Peranan Sistem Peradilan Pidana dalam Menanggulangi Anak Pemakai

Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 masyarakat. Kondisi seperti ini sering kali justru menjauhkan hukum pidana dari tujuannya, yaitu mensejahterakan masyarakat. Pada hakikatnya penal policy adalah merupakan bagian usaha penegakan hukum khususnya penegakan hukum pidana. 151 Dengan demikian sudah seharusnya penentuan dan penjatuhan sanksi dilakukan dengan pertimbangan yang serius, dengan harapan hukum Pidana akan mampu berfungsi melindungi kepentingan negara, korban dan pelaku tindak pidana. Selain itu penal policy hakikatnya juga adalah merupakan bagian integral dari usaha perlindungan masyarakat social walfare. Politik hukum pidana juga adalah merupakan bagian integral dari kebijakan atau politik sosial social policy. Kebijakan sosial social policy dapat juga diartikan sebagai usaha yang rasional untuk mencapai kesejahtreaan masyarakat sekaligus melingkupi perlindungan kepada masyarakat. 152

1. Peranan Sistem Peradilan Pidana dalam Menanggulangi Anak Pemakai

Narkoba di Kota Medan Penegakan hukum law enforcement telah menjadi ungkapan sehari-hari dikalangan masyarakat, pejabat, pengamat, mahasiswa, pelaku, dan anggota masyarakat biasa. Demikian pula dengan kalangan pers, sangat dekat dengan ungkapan ini. Penegakan hukum adalah merupakan tugas dari aparat penegak hukum yang tergabung dalam sistem peradilan pidana criminal justice system. Menurut 151 M. Hamdan, op. cit, hlm.23. 152 Ibid, hlm. 24. Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 Purpura 153 sistem peradilan pidana criminal justice system merupakan suatu sistem yang terdiri dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Sistem peradilan pidana diartikan sebagai sebagai suatu proses yang bekerja dalam beberapa lembaga penegak hukum. Sistem peradilan pidana memiliki komponen-komponen yang terdiri dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga peradilan yang diharapkan dapat bekerja secara integratif sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing dalam mekanisme peradilan pidana. 154 Tujuan sistem peradilan pidana adalah untuk melindungi dan menjaga ketertiban masyarakat, mengendalikan kejahatan, melakukan penangkapan dan melakukan penahanan terhadap pelaku kejahatan. Kegiatan SPP adalah meliputi kegiatan yang bertahap dimulai dari penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan dan pelaksanaan putusan hakim yang dilakukan oleh Lembaga pemasyarakatan. Proses yang berjalan berurutan itu menuju tujuan yang bersama yang dikehendaki. Keseluruhan proses itu bekerja dalam satu sistem, sehingga antara masing-masing lembaga sebagai sub sistem yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lain. 153 Philip P. Purpura, Criminal Justice an Introduction, Boston: Butterworth-Heinemann, 1997, hlm.83. 154 M. Faal, Penyaringan Perkara Pidana oleh Polisi Diskresi Kepolisian, Jakarta: Pradnya Paramita, 1991, hlm: 44. Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008

a. Tahap Pemeriksaan sebelum Persidangan

Sebelum suatu perkara dilimpahkan dan diperiksa pada proses peradilan pra adjukasi maka diperlukan suatu tahap pemberkasan. Di sinilah tugas kepolisian dan bekerjasama dengan pihak kejaksaan. Kepolisian bertugas untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap anak yang tertangkap memakai narkoba sebagaimana diatur dalam Pasal 4-12 KUHAP. Kejaksaan mempunyai tanggung jawab untuk melakukan penuntutan sesuai dengan Pasal 13-15 KUHAP. Di dalam organisasi kepolisian ada 2 macam tugas dan tanggung jawab Kepolisian yaitu 155 : 1. Polisi administratif, Polisi keamanan atau Polisi jalanan lalu lintas yang disebut juga service public. Tugas umum Polisi ini adalah memberikan pelayan umum, bantuan atau pertolongan kepada masyarakat, menegakkan hukum yang bersifat mengatur baik dari pusat maupun di daerah dan menjaga ketertiban umum serta cakupannya luas, tanpa batas. Tugas Polisi ini sering juga disebut dengan tugas polisi secara preventif. 2. Polisi Peradilan, Polisi Rahasia, atau reserse Polisi Yudisial, tugas umumnya adalah menegakkan hukum pidana, mencari pelaku, mengumpulkan bukti- bukti dan nantinya proses akan berjalan di pengadilan. Tugas polisi ini sering disebut sebagai tugas yang bersifat refresif. Tugas polisi ini diarahkan untuk menegakkan hukum pidana. 155 Ibid, hlm.24 Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tugas Kepolisian yang secara umum bila dikaitkan dengan bahasa Kepolisian sekarang ialah tugas-tugas pengawasan atau preventif dan tugas-tugas penyidikan, penindakan atau refresif. Secara keseluruhan pada hakikatnya tugas-tugas itu merupakan kontrol oleh Polisi terhadap masyarakat. Politik kriminal criminal politic yang selama ini dilakukan pihak polisi di Kota Medan adalah dengan mengadakan pemberkasan perkara kejahatan narkoba melalui proses penyelidikan dan penyidikan serta meneruskannya kepihak kejaksaan, melalui BAP yang dikirimkan pihak kepolisian kepada pihak kejaksaan. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga tindak pidana, supaya dapat ditentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Sedangkan penyidikan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut dapat membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 156 Berdasarkan hasil data Kepolisian bahwa ada sekitar 578 anak yang memakai narkoba yang berhasil ditangkap oleh pihak Poltabes Medan dalam kurun waktu 2004-2007. 157 Kondisi ini menggambarkan bahwa begitu banyak anak yang memakai narkoba, hal ini tidak terlepas dari tanggung jawab semua pihak, sebab anak 156 Lihat Pasal 1 butir 5 dan butir 2 KUHAP. 157 Data dari Satuan Narkoba Poltabes Ms, tahun 2008. Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 adalah masa depan bangsa. Menurut keterangan dari pihak kepolisian kota Medan, 158 terhadap anak tetap dilakukan penahanan, walaupun pada dasarnya masih dalam kategori anak. Fakta ini sesungguhnya berbeda dengan apa yang diatur dalam undang-undang dimana penahan pada anak prinsipnya merupakan langkah yang bersifat esensial seperti yang dirumuskan dalam Pasal 45 1 UU No. 3 tahun 1997 yaitu: penahanan dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingan si anak dan atau kepentingan masyarakat. Menurut informan dari Poltabes Medan bahwa hampir semua anak yang memakai narkoba yang berhasil ditangkap dikenakan penahanan hal ini dilakukan untuk memberikan efek jera deterrence effect pada anak yang memakai narkoba agar jangan sampai mengulangi kembali perbuatannya. 159 Dalam proses pemeriksaan terhadap anak yang memakai narkoba sedapat mungkin pihak Poltabes Medan selalu berusaha untuk langsung menghubungi Bapas agar dapat melakukan pendampingan terhadap anak, tetapi adakalanya pihak Bapas tidak langsung bisa segera dihubungi karena masalah waktu. Pada saat dilakukan pendampingan maka pihak Bapas akan melakukan litmas penelitian masyarakat yaitu tentang apa latar belakang sehingga anak memakai narkoba, bagaimana kondisi keluarga, lingkungan, tempat tinggal si anak. Hasil laporan dari Bapas ini yang akan diserahkan oleh pihak Bapas kepada pihak Kepolisian dan yang akan menjadi pertimbangan bagi pihak Kepolisian. Hasil litmas 158 Wawancara dengan Brigadir Rismanto. P yang merupakan penyidik di satuan Narkoba Poltabes Medan, tanggal 4 Juli 2008. 159 Ibid. Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 akan dilampirkan dalam berkas pemeriksaan Polisi dan akan diserakan kepada Jaksa dan hal ini yang akan menjadi pertimbangan bagi jaksa untuk melakukan penuntutan. Di instansi Kepolisian ada dikenal istilah diskresi 160 kepolisian yaitu kewenangan yang dimiliki oleh kepolisian untuk menyaring suatu perkara, berdasarkan wewenang yang ada padanya polisi dapat menilai dan menentukan suatu peristiwa sebagai suatu tindak pidana atau bukan. Jika peristiwa itu merupakan peristiwa pidana maka Kepolisian melakukan penyidikan. Kewenangan yang dimiliki oleh polisi tersebut tidak dapat diartikan bahwa polisi boleh menggunakan hak atau wewenangnya didasarkan kriteria mau tau tidak mau, wewenang kepolisian atau police discretion lebih ditekankan pada kewajiban menggunakan wewenangnya, disinilah sangat dituntut kemampuan intelektual dan pengabdian dari Polisi sebagai aparat penegak hukum. 161 Dalam hal ini Kepolisian memiliki kewenangan diskresioner untuk melakukan diversi yang bertujuan menempatkan anak yang berkonflik dengan hukum agar 160 Diskresi yang dikeluarkan Kapolri Jenderal Pol Sutanto agar pengusutan anak-anak korban narkoba tidak diperlakukan seperti tersangka disambut positif Jaksa Agung Hendarman Supandji. Dia menegaskan, selaku penyidik, Polisi memang memiliki kewenangan diskresi yang bisa menjadi alasan pemaaf dalam penanganan kasus pidana. Pada tanggal 11 November sebuah terobosan hukum di bidang pemberantasan narkoba lahir di Gedung Graha Pena Jawa Pos, Surabaya. Penandatanganan MoU kerja sama antara Grup Jawa Pos dengan Badan Narkotika Nasional BNN, Sutanto menginstruksikan agar seluruh jajaran kepolisian tidak serta merta menjadikan anak di bawah umur sebagai tersangka narkoba. Saat ini, saya membuat diskresi bahwa para pemakai narkoba, teruta2007ma anak-anak, jangan diperlakukan seperti tersangka. Mereka lebih layak disebut korban, kata Sutanto yang juga kepala BNN tersebut kala itu. 161 M. Faal, op. cit. hlm.21. Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 ditempatkan diluar sistem peradilan pidana. Adapun yang menjadi tujuan diversi adalah: 162 1. untuk menghindari anak dari penahanan. 2. untuk menghindari cap label anak sebagai penjahat. 3. untuk mencegah pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh anak. 4. agar anak lebih bertanggung jawab akan perbuatan yang dilakukannya. 5. menghindari anak mengikuti proses peradilan 6. menjauhkan anak dari pengaruh dan implikasi negatif dari proses peradilan. Bahwa setelah dilakukannya seleksi ditingkat Kepolisian, maka sebagian kasus anak dipandang perlu untuk dilanjutkan ketingkat penuntutan. Terhadap anak- anak yang kasusnya akan dilanjutkan ketingkat penuntutan memiliki kecedrungan untuk dikenakan penahanan. Situasi ini dikarenakan beberapa hal yaitu: 163 a. Kasus anak yang diputuskan untuk dilanjutkan merupakan kasus yang sangat serius dan diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih. b. Mereka yang kasusnya dilanjutkan adalah mereka yang tidak memiliki tempat tinggal yang jelas dan tidak dengan mudah dapat dihadirkan dipersidangan. Berdasarkan keterangan informan dari pihak Poltabes Medan bahwa kepolisian memang memiliki kewenangan untuk melakukan diversi tapi untuk kasus anak yang memakai narkoba belum pernah dilakukan diversi. Diversi bisa saja dilakukan mengingat anak yang memakai narkoba selain sebagai pelaku sebenarnya 162 http:www.childrencenter.com, telegram Kabareskrim POLRI No.Pol.:TR1124xi2006 tgl 16 Nopember 2006. 163 Wawancara dengan polisi di Sat Narkoba Poltabes Medan, loc.cit. Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 adalah merupakan korban. Tetapi melakukan diversi haruslah sangat hati-hati, selain itu untuk melakukan diversi haruslah ada payung hukum yang jelas. 164 Untuk mendorong dilakukannya diversi pada tingkat penyidikan oleh Kepolisian diperlukan langkah sebagai berikut: 165 1 Peningkatan Polisi tentang ekses-ekses negatif dari Sistem Peradilan Pidana Anak serta manfaat pendekatan non penal terhadap kenakalan anak. Dengan demikian ada keyakinan pada penyidik bahwa prosedur hukum bukanlah satu-satunya cara penyelesaian kasus anak. 2 Diperlukan adanya pedoman tentang prosedur penangkapan maupun penahanan terhadap tersangka anak yang beriorentasi pada UU Pengadilan Anak, UU Perlindungan Anak, maupun instrumen-instrumen internasional lainnya. 3 Diperlukan adanya pedoman bagi penyidik yang berisi kriteria maupun prosedur dalam menggukan kewenagna diskresionernya untuk melakukan diversi. 4 Manajemen Kepolisian perlu mengembangkan nilai yang memandang penggunaan kewenangan diskresioner yang tepat sebagai langkah positif daripada langkah diminta pertanggung jawaban. Dengan kata lain diversi dipandang sebagai kewajaran bukan sebagai pengecualian. 5 Diperlukan upaya untuk menjalin kerjasama, baik instansi pemerintah terkait dengan LSM sebagai upaya kepolisian untuk melakukan diversi. Dalam hal ini 164 Ibid 165 Ibid Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 diperlukan promosi dan dikembangkan model restorative justice konsep keadilan pemulihan sebagai solusi. Kemungkinan untuk mendorong diversi pada tingkat penuntutan masih dihadapkan pada kendala tidak adanya ketentuan hukum yang dapat digunakan. Kecuali apabila dikembangkan alasan untuk penghentian penuntutan, yang selama ini semata-mata dimungkinkan karena alasan teknis yuridis. Diversi pada tingkat pengadilan, 166 pada dasarnya adalah terbatas pada tindakan pengadilan untuk tidak menjatuhkan pidana penjara atau kurungan. Pengadilan tidak dapat dengan pertimbangan tertentu untuk menghentikan perkara pidana dan mengeluarkan kasus tertentu anak dari SPP anak. Karena itu yang dapat dilakukan pengadilan bukanlah diversi dalam pengertian mengalihkan dari SPP Anak tetapi sebagai upaya lebih memilih tindakan atau pidana lain selain dari pidana penjara atau kurungan, atau karena pidana denda maupun pdana pengawasan adalah bagian SPP anak. 167 Umumnya menurut persepsi Polatabes Medan bahwa pemberian pidana bagi anak adalah merupakan upaya terakhir ultimum remedium. Poltabes Medan lebih mengutamakan tindakan preventif dan pre emtif dengan melakukan razia dan penyuluhan namun ketika si anak tertangkap memakai narkoba maka terhadap si anak akan langsung dikenakan penahan. Selain itu tujuan pemidanaan bagi anak pemakai narkoba adalah untuk memberikan efek jera deterrence effect pada anak sehingga jangan lagi mengulangi perbuatannya. Dengan demikian jika dijatuhkan pidana maka 166 http:www.childrencenter.com, op. cit, hlm.2 167 Ibid Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 orang lain akan merasa takut dan tidak akan mencoba untuk memakai narkoba karena ada kecendrungan bagi masyarakat untuk takut dikurung di dalam ruang tahanan. 168 Penyidik Kepolisian bertugas untuk memastikan apakah tindak pidana sesuai dengan prosedur KUHAP dan kemudian hasilnya dibukukan dalam BAP, dalam pembuatan BAP Kepolisian meminta saran dan pertimbangan dari Bapas selain itu agar Bapas dapat melakukan pendampingan terhadap anak. Bapas dalam melaksanakan tugasnya kemudian akan mengadakan penelitian masyarakat untuk selanjutnya disingkat dengan litmas dari hasil litmas nantinya akan dapat diketahui faktor penyebab anak memakai narkoba, apakah anak tersebut terpengaruh lingkungan atau karena kondisi atau keadaan keluarga yang kacau. Selain itu aparat kepolisian khususnya Poltabes Medan selalu berusaha untuk menggali dan mengungkap apa yang menjadi penyebab anak sampai terlibat ke dalam penyalahgunaan narkoba. 169 Untuk sampai pada kesimpulan pelanggaran yuridis, maka penyidik berusaha menggali aspek lanjutan, oleh karena itu Polisi dalam berkas penyidikan ada membuat resume fakta-fakta yang terjadi. Resume diakhiri dengan kesimpulan bahwa kasus ini telah terpenuhi unsure-unsur pasal yang melanggar undang-undang setelah lengkap barulah kemudian dikirimkan kepada pihak Kejaksaan sehingga nantinya perkara dapat dilimpahkan kepada pihak Pengadilan. 168 Wawancara dengan Polisi di Poltabes Medan, tanggal 5 juli 2008. 169 Wawancara dengan Polisi di Poltabes Medan, tanggal 5 Juli 2008. Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 Menurut informan yang ada di Kejaksaan Negeri Medan menyatakan bahwa anak yang tertangkap memakai narkoba tetap diproses dan dilakukan penahanan hal ini sesuai dengan ketentuan undang-undang. Dalam hal proses pemeriksaan Kejaksaan selalu berpedoman kepada KUHAP, UU Narkotika dan UU Psikotropika dan UU Pengadilan Anak, dimana UU Pengadilan Anak memuat ketentuan khusus bagi anak dan lebih meringankan bagi anak, sehingga menurut pandangan Jaksa bahwa hak diskresioner untuk melakukan diversi yang dimiliki oleh polisi bagi kasus anak yang terlibat narkoba belum bisa dilakukan. Hal ini disebabkan belum ada aturan yang sangat jelas bahwa diversi dapat dilakukan. 170 Informan Kejaksaan memiliki kecendrungan tidak setuju dengan dilakukannya diversi dan mereka memiliki kecendrungan untuk memilih pidana penjara dari pada jenis pidana lainnya. Hal ini sebagai tindakan balasan atas perbuatan yang dilakukan selain itu dapat memberikan effect jera sehingga anak jangan mengulangi perbuatannya. Selain itu teman-teman sepergaulan si anak yang tertangkap memakai narkoba akan merasa ketakutan untuk mengalami nasib yang serupa dengan temannya yang berada di balik jeruji penjara sehingga dengan sendirinya tidak akan mempergunakan narkoba. 171 Kesulitan lain bagi Jaksa adalah untuk melakukan “penghentian penuntutan bagi kepentingan umum”, tidak dapat digunakan sebagai upaya diversi, dikarenakan kewenangannya tersebut dimaksudkan dapat digunakan dalam hal “penuntutan” 170 Wawancara dengan Jaksa di Kejaksaan Negeri Medan, tanggal 10 Juli 2008 171 Ibid Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 bertentangan dengan “kepentingan umum”. Selain itu kewenangan tersebut tidak dimiliki oleh setiap Jaksa melainkan dimiliki oleh Jaksa Agung. Kemungkinan untuk mendorong dilakukannya diversi pada tingkat penuntutan masih dihadapkan pada kendala tidak adanya ketentuan hukum yang dapat digunakan. Kecuali apabila dikembangkan alasan untuk melakukan penghentian penuntutan yang selama ini semata-mata hanya dimungkinkan karena alasan yang bersifat teknis yuridis. 172 Sebelum membuat tuntutan pada terdakwa penuntut umum mempertimbangkan dari BAP dan lampiran hasil litmas dari Bapas dan juga berdasarkan fakta-fakta dipersidangan membuat rencana penuntutan dengan mempertimbangkan unsur yang memberatkan dan unsur yang meringankan. Salah satu unsur yang memberatkan terdakwa adalah: 173 1. Terdakwa anak tidak kooperatif di persidangan. 2. Tidak memiliki sikap sopan dan santun selama di persidangan. 3. Sudah pernah di hukum sebelumnya. 4. Tidak memiliki penyesalan terhadap perbuatan yang telah dilakukannya. Hal yang meringankan bagi terdakwa anak adalah: 1. Terdakwa anak masih di bawah umur masih sangat muda dan masih ada kesempatan untuk memperbaiki tingkah lakunya. 2. Bersikap kooperatif selama di persidangan. 3. Belum pernah dihukum. 172 Ibid 173 Wawancara dengan Hakim di Pengadilan Negeri Medan. Tanggal 25 Juli 2008. Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 4. Terdakwa menyesali perbuatan yang dilakukannya. 5. Terdakwa juga adalah merupakan korban atas perbuatannya sendiri. Unsur-unsur yang memberatkan dan meringankan menjadi pertimbangan penuntut umum dalam hal melakukan rencana tuntutan. Prinsip yang dipegang oleh Kejaksaan dengan melakukan penuntutan di Pengadilan yaitu untuk memberikan efek jera kepada anak agar jangan mengulangi perbuatannya. Dalam hal ini pihak Poltabes Medan dan Kejaksaan Negeri Medan dalam menangani suatu perkara sering saling memeri masukan terhadap suatu perkara yang ditangani, hal ini dapat dilihat dalam ada kasus yang sulit maka kedua belah pihak akan melakukan konsultasi. Konsultasi yang dilakukan adalah mengenai pasal berapa yang cocok dipergunakan, tentang barang bukti hal ini dilakukan agar berkas perkara agar jangan bolak-balik anatar Polisi dan Jaksa. Selain itu dilakukannya gelaran perkara dimana pihak kepolisian mengundang pihak kejaksaan untuk gelar perkara yang sedang dihadapi. 174 Apabila suatu berkas perkara belum lengkap maka pihak Kejaksaan akan mengembalikan kepada pihak kepolisian hal inilah yang menjadi salah satu ganjalan dalam hubungan koordinasi antar penyidik Polisi dan penuntut umum Jaksa, alasan pengembalian berkas perkara adalah karena kurang lengkap P-19 dan penyidik harus segera memperbaiki sesuai dengan petunjuk yang disampaikan oleh jaksa apabila sudah lengkap maka berkas perkara yang disertai dengan lampiran hasil litmas yang menjadi pertimbangan bagi jaksa untuk melakukan rencana 174 Wawancara dengan Polisi di Poltabes Medan, tanggal 5 Juli 2008. Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 penuntutan. 175 Kelemahan yang lain adalah bahwa hubungan antara Polisi dan Jaksa hanya sebatas proses pemeriksaan perkara dan apabila sudah dinyatakan semua hasil pemeriksaan sudah lengkap maka hubungan mereka putus hanya sampai disitu saja.

b. Tahap Pemeriksaan di Persidangan

Pengadilan adalah suatu lembaga yang fokus pada penjatuhan sanksi pidana kepada para pelaku kejahatan. Proses yang ingin dicapai dalam persidangan adalah untuk mencapai tujuan yaitu menentukan batasan bersalah atau tidak bersalahnya si terdakwa. Dalam hal untuk kelancaran proses pemeriksaan perkara di bidang narkoba di kota Medan, maka Hakim di Pengadilan Negeri Medan melakukan penahanan terhadap terdakwa, dan semua anak yang terlibat kasus narkoba umumnya dilakukan penahanan.. 176 Hakim dapat melakukan penahanan kepada anak untuk kepentingan pemeriksaan paling lama 15 hari UUPA Pasal 47 ayat 1-2. Penahanan dapat diperpanjang untuk paling lama 30 hari dan apabila jangka waktu ini terlampaui namun hakimbelum memutuskan perkaranya maka anak harus dikeluarkan dari tahanan. UUPA Pasal 47 ayat 3-4. Hakim dalam mengadili anak yang memakai narkoba selalu mempertimbangkan faktor-faktor apa yang membuat anak sampai menggunakan narkoba, apakah ada pengaruh dari lingkungan tempat tinggal atau pengaruh keadaan 175 Ibid 176 Wawancara dengan Hakim di Pengadilan Negeri Medan, tanggal 25 Juli 2008. Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 keluarga. Berdasarkan hasil wawancara dengan 3 orang hakim yang ada di Pengadilan Negeri Medan bahwa tujuan pemidanan terhadap anak pemakai narkoba adalah untuk memberikan efek jera kepada anak agar jangan mengaulangi perbuatannya dan satu orang hakim mengatakan bahwa pemidaan dilakukan agar anak dapat pembinaan treatment sehingga anak tidak lagi memakai narkoba. Berdasarkan hal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa hakim di Pengadilan Negeri Medan mayoritas berpendapat bahwa tujuan pemidanaan adalah untuk memberikan efek jera deterrence effect pada anak. 177 Tujuan pemidanaan sebagai deterrence effect sebenarnya telah menjadi sarana yang cukup lama dalam kebijakan penanggulangan kejahatan karena tujuan detterence ini berakar pada aliran klasik tentang pemidanaan, dengan dua orang tokoh utamanya yaitu, Cessare Beccaria 1738-1794 dan Jeremy Bentham 1748-1832. Becaria menegaskan dalam bukunya yang berjudul dei delitti e delle pene 1764 bahwa tujuan pemidanaan adalah untuk mencegah seseorang supaya jangan melakukan kejahatan, dan bukan sebagai sarana balas dendam. 178 Peranan hakim dalam politik kriminal di kota Medan selama ini sangat dominan dilakukan dengan memeriksa dan memutus perkara di sidang proses pengadilan, dalam hal ini pengadilan juga melibatkan masyarakat dalam hal menyadarkan bahaya narkoba bagi masyarakat. Selain itu meminta kepada para orang 177 Ibid. 178 C. Ray Jeffery, op. cit, hal 17. Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 tua agar lebih memperhatikan perkembangan si anak agar jangan sampai anak terjerumus kepergaulan yang tidak benar. Pasal 47 UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika menyebutkan, 179 Hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika dapat melakukan dua hal. Pertama, Hakim dapat memutuskan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan danatau perawatan, apabila pecandu tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika. Kedua, Hakim dapat menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan danatau perawatan, apabila pecandu narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika. Dalam ayat 2 pasal yang sama, disebutkan juga bahwa masa menjalani pengobatan danatau perawatan bagi pecandu dapat diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman. Sejak diundangkan dan berlaku pada 1 September 1997, belum pernah ada satu pun vonis hakim yang memberi hukuman rehab pada pecandu. Vonis rehab seperti sebuah vonis yang tabu bagi para hakim. Hukuman penjara menjadi satu- satunya pilihan yang diterapkan untuk memvonis para pecandu. Kebijakannya lebih pada lama masa tahanan. Hal demikian juga di Pengadilan Negeri Medan, Hakim belum pernah menjatuhkan vonis rehab bagi pemakai narkoba. Menurut salah seorang Hakim bahwa hal ini dikarenakan kebijakan masa tahanan selain itu ada asumsi jika pemakai narkoba di vonis rehab maka ada kecendrungan timbul dugaan bahwa ada permainan atau persekongkolan dari Hakim dan Jaksa. Oleh karena itu dalam 179 UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 menjatuhkan vonis Hakim harus benar-benar mempertimbangkannya. 180 Sementara koordinasi antara kepolisian, kejaksaan dan hakim dapat terlihat hanya pada saat proses persidangan. Selain itu terkadang hakim menjatuhkan vonis tidak sesuai denga alat-alat bukti yang disediakan dan tidak sesuai dengan tuntutan dari Jaksa. c. Tahap Pemeriksaan sesudah Persidangan Anak setelah melalui proses persidangan adjukasi berarti sudah memperoleh kekuatan hukum tetap, yang pada akhirnya dapat ditempatkan di dalam lembaga atau dimungkin di luar lembaga untuk dibina sesuai vonis yang dijatuhkan oleh Hakim. Dalam hal ini sesuai dengan Pasal 270 KUHAP, jaksa sebagai pihak eksekutor yang bertanggung jawab melaksanakan putusan pidana. Sistem pemasyarakatan merupakan suatu rangkaian kesatuan penegakan hukum pidana, oleh karena itu pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari pengembangan konsepsi umum mengenai pemidanaan. Anak yang bersalah pembinaannya di tempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak untuk selanjutnya disingkat Lapas Anak. Penempatan anak yang bersalah dalam Lapas Anak dipisahkan menurut status mereka masing-masing yaitu Anak Pidana, Anak Negara, Anak Sipil. Perbedaan status menjadi dasar untuk melakukan pembinaan kepada anak yang di Lapas Anak. 181 180 Wawancara dengan Hakim di Pengadilan Negeri Medan, tanggal 25 Juli 2008 181 Wawancara dengan petugas di Lapas Anak Tanjung Gusta Medan, Juli 2008. Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 Pada hakikatnya anak sebagai warga binaan pemasyarakatan yaitu sebagai insan dan sumber daya manusia harus diperlakukan dengan baik dalam satu sistem pembinaan yang terpadu. Kalimat di atas menjadi pembuka konsiderans dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yang sampai kini masih berlaku di negeri ini. Kalimat itu menegaskan, sistem pemenjaraan yang sebelumnya diberlakukan bagi warga negara yang melakukan tindak pidana tak sesuai dengan dasar negara, Pancasila. 182 Lapas sebagai ujung tombak pelaksanaan asas pengayoman merupakan tempat untuk mencapai tujuan pembinaan melalui pendidikan, rehabilitasi, dan reintegrasi. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 yang menjadi dasar pelaksanaan pembinaan di lembaga pemasyarakatan lapas atau rumah tahanan negara rutan menyebutkan lagi, sistem pemasyarakatan adalah rangkaian kegiatan penegakan hukum yang bertujuan agar warga binaan pemasyarakatan menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga bisa diterima kembali masyarakat. Warga binaan, terutama narapidana napi, setelah keluar dari penjara diharapkan dapat aktif berperan dalam pembangunan dan hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Karena itu, Pasal 5 UU Pemasyarakatan menegaskan, sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan atas: 183 182 UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 183 Ibid Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 a pengayoman, b persamaan perlakuan dan pelayanan, c pendidikan, d pembimbingan, e penghormatan harkat dan martabat manusia, f kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan, dan g terjaminnya hak untuk berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu. Oleh karena itu, napi sesuai Pasal 14 UU No 121995 juga diberikan hak mendapat perawatan rohani atau jasmani; mendapatkan pendidikan dan pengajaran; mendapatkan pelayanan kesehatan dan makan yang layak; menyampaikan keluhan; mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang; mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan; menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya; mendapatkan pengurangan masa pidana remisi; mendapatkan kesempatan berasimilasi, termasuk cuti mengunjungi keluarga; mendapatkan pembebasan bersyarat; mendapatkan cuti menjelang bebas; dan mendapatkan hak lain sesuai dengan UU yang berlaku. Tanggung jawab pembinaan ada ditangan Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana yang menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan, pada dasarnya selama menjalani pidana telah kehilangan kebebasan bergerak, artinya narapidana hanya dapat bergerak di Lembaga Pemasyarakatan saja. Kebebasan bergerak, kemerdekaan bergerak, telah dirampas untuk jangka waktu tertentu. Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 Dalam proses pemidanaan, Lembaga Pemasyarakatan yang mendapat porsi lebih besar dalam melaksanakan pemidanaan, setelah melalui proses persidangan di Pengadilan. Pada awalnya tujuan dari pemidanaan adalah penjeraan, membuat pelaku tindak pidana menjadi jera untuk melakukan tindak pidana lagi. Tujuan itu kemudian berkembang menjadi perlindungan hukum, baik kepada masyarakat maupun kepada pelaku tindak pidana, agar keduanya tidak melakukan tindakan hokum sendiri-sendiri. Berangkat dari upaya perlindungan hukum, maka pelaku tindak pidana dalam menjalani pidananya, juga mendapat perlakuan yang manusiawi, mendapat jaminan hukum yang memadahi. 184 Pembinaan yang dilakukan di Lapas Anak dapat berupa pembinaan diri pribadi dengan memberikan skill kepada anak yang didik di Lapas Anak Medan. Pembinaan diri yang sering dilakukan adalah: 185 1. Kegiatan ceramah atau memberikan pendidikan keagamaan kepada anak, hal ini dapat dilakukan melalui ibadah pengajian dan ceramah yang diberikan kepada anak binaan yang beragama Islam dan memberikan PA Penalaan Alkitab atau kebaktian pada anak binaan yang beragama Kristen. 2. Memberikan kegiatan ceramah kepada anak serta tentang kedsadaran akan hukum dan bahaya narkoba bagi mereka yang memakai narkoba. 184 Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Jakarta: Penerbitan Djambatan, 1995, hlm. 79. 185 Hasil wawancara dengan Pegawai di Lapas Anak Medan, 7 Juli 2008. Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 3. Pembinaan dengan mengikutkan anak program pendidikan kesetaraan Paket A, Paket B dan Paket C yang dilakukan dengan bekerjasama dengan beberapa LSM yang konsern terhadap pendidikan. 4. Memberikan kursus atau pelatihan bagi anak-anak baik itu menyelenggarakan kegiatan pertukangan kerajinan tangan, otomotif, bengkel las listrik, sablon agar nanti setelah keluar dari Lapas Anak dapat bekerja dengan menghidupi dirinya sendiri dan agar jangan terjun lagi untuk melakukan pelanggaran hukum. Selain itu pembinaan yang dapat dilakukan kepada anak yaitu dengan melakukan tahap assimilasi yaitu dengan melakukan pembinaan diri anak melalui hubungannya dengan masyarakat. Bersamaan dengan tindakan ini mulai dipupuk rasa percaya diri pada diri anak, tatakrama sehingga masyarakat luas timbul kepercayaan dan berubah sikapanya kepada narapidana anak. Selain itu dilakukan kegiatan integrasi ini adalah tahap akhir dalam pembinaan yaitu dengan memberikan pelepasan bersyarat atau cuti bersyarat dalam tahap ini proses pembinaannya adalah berupa agar masyarakat luas sedangkan pengawasannya semakin berkurang sehingga narapidana akhirnya dapat hidup dengan masyarakat. Menurut informan yang ada di Lapas Anak Medan, untuk saat ini jumlah keseluruhan anak sampai dengan Juli 2008 ini ada berjumlah 899 orang dengan daya tampung 250 orang. Berikut tabel jumlah penghuni di LP Anak Medan. Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 Tabel 6. Jumlah Penghuni Lapas Anak Medan berdasarkan Jenis Kejahatan KASUS JUMLAH Narkoba 383 43 Pencurian 281 31 Kesusilaan 69 8 Perampokan 59 7 Pembunuhan 22 2 Penggelapan 16 2 Penganiayaan 13 1 Ketertiban umum 9 1 Penculikan 9 1 Penipuan 8 1 Senjata tajam 7 1 Lalu lintas kelalaian 6 1 Pemalsuan 6 1 Perjudian 4 Penadahan 4 Lain-lain 3 Jumlah 899 100 Sumber: Data Statistik LP Anak Kelas IIA Medan Tahun 2008 Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa jumlah penghuni Lapas Anak Medan 899 orang, dengan rincian terdiri dari narapidana 398 orang dan tahanan 501 orang dengan 52 kamar. Dari jumlah tersebut dapat diketahui bahwa terjadi over kapasitas di LP Anak Medan. Dengan rincian untuk kasus narkoba berjumlah 383 orang, pencurian 281 orang, kesusilaan 69 orang, pencurian 281 orang, perampokan 59 orang kasus pembunuhan 22 orang, penggelapan 16 orang, penganiayaan 13 orang, ketertiban umum 9 orang, penculikan 9 orang, penipuan 8 orang, senjata tajam 7, lalu lintaskelalaian 6 orang, pemalsuan 6 orang, perjudian 4 orang, penadahan 4 orang, dan lain-lain 3orang. Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 Penghuni Lapas Anak Medan paling banyak dihuni oleh orang yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba. Salah satu informan mengakui mengalami kewalahan karena jumlah penghuni tidak sesuai dengan penjaga yang hanya berjumlah 32 orang, Tapi rutinitasnya hanya dijaga petugas laki-laki di antaranya dua di pintu utama, dua di dalam dan dua lagi mengawasi seluruh kamar. 186 Menurut informan dari Pusat Kajian dan Perlindungan Anak PKPA, perlu dibedakan tingkatan pengunaan narkoba drug user: 187 a orang yang dalam keadaan tak memakai narkoba abtinence; b tahap coba-coba experimen user; c pemakaian narkoba sebagai bagian dari kegiatan rekreasi atau pesta social user; d pemakaian narkoba secara teratur habitual user; e pemakai yang merasa tergantung dengan norkoba addict. Pada tahap ini, secara psikologis penggunanya merasa sulit terlepas dari narkoba; f pemakai yang sudah tergantung dengan narkoba H-C addictdependent. Pada tahap ini, secara fisik dan psikologis sang pecandu sudah sulit melepaskan diri dari ketergantungannya mengonsumsi narkoba. Tingkatan a - d relatif masih bisa ditolong. Mereka juga belum perlu menjalani proses ditoxsifikasi mengeluarkan racun narkoba dalam darah. Mereka hanya perlu terapi sosial, tetapi 186 Wawancara dengan informan di LP Anak Medan, 6 Juli 2008 187 Wawancara dengan PKPA Medan. Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 bagi yang sudah berada pada tahap addict dan dependent, mereka perlu didetox dan menjalani proses rehabilitasi secara intensif. Mengenai efek jera, kalau sudah ditangkap sekali, pasti merasa jera. Tapi kalau yang sudah benar-benar kecanduan, kan nggak bias jera. Penanggulangannya yang perlu dibedakan. Karena untuk pemberantasan kejahatan, termasuk diantaranya narkoba, peran pencegahan yang penting. Kalau di bidang hukum penanganan dapat dilakukan melalui penal secara hukum, itu kurang. Penanganan non penal di luar hukum akan lebih efektif, lebih penting. Kalau represif, umpamanya hakim memberi hukuman yang tinggi, nggak dijamin mereka tidak akan melakukan lagi. 188 Jadi berdasarkan uraian tersebut tidak benarlah jika setiap anak yang memakai narkoba langsung di proses dalam SPP karena haruslah dilihat terlebih dahulu latar belakang masing-masing anak tersebut. Selain itu sudah saatnya jika anak yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba ditempatkan diruangan yang tersendiri. Menurut Denny Thong, penting sekali menjatuhkan vonis rehab untuk pecandu. Itu kalau masyarakat bisa membedakan sesuatu hal yang kelihatan simpel, tapi sulit. Yakni membedakan antara pengedar dengan pemakai. Karena di antara itu ada grey area di mana pemakai adalah pengedar juga. Itulah yang disebutkan sebagai pengedar kepepet. Sebenarnya kalau mau cari pengedar yang murni, orang-orang gede yang tidak pernah menyentuh barang. Jadi mereka melakukan murni hanya 188 Ibid Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008 untuk uang. Orang-orang ini yang tidak pernah tertangkap. Sekarang yang ditangkap paling para pengedar kepepet. 189 Dilihat dari sudut dunia medis narkoba dianggap sebagai satu sakit. Jadi orang yang sakit harus disembuhkan ini di luar garis hukum legalitas. Orang yang sakit dan merasa disakiti, harusnya dibantu bukan dihukum dengan memasukkan ke dalam Penjara. Dalam mengobati itu, ada banyak sekali taktik dan strategi. Dimana salah satu adalah memang rehabilitasi. Bukan terbaik, tapi itu salah satu. Jadi mereka yang telah tertangkap demikian, tetapi menunjukkan ada itikad ingin berhenti, seharusnya masyarakat mengulurkan tangan. Itu juga tidak menjamin bahwa dia akan sembuh. Tapi paling sedikit berusaha menyembuhkan. Dari pada ngambil satu sikap di mana mereka hanya dilihat hitam putih, salah dan tidak salah, yang tampaknya dalam hal- hal tertentu, tidak menyembuhkan. 190

2. Sistem Peradilan Pidana Terpadu dalam Penanggulangan Anak Pemakai Narkoba di Kota Medan