Perbuatan Pidana Tindak Pidana Narkoba

Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008

BAB III KEBIJAKAN KRIMINAL CRIMINAL POLICY YANG SELAMA INI

DILAKUKAN TERHADAP ANAK PEMAKAI NARKOBA DI KOTA MEDAN

A. Tindak Pidana Narkoba

a. Perbuatan Pidana

Istilah Perbuatan pidana diambil dari bahasa Belanda yaitu istilah het strafbsre feit. Menurut Moeljatno, perkataan perbuatan sudah lazim dipergunakan dalam percakapan sehari-hari seperti: perbuatan tidak senonoh, perbuatan jahat dan sebagainya dan juga sebagai istilah teknis seperti istilah perbuatan melawan hukum onrechmatige daad. 126 Perkataan perbuatan berarti di buat seseorang dan menunjuk, bahwa timbul yang menunjukkan adanya handeling atau gedraging sesorang. Dengan perkataan tidak berarti langkah dan baru dalam bentuk tindak tanduk atau tingkah laku. Beliau memberi rumusan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana dan perbuatan tersebut harus pula benar-benar dirasakan masyarakat yang tak boleh atau menghambat akan tercapainya tata dalam pergaulan masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. Makna perbuatan pidana secara mutlak harus termasuk unsur formil, yaitu mencocokkan dengan rumusan undang-undang dan unsur materil, yaitu sikap pertentangannya dengan cita-cita mengenai pergaulan masyarakat atau dengan pendek, sifat melawan hukum rechtswirdigkeit. 127 127 Ibid, hlm. 208. Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 Dalam hukum pidana masalah perbuatan jahat perlu dibedakan dalam: a. Perbuatan jahat sebagai gejala masyarakat dipandang secara konkrit sebagaimana terwujud dalam masyarakat, yaitu perbuatan manusia yang memperkosa atau menyalahi norma-norma dasar masyarakat secara kongkrit. Ini adalah pengertian perbuatan jahat dalam arti kriminologis. b. Perbuatan jahat dalam arti hukum pidana. Perbuatan jahat di sini adalah perbuatan jahat sebagaimana terwujud in abstracto dalam peraturan-peraturan pidana. Mengenai masalah unsur tindak pidana menurut Lamintang secara umum dibedakan atas unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk di dalamnya adalah segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. 128 Sedangkan unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu dalam keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus lakukan. Unsur- unsur subjektif dari tindak pidana meliputi: 129 a. Kesengajaan atau ketidak sengajaan dolus atau culpa; b. Maksud pada suatu percobaan seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP; 128 PAF. Lamintang, Dasar – Dasar Hukum Pidana Indonesia, Jakarta : Citra Aditya Bhakti, 1997, hlm.192 129 Fuad Usfa dan Tongat, Pengantar Hukum Pidana, Malang: UMM Press, 2004, hlm. 32- 33. Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 c. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat dalam tindak pidana pencurian; d. Merencanakan terlebih dahulu, seperti misalnyayang terdapat dalam Pasal 340 KUHP. Sedangkan unsur objektif dari tindak pidana meliputi: 130 1. Sifat melanggar melawan hukum; 2. Kualitas dari si pelaku, misalnya keadaan sebagai seorang pegawai negeri dalam kejahatan menurut Pasal 415 KUHP. Dalam Pasal 415 KUHP antara lain ditegaskan :”Seseorang pejabat atau orang lain yang ditugasi menjalankan jabatan umum……..” 3. Kasualitas, yaitu hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan kenyataan sebagai akibat. Perbuatan-perbuatan yang diancamkan dengan pidana dalam tindak pidana narkoba seluruhnya adalah merupakan delik kejahatan, sebagaimana diketahui bahwa tindak pidana narkoba di atur dalam UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika. UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika untuk selanjutnya disingkat dengan UU Psikotropika, dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal 66 seluruhnya adalah merupakan delik kejahatan. Psikotropika adalah obat yang mempengaruhi susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku, dan berpotensi 130 Ibid Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 menyebabkan sindroma ketergantungan. Penggunaan psikoropika harus dilakukan secara benar dalam rangka pengobatan, sehingga apabila dipakai secara bebas mengakibatkan penderitaan suatu penyakit dan ketagihan ingin selalu menggunakan psikotropika. 131 Perbuatan pidana dalam psikotropika antara lain berupa perbuatan-perbuatan seperti memproduksi, mengedarkan secara gelap maupun penyalahgunaan psikotropika, merupakan perbuatan yang merugikan masyarakat dan negara. Memproduksi dan mengedarkan secara liar psikotropika pada akhirnya akan dikonsumsi oleh orang lain, yang pada akhirnya yang membuat orang yang mengkonsumsi menjadi sakit. Jika yang memakai psikotropika banyak jumlahnya maka masyarakat akan sakit bahkan momok yang ditakutkan adalah terjadinya lost generation. Produksi dan peredarannya menyangkut transaksi jual beli yang mendatangkan keuntungan, akan tetapi karena transaksinya gelap maka tidak ada penarikan pajak sehingga negara dirugikan, inilah yang menjadi alasan mengapa tindak pidana di bidang psikotropika digolongkan sebagai delik kejahatan. Dari seluruh tindak pidana yang diatur dalam UU Psikotropika, dilihat dari segi perbuatannya dapat dikelompokkan menjadi beberapa bentuk kelompok, sebagai berikut: a. Kejahatan yang menyangkut produksi psikotropika Pasal 59 ayat 1 huruf b, Pasal 59 ayat 2 dan ayat 3, dan Pasal 60 ayat 1 UU Psikotropika 131 Undang-Undang Psikotropika dan Narkotika, Jakarta: Tim Pusaka Merah Putih, 2007 Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 b. Kejahatan yang menyangkut peredaran psikotropika Pasal 59 ayat 1 huruf c dan Pasal 60 ayat 2, ayat 3 dan ayat 4 UU Psikotropika c. Kejahatan yang menyangkut ekspor dan impor psikotropika Pasal 59 ayat 1 huruf d, Pasal 61 ayat 1 dan ayat 2, dan Pasal 63 ayat 1 UU Psikotropika. d. Kejahatan yang menyangkut penguasaan psikotropika Pasal 59 ayat 1 huruf d, Pasal 61 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 63 ayat 1 UU Psikotropika e. Kejahatan yang menyangkut penggunaan psikotropika Pasal 59 ayat 1 huruf a f. Kejahatan yang menyangkut pengobatan dan rehabilitasi psikotropika Pasal 64 g. Kejahatan yang menyangkut label dan iklan psikotropika Pasal 63 ayat 2 huruf a, huruf b dan huruf c UU Psikotropika h. Kejahatan yang menyangkut transito psikotropika Pasal 64 i. Kejahatan yang menyangkut pelaporan kejahatan di bidang psikotropika Pasal 63 ayat 2 huruf a, huruf b dan huruf c UU Psikotropika j. Kejahatan yang menyangkut transaksi dalam perkara psikotropika Pasal 63 ayat 2 huruf a, huruf b dan huruf c UU Psikotropika k. Kejahatan yang menyangkut pemusnahan psikotropika Pasal 63 ayat 2 huruf a, huruf b dan huruf c UU Psikotropika. l. Kejahatan yang menyangkut saksi dalam perkara psikotropika Pasal 66 m. Kejahatan yang menyangkut pemusnahan psikotropika Pasal 63 ayat 2 huruf d. Dalam Undang-undang Narkotika No. 22 tahun 1997, untuk selanjutnya disingkat dengan UU Narkotika, tidak disebutkan dengan tegas bahwa tindak pidana yang diatur di dalamnya adalah tindak kejahatan, tetapi hal tersebut tidak perlu Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 diragukan sebab semua tindak pidana dalam UU tersebut adalah kejahatan alasannya kalau narkotika hanya untuk pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan, maka apabila ada perbuatan diluar kepentingan-kepentingan tersebut sudah pasti merupakan kejahatan, sebab akibat yang ditimbulkan dari pemakaian narkotika secara tidak sah sangat membahayakan bagi jiwa manusia. Menurut UU Narkotika perbuatan pidana dalam tindak pidana narkotika dapat dikelompok sebagai berikut: 1. Kejahatan yang menyangkut produksi narkotika Pasal 80 UU Narkotika 2. Kejahatan menyangkut jual beli narkotika Pasal 82 UU Narkotika 3. Kejahatan yang menyangkut pengangkutan dan transito narkotika. Pasal 81 UU Narkotika 4. Kejahatan yang menyangkut penguasaan Narkotika Pasal 79 dan Pasal 78 UU Narkotika. 5. Kejahatan yang menyangkut penyalahgunaan Narkotika Pasal 84 UU Narkotika. 6. Kejahatan yang menyangkut tidak melaporkan pecandu Narkotika Pasal 46 UU Narkotika. 7. Kejahatan yang menyangkut label dan publikasi. Pasal 41, 41, Pasal 89 UU Narkotika 8. Kejahatan yang menyangkut jalannya peradilan Pasal 92 UU Narkotika. Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 9. Kejahatan yang menyangkut penyitaan dan pemusnahan narkotika Pasal 94 UU Narkotika 10. Kejahatan yang menyangkut keterangan palsu Pasal 95 UU Narkotika 11. Kejahatan yang menyangkut Penyimpangan fungsi lembaga Pasal 99 UU Narkotika 12. Kejahatan yang menyangkut pemanfaatan anak di bawah umur Pasal 87 UU Narkotika.

b. Sanksi Pidana