Sikap Dalam Teologi Agama-agama
b. Sikap Dalam Teologi Agama-agama
Dalam penelitian ilmu agama-agama, paling tidak ada tiga sikap keberagamaan yang sering digunakan untuk pengklasifikasian pandangan, yaitu eksklusivisme, inklusivisme, dan pararelisme. 25 Berikut akan penulis jelaskan ketiga pandangan teologis tersebut. Pertama, sikap eksklusif. Sikap ini merupakan pandangan yang mengklaim kebenaran dan keselamatan hanya pada agama anutannya, tidak pada agama lain. Dalam agama Kristen, pandangan ini adalah bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan yang sah untuk keselamatan. "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa,
24 Sachedina, Beda Tapi Setara,
h. 53.
25 Dalam menjelaskan ketiga sikap ini, penulis merujuk pada teori Budhy Munawar- Rachman yang tertuang dalam bukunya yang berjudul Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan
Kaum Beriman, (Jakarta: Paramadina, 2001), h. 44-48. Teori ini yang akan penulis gunakan untuk melihat dan menilai penafsiran Tim Tafsir Departemen Agama RI dalam menjelaskan ayat-ayat pluralisme yang penulis kaji, apakah penafsirannya tergolong eksklusivisme, inklusivisme, atau pararelisme dalam teologi agama-agama.
kalau tidak melalui Aku " (Yohanes 14: 6). Kemudian gereja merumuskan "Tidak ada keselamatan di luar Gereja" ( extra ecclesiam nulla salus! ).
Dalam agama Islam, banyak penafsir yang pemikirannya menyiratkan pandangan-pandangan eksklusif. Ada beberapa ayat yang biasa dipakai sebagai ungkapan eksklusifitas Islam, yaitu: QS. Al-Mâ'idah/ 5: 3, QS. Âli ‘Imrân 3/ 19 dan 85.
Kedua, sikap inklusif. Sikap ini merupakan pandangan yang mengklaim bahwa agama yang dianutnya memiliki kebenaran dan keselamatan yang lebih sempurna dibanding dengan agama lain; artinya agama lain masih mungkin benar dan selamat asalkan memiliki sejumlah kriteria tertentu. Dalam agama Kristen, pandangan inklusif ini berarti percaya bahwa seluruh kebenaran agama non-Kristiani mengacu kepada Kristus. Agama non-Kristen akan selamat, selama mereka hidup dalam ketulusan hati terhadap Tuhan, karena karya Tuhan pun ada pada mereka, walaupun mereka belum pernah mendengar Kabar Baik. Secara tidak lansung, sikap inklusif ini berpandangan bahwa agama-agama lain merupakan bentuk implisit dari agama yang dianut.
Kalangan Islam inklusif berpandangan bahwa agama semua nabi adalah satu, yaitu mengajarkan al-islâm (ketundukan dan kepasrahan total
kepada Tuhan Yang Maha Esa). Karena pada hakekatnya, para nabi adalah kepada Tuhan Yang Maha Esa). Karena pada hakekatnya, para nabi adalah
Ketiga, sikap pararelisme. Sikap ini berpandangan bahwa setiap agama
(selain agama yang dianut) memiliki jalan keselamatannya sendiri. Klaim kebenaran hanya ada dalam agamanya (sikap eksklusif), atau yang melengkapi atau mengisi agama lain (sikap inklusif), haruslah ditolak demi alasan-alasan teologis dan fenomenologis.
Terdapat satu sikap keagamaan lagi yang mirip dengan sikap pararelisme, yaitu sikap pluralis. Sikap pluralis memiliki beragam rumusan, yaitu Agama-agama lain adalah jalan yang sama-sama sah untuk mencapai kebenaran yang sama; Agama-agama lain berbicara secara berbeda, tetapi merupakan kebenaran yang sama sah; atau setiap agama mengekspresikan bagian penting sebuah kebenaran. Secara tidak langsung, sikap pluralis ini
Dari Abû Hurairah ra. berkata, telah bersabda Rasûlullâh saw., " Aku adalah orang yang paling berhak atas Isa putra Maryam di dunia dan akhirat. Para Nabi adalah saudara satu bapak, ibu mereka berbeda-beda namun agama mereka satu. (HR. al-Bukhârî) Lihat CD Mausû‘ah al-Hadîts
al-Syarîf, Sahih al-Bukhârî, no. hadis 3187.
berpandangan bahwa setiap agama memiliki peluang yang sama untuk memperoleh keselamatan. Bukan sikap yang mengupayakan penyeragaman bentuk agama.
Sikap-sikap keagamaan di atas inilah yang nantinya penulis gunakan untuk melihat dan menganalisis penafsiran Tim Tafsir Departemen Agama RI terhadap ayat-ayat pluralisme yang penulis kaji.