Analisis Data Foto III

 Mobil Minibus yang terendam  Latar Belakang sebuah ruko,menara dan tiang listrik

2. Tahap Konotasi

2.1 Trick Effect manipulasi foto

Dalam foto tersebut fotografer melakukan teknik pemotongan gambar agar terlihat lebih padat dan hal tersebut membuat degradasi gambar air yang membentuk gelombang yang berada di depan anak anak .

2.2 Pose

Pose dalam foto tersebut yakni sebuah keriangan anak-anak saat terjadinya banjir dan bermain di genangan banjir dan menaiki atas Kopaja yang terjebak banjir. Seakan-akan atap kendaraan umum Kopaja menjadi tempat berlindung karena banyaknya orang-orang menaiki atap kopaja tersebut dari luapan banjir.

2.3 Objek

Pemilihan objek foto adalah sekumpulan anak-anak yang bermain pada genganan air angkutan kopaja yang di naiki warga serta dengan latar belakang yang mendukung seperti gedung, tiang listrik serta menara atau pemacar yang menajdi sebuah simbol pembangunan.

2.4 Photogenia Teknik Foto

Angle yang digunakan adalah eye level, yaitu posisi kamera fotografer sejajar dengan objek. Menggunakan speed 1100 ISO 200 f 8 kemudian difoto pada siang hari dengan suasana mendung dengan kondisi banjir.

2.5 Aestethicism

Aestethicism dalam foto tersbut yakni ekspersi para anak anak yang riang saat bermain banjir yang menimbulkan gelombang gelombang air para dan fotografer menunjukkan bahwa banjir tidak hanya dimaknai sebagai bentuk musibah warga kota melainkan menjadi ruang bermain anak-anak yang kian terbatas di ibukota saat banjir pun riang gembira .

2.6 Syntax

Hubungan yang ada dalam foto tersebut yakni sebuah gelombang air akibat anak anak bermain dengan latar belakang tiang listik yang menimbulkan peesepsi seolah seolah sebenarnya mereka bermain dalam keadanaa bahaya namun mereka namun mereka riang gembira menjalaninya, kemudian di jalan raya adanya angkutan umum serta kendaraan pribadi yang terendam banjir dan dikaitkan dengan menara pemancar menandakan lumpuhnya akses warga baik lalu lintas dan sebagainya akibat banjir tersebut. Latar belakang gedung bertingkat yang diduga rumah warga menandakan menjadi sebuah solusi alternatif bagi warga jakarta untuk menghindari genangan banjir.

3. Mitos

Foto merepresentasikan kondisi lingkungan kota Jakarta yang yang menjadi langanan bencana banjir dan menjadi rutinitas tahunan bahkan 5 tahunan, Lantas, kondisi demikian, tidak melulu membuat masyarakat stres menghadapinya melainkan tertawa riang dimana foto ini merepresentasikannya. Secara geografis, Jakarta adalah kota yang berada di delta dan rentan terhadap banjir. Dalam catatan sejarah, sejak tahun 1621 terjadi banjir besar di Jakarta, kemudian disusul tahun 1654, 1873 dan tahun 1918 pada zaman kolonial. Pada periode akhir, banjir besar sempat terjadi pada tahun 1979, 1996, 2002, 2007 dan belum lama ini akhir tahun 2012 atau awal 2013. Banyak warga Jakarta yang percaya, banjir besar yang melanda Ibu Kota terjadi dalam siklus lima tahun sekali. Entah kapan tepatnya warga Jakarta mengenal istilah mitos banjir lima tahunan, yang jelas ungkapan itu kerap digunakan sejak banjir besar melanda Ibu Kota pada 1996, 2002, dan 2007. Dan hal ini diperkuat dengan banjir yang terjadi di awal tahun 2013. 8

D. Analisis Data Foto IV

Sisa Kebakaran di Pejompongan, 1997. 1. Tahap Denotasi Makna denotasi dalam data foto IV adalah:  Seorang Pria  Reruntuhan Bangunan  Gedung Bertingkat 8 http:www.merdeka.comjakartamitos-banjir-5-tahunan-jakarta.html

2. Tahap Konotasi

2.1 Trick Effect manipulasi foto

Fotografer ingin menyampaikan sebuah gambar seorang pria yang rumahnya kebakaran seakan akan dekat dengan gedung pencakar langit dengan menggunakan trik pada lensa kamera yang di zoom.

2.2 Pose

Seorag pria yang diduga korban kebakaran duduk dan melihat kebawah tepatnya puing yang jatuh ke tanah sambil termanggu mengenai dampak kebakaran yang sering terjadi di ibukota dengan puing-puing kebakaran bersamaan berdiri tegak sebuah gedung pencakar langit.

2.3 Objek

Pemilihan objek foto tersebut yakni seorang pria duduk dengan baju diikat pada leher lengkap dengan menggunakan sepatu serta celana, kemudian sisa puing puing bangunan pasca kebakaran serta gedung bertingkat.

2.4 Photogenia Teknik Foto

Angle yang digunakan adalah eye level, yaitu posisi kamera fotografer sejajar dengan objek. Foto menggunakan speed 1100 menggunakan diafragma 16 ISO 200 dengan lensa 80mm kemudian proses pengambilan gambar pada siang hari.

2.5 Aestethicism

Foto tersebut menyampaikan sebuah narasi tentang kota Jakarta yang sering dilanda kebakaran sepanjang tahunnya dan digambarkan eksprsi sesok pria yang duduk termangu pada reruntuhan puing-puing kebakaran kemudian terlihat latar belakang ada sebuah gedung pencakar langit.