Analisis Regresi Kinerja ...……… 108

Tabel 4.25 Koefisien Jalur Pengaruh Langsung, Pengaruh Tidak Langsung dan Total Pengaruh Kepemimpinan, Lingkungan Kerja, Kepuasan Kerja dan Kinerja ………...…... 114

Tabel 4.26 Koefisien Determinasi Kepuasan Kerja .………..115

Tabel 4.27 Koefisien Determinasi Kinerja ...……….. 115


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir ..………. 52

Gambar 3.1. Model Struktural Analisis Jalur ……….. 80

Gambar 4.1. Grafik Normal P-Plot Kepuasan Kerja ………... 99

Gambar 4.2. Grafik Normal P-Plot Kinerja ………100

Gambar 4.3. Grafik ScatterplotKepuasan Kerja ..……….... 102

Gambar 4.4. Grafik Scatterplot Kinerja ...……….. 103

Gambar 4.5. Hasil Uji Intervening ...……….. 109


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Instrumen Penelitian ... 127

Lampiran 2. Tabulasi Data Hasil Uji Coba Angket ... 133

Lampiran 3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 134

Lampiran 4. Tabulasi Data Validitas Ulang ... 138

Lampiran 5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Ulang ... 139

Lampiran 6. Tabulasi Data Penelitian ... 143

Lampiran 7. Deskripsi Presentatif………... 145 Lampiran 8. Hasil Regresi ... 150

Lampiran 9. Uji Asumsi Klasik ... 153

Lampiran 10. Surat Ijin Penelitian ………158

Lampiran 11. Surat Balasan……….. 159

Lampiran 12. Surat Keterangan Selesai Penelitian ………...160


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Perkembangan dunia usaha saat ini semakin bertambah pesat, sehingga

perusahaan dalam mengelola usaha diharapkan mampu menggunakan sumber daya manusia dengan baik dan benar. Sumber daya manusia merupakan bagian yang penting dalam pencapaian tujuan organisasi baik itu perusahaan besar maupun kecil, suatu perusahaan memiliki peralatan yang modern dengan teknologi tinggi. Sumber daya manusia merupakan salah satu motor penggerak utama bagi setiap operasi perusahaan, sehingga upaya dalam pengembangan SDM tersebut adalah strategi yang utama untuk menegakkan kompetisi global (Gibson, 1996: 32). Tujuan memahami dan mempelajari manajemen sumber daya manusia sebagai pengetahuan yang diperlukan untuk memiliki kemampuan analisa dalam menghadapi masalah-masalah manajemen khususnya di bidang organisasi.

Kedudukan SDM khususnya tentang mutu, sumber daya manusia dalam

suatu sistem yang lebih besar yaitu strategi organisasi. Dalam penempatan sasaran-sasaran organisasi dengan cara efektif dan efisien melalui perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian sumber daya organisasi (Draft, 2002: 8).

Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi (performance).

Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2005: 67) bahwa istilah kinerja

berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau


(17)

prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan ketrampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Rivai, 2005: 309).

Gibson et al. (1996: 95) dalam Baihaqi (2010: 24) kinerja karyawan

merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menetapkan perbandingan hasil pelaksanaan tugas, tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi pada periode tertentu dan relatif dapat digunakan untuk mengukur prestasi kerja atau kinerja organisasi. Penilaian kinerja merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kinerja karyawan, karena dengan penilaian kinerja akan diketahui seberapa baik seseorang telah bekerja sesuai dengan sasaran yang ingin dicapainya.

Allen (1993) dalam Heriyanti (2007: 17) menyatakan bahwa kualitas

sumber daya manusia akan terpenuhi apabila kepuasan kerja sebagai unsur yang berpengaruh terhadap kinerja dapat tercipta dengan sempurna. Membahas kepuasan kerja tidak akan terlepas dengan adanya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang. Agar kepuasan karyawan selalu konsisten maka setidak-tidaknya perusahaan selalu memperhatikan lingkungan


(18)

dimana karyawan melaksanakan tugasnya misalnya rekan kerja pimpinan, suasana kerja dan hal-hal lain yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menjalankan tugasnya.

Kepuasan kerja adalah salah satu kriteria yang dapat menentukan kesehatan sebuah organisasi, memberikan efektivitas jasa yang luas dengan

mengandalkan sumber daya manusia (Fitzgerald et al. dalam Crossman, 2003: 1)

dan dengan pengalaman kepuasan kerja dari karyawan akan berpengaruh pada kualitas kerja yang mereka berikan. Pengaruh lainnya adalah pada efisiensi seperti infrakstruktur dan hubungan internal, juga harus diperhatikan.

Crossman (2003: 1) mengatakan bahwa kepuasan kerja dapat diartikan sebagai hasil emosi yang positif dari rasa senang karyawan yang berasal dari pekerjaan dan sebagai bentuk sikap afektif dan kognitif dari karyawan tentang berbagai aspek dalam pekerjaan mereka kemudian secara tidak langsung kepuasan kerja berhubungan dengan komponen dari seluruh pekerjaan.

Dalam banyak penelitian tentang peranan kepemimpinan mampu meningkatkan kinerja karyawan (Heather et.al, 2001; Chen, 2004), kepemimpinan berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan (Bryan, 1999). Menurut Bass et.al (1993), budaya organisasi dan kepemimpinan telah secara independen dihubungkan dengan kinerja perusahaan. Para peneliti telah menguji hubungan antara gaya kepemimpinan dan kinerja (Bass et. al, 1993) dan juga antara budaya perusahaan dan kinerja (Abdul Rashid et.al., 2003).


(19)

Sementara dari hasil studi tentang kepuasan kerja dapat disampaikan variabel yang mempengaruhi seperti budaya organisasi (Lock, 2001; Heather et.al, 2001). Sedangkan pada studi lain ditemukan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan (Bryan, 1999; Chen, 2004).

Sedangkan Edison dalam Baihaqi (2010: 33) menyebutkan sumber kepuasan kerja terdiri atas pekerjaan yang menantang, imbalan yang sesuai, kondisi/lingkungan kerja dan rekan yang mendukung. Penelitian Indra, Hary dalam Baihaqi (2010: 33) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pegawai secara signifikan adalah: faktor yang berhubungan dengan pekerjaan, kondisi kerja, teman sekerja, pengawasan, promosi jabatan dan gaji.

Persoalan kepuasan kerja akan dapat terlaksanakan dan terpenuhi apabila beberapa variabel yang mempengaruhi sangat mendukung. Variabel yang dimaksud adalah kepemimpinan dan lingkungan kerja.

Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit untuk mencapai tujuan organisasi, bahkan untuk beradaptasi dengan perubahan yang sedang terjadi di dalam maupun di luar organisasi. Setiap pemimpin dapat memberikan pengaruh terhadap bawahannya, misalnya terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Disadari bahwa tidak ada satupun gaya kepemimpinan yang terbaik yang berlaku universal untuk segala situasi dan lingkungan, maka pendekatan situasional atau kontingensi dalam memilih model kepemimpinan yang efektif menjadi alternatif jawaban terbaik (Handoko, 2000: 134).


(20)

Nugraha (2009: 4) menyatakan bahwa bagi karyawan seorang pemimpin akan selalu menjadi contoh dan teladan dalam bekerja di perusahaan karena pemimpin memiliki tugas sebagai fasilitator internal dalam menjalankan fungsi kontrolnya yang terarah kepada setiap bawahannya karena sebenarnya hubungan manusia satu dengan yang lain bersifat simbiosis mutualisme yaitu hubungan yang saling menguntungkan dan saling membutuhkan diantara kedua belah pihak.

Kemampuan pemimpinan dalam menggerakkan dan memberdayakan karyawan akan mempengaruhi kinerja karyawan. Lodge dan Derek (1993) menyebutkan perilaku pemimpin memiliki dampak signifikan terhadap sikap, perilaku dan kinerja karyawan. Efektivitas pemimpin dipengaruhi karakteristik bawahannya dab terkait dengan proses komunikasi yang terjadi antara pemimpin dan bawahan. Pimpinan dikatakan tidak berhasil apabila tidak dapat memotivasi, menggerakkan dan memuaskan karyawan pada suatu pekerjaan dan lingkungan tertentu. Tugas pimpinan adalah mendorong bawahan supaya memiliki kompetensi dan kesempatan berkembang dalam mengantisipasi setiap tantangan dan peluang dalam bekerja.

Kepemimpinan menggambarkan bentuk aturan pemimpin dan

kemampuan mereka mencapai efektivitas kinerja melalui orang lain. Akinboye (dalam Ayo, Hammed, T. dan Shadare Oluseyi. A, 2009: 8) mengartikan kepemimpinan sebagai pemimpin yang menunjuk pengikutnya berusaha mencapai tujuan untuk menunjukkan nilai dan motivasi, keinginan dan kebutuhan, aspirasi dan harapan antara pimpinan dan bawahan.


(21)

Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat penting untuk diperhatikan manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan proses produksi tersebut. Lingkungan kerja yang memusatkan bagi karyawannya dapat meningkatkan kinerja sebaliknya lingkungan yang tidak memadai dapat menurunkan kinerja karyawannya dan akhirnya motivasi kerja karyawan. Lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar pekerja dan dapat mempengaruhi dalam bekerja meliputi pengaturan penerangan, pengontrolan suara gaduh, pengaturan kebersihan tempat kerja dan pengaturan keamanan tempat kerja (Sukanto dan Indriyo, 2000: 151).

Suatu lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama lebih jauh lagi lingkungan-lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien (Sedarmayanti, 2001: 2).

Penelitian ini juga merupakan perluasan dari variabel-variabel penelitian yang mempengaruhi kinerja karyawan. Menurut Yuwalliatin (2006) kinerja karyawan dipengaruhi oleh komitmen, motivasi dan budaya, menurut Masrukhin dan Waridin (2006) yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah motivasi kerja, kepuasan kerja, budaya organisasi dan kepemimpinan. Menurut Lilik (2009) faktor lain yang perlu diperhatikan oleh perusahaan adalah lingkungan kerja karena sangat berkaitan dengan tinggi rendahnya kepuasan karyawan, apabila lingkungan kerja baik maka hal tersebut dapat memberikan pengaruh positif


(22)

terhadap kinerja karyawan, begitu pula sebaliknya. Menurut Koesmono (2005) kinerja karyawan dipengaruhi oleh motivasi, budaya organisasi dan kepuasan kerja. Menurut Samad (2005) kinerja karyawan dipengaruhi oleh kepuasan kerja dan komitmen organisasi.

Obyek dari penelitian ini adalah Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Kabupaten Wonosobo yang merupakan perusahaan milik pemerintah daerah kabupaten Wonosobo. Pada buku profil PDAM Kabupaten Wonosobo memiliki visi untuk meningkatkan profesionalisme menuju perusahaan yang sehat dan misi yaitu meningkatkan kuantitas dan kontinuitas pelayanan, ketercakupan pelayanan, kinerja perusahaan, kualitas SDM dan kesejahteraan karyawan, kontribusi kepada daerah, kemitraan dan pendapatan perusahaan.

Melalui penelitian awal, peneliti mendapatkan data presensi yang baik dari karyawan PDAM Kabupaten Wonosobo dari bulan Januari sampai bulan Oktober. Rendahnya angka absensi menunjukkan kinerja yang baik dari karyawan PDAM Kabupaten Wonosobo. Data presensi tersebut dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:


(23)

Tabel 1.1 Data Absensi Karyawan PDAM Kabupaten Wonosobo Tahun 2008 dan 2009

Bulan

Ijin Ijin Sakit Terlambat

2008 2009 2008 2009 2008 2009

Januari 9 2 13 15 27 31

Februari 3 4 9 11 22 27

Maret 4 1 3 1 17 12

April 1 2 2 3 12 10

Mei 1 2 0 0 11 7

Juni 2 4 0 2 14 3

Juli 5 1 1 5 10 9

Agustus 19 17 12 11 21 19

September 5 6 7 1 12 12

Oktober 10 12 17 12 44 37

November 9 10 21 14 35 31

Desember 13 15 25 19 39 40

Jumlah 81 76 110 94 264 238

Sumber: Data PDAM Kabupaten Wonosobo, 2009

Berdasarkan tabel 1.1, dapat disimpulkan bahwa tingkat absensi dan keterlambatan di PDAM Kabupaten Wonosobo mengalami penurunan yang menunjukkan kinerja yang baik dari karyawan PDAM Kabupaten Wonosobo.

Selain data absensi karyawan, peneliti mendapatkan data perkembangan pelanggan tahun 2010 mulai bulan Januari hingga bulan Oktober yang dapat menunjukkan kinerja yang baik dari karyawan PDAM Kabupaten Wonosobo, dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:


(24)

Tabel 1.2 Data Perkembangan Pelanggan PDAM Kabupaten Wonosobo Tahun 2010

Bulan Target SR

SR Baru

Tutup Buka SR Aktif Non Aktif

Aktif & Non Aktif

Januari 265 218 614 730 54.611 1.339 55.336

Februari 220 295 612 608 54.897 1.315 55.600

Maret 221 121 855 652 55.058 1.518 55.721

April 221 358 669 850 55.410 1.332 56.073

Mei 342 160 816 599 55.499 1.547 56.230

Juni 342 1.150 833 726 56.559 1.653 57.379

Juli 343 1.911 769 769 58.403 1.616 59.273

Agustus 343 3.042 806 714 61.411 1.702 62.307

September 343 966 1.063 703 62.272 2.064 63.273

Oktober 343 582 967 1.176 62.964 1.812 63.809

Sumber: Data PDAM Kabupaten Wonosobo, 2010

Data di atas dapat menggambarkan hasil kerja yang baik dari pelayanan karyawan ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah permintaan pemasangan baru dan jumlah pelanggan setiap bulan. Karyawan dapat memenuhi target serta menyelesaikan permintaan pemasangan melebihi target awal perusahaan.

Dari observasi awal terlihat bahwa pimpinan sering tidak berada di tempat kerja. Datang tidak sesuai dengan jam masuk kerja pada Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Wonosobo. Banyak karyawan kesulitan apabila ingin bertanya tentang kesulitan dalam pekerjaannya kepada pimpinan karena sering tidak berada di kantor. Hal ini menunjukkan kurang baiknyakepemimpinan pada Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Wonosobo.


(25)

Melalui wawancara dengan beberapa karyawan diperoleh informasi bahwa kebijakan-kebijakan yang diputuskan menyangkut kepentingan pegawai belum mempertimbangkan aspirasi karyawan dan tidak adanya koordinasi yang memadai terhadap sasaran/target dan rencana aksi pada tiap jenjang organisasi menunjukkan hubungan komunikasi yang kurang baik antara pimpinan atau manajemen dengan karyawan pada PDAM Kabupaten Wonosobo. Selanjutnya evaluasi kinerja tiap unit kerja, belum memadai. Informasi tentang kondisi perusahaan masih dirasa belum memadai karena tidak tersedianya saluran-saluran informasi bagi karyawan.

Lingkungan kerja fisik pada PDAM Kabupaten Wonosobo yang didapat dari observasi awal terlihat suasana ruang kantor yang sempit. Sebagian besar ruang di kantor seluas 5x3 m digunakan untuk 5 orang karyawan, masing-masing mempunyai meja kerja. Tidak ada jarak meja kerja antar karyawan dan jarak untuk berjalan 50 cm, hal ini terkadang mempersulit ruang gerak karyawan terutama apabila salah satu karyawan sedang menerima tamu dalam ruang kantor. Ditambah adanya sebuah almari berkas yang diletakkan pada salah satu sudut ruang, membuat ruang semakin terlihat penuh dan sesak.

Sebagian besar ruang kantor masih mengandalkan penerangan dari lampu listrik karena sinar matahari tidak dapat menjangkau ruangan. Tidak terdapat AC (air conditioner) pada ruang kantor yang dapat memperlancar peredaran udara sehingga udara tetap segar dan dapat menambah semangat kerja dari para karyawan. Selain tidak adanya AC, dalam tiap ruang kantor fasilitas penunjang


(26)

berupa komputer hanya terdapat 1 unit yang selebihnya membuat kerja karyawan terhambat.

Pada tahun 2006 dilakukan survey kepuasan karyawan yang diselenggarakan oleh Sub Bagian Administrasi Kepegawaian dan SDM dengan 266 orang karyawan atau 92,04% dari keseluruhan karyawan PDAM Kabupaten Wonosobo sebagai responden. Dalam survey ini terdapat 7 item mengenai kepuasan kerja karyawan yang diteliti yaitu peran, penghargaan dan sanksi, peningkatan karir, pelatihan, hubungan kerja, manajemen dan kepemimpinan serta komunikasi. Hasil dari survey kepuasan karyawan adalah sebagai berikut:


(27)

Tabel 1.3 Data Hasil Survey Kepuasan Karyawan PDAM Kabupaten Wonosobo Tahun 2006

No.

TingkatKepuasan Item

Indeks Keterangan

1. Peran 3,71 Rata-rata karyawan cenderung

menyadari dengan baik hak dan kewajiban pekerjaan.

2. Penghargaan dan

Sanksi

2,90 Banyak karyawan bersikap kurang

percaya dan membutuhkan bukti konkrit.

3. Peningkatan Karir 2,69 Karyawan merasa tidak percaya

terhadap kesempatan berkarir.

4. Pelatihan 3,05 Keragu-raguan responden

mendapatkan pelatihan yang

relevan, berkelanjutan dan

berkesempatan yang sama.

5. Hubungan Kerja 3,38 Karyawan berpandangan agar

hubungan dengan rekan kerja, bawahan dan atasan untuk lebih baik dan ditingkatkan.

6. Manajemen dan

Kepemimpinan

3,10 Masih ada keraguan karyawan

kepada manajemen dan

kepemimpinan yang dimiliki.

7. Komunikasi 3,24 Karyawan menganggap komunikasi

baru pada tahap seperlunya dan bukan sebuah media yang sengaja diciptakan secara permanen.

Sumber: Data PDAM Kabupaten Wonosobo, 2006

Dari Tabel 1.3 hasil survey kepuasan karyawan tahun 2006 tidak ada jawaban yang optimal dari responden yang menunjukkan kepuasan karyawan PDAM Kabupaten Wonosobo. Karyawan tidak setuju tentang adanya penghargaan dan sanksi yang konsisten atas prestasi dan pelanggaran yang dilakukan menggambarkan kurang baiknya kepemimpinan pada PDAM


(28)

Kabupaten Wonosobo. Belum memadainya kesempatan untuk peningkatan karir dan pengembangan profesionalisme untuk karyawan serta tidak tersedianya media diskusi antara manajemen dan karyawan mengenai jenjang serta tujuan karir tiap pegawai makin menyebabkan kepuasan kerja karyawan rendah. Hubungan baik antara rekan sejawat, bawahan dan atasan belum maksimal karena komunikasi dianggap baru pada tahap seperlunya dan belum sesuai yang diharapkan.

Permasalahan di atas dan beberapa teori serta adanya penelitian terdahulu, membuat peneliti merasa perlu melakukan penelitian apakah faktor kepemimpinan dan lingkungan kerja dapat mempengaruhi kinerja karyawan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Wonosobo dengan kepuasan

kerja sebagai variabel intervening sehingga peneliti mengambil judul “Pengaruh

Kepemimpinan dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja sebagai Variabel Intervening (Studi pada Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Wonosobo)”.

1.2.Rumusan Masalah

Dari masalah penelitian yaitu absensi, data perkembangan pelanggan dan hasil survey kepuasan karyawan PDAM Kabupaten Wonosobo pada tahun 2007 yang menunjukkan ketidakpuasan kerja karyawan, selanjutnya dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Adakah pengaruh kepemimpinan secara langsung terhadap kinerja karyawan


(29)

2. Adakah pengaruh kepemimpinan secara tidak langsung terhadap kinerja karyawan pada PDAM Kabupaten Wonosobo?

3. Adakah pengaruh lingkungan kerja secara langsung terhadap kinerja

karyawan pada PDAM Kabupaten Wonosobo?

4. Adakah pengaruh lingkungan kerja secara tidak langsung terhadap kinerja

karyawan pada PDAM Kabupaten Wonosobo?

5. Adakah pengaruh kepuasan kerja karyawan terhadap kinerja karyawan pada

PDAM Kabupaten Wonosobo?

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh kepemimpinan secara langsung

terhadap kinerja karyawan PDAM Kabupaten Wonosobo

2. Mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh kepemimpinan secara tidak

langsung terhadap kinerja karyawan PDAM Kabupaten Wonosobo

3. Mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh lingkungan kerja secara

langsung terhadap kinerja karyawan PDAM Kabupaten Wonosobo

4. Mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh lingkungan kerja secara tidak

langsung terhadap kinerja karyawan PDAM Kabupaten Wonosobo

5. Mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh kepuasan terhadap kinerja


(30)

1.4.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan sebagai berikut :

1. Bersifat Teoritis :

Untuk kepentingan peneliti dalam rangka menerapkan ilmu yang diperoleh selama proses belajar pada jurusan Manajemen khususnya menambah kemampuan dalam memahami aspek sumber daya manusia.

2. Bersifat Praktis :

a) Bagi PDAM Kabupaten Wonosobo khususnya, untuk mengetahui sejauh

mana kepemimpinan dan lingkungan kerja berdampak pada kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Dan diharapkan hasilnya dapat menjadi pertimbangan dalam menyusun strategi untuk meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja karyawan

b) Untuk menambah informasi sumbangan pemikiran dan pengetahuan


(31)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1.Kinerja Karyawan

Kinerja sebagai prestasi kerja yakni perbandingan antara hasil kerja yang secara nyata dengan standar kerja yang ditetapkan (Dessler, 1992). Dengan demikian, kinerja memfokuskan pada hasil kerjanya. Bernaders dan Russel (1993:

379) menyatakan kinerja sebagai “performance is defined as the record of

outcomes produced on specified job function or activity during a specified time

period”. Hal tersebut berarti bahwa kinerja dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan

tertentu atau hasil dari suatu aktivitas selama periode waktu tertentu.

Menurut Irawan (2000: 588) kinerja adalah hasil kerja yang konkrit, dapat diamati dan dapat diukur. Sehingga kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai pegawai dalam pelaksanaan tugas yang berdasarkan ukuran dan waktu yang telah ditentukan.

Manfaat penilaian kinerja adalah : 1) perbaikan kinerja, 2) penyesuaian kinerja kompensasi, 3) keputusan penempatan, 4) kebutuhan pelatihan dan pengembangan, 5) perencanaan dan pengembangan karir, 6) definisi proses penempatan staf, 7) ketidakakuratan informasi, 8) kesalahan rancangan pekerjaan, 9) kesempatan kerja yang sama, 10) tantangan-tantangan eksternal, 11) umpan balik SDM (Mangkuprawira, 2003: 224-225).


(32)

Kinerja merupakan hasil atau tingkatan keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama (Rivai dalam Vera, 2004: 8). Rivai selanjutnya menyatakan bahwa kinerja tidak berdiri sendiri tapi berhubungan dengan kepuasan kerja dan kompensasi, dipengaruhi oleh ketrampilan, kemampuan dan sifat-sifat individu. Dengan kata lain kinerja, ditentukan oleh kemampuan, keinginan dan lingkungan. Oleh karena itu, agar mempunyai kinerja yang baik, seseorang harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengerjakan dan mengetahui pekerjaannya serta dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan.

Menurut Hasibuan (2007: 160) kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya atas kecakapan usaha dan kesempatan.

Menurut Mangkunegara (2007: 9) kinerja ataupun performance adalah

hasil kerja yang dapat dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Kemudian Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2002: 78) mengemukakan kinerja karyawan pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk kuantitas, kualitas dan jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja.


(33)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya.

2.1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja

Henry Simamora (1995: 500) kinerja ditentukan oleh 3 faktor. Faktor pertama adalah Faktor Individual meliputi kemampuan dan keahlian, latar belakang dan demografi. Faktor Psikologis yang terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, pembelajaran dan motivasi merupakan faktor kedua yang menentukan kinerja karyawan. Faktor ketiga yaitu Faktor Organisasi mencakup

sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur dan job design.

Menurut Gibson dalam Srimulyo (1999: 39) ada 3 perangkat variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja seperti :

a. Variabel Individual, meliputi kemampuan, ketrampilan, keluarga dan

umur.

b. Variabel Organisasional, meliputi sumber daya, kepemimpinan dan

imbalan.

c. Variabel Psikologis, meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan

motivasi.

Menurut Mangkunegara (2007: 16) untuk mencapai kinerja yang memuaskan ada beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain : faktor individu dan faktor lingkungan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan sebagaimana diungkapkan di atas pada dasarnya dapat berupa faktor internal karyawan maupun


(34)

faktor eksternal karyawan. Faktor internal antara lain menyangkut perilaku karyawan itu sendiri, misalnya tentang kemampuannya, sikap dalam melaksanakan tugas, motivasi dalam bekerja. Sedangkan faktor eksternal dapat berupa lingkungan kerja, organisasi maupun atasan atau pimpinan karyawan yang bersangkutan. Pemberdayaan bawahan dan pembagian fungsi yang mempunyai hubungan yang positif dengan tingkat kepuasan kerja karyawan yang ditentukan oleh persepsi para bawahan tentang kondisi lingkungan di tempat bekerja.

2.1.2 Indikator-indikator Kinerja

Bernardin dalam Robbins (2003: 260) mengemukakan bahwa kinerja dapat dikatakan baik bila karyawan memenuhi hal sebagai berikut :

a. Kualitas Kerja yaitu penilaian terhadap karyawan berdasarkan standar

hasil kerja, ketepatan, ketelitian dan kebersihan. Diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap ketrampilan dan kemampuan karyawan.

b. Kuantitas yaitu penilaian terhadap karyawan berdasarkan jumlah dari hasil

kerja di saat normal atau tidak normal. Dapat diukur dari persepsi karyawan terhadap jumlah aktivitas yang ditugaskan beserta hasilnya.

c. Waktu Produksi (production time) merupakan penilaian terhadap

karyawan berdasarkan penyelesaian pekerjaan sesuai rencana, memenuhi target, berdasarkan tanggal yang ditentukan dan waktu yang ditetapkan. diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas yang diselesaikan dari awal waktu sampai menjadi output.


(35)

d. Efektivitas kerja yaitu penilaian terhadap karyawan berdasarkan pekerjaan yang direncanakan dengan baik, menggunakan pendekatan yang sesuai dalam membawa pekerjaan itu keluar dan alat-alat kerja, peralatan dan tempat kerja yang sudah diatur sebaik mungkin. Selanjutnya diukur dari persepsi karyawan dalam menilai pemanfaatan waktu dalam menjalankan tugas, efektivitas penyelesaian tugas yang dibebankan organisasi.

e. Kemandirian, tingkat dimana karyawan dapat melakukan fungsi kerjanya

tanpa meminta bantuan atau bimbingan dari orang lain, diukur dari persepsi karyawan dalam melakukan fungsi kerjanya masing-masing sesuai dengan tanggung jawabnya. Dengan kemandirian yang dimiliki, seorang karyawan dapat meningkatkan kinerja dengan menghemat waktu karena telah mengetahui apa dan bagaimana yang harus dilakukannya pada pekerjaan yang dihadapinya.

f. Komitmen Kerja, merupakan tekad bulat untuk melakukan sesuatu dengan

niat yang sungguh-sungguh melakukan pekerjaan tersebut. Apabila seorang karyawan telah memiliki komitmen yang tinggi terhadap perusahaan atau organisasi, tentu karyawan tersebut mau melakukan yang terbaik bagi perusahaan atau organisasi temapat ia bekerja. Dapat diukur dari tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan instansi dan tanggung jawab karyawan terhadap kantor.

2.2.Kepuasan Kerja

Joseph Tiffin dalam As’ad (2000: 104) mendefinisikan kepuasan kerja


(36)

pimpinan dan sesama karyawan dan M.L Blum mendefinisikan kepuasan kerja adalah suatu sikap yang umum sebagai hasil dari berbagai sifat khusus individu terhadap faktor kerja, karakteristik individu dan hubungan sosial individu di luar pekerjaan itu sendiri.

Gibson, Ivancevich dan Donnely (1996) dalam Sylvana (2002: 4) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan bagian dari proses motivasi. Kepuasan anggota organisasi dapat dihubungkan dengan kinerja dan hasil kerja mereka serta imbalan dan hukuman yang mereka terima.

Menurut Koesmono (2005: 79) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian, perasaan atau sikap seseorang atau karyawan terhadap pekerjaannya dan berhubungan dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan, kompensasi, hubungan antar teman kerja, hubungan sosial di tempat kerja dan sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja adalah dipenuhi beberapa keinginan dan kebutuhannya melalui kegiatan kerja atau bekerja.

Robbins (2008: 99) mengemukakan bahwa kepuasan kerja (job

satisfaction) dapat didefinisikan sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan tersebut, sementara seseorang yang tidak puas memiliki perasaan-perasaan yang negatif tentang pekerjaan tersebut. Oleh karena itu, tingkat kepuasan kerja dalam organisasi dapat ditunjukkan dengan hasil kerja seperti sikap anggota organisasi, pergantian pekerjaan anggota organisasi,


(37)

kemangkiran atau absensi, keterlambatan dan keluhan yang biasa terjadi dalam suatu organisasi.

2.2.1 Teori-teori tentang Kepuasan Kerja

Mangkunegara (2009: 120-122) mengemukakan teori tentang kepuasan kerja, yaitu:

a. Teori Keseimbangan (Equity Theory)

Teori ini dikembangkan oleh Adam, memiliki komponen yang terdiri dari:

i. Input

Wexley dan Yukl dalam Mangkunegara (2009: 120) mengemukakan bahwa input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang pelaksanaan kerja. Misalnya, pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi, jumlah jam kerja.

ii. Outcome

Outcome merupakan semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai. Misalnya upah, keuntungan tambahan, status simbol,

pengenalan kembali (recognition), kesempatan untuk berprestasi

atau mengekspresikan diri. iii. Comparison Person

Comparison Person adalah seorang pegawai dalam organisasi yang sama, seseorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya.


(38)

Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya pegawai merupakan

hasil dari membandingkan antara input-outcome dirinya dengan

perbandingan input-outcome pegawai lain (comparison person). Jadi jika

perbandingan tersebut dirasakan seimbang (equity) maka pegawai

tersebut akan merasa puas. Tetapi, apabila hasil perbandingan tersebut

tidak seimbang (inequity) dapat menyebabkan dua kemungkinan, yaitu

over compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan

dirinya) dan sebaliknya, under compensation inequity

(ketidakseimbangan yang menguntungkan pegawai lain yang menjadi

pembanding atau comparison person).

b. Teori Perbedaan atau Discrepancy Theory

Proter mempelopori teori ini dengan berpendapat bahwa mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan pegawai. Apabila yang didapat pegawai ternyata lebih besar daripada apa yang diharapkan maka pegawai tersebut menjadi puas. Sebaliknya, apabila yang didapat pegawai lebih rendah daripada yang diharapkan, akan menyebabkan pegawai tidak puas.

c. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)

Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut.


(39)

Begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pegawai itu akan merasa tidak puas.

d. Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory)

Berdasarkan teori ini, kepuasan pegawai bukan bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para pegawai dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh pegawai dijadikan tolok ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, pegawai akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan.

e. Teori Dua Faktor dari Herzberg

Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg. Ia menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Dua faktor yang dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas

menurut Herzberg, yaitu faktor pemeliharaan (maintenance factors)

dan faktor pemotivasian (motivational factors). Faktor pemeliharaan

meliputi administrasi dan kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan,

hubungan dengan pengawas, hubungan dengan subordinate, upah,

keamanan kerja, kondisi kerja dan status. Sedangkan faktor pemotivasian meliputi dorongan berprestasi, pengenalan, kemajuan (advancement), work it self, kesempatan berkembang dan tanggung jawab.


(40)

f. Teori Pengharapan (Exceptancy Theory)

Teori ini dikembangkan oleh Victor H. Vroom kemudian diperluas oleh Porter dan Lawler. Keith Davis dalam Mangkunegara (2009: 122) mengemukakan bahwa Vroom menjelaskan bahwa motivasi merupakan suatu produk dari bagaimana seseorang menginginkan sesuatu dan penaksiran seseorang memungkinkan aksi tertentu yang akan menuntunnya.

2.2.2 Faktor-faktor Penyebab Kepuasan Kerja

Harold E. Burt dalam Anoraga (2005: 82) mengemukakan mengenai faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja terdiri dari:

a) Faktor hubungan antar karyawan antara lain:

i. Hubungan antara pimpinan dan bawahan

Hubungan antara pihak pimpinan dan pihak bawahan sangat penting artinya dalam meningkatkan kinerja. Kepuasan kerja dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga mereka dapat merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja. Perilaku atasan seorang juga merupakan determinan utama dari kepuasan. Umumnya studi mendapatkan bahwa kepuasan karyawan ditingkatkan bila penyelia langsung bersifat ramah dan dapat memahami, menawarkan


(41)

pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka.

ii. Faktor psikis dan kondisi kerja

Atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan ketrampilan tertentu sukar dan mudah serta kebanggaan akan tugas akan meningkat atau mengurangi kepuasan. Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak ekstrem (terlalu banyak atau sedikit).

iii. Hubungan sosial diantara karyawan

Merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puasnya karyawan dalam bekerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidak mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat.

iv. Sugesti dari teman sekerja

Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari dalam kerja. Sugesti dari teman sekerja


(42)

memberikan pengaruh yang besar dalam menentukan kepuasan kerja karyawan. Ketika seorang karyawan mendapatkan pengaruh yang baik dari orang di sekitarnya, tentu pekerjaan yang dihadapi dapat lebih mudah dengan dukungan dari teman sekerja.

v. Emosi dan situasi kerja

Setiap orang tentu tergerak untuk melakukan tindakan berdasarkan emosi, seperti rasa takut, marah atau senang. Emosi ini selanjutnya didukung pula oleh situasi kerja yang ada. Emosi dan situasi kerja kemudian memberikan pengaruh pada kepuasan kerja karyawan.

b) Faktor-faktor individual yaitu yang berhubungan dengan:

i. Sikap

Sikap adalah cara kerja karyawan dalam mengkomunikasikan suasana karyawan kepada pimpinan ataupun perusahaan. Sikap kerja yang dimiliki karyawan merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Karena sikap kerja yang cenderung rendah akan berakibat negatif pada perusahaan, hal tersebut dapat berupa loyalitas, keterlibatan karyawan dan kepuasan kerja karyawan yang kurang serta turnover yang tinggi yang dapat merugikan perusahaan.


(43)

ii. Umur

Dinyatakan bahwa ada hubungan antara ketidakpuasan kerja dengan umur seseorang pada umur diantara 25 tahun sampai 35 tahun dan umur 40 tahun sampai 45 tahun adalah merupakan umur-umur yang dapat menimbulkan perasaan puas terhadap pekerjaannya.

iii. Jenis kelamin

Perbedaaan jenis kelamin diyakini sebagai salah satu hal yang memberikan pengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Pria bekerja dengan mengandalkan logika, sedangkan wanita terkadang lebih menggunakan perasaan. Begitu pula ketika menghadapi sebuah pekerjaan, pria mampu menyelesaikan pekerjaan tersebut dalam kondisi

emosi apapun sedangkan wanita bekerja menggunakan mood yang ada.

c) Faktor-faktor luar (ekstern) yaitu hal-hal yang berhubungan dengan:

i. Keadaan keluarga karyawan

Keluarga juga berpengaruh terhadap kepuasan kerja seseorang. Seorang karyawan dengan keluarga yang bahagia memberi dampak yang baik pula ketika ia memulai bekerja tanpa beban. Sedangkan karyawan yang memiliki masalah dalam keluarganya, merasa berat menghadapi hari dan pekerjaannya karena memiliki beban pikiran.


(44)

ii. Rekreasi

Rekreasi juga menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi. Dan kemudian dibutuhkan untuk menghindari kejenuhan karyawan setelah sekian lama berada dalam tekanan kondisi kerja. Karyawan yang meluangkan waktu atau mendapat rekreasi dari tempat ia bekerja, merasa lebih puas dalam bekerja atau sebaliknya.

iii. Pendidikan

Seseorang dengan pendidikan yang tinggi dipandang lebih oleh orang di lingkungannya, baik lingkungan kerja maupun diluar lingkungan kerjanya. Pendidikan memudahkan seseorang untuk memahami suatu hal atau pekerjaan. Dengan pendidikan yang tinggi seorang karyawan juga dapat lebih mudah mendapatkan jabatan atau posisi yang tinggi di tempat ia bekerja. Jabatan yang tinggi ini kemudian memacu lebih puasnya seseorang dalam bekerja.

2.2.3 Indikator Kepuasan Kerja

Luthans dalam Triton PB (2009: 165) mengemukakan Job Descriptive

Index (JDI) indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan kerja, yaitu:

1. Pekerjaan itu Sendiri

Pekerjaan atau tugas yang diberikan kepada merupakan sumber utama dari kepuasan kerja karyawan. Karyawan yang diberi tugas untuk


(45)

melaksanakan suatu pekerjaan yang tidak sesuai dengan bidangnya akan

mengalami kesulitan sehingga output yang dihasilkan tidak maksimal.

2. Pembayaran

Upah dan gaji merupakan faktor yang signifikan tetapi kompleks dan faktor multidimensional dalam kepuasan kerja. Uang tidak hanya menolong orang memenuhi kebutuhan mendasar tetapi juga memenuhi

kebutuhan sekunder lainnya. Karyawan seringkali memandang

pembayaran sebagai bagian bagaimana manajemen melihat kontribusi mereka kepada organisasi.

3. Promosi

Kesempatan promosi terlihat mempunyai efek yang berbeda-beda dalam kepuasan kerja. Hal ini dikarenakan promosi mempunyai bentuk yang berbeda dan yang menyertai penghargaan. Sebagai contoh, individu yang dipromosikan karena masa kerja seringkali berpengalaman dalam kepuasan kerja tetapi tidak sebanyak mereka yang dipromosikan dikarenakan performa kerja mereka. Sebagai tambahan, promosi dengan kenaikan gaji sebesar 10% tidak sama puasnya dengan mereka yang mengalami kenaikan gaji sebesar 20%. Perbedaan ini membuat penjelasan

mengapa promosi executive dapat lebih memuaskan daripada promosi


(46)

4. Kepenyeliaan (supervisi)

Merupakan kepuasan karyawan terhadap perlakuan pimpinan. Terdapat 2 dimensi gaya pengawasan yang mempengaruhi kepuasan kerja.

Pertama, employee centeredness dimana diukur dari tingkat jabatan dan

pengawas mempunyai keinginan individu terhadap kesejahteraan karyawan. Pada umumnya hal ini ditunjukkan dalam berbagai cara, misalnya memeriksa untuk melihat bagaimana kerja bawahan, menyediakan saran dan bimbingan, serta berkomunikasi dengan pekerja secara pribadi sebagaimana halnya dengan level atas. Dimensi lainnya

adalah participation (partisipasi) atau pengaruh, seperti yang diilustrasikan

oleh manajer yang memperbolehkan orang untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka sendiri. Dalam kebanyakan kasus, pendekatan ini memimpin dalam pencapaian kepuasan kerja yang tinggi.

5. Rekan Kerja

Bersahabat, rekan yang mau bekerja sama dan saling mendukung merupakan sumber yang paling sederhana dalam mencapai kepuasan kerja. Tim kerja yang kuat harus mampu menjadi sumber dukungan, keamanan, saran dan bimbinngan bagi pekerja individual. Kerjasama tim yang baik dan efektif akan membuat pekerjaan menjadi nyaman untuk dilakukan. Kondisi seperti ini lebih memberikan kenyamanan pada setiap karyawan untuk bekerja dengan giat karena merasa puas dengan lingkungan tempat ia bekerja.


(47)

2.2.4 Hubungan Kepuasan Kerja dengan Kinerja Karyawan

Menurut Strauss dan Syales dalam Soedjono (2005: 28), kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mengalami kematangan psikologik dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat rendah, cepat lelah dan bosan, emosi yang tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Sedangkan karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran yang baik, dan berprestasi kerja lebih baik daripada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Kepuasan kerja mempengaruhi tingkat perputaran karyawan dan absensi. Jika kepuasan kerja karyawan meningkat maka perputaran karyawan dan absensi menurun.

Pengaruh kepuasan kerja karyawan dapat meningkatkan kinerja karyawan karena merasa kebutuhan dalam bekerja telah terpenuhi sehingga karyawan lebih nyaman menjalankan pekerjaannya. Kinerja karyawan yang terus meningkat dapat pula mendorong peningkatan kinerja organisasi. Karena merasa ikut dalam pencapaian tujuan organisasi maka karyawan benar-benar termotivasi dalam pencapaian tujuan organisasi dan mendapatkan kepuasan yang lebih besar.


(48)

2.3.Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan dengan antusias (David, Keith, 1985).

Achmad Suyuti (2001) yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah proses mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi pikiran, perasaan, tindakan dan tingkah laku orang lain untuk digerakkan ke arah tujuan tertentu.

Menurut Veitzhal Rivai (2004), kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh kepada pengikut-pengikutnya lewat proses komunikasi dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

Dubrin (2005: 3) mengemukakan bahwa kepemimpinan itu adalah upaya mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan, cara mempengaruhi orang dengan petunjuk atau perintah, tindakan yang menyebabkan orang lain bertindak atau merespons dan menimbulkan perubahan positif, kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan, kemampuan untuk menciptakan rasa percaya diri dan dukungan diantara bawahan agar tujuan organisasional dapat tercapai.

Menurut John M. Ivancevich (2007: 194) mengatakan bahwa kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi orang lain untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi yang relevan.


(49)

Robbins (2008: 49) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok guna mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan yang ditetapkan.

Ralph M. Stogdill (dalam Sopiah, 2008: 108) mendefinisikan kepemimpinan manajerial sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para kelompok. Ada tiga implikasi penting dari batasan ini, yaitu:

1. Kepemimpinan harus melibatkan orang lain, yaitu bawahan atau pengikut.

Karena kesediaan mereka menerima pengarahan dari pemimpin, anggota kelompok membantu, menegaskan, status pemimpin dan memungkinkan terjadinya proses kepemimpinan. Tanpa bawahan maka semua sifat kepemimpinan seorang manajer akan menjadi tidak relevan.

2. Kepemimpinan mencakup distribusi kekuasaan yang tidak sama di antara

pemimpin dan anggota kelompok. Pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan beberapa aktivitas anggota kelompok, yang caranya tidak sama antara pemimpin yang satu dengan yang lain.

3. Di samping secara sah mampu memberikan perintah atau pengarahan

kepada bawahan atau pengikutnya, pemimpin juga dapat mempengaruhi bawahan dengan berbagai cara.

Ciri-ciri utama kepemimpinan yang sukses dalam organisasi yakni mempunyai kecerdasan, kedewasaan dan keluasan hubungan sosial, motivasi diri dan mendorong karyawan untuk berprestasi, serta mempunyai sikap hubungan manusiawi yang terjaga (Davis, 2002: 246). Akan tetapi dalam usaha memperoleh


(50)

dukungan para karyawan seorang pemimpin perlu memperhatikan paling sedikit dua hal, yaitu loyalitas karyawan kepada pemimpin yang bersangkutan mungkin diperoleh apabila pemimpin tersebut loyal pula kepada para karyawannya, dan pengembangan karirnya harus juga berakibat pada pengembangan karir para karyawan tersebut.

Tampak bahwa agar sebuah kelompok beroperasi secara efektif maka seseorang harus melakukan dua fungsi utama sebagai pemimpin, yaitu :

1. Fungsi pemecahan masalah atau fungsi yang bertalian dengan tugas yang

mencakup fungsi memberi saran pemecahan, informasi dan pendapat.

2. Fungsi sosial atau fungsi pembinaan kelompok meliputi segala sesuatu yang

membantu kelompok beroperasi secara lebih lancar, misalnya menyetujui atau memberi pujian kepada anggota lain dalam kelompok, menengahi ketidak-sepakatan kelompok atau bahkan memerhatikan jalannya diskusi kelompok (Sopiah, 2008: 112).

2.3.1 Efektivitas Kepemimpinan

Ivancevich (2007: 194) mengatakan meskipun terdapat perbedaan definisi, harapan terhadap kepemimpinan, dan juga perbedaan tiga variabelnya (orang, tugas dan lingkungan), kepemimpinan tetap memiliki beberapa ciri umum. Sebagai contoh, Warren Bennis, yang selama beberapa dekade meneliti masalah kepemimpinan, menyimpulkan bahwa seluruh pemimpin dari kelompok yang efektif memiliki empat ciri utama berikut:


(51)

1. Mereka memberikan arahan dan arti bagi orang-orang yang mereka pimpin. Artinya, mereka bisa mengingatkan para pengikutnya akan hal-hal yang penting dan membimbing pengikutnya menyadari bahwa apa yang mereka lakukan mampu membuat perbedaan penting.

2. Mereka menumbuhkan kepercayaan.

3. Mereka mendorong tindakan dan pengambilan risiko. Mereka proaktif dan

berani gagal demi meraih kesuksesan.

4. Mereka memberikan harapan. Dengan cara yang nyata atau simbolis mereka

menekankan bahwa kesuksesan akan dapat diraih. 2.3.2 Peran Kepemimpinan

Yasin (2001: 6) mengemukakan bahwa keberhasilan kegiatan usaha pengembangan organisasi, sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan atau pengelolanya dan komitmen pimpinan puncak organisasi untuk investasi energi yang diperlukan maupun usaha-usaha pribadi pimpinan.

Siagian (2002: 66) mengemukakan bahwa peranan pemimpin atau kepemimpinan dalam organisasi atau perusahaan ada tiga bentuk yaitu :

1. Peran Interpersonal

Seorang pemimpin dalam perusahaan atau organisasi merupakan simbol akan keberadaan organisasi, seorang pemimpin bertanggung jawab untuk memotivasi dan memberikan arahan kepada bawahan.


(52)

2. Peran Informasional

Seorang pemimpin dalam organisasi mempunyai peran sebagai pemberi, penerima dan penganalisa informasi.

3. Peran Pengambilan Keputusan

Pemimpin mempunyai peran sebagai penentu kebijakan yang akan diambil berupa strategi-strategi bisnis yang mampu untuk mengembangkan inovasi, mengambil peluang atau kesempatan dan bernegosiasi dan menjalankan usaha dengan konsisten.

Mintzberg dalam Sutiadi (2003: 4) mengemukakan bahwa peran kepimpinan dalam organisasi adalah sebagai pengatur visi, motivator, penganalisis dan penguasaan pekerjaan.

Anoraga et al. (1995) dalam Tika (2006: 64) mengemukakan bahwa ada

sembilan peranan kepemimpinan seorang dalam organisasi yaitu pemimpin sebagai perencana, pemimpin sebagai pembuat kebijakan, pemimpin sebagai ahli, pemimpin sebagai pelaksana, pemimpin sebagai pengendali, pemimpin sebagai pemberi hadiah atau hukuman, pemimpin sebagai teladan dan lambang atau simbol, pemimpin sebagai tempat menimpakan segala kesalahan, dan pemimpin sebagai pengganti peran anggota lain.


(53)

2.3.3 Tipe Kepemimpinan

Menurut Siagian (2002: 75) tipe-tipe kepemimpinan yang ada pada seorang pemimpin adalah:

1. Tipe Kharismatis

Tipe kepemimpinan kharismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik dan wibawa yang luar biasa sehingga ia mempunyai pengikut yang berjumlah sangat besar. Kesetiaan dan kepatuhan pengikutnya timbul dari kepercayaan terhadap pemimpin itu. Pemimpin dianggap mempunyai kemampuan yang diperoleh dari kekuatan Tuhan Yang Maha Esa.

2. Tipe Paternalistis dan Maternalistis

Tipe kepemimpinan Paternalistis dan Maternalistis beranggapan bahwa bawahan atau pengikutnya belum dewasa.

Tipe kepemimpinan Paternalistis dan Maternalistis, dengan sifat-sifat antara lain :

a. Bersikap terlalu melindungi.

b. Jarang memberikan kesempatan pada bawahan untuk mengambil

keputusan sendiri.

c. Tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif

dan mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri.


(54)

3. Tipe Otokratis

Pemimpin tipe Otokrasi merupakan pemimpin yang berpikir bahwa organisasi adalah miliknya. Seorang pemimpin Otokrasi lebih bertindak diktator dan menggerakkan bawahannya dengan paksaan dan ancaman.

Mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus dipatuhi. Pemimpin selalu mau berperan sebagai pemain tunggal, setiap perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultasi dengan bawahannya.

4. Tipe Militeristis

Tipe kepemimpinan ini mirip sekali dengan tipe kepemimpinan Otokratis tapi bukan kepemimpinan organisasi militer. Pemimpin tergantung pada pangkat dan jabatan, senang pada formalitas yang berlebihan dan senang ceremonial untuk berbagai keadaan. Lebih banyak menggunakan sistem perintah atau komando terhadap bawahannya, menurut adanya disiplin keras dan kaku, tidak menghendaki saran, usul, sugesti dan kritikan-kritikan dari bawahan.

5. Tipe Laissez-Faire

Dalam tipe kepemimpinan ini sebenarnya pemimpin yang tidak memberikan kepemimpinannya. Pemimpin sama sekali tidak memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan bawahannya. Tingkat keberhasilan organisasi atau lembaga semata-mata disebabkan karena kesadaran dan dedikasi beberapa anggota kelompok, dan bukan karena pengaruh dari


(55)

pemimpin. Struktur organisasinya tidak jelas dan kabur, segala kegiatan dilakukan tanpa rencana dan tanpa pengawasan dari pimpinan.

Kebebasan penuh diberikan kepada kelompok dalam menentukan kebijakan dimana peran pemimpin sangat minim, pemimpin tidak ikut serta dalam membahas kegiatan, non partisipasi pemimpin dalam pemberian tugas, pemimpin tidak berusaha untuk mengatur jalannya kegiatan.

6. Tipe Populistis

Berpegang teguh pada nilai masyarakat tradisional. Kepemimpinan ini mengutamakan penghidupan Nasionalisme. Misalnya Soekarno dengan

pemahaman Marhaenisme. Tipe kepemimpinan Populistis ini memberi

kesan tidak fleksibel, karena masih menggunakan nilai masyarakat tradisional sedangkan jaman semakin maju dan dunia perekonomian juga terus berkembang. Belum tentu nilai tradisional tersebut dapat diterapkan untuk meningkatkan kinerja karyawan pada saat ini dengan berbagai kebutuhan karyawan maupun perusahaan yang meningkat.

7. Tipe Administratif dan Eksekutif

Kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas

administrasi secara efektif dengan pengaturan waktu, fasilitas dan bahan di tempat kerja. Pemimpin tipe Administratif dan Eksekutif ini mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan. Tipe ini mengikuti perkembangan perekonomian sehingga dinilai lebih efektif untuk meningkatkan kinerja karyawan maupun perusahaan.


(56)

8. Tipe Demokratis

Tipe kepemimpinan Demokratis mendasarkan bahwa manusia adalah makhluk termulia. Pimpinan Demokratis senang menerima saran, pendapat dan kritik dari bawahan. Pemimpin memberi kebebasan pada bawahan apabila melakukan kesalahan untuk kemudian diperbaiki agar tidak membuat kesalahan yang sama, berusaha menjadikan bawahannya lebih sukses daripada dirinya dan memberi kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan kapasitas pribadinya.

Semua kebijakan dibahas dan diputuskan dalam kelompok dengan pemimpin sebagai pendorong. Langkah-langkah umum perspektif kegiatan dibahas bersama demi kepentingan kelompok dengan pemimpin memberikan beberapa alternatif, pemberian tugas diberikan kepada kelompok, pemimpin cenderung bersifat objektif.

2.3.4 Indikator Kepemimpinan

Dalam Handoko (1995: 297) Edwin Ghiselli mengemukakan teori mereka tentang kesifatan atau sifat kepemimpinan. Edwin Ghiselli mengemukakan 6 (enam) sifat kepemimpinan yaitu :

a. Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas (supervisory ability)

atau pelaksana fungsi-fungsi dasar manajemen. Bawahan tahu secara jelas apa yang diharapkan dari mereka dan perintah-perintah khusus yang diberikan oleh pemimpin. Pimpinan mengawasi seluruh tindakan kerja dari bawahannya sesuai dengan aturan yang ada pada tempat kerja.


(57)

b. Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, pemimpin mengajukan tantangan-tantangan dengan tujuan yang menarik bagi bawahan dan

merangsang bawahan untuk mencapai tujuan tersebut serta

melaksanakannya dengan baik. Kebutuhan ini mencakup pencarian tanggung jawab dan keinginan untuk sukses.

c. Kecerdasan, dalam organisasi sebagai seorang pemimpin harus

mempunyai banyak akal untuk mengatasi setiap masalah yang akan dihadapi atau sedang dihadapi. Selain itu seorang pemimpin juga dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang luas guna mendukung pemimpin dalam pengambilan keputusan dan pemecahan suatu masalah. Hal ini mencakup kebijakan, pemikiran kreatif dan daya pikir.

d. Ketegasan atau kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan dan

memecahkan masalah-masalah dengan cakap dan tepat. Salah satu nilai kepemimpinan yang mutlak diperlukan dalam memimpin organisasi atau perusahaan adalah ketegasan. Ketegasan seorang pemimpin adalah kemampuan untuk mempertimbangkan segala aspek dari keputusan yang akan diambil, serta menetapkan keputuasan pada waktu dan kondisi yang

tepat. Ketegasan seorang pemimpin ini merupakan nilai universal yang

diperlukan seorang pemimpin. Penundaan pengambilan keputusan akan menimbulkan biaya yang mungkin tak terbayar dan bisa berakibat fatal.

e. Kepercayaan diri atau pandangan terhadap dirinya sehingga mampu untuk


(58)

dirinya sendiri sehingga tidak mudah terpengaruh oleh orang lain pada saat membuat keputusan. Kepercayaan diri ahrus dimiliki oleh setiap pemimpin agar dapat terus mempelajari mengenai perusahaannya dan mampu memimpin secara efektif. Pemimpin yang memiliki kepercayaan diri dapat mengetahui bagaimana menyatukan semua bagian atau departemen dalam sebuah perusahaan.

f. Inisiatif atau kemampuan untuk bertindak tidak tergantung,

mengembangkan serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara baru atau inovasi. Pemimpin yang memiliki banyak inisiatif begitu berperan dalam meningkatkan kinerja karyawan, karena pengikut atau bawahan dapat bekerja dengan cepat. Bila ada masalah atau hal yang menghambat pekerjaan, masalah tersebut tidak akan lama mengganggu jalannya pekerjaan karena pimpinan cepat mengambil inisiatif untuk mengatasi masalah yang ada.

2.4.Lingkungan Kerja

Keadaan atau tempat dimana seseorang melaksanakan tugas dan kewajibannya serta dapat mempengaruhi pegawai dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan (Nitisemito, 1992: 182).

Lingkungan kerja meliputi pewarnaan, kebersihan, pertukaran udara, penerangan, musik, keamanan dan kebisingan (Nitisemito, 1992: 184).

Jenis lingkungan kerja terbagi menjadi dua yaitu : (a) Lingkungan kerja fisik merupakan suatu keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat


(59)

kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun tidak langsung, (b) Lingkungan kerja non fisik merupakan semua keadaan terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun dengan hubungan sesama rekan kerja, ataupun dengan bawahan (Sedarmayanti, 2001: 3).

Menurut Parlinda (2003: 138) kondisi kerja adalah keadaan dimana tempat kerja yang baik meliputi fisik atau non fisik yang dapat memberikan kesan menyenangkan, aman, tentram dan lain sebagainya. Apabila kondisi kerja baik maka hal tersebut dapat memacu timbulnya rasa puas dalam diri karyawan yang pada akhirnya dapat memberikan pengaruh positif terhadap kinerja karyawan, begitu sebaliknya, apabila kondisi kerja buruk maka karyawan tidak akan mempunyai kepuasan dalam bekerja.

2.4.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja

Menurut Nitisemito (1992: 185) faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja, terdiri dari faktor intern dan faktor ekstern :

(1) Faktor Intern, meliputi :

a. Pewarnaan

Banyak perusahaan kurang memeperhatikan masalah ini padahal pengaruhnya cukup besar terhadap para pekerja dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan. Masalah pewarnaan ini bukan hanya masalah pewarnaan dinding saja, tetapi sangat luas sehingga dapat juga termasuk pewarnaan peralatan kantor, mesin bahkan pewarnaan seragam yang dipakai.


(60)

b. Lingkungan Kerja yang Bersih

Dalam setiap perusahaan hendaknya selalu menjaga kebersihan lingkungan. Sebab lain mempengaruhi kesehatan kejiwaan seseorang.

Bagi seseorang yang normal maka lingkungan yang bersih akan menimbulkan rasa senang dan rasa senang ini akan mendorong seorang untuk bekerja lebih bersemangat dan bergairah.

c. Penerangan yang Cukup

Penerangan tidak terbatas pada penerangan listrik, tetapi juga penerangan matahari. Dalam melaksanakan tugas, karyawan membutuhkan ketelitian. Selain itu harus diperhatikan pula bagaimana mengatur lampu sehingga dapat memberikan penerangan yang cukup tetapi tidak menyilaukan. Perlu diingat lampu yang terlalu terang akan membuat rasa panas yang dapat membuat kegelisahan dalam bekerja. Sebaliknya bila penerangan kurang, maka karyawan cepat mengantuk sehingga membuat banyak kesalahan saat bekerja.

d. Pertukaran Udara yang Baik

Pertukaran udara yang cukup sangat diperlukan terutama ruang kerja tertutup dan penuh dengan karyawan. Pertukaran udara yang cukup akan menyebabkan kesegaran fisik karyawan.

Sebaliknya pertukaran udara yang kurang dapat menimbulkan kelelahan pada karyawan. Bila terlalu banyak ventilasi dapat menimbulkan hembusan angin yang kuat dan menimbulkan rasa sakit.


(61)

Bagi perusahaan yang merasa pertukaran udaranya nyaman dapat menimbulkan kesejukan sehingga dapat mengurangi kelelahan fisik.

e. Musik yang Menimbulkan Suasana Gembira dalam Bekerja

Apabila musik yang didengarkan tidak menyenangkan maka lebih baik tanpa musik sama sekali. Sebaliknya bila musik yang diperdengarkan menyenangkan maka musik ini akan menimbulkan suasana gembira yang dapat mengurangi kelelahan dalam bekerja. Sebenarnya dalam hal musik selain dipilihkan yang menyenangkan maka juga harus diperhatikan pengaruhnya pada pekerjaan. Sebab ada musik yang sesuai dengan para karyawan tetapi justru pengaruhnya negatif terhadap pekerjaan.

(2) Faktor Ekstern, meliputi :

a.Jaminan terhadap Keamanan

Jaminan terhadap keamanan selama bekerja dan setelah pulang dari bekerja akan manimbulkan ketenangan yang akan mendorong semangat kerja untuk lebih giat bekerja. Bila rasa aman tidak terjamin maka akan menyebabkan semangat dan kegairahan kerja turun, konsentrasi terganggu sehingga akan menyebabkan kinerja menurun.

b. Kebisingan

Kebisingan terus-menerus terutama dari luar kantor mungkin akan menimbulkan kebosanan dan rasa terganggu untuk konsentrasi bekerja. Kebisingan merupakan gangguan yang harus diperbaiki. Oleh


(62)

karena itu, kebisingan harus diatasi, misalnya dengan pelindung telinga atau adanya ruangan khusus kedap suara.

c. Bebas dari Gangguan Sekitar

Perasaan nyaman dan damai akan selalu menyertai karyawan dalam setiap pekerjaan bila lingkungan ekstern tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti gangguan sumbangan, bantuan apapun ataupun hal-hal lain.

2.4.2 Indikator Lingkungan Kerja

Menurut Nitisemito (1992: 159) lingkungan kerja diukur melalui :

a. Suasana Kerja

Di dunia kerja, membangun hubungan baik sesama rekan kerja jelas sangat penting. Bagaimanapun, bersosialisasi dengan rekan kerja tak hanya membuat suasana kerja terasa lebih nyaman, tetapi kinerja pun dijamin akan meningkat. Banyak ide cemerlang seringkali mencuat karena adanya interaksi yang bagus dengan rekan kerja. Apalagi saat ini penilaian kinerja tidak hanya melalui karena kecerdasan dan ketrampilan sebagai individu. Kemampuannya bekerja dengan tim juga menjadi pertimbangan penting. Bahkan karyawan biasanya dapat menolerir kondisi fisik yang kurang memadai, asalkan suasana kerjanya nyaman dan menyenangkan.


(63)

Hubungan dengan rekan sekerja yang harmonis dan tanpa ada saling intrik sesama rekan sekerja. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi karyawan tetap tinggal dalam satu organisasi adalah hubungan yang harmonis diantara rekan kerja. Hubungan yang harmonis dan kekeluargaan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Dengan target tercipta sebuah hubungan manusia yang baik dalam bisnis sehingga interaksi hubungan antar karyawan adalah sebuah ikatan kerja yang puas dan termotivasi yang dapat meningkatkan kinerja karyawan maupun kinerja perusahaan.

c.Tersedianya Fasilitas Bekerja

Untuk bisa menciptakan karyawan yang bisa memberikan kontribusi yang diinginkan perusahaan bisa diawali dengan memberikan pelatihan, training, upgrade skill, memutasi karyawan ke divisi baru atau bahkan memberhentikan karyawan yang tidak berprestasi. Hal ini dimaksudkan bahwa peralatan yang digunakan untuk mendukung kelancaran kerja lengkap atau mutakhir. Tersedianya fasilitas kerja yang lengkap (seperti tersedianya seragam, tempat parkir yang aman, peralatan kantor yang memadai, AC, ventilasi dan pencahayaan yang cukup) walaupun tidak baru merupakan salah satu penunjang proses dalam bekerja.

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu sangat penting sebagai dasar pijakan dalam rangka penyusunan penelitian ini. Kegunaannya adalah untuk mengetahui hasil yang


(64)

telah dilakukan oleh peneliti terdahulu sekaligus sebagai perbandingan dan gambaran yang dapat mendukung kegiatan penelitian selanjutnya. Berikut beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No.

Nama Penelitian dan Tahun Penelitian

Hasil dan Kesimpulan

1. Lilik

Khoiriyah (2009)

upah (thit X1=7,588) dan lingkungan kerja (thit X2=6,142) berpengaruh positif terhadap kinerja secara parsial, dan secara simultan berpengaruh terhadap kinerja sebesar 87,424.

2. H. Teman

Koesmono (2005)

Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap motivasi, budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja, motivasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja secara positif, budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja, motivasi secara positif berpengaruh terhadap kinerja dan kepuasan kerja memiliki pengaruh positif terhadap kinerja.

3. Alf

Crossman (2003)

Kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap segi kerja individual, kepuasan kerja memiliki pengaruh positif terhadap variabel sosio-demografi, kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja secara positif.

4. Ida Ayu

Brahmasari

dan Agus

Suprayitno (2008)

Motivasi, kepemimpinan dan budaya organisasi signifikan terhadap kepuasan kerja, motivasi tidak signifikan terhadap kinerja tetapi kepemimpinan dan budaya organisasi signifikan terhadap kinerja

5. Firnawan

Ajie Nugraha (2009)

Ada pengaruh positif antara kepemimpinan, motivasi, pelatihan dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan PT. Kosoema Nanda Putra Klaten

6. Rani

Mariam (2009)

Gaya kepemimpinan dan budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan dan kinerja karyawan, kepuasan kerja karyawan juga berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.

7. Vera

Parlinda (2004)

Kepemimpinan, pelatihan dan lingkungan kerja

berpengaruh positif dan siginifikan terhadap kinerja karyawan, namun motivasi berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan


(65)

2.6 Kerangka Berfikir

Variabel terikat yang paling penting dalam dunia industri dan psikologi perusahaan adalah kinerja. Salah satu hal yang menjadi perhatian utama pada perusahaan manufaktur yang difokuskan untuk pengembangan produktivitas karyawan, satu fungsi dari pengukuran kerja (Borman, 2004). Greguras (1996) mendefinisikan kinerja sebagai tingkat dimana anggota organisasi berkontribusi untuk mencapai tujuan organisasi. Kontribusi karyawan dapat meningkat seiring dengan adanya kepemimpinan dan lungkungan kerja yang baik. Indikator kinerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitas kerja, kuantitas, waktu produksi, efektivitas, kemandirian dan komitmen kerja.

Kepuasan kerja adalah salah satu ukuran yang menentukan tingkat kesehatan dari sebuah perusahaan; menyumbangkan luasnya efektivitas kerja

yang bergantung pada sumber daya manusia (Fitzgerald et al, 1994) dan

pengalaman kepuasan kerja karyawan akan berpengaruh pada kualitas kerja yang mereka berikan. Kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh salah satunya hubungan antar sumber daya manusia yang ada pada suatu perusahaan. Indikator kepuasan kerja dalam penelitian ini adalah pekerjaan itu sendiri, pembayaran, promosi, kepenyeliaan dan rekan kerja.

Kepemimpinan merupakan ciri utama dari kinerja perusahaan yang memiliki sifat dari aktivitas orang manajemen dan mengarahkan usaha mereka pada tujuan dan sasaran perusahaan. Harus ada kesesuaian perilaku untuk meningkatkan perusahaan. Hubungan antara atasan dan bawahan, kepemimpinan berperan penting. Sebagai seorang pemimpin yang mempunyai kekuasaan maka ia


(66)

dapat mendukung terciptanya lingkungan kerja yang kondusif. Kemampuan, kebutuhan prestasi, kecerdasan, ketegasan, kepercayaan diri dan inisiatif merupakan indikator dalam penelitian ini.

Sebuah bisnis hendaknya bergerak dari peraturan tradisional dan wilayah nyaman untuk melihat bagaimana cara baru dalam bekerja. Perusahaan harus membuat lingkungan kerja dimana orang yang bekerja di dalamnya merasa nyaman untuk bekerja, merasakan bahwa mereka memiliki tujuan, mempunyai kebanggaan akan apa yang mereka lakukan dan dapat memaksimalkan potensi mereka. Dalam penelitian ini suasana kerja, hubungan dengan rekan sekerja dan tersedianya fasilitas kerja menjadi kombinasi yang dapat digunakan.


(67)

Berdasar uraian tersebut maka kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Kepemimpinan : a. Kemampuan b. Kebutuhan Berprestasi c. Kecerdasan d. Ketegasan

e. Kepercayaan Diri

f. Inisiatif

g. (Handoko, 1995: 297)

Lingkungan Kerja :

a. Suasana Kerja

b. Hubungan dengan

Rekan Sekerja

c. Tersedianya

Fasilitas Kerja (Nitisemito, 1992: 159)

Kepuasan Kerja :

a. Pekerjaan itu

Sendiri

b. Pembayaran

c. Promosi

d. Kepenyeliaan

e. Rekan Kerja

(Luthans dalam Triton PB, 2009: 165)

Kinerja :

a. Kualitas Kerja

b. Kuantitas Kerja

c. Waktu Produksi

d. Efektivitas

e. Kemandirian

f. Komitmen Kerja

(Bernardin dalam Robbins, 2003: 260)


(68)

2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis diartikan sebagai dugaan sementara atau pendapat yang masih lemah sehingga perlu dibuktikan kebenarannya. Adapun hipotesis yang digunakan adalah :

a. Ada pengaruh positif secara langsung kepemimpinan terhadap kinerja

karyawan pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Wonosobo.

b. Ada pengaruh positif secara tidak langsung kepemimpinan terhadap kinerja

karyawan pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Wonosobo.

c. Ada pengaruh positif secara langsung lingkungan kerja terhadap kinerja

karyawan pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Wonosobo.

d. Ada pengaruh positif secara tidak langsung lingkungan kerja terhadap

kinerja karyawan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Wonosobo.

e. Ada pengaruh positif kepuasan kerja terhadap kinerja pada Perusahaan


(1)

171


(2)

(3)

173


(4)

(5)

175


(6)

Dokumen yang terkait

PENGARUH KOMPENSASI DAN LINGKUNGAN KERJA PADA KINERJA KARYAWAN DENGAN KEPUASAN KERJASEBAGAI VARIABEL INTERVENING

5 65 122

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP KINERJA KARYAWAN MELALUI KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING ( STUDI PADA PABRIK GULA PAGOTAN MADIUN)

1 35 142

Analisis Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening pada Analisis Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja sebagai Variabel Interven

0 2 22

ANALISIS PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP KINERJA KARYAWAN MELALUI KEPUASAN Analisis Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja sebagai Variabel Intervening pada PT. PLN APJ di Surakarta.

0 3 19

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN (Survey Pada Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Sragen.

0 0 13

PENGARUH KEPEMIMPINAN MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN KARANGAYAR.

0 2 6

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN SUKOHARJO.

0 0 8

PENGARUH KEPEMIMPINAN, MOTIVASI, LINGKUNGAN DAN PELATIHAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN KARANGANYAR.

0 0 27

PENGARUH KOMPENSASI DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA MANGUTAMA BADUNG.

0 1 28

PENGARUH MOTIVASI KERJA DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KABUPATEN SLEMAN.

3 31 141