Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
seperti orang tuanya tapi pada dasarnya hal sama bisa juga dijumpai terhadap anak yang diangkat sebagai anak.
3. Teori Psikopati: berbeda dngan teori yang menekankan pada intelejensia ataupun
kekuatan mental pelaku, teori psikopati mencari sebab-sebab kejahatan dari kondisi jiwanya yang abnormal. Seorang penjahat di sini terkadang tidak
memiliki kesadaran atas kejahatan yang telah diperbuatnya sebagai akibat gangguan jiwanya.
4. Teori bahwa kejahatan sebagai gangguan kepribadian sempat digunakan di
Amerika untuk menjelaskan beberapa perilaku yang dikategorikan sebagai crime without victim kejahatan tanpa korban seperti pemabuk, gelandangan,
perjudian, prostitusi, penggunaan obat bius.
2. Faktor Sosiologis
Teori-teori dari perspektif biologis memiliki asumsi bahwa tingkah laku kriminal disebabkan oleh beberapa kondisi fisik dan mental yang mendasari dan
memisahkan penjahat dan bukan penjahat. Mencoba mengidentifikasi manusia yang seperti apa yang menjadi penjahat dan mana yang bukan penjahat berbeda dengan hal
di atas, faktor sosiologis mencari alasan-alasan perbedaan dalam hal angka kejahatan dalam lingkungan sosial.
Teori ini dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori umum, yaitu: strain, cultural deviance penyimpangan budaya, dan social control kontrol sosial.
Perspektif strain dan penyimpangan budaya, terbentuk antara 1925 dan 1940 dan
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
masih populer hingga hari ini. Teori ini memusatkan perhatian kepada kekuatan- kekuatan sosial social forces yang menyebabkan orang melakukan aktivitas
kriminal. Teori kontrol sosial mempunyai pendekatan yang berbeda: teori ini
berdasarkan satu asumsi bahwa motivasi melakukan kejahatan merupakan bagian dari umat manusia. Sebagai konsekuensinya, teori ini mencoba menemukan jawaban
mengapa orang tidak melakukan kejahatan. Teori kontrol sosial mengkaji kemampuan kelompok-kelompok dan lembaga-lembaga sosial membuat aturan-
aturannya efektif.
58
a. Teori Anomie
Pengertian anomie berasal dari sosiolog Perancis. Beliau menyatakan bahwa perubahan sosial yang cepat dan mencekam mempunyai pengaruh yang besar
terhadap semua kelompok di dalam masyarakat. Jika sebuah masyarakat sederhana berkembang menuju suatu masyarakat modern dan kota maka kedekatan intimacy
yang di butuhkan untuk melanjutkan satu set norma-norma umum a common set of rules akan merosot.
Kelompok-kelompok akan
menjadi terpisah-pisah, dan dalam ketiadaan
aturan yang umum, tindakan dan harapan orang disatu sektor mungkin bertentangan dengan tindakan dan harapan orang lain. Dengan tidak dapatnya diprediksi perilaku,
sistem tersebut secara bertahap akan runtuh dan masyarakat berda dalam kondisi
58
Ibid, hlm. 58
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
anomie.
59
Nilai dan norma yang penting, yang sampai saat ini diterima, menjadi kabur dan lenyap. Akibatnya adalah orang-orang yang mulai untuk memakai tujuan
norma yang saling bertentangan, bahwa individu-individu merasa pasti. Seorang Amerika yang bernama Merton mengambil alih pendapat Durkheim.
Ia menyatakan bahwa masyarakat barat lebih banyak menekankan pada pencapaian kesejahteraan material dan status sosial yang tinggi, yang berakibat kebutuhan dan
harapan orang banyak makin berkembang tetapi masalahnya masing-masing individu tidak memiliki sarana dan kesempatan yang sama untuk merealisasikan tujuan
tersebut.
60
Masalah sesungguhnya tidak diciptakan oleh sudden social change perubahan sosial yang cepat tetapi oleh social structure struktur sosial.
Merton menekankan
pentingnya dua
unsur penting di setiap masyarakat, yaitu 1 cultural aspiration atau culture goals yang diyakini berharga untuk
diperjuangkan ; dan 2 institutionalized means atau accepted ways untuk mencapai tujuan itu. Berdasarkan perspektif di atas, struktur sosial merupakan akar dari
masalah kejahatan karena itu pendekatan ini kadang-kadang disebut dengan a structural explanation.
61
Menurut Merton ada beberapa cara untuk mengatasi ketegangan atau tekanan yang dihasilkan dari ketidakmampuan mencapai sukses.
59
J. Robert Lilly, Francis T. Cullen and Richard A. Ball, Criminological Theory, Context and Consequences, United States: SAGE Publication, 1995, hlm 76-77.
60
Ibid.
61
J. Robert Lilly, Francis T. Cullen and Richard A. Ball, op. cit.hlm. 53-54.
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
b. Teori Sub Kultur Delinkuen
Teori ini dikemukakan oleh Cohen, teori ini lebih spesifik dibandingkan dengan teori anomie dari Merton yang digunakan dalam kerangka menjelaskan
terjadinya penyimpangan perilaku remaja di Amerika, yang bercirikan gang-gang jalanan.
62
Dengan demikian sebagian besar dari mereka kehilangan kemampuan untuk mendapatkan kepuasan dengan menunda kebutuhannya dan mereka kurang mendapat
pengendalian mengenai perasaannya terhadap agresi, kenyataannya mereka disosialisasikan secara lebih jelek. Oleh karena itu selalu timbul konflik di sekolah
misalnya, dan karena para remaja mendapat kesulitan dengan perasaan rendah diri mereka yang disebut frustasi-status.
63
Cohen ingin
menjelaskan terjadinya
peningkatan perilaku kejahatan di daerah kumuh slum. Perilaku kejahatan dikalangan remaja usia muda, kelas bawah
merupakan cerminan ketidakpuasan mereka terhadap norma-norma dan nilai-nilai kelompok kelas menengah yang mendominasi budaya Amerika.
64
Para remaja ini tidak dapat melepaskan diri dari perasaan rendah diri maka mereka merasa tidak memiliki harga diri oleh karena itu mereka membentuk
kelompok gang. Maka kelompok gang yang pada umumnya terdiri dari teman sebaya ini membuang nilai middle-class secara radikal dan menggantikan dengan
62
Mahmud Mulyadi, Criminal Policy Pendekatan Integral Penal Policy dan Non Penal Policy dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, Penerbit: Pustaka Bangsa Press, 2008, hlm.
111.
63
J. Robert Lilly, Francis T. Cullen and Richard A. Ball, op. cit, hlm. 137.
64
Mahmud Mulyadi, op. cit, hlm.111
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
nilai dan norma yang sama sekali lain, yang bertentangan dengan nilai dan norma yang dominan berlaku. Maka terjadilah sub kultur kolektif dengan kriteria status
yang sama sekali baru dan aturan aturan yang baru yaitu: sub kultur delinkuen. Di dalam sub kultur ini para remaja memperoleh status yang tidak diperolehnya di
tempat lain dengan sikap yang menantang dan diantaranya sikap suka mencuri, bahkan minum-minuman keras, memakai narkoba dan lain sebagainya.
c. Differential Association Theory
Sutherland memperkenalkan
differential association theory dalam buku teksnya Principles of Criminology pada tahun 1939. Differential association
didasarkan pada sembilan dalil yaitu:
65
1 Criminal behavior is learned tingkah laku kriminal yang dipelajari. Tingkah
laku tidak diwarisi sehingga tidak mungkin ada orang dilahirkan jahat secara langsung melainkan karena dipelajari.
2 Criminal behavior is learned in interaction with other person ini process of
communication tingkah laku kriminal yang dipelajari dalam interaksi dengan orang laindalam proses komunikasi. Seseorang tidak begitu saja menjadi
kriminal hanya karena hidup dalam lingkungan yang kriminal. Kejahatan dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dalam komunikasi verbal maupun
non verbal.
65
Edwin H. Sutherland and Donald R. Cressey, Principles of Criminologi, Sixth Edition, J.B. Lippincott Company, New York, 1960, hlm.77-78.
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
3 The Principal part of learning of criminal behavior occurs within intimate
personal groups bagian terpenting dari mempelajari tingkah laku kriminal itu terjadi di dalam kelompok orang intim dekat. Keluarga dan kawan-kawan
mempuyai pengaruh yang besar dalam memepelajari tingkah laku yang menyimpang. Komunikasi mereka lebih banyak daripada media massa, seperti
film, televisi, dan surat kabar. 4
When criminal behavior is learned, the learning includes a techniques of commting the crime, which are sometimes very complicated, sometimes very
simple and b the specific direction of motives, drives, rationalizations, and attitudes ketika tingakah laku dipelajari, pembelajaran itu termasuk a
teknik-teknik melakukan kejahatan, yang kadang sangat sulit, kadang sangat mudah dan b arah khusus dan motif-motif, dorongan-dorongan,
rasionalisasi-rasionalisasi, dan sikap-sikap. Seorang pencuri akan ditemani pencuri lain selama waktu tertentu maka dia akan melakukan sendiri, dengan
kata lain dengan terus berlatih maka dia akan memiliki ketarampilan dan berpengalaman.
5 The specific direction of motives and drives is learned from definitions of the
legal codes as favorable or and favorable arah khusus dari motif-motif dan dorongan-dorongan itu dipelajari melalui defenisi-defenisi dari aturan-autran
hokum apakah dia menguntungkan atau tidak. 6
A person becomes delinquent because of an excess of definitions favorable to violiton of law over definitions unfavorable to violition of law over definitions
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
unfavorable to violition of law seseorang menjadi delinquent karena definisi- definisi yang menguntungkan untuk melanggar hukum. Ini prinsip kunci dari
toeri differential association, arah utama teori ini. Dengan kata lain mempelajari tingkah laku kriminal bukan semata-mata persoalan hubungan
teman atau kawan buruk. Tetapi mempelajari tingkah kriminal tergantung pada berapa banyak definisi yang dipelajari tergantung dari berapa banyak
definisi yang dipelajari yang menguntungkan untuk pelanggaran hukum sebagai lawan dari definisi yang tidak menguntungkan untuk pelanggaran
hukum. 7
Diffrential associations may vary in frequency, duration, priority, and intencity
asosiasi difrensial mungkin bermacam-macam dalam frekuensikekerapannya, lamanya, prioritasnya dan intensitasnya. Tingkat
asosiasi definisi seseorang yang akan mengakibatkan kriminalitas berkaitan dengan kekerapan kontak, berapa lamanya dan arti dari asosiasi definisi
kepada individu. 8
The process of learning criminal behavior by association with criminal and anticriminal patterns involves all of the mechanism that are involvel in any
other learning proses mempelajari tingkah laku kriminal melalui asosiasi dengan pola-pola kriminal dan anti kriminalmelibatkan semua mekanisme
yang ada disetiap pelajaran. Mempelajari pola-pola tingkah laku kriminal adalah mirip sekali dengan mempelajari tingkah laku yang konvensional dan
tidak sekedar persoalan meniru ataupun melakukan pengamatan.
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
9 While criminal behaviour is an expression of general needs and values, since
non criminal behaviour is an expression of the same needs and values walaupun tingkah laku kriminal merupakan ungkapan dari kebutuhan-
kebutuhan dan nilai-nilai umum, tingkah laku kriminal itu tidak dijelaskan oleh kebutuhan-kebutuhan yang umum dan nilai-nilai umum tersebut. Pencuri
mencuri untuk mendapatkan apa yang dibutuhkanya. Orang-orang bekerja untuk memperoleh apa yang mereka inginkan. Motif-motif frustasi, nafsu
untuk mengumpulkan harta serta status sosial, konsep diri yang rendah, dan semacamnya menjelaskan baik tingkah laku kriminal maupun non kriminal.
Menurut apa yang sudah diuraikan di atas bahwa tingkah laku jahat dipelajari dalam kelompok melalui interaksi dan komunikasi. Di dalam kelompok yang
dipelajari adalah teknik untuk melakukan kejahatan dan alasan nilai-nilai, motif, rasionalisasi, dan tingkah laku yang mendukung perbuatan jahat tersebut. Kejahatan
adalah hasil dari lingkungan sekitar individu environment. Gabriel Tarde seorang psikolog sosial berpendapat bahwa pentingnya nafsu meniru sebagai sebab
kejahatan. Ditekankannya bahwa seseorang yang mencuri atau membunuh, sebenarnya meniru dari orang lain yang pernah melakukan perbuatan serupa.
66
Sementara menurut Quinney meyakini bahwa kejahatan bukanlah sesuatu yang
66
G. W. Bawengan, op. cit, hlm. 42.
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
melekat inheren dalam perilaku seseorang, tetapi merupakan suatu penilaian yang dibuat seseorang terhadap tindakan dan ciri-ciri orang lain.
67
Kejahatan adalah rumusan tentang perilaku manusia yang diciptakan oleh yang berkuasa. Dalam suatu masyarakat yang secara politis terorganisir dan kejahatan
merupakan suatu hasil perumusan perilaku yang diberikan kepada sejumlah orang oleh orang lain. Dengan kata lain kejahatan adalah sesuatu tindakan yang diciptakan.
Masa anak-anak adalah masa yang sangat rawan melakukan tindakan, karena masa anak-anak suatu masa yang sangat rentan dengan berbagai keinginan dan
harapan untuk mencapai sesuatu ataupun melakukan sesuatu. Sering terdengar keluhan para orang tua khususnya para Ibu, bahwa mendidik anak di lingkungan
perkotaan merupakan tugas yang sangat berat pada masa sekarang ini. Mereka tidak mengetahui pedoman apa yang dapat dipergunakan agar anak mau mengikuti dan
memilih jalan yang baik, tumbuh sebagai orang dewasa, ada ketakutan orang tua bahwa anaknya akan putus sekolah, terlibat perkelahian, pemabuk, pecandu narkoba.
Seorang anak dalam melakukan sesuatu tidakkurang menilai akibat akhir tindakan yang diambilnya, sebagai contoh anak suka coret-coret dinding, pagar atau
tembok orang, melempar batu. Perbuatan tersebut secara hukum dilarang dan dikenakan sanksi pidana. Anak yang telah melakukan perbuatan harus diperbaiki agar
jangan dikorbankan masa depan anak dengan memasukkannya dalam proses sistem pengadilan pidana dan menerima hukuman berat atas perbuatannya tersebut.
67
Mamik Sri Spatmi dan Herlina Permata Sari, Dasar-Dasar Teori Sosial Kejahatan, Jakarta: PTIK Press, 2007, hlm. 116-117.
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
Di Amerika menurut Joy G. Dryfoos ada beberapa kebutuhan yang sangat penting untuk membuat seorang anak mencapai dewasa, yaitu
68
: 1.
Pencarian identitas diri. 2.
Pencarian sebuah nilai kepribadian. 3.
Tambahan konpentensi yang dibutuhkan untuk dewasa seperti penyelesaian masalah dan pembuatan keputusan.
4. Tambahan kemahiran dibutuhkan untuk interaksi sosial.
5. Pencapaian kebebasan emosi dari orang tua.
6. Kemampuan negosiasi diantara kebutuhan untuk pencapaian pribadi dan
kebutuhan untuk mendapatkan dukungan teman sebaya. 7.
Kebutuhan untuk eksperimen mencoba dengan prilaku akhlak dan kegiatan yang bebas.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut di atas tidak semuanya dapat dipenuhi sendiri oleh seorang anak akan tetapi membutuhkan bantuan dari orang dewasa. Orang
tuaorang dewasa mempunyai kewajiban membantu anak secara fisik, ekonomi maupun psikis dalam perkembangan kejiwaan anak. Anak yang dalam proses
perkembangan mendapatkan hambatan pemenuhan kebutuhan dan perhatian menyebabkan anak terhambat perkembangannya dan bahkan dapat menyebabkan
terganggu mentalnya. Pada akhirnya dapat menyebabkan anak menjadi pelaku delinquency.
68
Joy G. Dryfoos. 1990. Adolescents at Risk, Prevalence and Prevention. New York:Oxford University Press, hal. 25 yang dikutif dari Clemens Bartollas, Op.Cit., hal. 70
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
Persoalan perkembangan anak dan pemenuhan kebutuhan anak telah banyak dilakukan penelitian. Hal ini berkaitan dengan sikap yang bagaimanakah yang harus
diambil oleh orang dewasaorang tua serta masyarakat terhadap penangganan anak. Di Amerika salah satu penelitian yang dilakukan tentang beberapa
perhatianpandangan penting yang harus diberikan kepada anak muda dan masalah prilakunya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Richard Dembo, et al. Hasil
penelitian Richard Dembo, et. al mengatakan bahwa anak muda yang dalam perjalanan kehidupannya banyak mendapatkan pengalaman kesulitan-kesulitan,
seperti kesulitan sosialisasi dalam keluarga, tertekan secara ekonomi atau masyarakat ekonomi rendah beresiko lebih tinggi menjadi pelaku delinquency daripada seorang
anak yang menderita kekurangan pisik dan seksual.
69
Selanjutnya menurut hasil penelitian yang dilakukan Richard Dembo, et al bahwa tindakan delinquency yang dilakukan anak kebanyakan kurang pendidikan dan
kejujuran dan cendrung menjadi terlibat dalam penyalahgunaan obat dan alkohol dan bentuk-bentuk kejahatan lainnya, yang paling sering adalah keterlibatan mereka
dengan kelakuan yang tidak disukai masyarakat.
70
Tindakan delinkuensi yang dikemukakan oleh Richard Dembo, et al ditemukan juga pada saat M. Le Blanc
melakukan penelitiannya. Menurut hasil penelitiannya masalah prilaku anak muda khususnya delinquency yaitu obat-obatan, alkholol, drop out dari sekolah dan ketidak
69
Clemens Bartollas, Op.Cit, hal 70, yang dikutip dari Richard Dembo, et. al. 1994
Development and Assessment of a Classification of High risk Youth. Journal of Drug Issues 24 winter- spring, hal 26
70
Ibid.
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
terlindungan dari sex dan tindakan lainnya yang berhubungan dengan kejahatan lainnya.
71
Anak-anak yang beresiko tinggi sejak awal dapat diketahuidiidentifikasi oleh guru, petugas panti asuhan, pelatih bermain anak dan pekerja-pekerja lain yang dekat
dengan anak. Hasil penelitian ada tujuh latar belakang dan karakteristik pribadi untuk memprediksikan prilaku anak yang beresiko tinggi pelaku delinquency yaitu:
72
Umur anak yang lebih muda jika dia masuk ke suatu sistem tertentu akan beresiko tinggi;
Pscyhological variables sifat pembantah, susah diatur, merasa kurang dihargai; School performance, anak yang bermasalah di sekolah dengan tingkah lakunya,
pembolos; Home adjustment, kurang interaksi dengan orang tua dan saudara, kurang disiplin dan pengawasan dan minggat dari rumah; Drugs and alcohol use,
penggunaan alkohol dan obat; anak yang sudah mulai memakai alkohol apabila orang tua punya riwayat pemakai alkohol; neighbourhood lingkungan tetangga,
lingkungan mudah mempengaruhi anak seperti kemelaratan, masalah sosial dan prilaku; Social adjustment of peers Pengaruh kekuatan teman sebaya pertemanan
mempengaruhi prilaku termasuk delinquency, obat-obatan, bolos dan kekacauan di sekolah onar, geng, sex dan lain-lain.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Kathleen Salle mengatakan bahwa disamping faktor-faktor yang dikemukakan 3 peneliti sebelumnya, ada
beberapa faktor sosial yang menyebabkan delinquency yaitu:
71
M.Le Blanc. November 1990. Family Dynamics, Adolescent Delinquency and Adult Criminality. Colorado: Paper Presented at the Society for Life History Research conference, Keystone.
hal. 7.
72
Clemens Bartollas. Op.Cit., hal. 71.
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
1. Jenis kelamin dan prilaku delinquency. Anak perempuan lebih sedikit
keterlibatannya dengan delinquency dan lebih jarang dalam kejahatan dibanding anak laki-laki. Hal ini dapat dilihat dari jumlah anak-anak yang dilaporkan
melakukan tindak pidana di kepolisian, jumlah kasus perkara pidana yang masuk dan diselesaikan di Pengadilan Negeri Medan dan jumlah anak yang berada dalam
Lembaga Pemasyarakatan Anak. 2.
Adanya pengaruh teman bermain anak, anak yang bergaul dengan anak yang tidak sekolah dan kurang perhatian dari orang tuanya maka anak tersebut besar
kemungkinan akan melakukan delinquency. 3.
Kebanyakan anak yang melakukan kejahatan adalah anak-anak dari kelas ekonomi rendahlemah. Prilaku kriminal ini disebabkan oleh kekurangan pasilitas
untuk bermain dan belajar yang sesuai dengan masa perkembangan kejiwaan anak. Disamping itu orang tua dari mereka kurang memperhatikan kebutuhan
anak-anaknya dikarenakan keterbatasan ekonomi. Sehingga pada akhirnya anak- anak tersebut harus melakukan kegiatan-kegiatan yang menurutnya adalah
sesuatu yang menyenangkan. Disamping itu dikarenakan kekurangan uang menyebabkan anak-anak mengambil barang orang lain untuk memilikinya
memenuhi kebutuhan pribadinya. Seperti anak melakukan pencurian sandal dan pakaian, anak mengambil mainan temannya, anak mengambil tape mobil dan
sebagainya.
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
4. Disamping kekurangan ekonomi, kebanyakan anak yang terlibat dalam delinquent
adalah anak-anak yang berasal dari keluarga broken home.
73
Adanya pengaruh keluarga yang berantakan broken home dengan prilaku nakal anak, pernah dilakukan penelitian oleh para peneliti dari Amerika Serikat.
Banyak hasil penelitian empiris memberikan dukungan bahwa delinquency disebabkan oleh suatu keadaan broken home. Diantaranya George B. Mangold
menyatakan broken home diperkirakan satu penyebab delinquency yang paling sering muncul.
Selanjutnya L. Edward Wells dan H. Rankin
74
mempelajari hubungan broken home dan delinquency, dari hasil penelitian yang dilakukan Edward didapat
kesimpulan bahwa: 1.
Kemungkinan broken home menyebabkan delinquency 10-15 lebih tinggi daripada tidak broken home
2. Hubungan di antara broken home dan delinquency lebih kuat pada bentuk-bentuk
kriminal ringan pada anak pelaku dan tidak begitu mempengaruhi pada krimnal serius seperti pencurian dan kekerasan kepada seseorang
3. Bentuk dari broken home menentukan apakah dapat menyebabkan delinquency
atau tidak. Contoh broken home karena perceraian orang tua lebih kuat dari pada karena orang tua yang meninggal.
4. Umur anak pada saat broken home tidak mempengaruhi delinquency.
73
Clemens Bartollas, Op.Cit, hal 70 71 yang dikutip dari hasil Interview with Kathleen Sallee from first Judicial Districk Juvenile Court Services, Waterloop, Lowa.
74
L. Edward Well dan Joseph H. Rankin. 1991. Families and Delinquency:A Meta –analysis of the Impact of Broken Homes Social Problems. London: hal 87 88.
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
5. Tidak ada beda pengaruh broken home pada anak laki-laki atau perempuan.
Perkembangan kejiwaan dan pisik anak yang mempengaruhi anak melakukan delinquency disebabkan oleh dua hal penting yaitu:
a. Social background Latar belakang sosial.
Latar belakang sosial anak sangat mempengaruhi perkembangan kejiwaaan dan pisiknya di masa depan. Banyak anak yang tumbuh tanpa tahu harapan yang akan
diperolehnya setelah dia dewasa. Pada saat masih kecil di rumahkeluarga makanan terbatas, tempat tinggal tidak layak dan kesehatan tidak dipenuhi dengan baik
sehingga kebanyakan mereka lari dari rumah. Anak tidak mendapatkan pelajaran sebagaimana mestinya sehingga anak tersebut kelak akan kesulitan mendapatkan
kesuksesan dalam kehidupan seperti karir, keluarga dan masyarakat. Kesulitan mendapatkan kesuksesan dikarenakan banyak anak-anak yang tidak tahu jalan yang
bagaimana harus ditempuh untuk dapat meraih sukses dimasa depan. Ketidaktahuan tersebut menyebabkan anak menghabiskan hari-harinya dengan hura-hura, mabuk-
mabukan, dan melakukan perbuatan lainnya yang tidak berguna dan meresahkan. Karena anak tidak mempunyai kegiatan dan pandangan masa depan yang cerah maka
pada akhirnya anak tersebut akan terlibat kriminal. Pendapat serupa disampaikan oleh Clemens Bartollas dalam bukunya
Juvenile Delinquency bahwa ketidakadaan kegiatan positif yang dilakukan dan ketidakadaan pengetahuan untuk mencapai kesuksesan dimasa depan menyebabkan
anak kesulitan menjalani kehidupannya sehingga pada akhirnya melakukan kegiatan kriminal. Perbuatan anak tersebut sangat dipengaruhi oleh geng-geng yang dimasuki
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
dan jika tidak segera diperbaiki prilaku kriminal tersebut akan terbawa sampai dewasa.
75
Attitude Sikappendirian, anak yang rawan terhadap delinquency mempunyai attitude sikappendirian yang adil dalam keterlibatan mereka dalam
delinquency, seperti pandangan-pandangan yang didapat dari kehidupan sehari-hari di implementasikan seperti:
a. jika anda tidak memperhatikan diri mu sendiri, tak akan ada yang
memperhatikannya. Mereka merasa hidup di jalanan tanpa pengawasan orang tua sebagai kemandirian yang sebenarnya.
b. Mencari perhatian masyarakat dengan membuat keonaran yang menarik
perhatian orang banyak. c.
Merasa tak ada yang di sayangkan, tidak ada sesuatu apapun yang takut kehilangan.
d. Mengaplikasikan kehunekan dengan berbagai cara.
e. Kelompok bisa dijadikan tempat menempa emosi dan perkembangan.
f. Sistem yang ada berbuat tidak adil kepada saya, sehingga tak ada
aturannorma yang mesti dipatuhi. g.
Materi adalah segalanya untuk mengatasi semua permasalahan dalam hidup sehingga nilai-nilai moral tidak menjadi hal yang terlarang untuk dilanggar
dan perlu dipertimbangkan dalam mengambil tindakan.
75
Clemens Bartollas, Op.Cit., hal 84.
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
Menurut hasil penelitian yang dilakukan pada bulan April tahun 2005 dengan 20 informan narapidana di lembaga pemasyarakatan anak Tanjung Gusta Medan
disimpulkan penyebab anak melakukan kejahatan diantaranya adalah: 1.
Pengaruh pergaulan: Anak-anak yang ada dilembaga pemasyarakatan Tanjung Gusta terjadi
dikarenakan mereka sering berteman dengan anak-anak yang kurang baik contohnya berteman dengan anak yang tidak sekolah, andaikan masih sekolah
anak tersebut sering membolos atau menganggu temannya sehingga suka berkelahi, atau berteman dengan anak-anak yang suka mengambil barang orang
lain meskipun itu hanya sekedar mengambil sandal atau mainan anak-anak sebayanya.
2. Kurang perhatian.
Kedua orang tua yang sibuk dan kurangnya perhatian dari saudara-saudara serumah terhadap anak, hingga anak merasa kurang perhatian. Kekurang
perhatian membuat anak-anak tersebut bertindak sesuai dengan pola pikir dan kemauannya akibatnya melakukan tindakan yang tidak seharusnya dilakukan oleh
anak-anak seperti, mencuri, memukul, menendang dan tindak kekerasan lainnya. Orang tua yang kurang perhatian tentunya tidak mengetahui dan tidak mempunyai
kesempatan waktu yang ruang untuk memberikan pengarahan dengan baik dan benar kepada anak-anaknya mengenai perbuatan yang boleh dan tidak boleh
dilakukan. Disamping itu juga orang dewasa yang ada disekitarnya kurang
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
memberikan contoh yang baik pada anak-anak. Artinya anak-anak kurang mendapatkan bimbingan keagamaan.
3. Keluarga broken home Keluarga berantakan
Anak yang berasal dari broken home kebanyakan menjadi anak nakal, karena kehidupannya sudah kacau dan orang tuanya sudah sulit untuk memberikan
pengarahan. 4.
Ekonomi Tingkat ekonomi yang rendah pada umumnya menyebabkan orang tua tidak
memiliki waktu untuk memberikan pemenuhan kebutuhan buat anaknya. Akibatnya anak akan mencari pemenuhan keinginan dan kebutuhan sesuai dengan
pola pikir yang dimilikinya. Oleh karena itu maka terkadang anak melakukan perbuatan mengambil barang milik orang lain atau melakukan tindakan asusila.
5. Pendidikan. Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan anak tidak mempunyai
kesempatan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang berguna. Dengan banyaknya waktu yang dimiliki oleh anak sedangkan kegiatan yang terarah tidak
ada, mengakibatkan anak melakukan kegiatan-kegiatan yang menurutnya baik dan sering bergabung dengan anak-anak yang dari golongan sama. Akibatnya
terkadang perbuatan yang dilakukannya adalah kegiatan-kegiatan yang melanggar hukum seperti mencoret tembok, melempar orang, berkelahi, bolos sekolah dan
lain sebagainya.
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
Secara teori banyak faktor yang menyebabkan seorang anak menjadi delinquency. Misalnya ada teori biologis dan biososial yang membahas tentang
samatotype, warisan, pengaruh kebiasaan conditionability and delinquency; teori psikologi, teori social disorganization dan anomie yang menyatakan bahwa
kenakalan anak adalah disebabkan oleh faktor lingkungan dimana seseorang itu berada, teori control, teori lower class, dan teori differential culture teori
penyimpangan kebudayaan. Sebagai paparan saya akan uraikan sekilas tentang teori psikologi terhadap terjadinya delinquensi.
Menurut teori psikologi, para ahli memberikan pembedaan individu dengan menggunakan faktor inteligensia atau kecerdasan, kepribadian atau faktor lainnya di
dalam masyarakat. Faktor-faktor tersebut secara langsung ataupun tidak langsung dapat menentukan adanya delinquency atau tidak pada seorang anak. Inilah yang
disebut teori psikologi dalam delinquency. Teori ini juga menyangkut keturunan dan keadaan lahir seseorang. Faktor psikologi juga merupakan faktor yang ada sejak lahir,
seperti kecerdasan.
76
Dengan dikenalnya test kecerdasan pada awal abad 20, maka orang mulai memfokuskan pada faktor mental dari seseorang, walaupun menurut analisis
kecerdasan merupakan faktor turunan sehingga masih dapat disebut sebagai faktor biologi. Di akhir abad 19 seorang ahli psikologi bernama Sigmund Freud menulis
tentang aktivitas internal dari daya fikir dan kepribadian seseorang dan bagaimanakah komponen internal tersebut dapat mempengaruhi tingkah laku ataupun kriminalitas.
76
Donald J. Shoemaker, Op.Cit., hal. 47.
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
Pembahasan seperti ini menggunakan pendekatan psychiatric-psychoanalytis yang memfokuskan pendekatan pada masalah tingkah laku manusia.
Menurut konsep peradilan anak yang dikenal pada tahun 1899, pengaruh kedudukan psyciatric pada kejahatan anak sangat mendominan. Anak kriminal
ditunjukkan dengan mempunyai kelakuan yang dipengaruhi oleh suatu penyakit, yaitu suatu kondisi yang memperlihatkan kemungkinan akan menjadi sangat buruk
bila tidak diberikan penanganan yang serius. Sehubungan dengan filosofi tersebut didirikan klinik panduan yang menangani pengaruh faktor psyciatric anak pada awal
abad 20 yang di aplikasikan sebagai peradilan anak juvenile court. Pada awal abad 20 pendekatan psikologi terhadap kejahatan anak mulai
diterapkan. Banyak variasi yang mengemukakan dari semua pendekatan yang ada termasuk konsep penurunan mental mental defisiency, gangguan berfikir psyciatric
disturbance dan faktor dalam diri yang dimiliki seperti rasa malas, marah, tersinggung dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian diatas ada beberapa kesimpulan yang menjadi asumsi menurut para ahli psikologi yaitu; penyebab dasar delinquency meliputi pola individu
dan perkembangannya. Prilaku anak merupakan manifestasi dari keadaan internalnya. Kedua, Gangguan psikologi yang serius akan membentuk sebuah pola tingkah laku
anak. Selain itu faktor internal dalam diri anak muncul karena pengaruh faktor external, lingkungan. Oleh karena itu gangguan pada diri anak merupakan hal serius
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
yang harus dipecahkan dan diatasi sebaik-baiknya untuk kepentingan perkembangan psikologinya yang lebih baik dan terarah.
77
Ada teori yang menghubungkan antara kecerdasan dan delinquency. Para ahli menyebutkan bahwa kekurangan kecerdasan mempunyai pengaruh yang penting
dalam melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab kriminal. Menurut asumsi dasar antara delinquency dan penyakit sosial mempunyai hubungan seperti
adalah kekurangan kecerdasan secara langsung menjadi awal terjadinya prilaku kriminal dan kondisi anak yang mempunyai masalah lain. Kedua diasumsikan
rendahnya kecerdasan menyebabkan kesulitan mengontrol emosi dan hasrat yang timbul dari dalam dirinya dan mudah terjerumus ke dalam kriminalitas. Ada juga ahli
yang menyatakan asumsi pengaruh rendahnya kecerdasan tidak secara langsung menyebabkan delinquency, karena hanya mengakibatkan faktor lain yang mana
punya hubungan yang lebih erat terjadinya delinquency.
78
Berdasarkan penelitian terbaru tentang teori kecerdasan bahwa kecerdasan berdasarkan pada logika. Seorang anak yang mempunyai kecerdasan rendah di
tempatkan pada kelompok institusi yang memiliki kecerdasan rendah atau dengan beberapa petugas yang sama rendahnya, Alfred Binet dan Theodore S Terman
membuat alat pengujian kecerdasan IQ yang dapat digunakan test IQ sekarang. H. H. Goddard seorang Kepala Sekolah New Jersey School tahun 1912
membuat kesimpulan dari penelitiannya bahwa perilaku kriminal cukup kuat
77
Ibid., 48 50.
78
Ibid,
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
dipengaruhi oleh lemahnya kecerdasan. Goddard mengatakan lemah pikiran yaitu mempunyai hasil IQ 75 dan dibawahnya. Dia juga membuat studi yang hasilnya,
lemah pikiran dialami oleh 25-90 dari jumlah seluruh narapidana. Hasil ini mendorong militer Amerika Serikat untuk melakukan testing IQ kepada calon
tentarannya pada perang dunia I.
79
Selain kecerdasan ada penyebab lain seseorang melakukan penyimpangan dalam bertingkah laku. Persoalan dapat dijawab dengan pendekatan Psyciatric-
psychoanalitic. Psychiatric dipergunakan untuk melihat dan memahami kejiwaan seseorang pribadi. Diantara cara untuk mengungkap pribadi seseorang dengan
psychoanalitic.
80
yaitu; Setiap orang kecuali orang idiot tumbuh dan berkembang dengan tingkatan-tingkatan khususnya difokuskan pada perkembangan sexsual.
Dalam sejumlah kasus, dengan alasan khusus ketidaknormalan dapat membuat konflik diantara manusia dalam mengembangkan kepribadiannya biasanya
pada anak kecil; Konflik akan meningkat pada umumnya dari pengaruh antara gerakan nestrik kemauan dan hambatanpengekangan sosial; Konflik-konflik dan
alasan-alasan dasar untuk perkembangannya merupakan kesadaran pribadidiri atau ditekan orang lain atau juga angan-angan yang tinggi; Usaha untuk mengatasi tekanan
dan konflik-konflik yang berkembang dalam diri seseorang manusia dalam bentuk mekanisme perlawanan dan mekanisme-mekanisme lain dapat menjadi awal
79
Shoemaker, Op.Cit., hal 52
80
Ibid., hal 55.
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
polabentuk pribadi tidak normal dan manifestasinya adalah prilaku untuk menjadi delinquency.
Menurut S. Freud semua orang mempunyai 3 komponen kepribadian yang
disebut : id, the ego, dan superego. Id merupakan kemauan dasar, motivasi manusia
dan aspek nafsu jiwa manusia yang merupakan satu elemen dari id adalah libido. Libido merupakan pendorong nafsu seksual dan energi. Ego adalah mengasumsikan
pengaturan potensi id dari pengaruh merusak. Ego lebih menunjukkan rasio dan kesehatan jiwa dalam diri manusia. Superego merupakan pengekangan dari dalam
diri, bersumber dari norma sosial dan sanksi yang ada. Hal ini disebut juga dengan perasaan hati manusia, kepekaan terhadap yang salah untuk merenungkan
pelanggaran aturan.
Heally dan Bronner menyimpulkan dari studinya 91 dari prilaku kriminal anak merasa tidak bahagia dan memiliki gangguan emosional. Dalam hal ciri-ciri
pribadi pelaku digambarkan sebagai pencemburu, merasa kurang dalam hal pribadi, dan selalu merasa dipersalahkan,
81
contohnya pshycopat.
B. Faktor-faktor Anak Menggunakan Narkoba
Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba sudah merupakan suatu penomena global yang sangat menakutkan dan membahayakan bagi bangsa dan
negara. Hampir setiap hari di media cetak, dan elektronik ditampilkan orang-orang
81
Ibid., hal 60
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
yang menyalahgunakan narkoba.
82
Hal ini mengindikasikan begitu mudah seseorang mendapatkan narkoba, secara legal maupuan ilegal, yang pada akhirnya akan
mengancam dan merusak generasi muda sebagai generasi penerus bangsa. Maraknya penyalahgunaan narkoba jelas berakibat buruk terhadap kualitas sumber daya
manusia Indonesia yang menjadi salah satu modal pembangunan nasional. Bahaya penggunaan narkoba tidak mengenal waktu, tempat dan strata sosial
seseorang. Narkoba akan selalu mengancam dan menghantui di mana pun dan kemana pun manusia berada. Narkoba mampu menembus batas dimensi ruang dan
waktu. Obat terlarang ini, mampu menyentuh dan merambah seluruh lapisan masyarakat. Mulai pelajar, mahasiswa, kalangan profesional, selebritis, akademisi,
birokrat legislatif maupun eksekutif, bahkan aparat penegak hukum oknum Polri- TNI
83
, serta atlet olahraga, kini juga terjerat oleh obat yang membuat sengsara. Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak menggunakan narkoba, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal endogen berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru dalam menanggapi lingkungannya dan semua
pengaruh dari luar. Tindakan yang mereka lakukan adalah merupakan reaksi yang salah atau irrasional dari proses belajar. Faktor eksternal atau faktor eksogen dikenal
82
Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Bandung: Mandar Maju, 2003 , hlm. 3.
83
Ibid
Novalina Kristinawati Manurung : Kebijakan Kriminal Criminal Policy Terhadap Anak Pemakai Narkoba Di Kota Medan, 2009
USU Repository © 2008
pula sebagai faktor alam sekitar, faktor sosiologis adalah semua perangsang dan pengaruh dari luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada anak-anak.
84
1. Faktor Internal