Profil Erik Prasetya Analisis Semiotika Foto Pada Buku Jakarta Estetika Banal Karya Erik Prasetya

Pada tahun 1997 Erik pun sempat berkerja sebagai asisten pada jurufoto dokumenter Sebastian Salgado 1 fotografer asal Brazil yang banyak mempengaruhi pemikirannya. Dalam perkembangannya, meskipun Erik bekerja di berbagai bidang, termasuk bidang komersial, ia lebih dikenal sebagai jurufoto jurnalistik dokumenter. Lebih dari 20 tahun Erik berkarya dan merekam dengan pendekatan yang khas peristiwa dan keadaan di tahun- tahun yang penuh dinamika perubahan sosial politik pada masyarakat. Karya-karyanya sudah beredar melalui media cetak nasional serta internasional.Erik saat ini berkerja sebagai fotografer lepas, kadang untuk berita, komersil, atau memilih dan melakukan kerja yang diinginkan untuk kepentingan pribadi. Sudah sejak lama Erik berkecimpung didunia jurnalistik yang memegang teguh konsep kejujuran dan kebenaran dalam dunia foto jurnalistik, tidak ayal kebenarannya terkait dengan sikap politik. Tentu saja pada massa reformasi Erik tidak mempunyai kesempatan banyak untuk menyampaikan pendapatnya karena situasi politik yang kacau pada waktu itu. 1 Salgadolahirpada tanggal 8 Februari1944 di Aimorés, negara bagian Minas Gerais, Brasil.Setelah berpindah- pindah, Salgado awalnya dididik sebagai seorang ekonom, mendapatkan gelar master di bidang ekonomi dari University of SãoPaulo di Brasil.Dia mulaibekerja sebagai seorang ekonomuntukInternational Coffee Organization, sering bepergian ke Afrika pada misi untuk BankDunia, ketika ia pertama mulai serius mengambil foto. Dia memilih untuk meninggalkan karir sebagai ekonom dan beralih ke fotografi pada tahun 1973, awalnya bekerja pada tugasberita sebelum membeloklebih ke arah dokumenter.Salgado awalnya bekerjadengan foto agen Sygmadan Gammayang berbasis di Paris, namun pada tahun 1979 ia bergabung dengan perkumpulan fotografer internasional, Magnum Photos. Dia meninggalkan Magnum pada tahun 1994dan dengan istrinyaLeliaWanick Salgado membentuk lembaga sendiri, Amazonas Images, di Parisuntuk mewakili karyanya. Ia sangat terkenal karenafotografi documenter sosialnya tentang pekerjadi negara-negara berkembang. http:en.wikipedia.orgwikiSebastiC3A3o_Salgado, diakses 10 Maret 2013 Erik Prasetya masuk dalam Photo Summit Indonesia 2007 bertema kota dan masalah urban 2 . Kemudian pameran foto-foto dari buku ini di rangkaian acara Jakarta International Photo Summit 2010, buku Jakarta Estika Banal karya Erik Prasetya masuk dalam pameran buku fotografi terbaik bersama Jerman, Jepang, dan Indonesia yang dipamerkan atas kerja sama Goethe-Institut Indonesien, Japan Foundation, dan Panna Foto Institute. Kemudian erik masuk dalam fotografer yang berpengaruh di Asia, termasuk memperoleh penghargaan di dunia fotografi dunia dalam Invisible Photographer Asia IPA serta masuk dalam Jakarta Binale 2003. Pemihakan atau pendekatan yang kritis ini adalah satu hal yang ditekuninya hampir sepuluh tahun lebih, termasuk saat ia ikut serta dalam acara fotografi internasional Art Connexion yang melibatkan juru foto dan kurator dari Asia Tenggara, Australia, Selindia Baru, dan Jerman. Ia konsisten dan merekam serta menghadirkan kembali masyarakat atau individu-individu yang menjadi kerumunan dalam suatu kota, yang terasingkan oleh sistem. Selain menjadi fotografer dan curator seni erik juga menjadi salah satu pengajar di Institut Kesenian Jakarta dan beberapa sekolah serta workshop fotografi untuk memberikan sebuah kontribusi terhadap perkembangan seni khususnya fotografi.

B. Gambaran Buku Jakarta Estetika Banal

Jakarta Estetika Banal adalah sebuah buku fotografi yang diproduksi oleh Dewan Kesenian Jakarta dan diterbitkan oleh penerbit Kepustakaan Populer 2 http:www.suaramerdeka.comharian071206bud02.htm Gramedia KPG, buku ini adalah hasil karya Erik Prasetya selama 20 tahun mengenai Jakarta tepatnya memotret kronik kota Jakarta dengan pendekatan banalitas kehidupan sehari-hari yang dilakoni manusia-manusianya untuk bertahan hidup. Buku ini terdiri dari delapan bab, di mana setiap bab tidak berjudul, namun ditandai oleh sepotong puisi yang memulai sebuah bab baru, foto terlama dalam di buku ini dibuat tahun 1990 tak terlalu banyak buku foto yang bicara khusus tentang ibu kota Jakarta, dan kemudian Erik mencoba membuat itu. Kemudian buku ini terdiri dari 193 halaman dengan ukuran 240 x 300 mm Estetika banal tidak memotret drama atau peristiwa besar melainkan memotret hal-hal sehari-hari yang menjadi bagian kehidupan fotografer. Betapa sebuah kota mempunyai kekurangan pengetahuan tentang kebutuhan dan kemampuan yang nyata dari penduduknya, sehingga sebagian besar kebutuhan itu tidak terpenuhi dan sebagian besar kemampuannya tidak disertakan dalam membangun kotanya. Kontras antara pencakar langit dan kampung kumuh tak harus selalu dilihat dengan suram, sebab untuk sintas atau survive yang menjalaninya tidak bisa melihatnya demikian suram. Kehidupan malam atau gairah belanja di mal pun tak harus dimaknai sebagai kurang bermoral.Kemiskinan tidak perlu dieksotisasi dan kekayaan tak perlu dianggap dekaden.Semua itu adalah bagian yang menjalankan denyut Jakarta. 3 3 Erik Prasetya, Jakarta Estetika Banal, penerbit Kepustakaan Populer Gramedia KPG. Jakarta: 2011. Tanpa halaman.