Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
yang non penal dalam suatu sistem kegiatan negara yang teratur dan terpadu. Dalam hal ini Radzinowicz mengemukakan:
226
Kebijakan kriminal harus mengkombinasikan bermacam-macam kegiatan preventif dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga membentuk suatu
mekanisme tunggal yang luas dan akhirnya mengkoordinasikan keseluruhannya dalam suatu sistem kegiatan negara yang teratur.
2. Sistem Peradilan Pidana Anak
Perhatian terhadap anak sudah lama ada sejalan dengan peradaban manusia itu sendiri, yang selalu berkembang dari hari ke hari. Anak adalah masa depan kehidupan
bangsa dan negara, sehingga anak sangat memerlukan pembinaan dan bimbingan agar dapat berkembang secara baik, baik dari segi fisik maupun mental.
Anak adalah bagian dari generasi muda yang memiliki peran strategis sebagai penerus bangsa di masa yang akan datang. Setiap perlakuan yang keliru dan
membahayakan anak identik dengan gangguan terhadap kehidupan bangsa di masa yang akan datang. Tersedianya sejumlah peraturan perundang-undangan tentang anak
terutama tentang anak yang berhadapan dengan hukum belum bisa menjamin terciptanya perlindungan yang optimal bagi anak.
227
226
Barda Nawawi Arief, op. cit. hlm 33-34
227
Mahmul Siregar, Marlina, Rosmalinda dan Azmiati Zuliah, Melindungi Anak dengan Hukum pada Situasi Emergensi dan Bencana Alam, Medan: Penerbit Pusat Kajian dan Perlindungan
Anak, 2007, hlm. 3. Pusat Kajian Perlindungan Anak PKPA adalah sebuah lemabaga yang konsen terhadap
persoalan anak yang salah satunya adalah memberikan bantuan dan perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
Pada tahun 90-an, pernah mencuat kasus Andang, anak yang diduga mencuri burung merpati yang mendekam di tahanan dan bercampur dengan tahanan orang
dewasa. Saat itu, UU tentang Pengadilan Anak belum ada. Kini, setelah 10 tahun sejak UU No. 31997 tentang Pengadilan Anak disahkan, Mohammad Azwar yang
akrab dipanggali Raju mengalami nasib yang sama seperti Andang menghabiskan waktu di balik terali besi bersama tahanan orang dewasa.
228
Ada tidaknya UU Pengadilan Anak tidak memberikan arti bagi anak nakal.
Perlindungan hak-hak anak yang bermasalah dengan hukum tidak dapat dipisahkan dari konsep perlindungan hak anak secara umum. Jaminan perlindungan
hak-hak anak telah diatur dalam berbagai instrumen internasional antara lain: Geneva Declaration of the Rights of the Child of 1924, Universal Declararion of Human
Rights of 1948, UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan I International
Covenant On Civil And Political Right, International Covenant On Civil And Political Right Pasal 23 dan 24, International Covenant Economic, Social, and
Culture Rights UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvenan Internasional
tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya Pasal 10, Declaration of the Rights of the Child of 1959, Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or
Degrading Treatment or Punishment Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan
martabat manusia.
229
Perlindungan khusus terhadap anak yang bermasalah dengan
228
Ibid, hlm 26-27.
229
Unicef, op. cit.
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
hukum, secara eksplisit, dapat ditemukan Convention on the Rights of the Child tahun 1989 Konvensi tentang Hak-hak AnakKHA yang telah diratifikasi melalui Kepres
36 tahun 1990.
230
Criminal Justice System CJS atau yang lebih dikenal Sistem Peradilan Pidana adalah the network of courts and tribunal which deal with criminal law and
its enforcementsumber blacks law dictionary. Hal ini terfokus fungsi keadilan Sistem Peradilan Pidana dalam perkara yang melibatkan orang dan lembaganya
Polisi, Jaksa, dan Pengadilan, Lembaga Permasyarakatan. Di masyarakat Indonesia yang semakin demokratis, SPP harus dapat mencerminkan semangat reformasi yang
menjunjung tinggi promosi dan perlindungan HAM dan kekuasaan Hakim yang merdeka.
Nilai-nilai yang ada dalam SPP harus dihayati, ditaati, dan dijunjung tinggi sebagai Professed Values and Underlying Values. Namun di sisi lain,
ketidaktegasan model sistem peradilan pidana yang dianut, sehingga sering inkonsistensi. Model sistem peradilan pidana yang selama ini bersifat kondusif
terhadap ketertiban atau kepentingan publik dan hak-hak pelaku Daad-dader Strafrecht tetapi belum ramah terhadap korban kejahatan. Padahal ramah terhadap
korban kejahatan sangat diperlukan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia sebagai bentuk sarana perlindungan hak-hak korban kejahatan victim right.
231
230
Darwan Prints, Hukum Anak Indonesia Bandung: Penerbit Citra Aditya Bakti, 1997, hlm. 5.
231
www.pontianakpos sumber hafids
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
Sistem Peradilan Pidana Criminal Justice System secara singkat dapat diartikan sebagai sistem dalam masyarakat untuk menanggulangi kejahatan agar hal
tersebut berada dalam batas-batas toleransi masyarakat. Sebagai suatu sistem, sistem peradilan pidana mempunyai komponen-komponen penyelenggara, diantaranya
Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan, yang kesemuanya saling terkait dan diharapkan adanya kerjasama yang terintegrasi.
Jika terdapat kelemahan pada satu sistem maka akan mempengaruhi komponen lainnya dalam sistem yang terintegrasi demikian. Peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan Kepolisian sebagai sub sistem peradilan pidana adalah UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, UU No.
3 tahun 2002 tentang pertahanan Negara, UU No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP. Tugas kepolisian yang terkait
dengan subsistem peradilan pidana adalah fungsi penyelidikan pasal 1 ayat 4 KUHAP, pasal 14 ayat 1 huruf a KUHAP dan UU no. 2 tahun 2002. Disamping itu
fungsi penyelidikan kepolisian mempunyai wewenang secara umum dalam tindak pidana apapun.
Lembaga Kejaksaan dalam Sistem Peradilan Pidana yang terpadu merupakan salah satu subsistem. Kejaksaan berperan untuk melakukan proses penuntutan,
undang-undang yang mengatur tentang Kejaksaan adalah UU No. 5 Tahun 1991. Pengadilan sebagai subsistem peradilan dewasa ini sudah mengalami pergeseran
makna yang signifikan dalam konteks penegakan hukum dan keadilan untuk mewujudkan supremasi hukum, fluktuasi apresiasi masyarakat terhadap keberadaan
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
lembaga peradilan yang benar-benar mandiri dan merupakan benteng terakhir dalam penegakan hukum dan keadilan menjadi suatu keharusan.
Fenomena degradasi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan lemabaga peradilan semakin menunjukkan betapa masyarakat mulai mencari
alternative cara penyelesaian masalah yang dihadapi. Alternatif yang dicapai oleh masyarakat ada yang menjurus kearah luapan emosional semata sehingga
menimbulkan tindakan yang anarkis dan arogan yang bersifat massal ini dilakukan untuk menggambarkan kekecewaan terhadap lembaga peradilan yang sudah
mencapai titik kulminasi yang tinggi. Dalam perspektif normatif yuridis, keberadaan lembaga peradilan sebenarnya
sudah dilengkapi dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan sebagai pedoman. Undang-Undang yang mengatur tentang kinerja lembaga
perdilan adalah UU no. 14 tahun 1970 tentang kekuasaan kehakiman, UU no. 35 tahun 1999 tentan revisi terhadap UU no. 14 tahun 1970, UU no. 2 tahun 1986
tentang peradilan umum, UU no. 14 tahun 1985.
232
Lembaga Pemasyarakatan merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata sistem peradilan pidana, sebagai sebuah tahapan akhir maka sudah
semestinya tingkatan ini harus menjadi harapan dan tujuan sistem peradilan yang terpadu yang ditopang oleh pilar-pilar proses pemidanaan mulai dari lembaga
Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan. Hal tersebut dapt dilakukan melalui proses
232
Sidik sunarya, Sistim Perdilan Pidana Malang: Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang, 2005, hlm. 232.
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
pembinaan kepada penghuni lemabaga pemasyarakatan yang disebut dengan narapidana.
Sejak pertama Kepolisian melakukan tindakan hukum kepada seorang tersangka, Jaksa melakukan tindakan penuntutan dan Hakim melakukan tindakan
hukum melalui pemeriksaan, pembuktian di depan Pengadilan sampai akhirnya memutuskan suatu perkara yang dalam hal ini harus disadari kemungkinan dampak
yang ditimbulkan dikemudian hari dalam proses penyadaran kepada pelaku kejahatan melalui proses pembinaan di lembaga pemasyarakatan.
233
Pada dasarnya, prinsip-prinsip dasar Sistem Peradilan Pidana Anak yang selanjutnya disingkat SPPA juga berlaku untuk anak dengan penambahan dan
penyesuaian. SPPA juga harus didasarkan pada beberapa asas dasar peradilan pidana yaitu: equality before the law Pasal 1 KHA; due process of law, simplicity and
expediency, accountability, legality principle presumption of innocent Pasal 37 dan
40 KHA. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah penangkapan, penahanan, atau pemenjaraan terhadap anak merupakan jalan lain terakhir Pasal 3 huruf b.
Penanganan terhadap anak nakal lebih bersifat terapi dari pada penghukuman, dan cenderung kurang menitik beratkan pada aspek hukumnya, prosedur peradilan
bersifat informal. Di Indonesia SPPA mengacu pada ketentuan UU No. 31997 tentang
Pengadilan Anak. Aturan lain yang tidak dapat dipisahkan dalam masalah ini adalah UU 232002 tentang Perlindungan Anak, UU No. 41979 tentang Kesejahteraan
233
Ibid.
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
Anak. Kepastian hukum dan kelancaran persidangan tidak dapat mengalahkan prinsip perlindungan hak tersangka anak. Anak harus dibebaskan dari segala
ketidakmampuan dan kegagalan manajemen sistem peradilan pidana. Kepastian hukum dan kelancaran peradilan anak hanya dapat terlaksana
dengan membangun sistem peradilan pidana anak. Oleh karena itu, Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan kehakiman harus segera merealisasikan sistem
peradilan pidana yang kondusif bagi anak di Indonesia. Pasal 1 dengan jelas menentukan adanya Polisi, Jaksa, dan Hakim anak. Dalam Penjelasan umum
disebutkan proses peradilan perkara anak nakal dari sejak ditangkap, ditahan, diadili, dan pembinaan selanjutnya, wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang benar-benar
memahami masalah anak. Dari ketentuan-ketentuan tersebut maka anak yang masuk dalam SPPA berhak
dan hanya dapat diperiksa oleh Polisi, Jaksa, dan Hakim khusus anak dengan pengecualian dalam Pasal 41 ayat 3 dan Pasal 53 ayat 3 dengan melibatkan
petugas kemasyarakatan. Dalam hal penahanan, seorang anak hanya dapat ditahan sebagai jalan terakhir Pasal 3 KHA dengan tetap mempertimbangkan dengan
sungguh-sungguh untuk kepentingan anak Penahanan dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingan anak Pasal 45 UU No. 31997.
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
B. Perspektif Ke Depan Kebijakan Kriminal yang dilakukan Terhadap Anak
Pemakai Narkoba Di Kota Medan 3.
Kebijakan Penal Penal Policy Terhadap Anak yang Memakai Narkoba di Kota Medan
Generasi muda adalah merupakan aset terbesar bagi suatu bangsa. Mereka merupakan generasi penerus yang mudah-mudahan nantinya mampu menggantikan
para pendahulu mereka. Masa depan suatu bangsa akan ditentukan oleh kualitas fisik, mental, emosional, dan spiritual generasi mudanya. Keseimbangan antara keempat
aspek ini sangat diperlukan, tidak hanya per-individu tetapi juga secara kolektif, terutama dalam menghadapi era perdagangan bebas.
Generasi muda, terutama mereka yang masih dalam usia remaja, merupakan kelompok yang sangat rentan. Berita yang disiarkan oleh berbagai macam media
belakangan ini, memberikan gambaran tentang maraknya penyalahgunaan narkoba. Penyalahgunaan dan kecanduan narkoba mulai mencerai-beraikan aspek dasar
kehidupan komunitas, dan ke dalam hati setiap anggota masyarakat, serta keluarga yang ada di Indonesia. Terutama, menghancurkan hati para orangtua, yang menjerit
dalam belenggu rasa malu, tanpa bisa berbuat apa-apa, harus kehilangan anak-anak mereka di dalam horor dunia narkoba.
Setiap masyarakat jangan hanya memikirkan cara untuk mencegah dan melupakan mereka yang sudah terkena, karena bagaimanapun juga mereka masih
memiliki harapan serta masa depan. Generasi muda adalah permata hati bangsa dan merekalah yang akan menyinari masa depan bangsa dengan kekuatan yang timbul
dari kualitas karakter mereka sebagai manusia Indonesia seutuhnya.
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
Pengetahuan masyarakat mengenai hal ini masih sangat kurang, tentang strategi yang diperlukan untuk menghadapi masalah penggunaan, penyalahgunaan,
kecanduan, dan masalah-masalah yang terkait dengan ketiga hal tersebut. Selain itu, peningkatan penggunaan, penyalahgunaan, dan kecanduan narkoba akan selalu
melahirkan masalah-masalah baru yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi, HIVAIDS dan Hepatitis C, ekonomi uang, kejahatan dan tindak kekerasan.
Menurut informan yang ada di Poltabes Medan untuk masa yang akan datang sarana penal pidana masih cukup efektif untuk menanggulangi anak yang memakai
narkoba. Tetapi untuk kedepannya Poltabes Medan akan lebih mengutamakan tindakan pencegahan dan sarana penal pidana adalah merupakan upaya terakhir
ultimum remedium. Selain itu ada baiknya terhadap anak dapat dipergunakan hak diskresi dari Kepolisian untuk melakukan diversi tapi untuk itu harus segera dibuat
suatu undang-undang yang secara khusus mengatur tentang diversi karena hal ini baik bagi perkembangan jiwa anak.
234
Hal senada juga diungkapkan oleh Jaksa yang ada di Kejaksaan Negeri Medan mengatakan bahwa sarana penal pidana masih cukup efektif untuk
mengatasi anak yang memakai narkoba hal ini agar anak bisa jera terhadap perbuatan yang dilakukan. Selain itu kalau selama ini dalam undang-undang No. 3 tahun 1997
tentang Pengadilan Anak bahwa anak nakal adalah anak yang berusia 8 tahun dan di bawah 18 tahun, untuk ini menurut beliau umur anak harus lebih dimudakan kembali,
misalnya usia 15 tahun yang termasuk kategori anak, berarti usia 16 sudah tidak
234
Wawancara dengan informan Poltabes Medan, Bulan Juli 2008.
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
dianggap anak lagi. Sebab sekarang ini banyak sekali anak yang lebih dewasa kelakuannya dibandingkan dengan usianya.
235
Menurut informan dari Bapas Medan bahwa terhadap anak hendaknya di masa yang akan datang jangan lagi diterapkan sarana pidana sebab dengan
memberikan pidana akan membuat anak mendapatkan cap negatif label stigmatisasi dari lingkungannya. Bahkan ada kecendrungan bahwa dengan dipidana di dalam
Lapas Anak, anak bukannya menjadi bertobat tapi malah belajar untuk menjadi jahat. Karena si anak yang tadinya hanya sebagai korban pengaruh lingkungan dapat saja
belajar kejahatan yang lain di dalam Lapas Anak sebab Lapas Anak yang ada di Medan saat ini telah mengalami over kapasitas. Selain itu terhadap anak yang
memakai narkoba hendaknya di masukkan kedalam suatu Lembaga Rehabilitasi
236
Menurut Hakim yang ada di Pengadilan Negeri Medan kesemuanya berpendapat bahwa penerapan sarana pidana dimasa yang akan datang masih cukup
efektif untuk menanggulangi anak yang memakai narkoba, hal ini dilakukan untuk memberikan efek jera agar jangan kembali mengulangi perbuatannya. Selain itu
kepada orang dewasa yang memanfaatkan jasa anak kecil untuk menjual narkoba harus di jatuhi hukuman yang berat. Untuk masa yang akan datang ada baiknnya
sarana diversi perlu dilakukan terhadap anak tetapi hal ini dapat dilakukan tidak untuk semua kasus, hanya untuk kasus-kasus tertentu.Selain itu perlu didirikan
235
Wawancara dengan Informan di Kejaksaan Negeri Medan, 10 Juli 2008.
236
Wawancara dengan Informan di Bapas Medan, 8 Juli 2008
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
Lembaga Rehabilitasi sehingga hakim tidak ragu untuk menjatuhkan vonis rehabilitasi bagi anak pemakai narkoba.
237
Sementara menurut pihak Lapas Anak Medan bahwa kebijakan penal pidana masih efektif dilakukan terhadap anak tapi harus memperhatikan kasus per kasus jadi
ada kasus tertentu yang tidak perlu sampai masuk kejalur SPS sebab anak masih memiliki masa depan yang panjang sebab ada kecendrungan di masyarakat untuk
melakukan yang namanya stigmatisasi pelebelan, selain itu kalau setiap masalah kedepannya masuk ke Lapas Anak maka Lapas Anak tidak akan muat lagi.
238
Saat ini saja Lapas Anak sudah mengalami over kapasitas dengan klasifika penghuni
narapidana 271, B II 1 120, B II b 1, B III 6. Tahanan kategori A I 35, A II 260, A III 192, AIV 13 dan A V 1.
239
Dengan usia 18 tahun ke bawah dan 18 sd 21 tahun. Kasus terbanyak adalah narkoba sebanyak 383 orang, sedangkan kasus
pembunuhan 22 orang, pencurian 281 orang, perampokan 59 orang, penganiayaan 13 orang, kesusilaan 69 orang, penipuan 8 orang, penggelapan 16 orang, lalu
lintaskelalaian 6 orang, senjata tajam 7orang, perjudian 4 orang, ketertiban umum 9 orang, penadahan 4 orang, penculikan 9 orang, pemalsuan 6 orang dan lain-lain 3
orang.
240
Oleh karena itu berdasarkan uraian tersebut di atas untuk kedepannya sarana pidana masih efektif untuk dilakukan tetapi harus memperhatikan kasus demi kasus
237
Wawancara dengan Hakim di Pengadilan Negeri Medan, 28 Juli 2008.
238
Wawancara dengan Kepala Lapas Anak Medan, 8 Juli 2008.
239
Ibid
240
Ibid
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
yang dihadapi anak tersebut, kalau kasusnya adalah kasus yang berat dan membahayakan bagi kepentingan umum maka si anak dapat dibina di lapas Anak tapi
kalau kasusnya masih ringan dan tidak terlalu urgen hendaknya si anak jangan sampai masuk ke Lapas Anak mengingat stigmatisasi yang ada di masyarakat.
Sama halnya dengan Lapas Anak bahwa menurut PKPA Medan bahwa sarana pidana memang masih diperlukan untuk menanggulangi kejahatan tapi untuk
kasus yang ringan janganlah hendaknya sampai ke Lapas Anak. Hal ini tidak terlepas dari keprihatinan masih jauhnya standar kelayakan di Lapas Anak.
Selain itu untuk orang terlibat penyalahgunaan narkoba, kejahatan narkoba
sangat berbeda dengan kejahatan lainnya. Pencuri, misalnya. Setelah masuk Lapas, napi tersebut tidak bisa mencuri lagi. Tapi bagi napi narkoba, mereka selalu berusaha
untuk memperolehnya kembali, karena secara medis seorang pecandu narkoba tidak boleh diputus langsung begitu saja. Tetapi harus dengan metode pengurangan dosis
secara bertahap dalam rangka rehabilitasi penyembuhannya. Oleh karena itu hendaknya anak yang murni sebagai pemakai hendaknya janganlah masuk ke Lapas
Anak dan disamakan dengan tahanan yang lain kedepannya hendaknya kepada anak yang memakai dapat masuk ke panti rehabilitasi untuk mendapatkan perawatan dan
bukannya masuk kepenjara atau lapas.
241
241
Wawancara dengan PKPA, tanggal 23 Juli 2008, loc.cit.
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
4. Kebijakan Non Penal Non Penal Policy Terhadap Anak yang Memakai