Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
2. Penyelesaian sengketa konsumen melalui proses litigasi.
168
168
Pasal 45 UUPK, menyatakan setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau
melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
Adapun penjelasan dari kedua bentuk penyelesaian konsumen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penyelesaian Sengketa Konsumen di Luar Pengadilan
a. Penyelesaian sengketa secara damai oleh para pihak yang bersengketa Penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada Pasal 43 ayat
2 UUPK, tidak menutup kemungkinan dilakukannya penyelesaian secara damai oleh para pihak yang bersengketa, yaitu pelaku usaha dan konsumen, tanpa melalui
pengadilan atau badan penyelesaian sengketa konsumen, dan sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Bahkan dalam
penjelasan pasal tersebut dikemukakan bahwa pada setiap tahap diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Dari
penjelasan Pasal 45 ayat 2 UUPK dapat diketahui bahwa UUPK menghendaki agar penyelesaian damai, merupakan upaya hukum yang justru harus terlebih dahulu
diusahakan oleh para pihak yang bersengketa, sebelum para pihak memilih untuk menyelesaikan sengketa mereka melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
BPSK atau badan peradilan. b. Penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa KonsumenBPSK
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Pemerintah membentuk suatu badan baru, yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK, untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan.
Dengan adanya BPSK maka penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan secara cepat, mudah, dan murah. Cepat karena undang-undang menentukan dalam tenggang
waktu 21 hari kerja, BPSK wajib memberikan putusannya.
169
Mudah karena prosedur administratif dan proses pengambilan putusan yang sangat sederhana.
170
Setiap konsumen yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha dapat mengadukan masalahnya kepada BPSK, baik secara langsung, diwakili kuasanya
maupun oleh ahli warisnya. Pengaduan yang disampaikan oleh kuasanya atau ahli warisnya hanya dapat dilakukan apabila konsumen yang bersangkutan dalam keadaan
sakit, meninggal dunia, lanjut usia, belum dewasa atau warga negara asing. Murah
terletak pada biaya perkara yang terjangkau.
171
Penyelesaian sengketa konsumen di BPSK diselenggarakan semata-mata untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian danatau
Pengaduan tersebut dapat disampaikan secara lisan atau tulisan kepada sekretariat BPSK di kotakabupaten tempat domisili konsumen atau di kota
kabupaten terdekat dengan domisili konsumen.
169
Pasal 56 UUPK.
170
Yusuf Shofie dan Somi Awan, op.cit, hal. 17. Dijelaskan lebih lanjut oleh Aman Sinaga, proses penyelesaian sengketa di BPSK adalah sangat sederhana karena di BPSK hanya dikenal surat
pengaduan konsumen dan jawaban pelaku usaha, kecuali untuk sengketa yang diselesaikan dengan cara arbitrase pelaju usaha mempunyai kewajiban untuk mengajukan pembuktian. Kesederhanaan
proses tersebut paling menonjol dapat dilihat jika sengketa konsumen dengan cepat dan sederhana, Media Indonesia, 27 Agustus 2004, sumber kumpulan kliping Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia.
171
Susanti Adi Nugroho, op.cit, hal. 100.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.
172
Pada prinsipnya penyelesaian sengketa konsumen diusahakan dapat dilakukan secara damai, sehingga dapat memuaskan para pihak yang bersengketa win-win
solution. Menurut Leo Kanowitz, penyelesaian sengketa di luar pengadilan mempunyai kadar keterikatan kepada aturan main yang bervariasi, dan yang paling
kaku dalam menjalankan aturan main sampai kepada yang paling relaks. Ukuran kerugian materi yang dialami konsumen ini
didasarkan pada besarnya dampak dan penggunaan produk barangjasa tersebut terhadap konsumen. Bentuk jaminan yang dimaksud adalah berupa pernyataan
tertulis yang menerangkan bahwa tidak akan terulang kembali perbuatan yang telah merugikan konsumen tersebut.
173
Faktor penting yang berkaitan dengan pelaksanaan sengketa di luar pengadilan juga mempunyai kadar yang berbeda-beda, yaitu:
174
a apakah partisipasi dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan wajib
dilakukan oleh para pihak atau hanya bersifat sukarela; b
apakah putusan dibuat oleh para pihak sendiri atau pihak ketiga; c
apakah prosedur yang digunakan bersifat formal atau tidak formal; d
apakah para pihak dapat diwakili oleh pengacaranya atau para pihak sendiri yang tampil;
e apakah dasar untuk menjatuhkan putusan adalah aturan hukum atau ada
kriteria lain; f
apakah putusan dapat dieksekusi secara hukum atau tidak.
172
Penjelasan Pasal 47 UUPK.
173
Leo Kanowitz, Alternative Dispute Resolution, St Paul, Minnessota USA West Publishing Co. 1985, hal. 6, dalam Adi Susanti, Nugroho, op.cit, hal. 100 .
174
Leo Kanowftz, dalam Ibid, hal. 100-101.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Selanjutnya, dikemukakan bahwa tidak semua model penyelesaian sengketa di luar pengadilanalternatif baik untuk para pihak yang bersengketa. Suatu
penyelesaian sengketa alternatif yang baik setidak-tidaknya haruslah memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut:
a haruslah efisien dan segi waktu;
b haruslah hemat biaya;
c haruslah dapat diakses oleh para pihak, misalnya tempatnya jangan terlalu
jauh; d
haruslah melindungi hak-hak dan para pihak yang bersengketa; e
haruslah dapat menghasilkan putusan yang adil dan jujur; f
badan atau orang yang menyelesaikan sengketa haruslah terpercaya di masyarakat dan para pihak yang bersengketa;
g putusannya harus final dan mengikat;
h putusannya haruslah dapat bahkan mudah dieksekusi;
i putusannya haruslah sesuai dengan perasaan keadilan dan komunitas
di mana penyelesaian sengketa dilaksanakan.
175
Selanjutnya tata cara penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999 jo. Kepmenperindag No. 350MPP122001 tentang
Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Proses penyelesaiannya pun diatur sangat sederhana dan sejauh mungkin dihindari suasana
yang normal. UUPK menentukan apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa
konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para
pihak yang bersengketa.
176
175
Ibid, 101.
176
Pasal 45 ayat 4 UUPK.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Untuk mempermudah pemahaman, maka penjelasan ini akan dibagi dalam beberapa tahap yang dimulai dan tahap pengajuan gugatan sampai pada tahap
keputusan dan atau eksekusi putusan.
a Tahap pengajuan gugatan
Konsumen yang dirugikan dapat mengajukan permohonan penyelesaian sengketa konsumen kepada BPSK yang terdekat dengan tempat tinggal konsumen.
177
Permohonan dapat dilakukan oleh konsumen yang dirugikan sendiri atau kuasanya atau ahli waris yang bersangkutan jika konsumen telah meninggal dunia, sakit atau
telah berusia lanjut sehingga tidak dapat mengajukan pengaduan sendiri baik secara tertulis maupun lisan, atau konsumen belum dewasa sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku terhadap orang asingwarga negara asing.
178
Permohonan diajukan secara tertulis, kepada sekretariat BPSK, maka sekretariat BPSK akan memberikan tanda terima kepada pemohon, dan jika
permohonan diajukan secara lisan, maka sekretariat BPSK akan mencatat permohonan tersebut dalam sebuah formulir yang disediakan secara khusus, dan
dibubuhi tanggal dan nomor registrasi. Apabila permohonan ternyata tidak lengkap tidak sesuai dengan Pasal 16 Kepmenperindag No. 350MPPKep122001 atau
permohonan bukan merupakan kewenangan BPSK, maka Ketua BPSK menolak
177
Ketentuan mengenai tempat di mana diajukan gugatan melalui BPSK berbeda dengan proses litigasi melalui pengadilan negeri, di mana gugatan ganti kerugian diajukan kepada ketua
pengadilan negeri ditempat tinggal tergugat, atau jika tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat di mana sebelumnya bertempat tinggal, vide Pasal 118 ayat 1 dan 2 HIR.
178
Pasal 15 ayat 2 dan 3 Kepmenperindag No. 350MPP122001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
permohonan tersebut. Jika permohonan memenuhi persyaratan dan diterima, maka Ketua BPSK harus memanggil pelaku usaha secara tertulis disertai dengan kopi
permohonan dan konsumen, selambat-lambatnya 3 hari kerja sejak diterimanya permohonan.
Untuk keperluan pemanggilan pelaku usaha, dibuat surat panggilan yang memuat, hari, tanggal, jam dan tempat persidangan serta kewajiban pelaku usaha
untuk memberikan jawaban terhadap penyelesaian sengketa konsumen untuk diajukan pada persidangan pertama.
Jika pada han yang ditentukan pelaku usaha tidak hadir memenuhi panggilan, maka sebelum melampaui 3 hari kerja sejak pengaduan, pelaku usaha dapat dipanggil
sekali lagi. Jika pelaku usaha tetap tidak hadir tanpa alasan yang sah, maka berdasarkan ketentuan Pasal 52 huruf i UUPK jo. Pasal 3 huruf i Kepmenperindag
No. 350MPPKep122001, BPSK dapat meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha tersebut.
179
Jika pelaku usaha hadir, maka konsumen memilih cara penye1esaian sengketanya yang harus disetujui oleh pelaku usaha. Cara yang bisa dipilih dan
disepakati para pihak adalah: konsiliasi, mediasi atau arbitrase. Jika cara yang dipilih para pihak adalah konsiliasi atau mediasi, maka Ketua BPSK segera menunjuk
179
Susanti Adi Nugroho, op.cit, hal. 106. Permohonan bantuan oleh lembaga BPSK kepada penyidik untuk memanggil pelaku usaha dengan paksa ini, pada umumnya tidak dipatuhi oleh
penyidik, karena di samping kepada penyidik belum disosialisasikan “tugas baru” ini, juga karena tidak diatur secara jelas mengenai proses pemanggilannya dan sanksinya, sedangkan UUPK tidak
memberikan penjelasan bagaimana mekanisme penyidik dalam melaksanakan ketentuan tersebut.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
majelis sesuai dengan ketentuan untuk ditetapkan sebagai konsiliator atau mediator. Jika cara yang dipilih para pihak adalah arbitrase, maka prosedurnya adalah para
pihak memilih arbiter dari anggota BPSK yang berasal dari unsur pelaku usaha dan konsumen sebagai anggota majelis. Arbiter yang terpilih memilih arbiter ketiga dan
anggota BPSK yang berasal dari unsur pemerintah sebagai ketua majelis.
180
P. C. Rao mendefinisikan konsiliasi sama dengan mediasi, yaitu: “A non binding procedure in which discussions between the parties are initiated without the
intervention of any third party with the object of arriving at a negotiated settlement of the dispute”.
Persidangan pertama dilaksanakan selambat-lambatnya hari kerja ke-7 terhitung sejak diterimanya permohonan.
b Tahap Persidangan 1 Persidangan dengan cara konsiliasi
Konsiliasi suatu proses penyelesaian sengketa di antara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan tidak memihak.
181
Dalam praktik istilah mediasi dan konsiliasi memang sering saling dipertukarkan. Seperti juga mediator, tugas dari konsiliator hanyalah sebagai pihak
180
Setiap penyelesaian sengketa oleh BPSK dilakukan oleh majelis yang dibentuk berdasarkan Penetapan Ketua BPSK dan dibantu oleh panitera. Majelis tersebut harus berjumlah ganjil
dan paling sedikit terdiri dan 3 anggota BPSK yang mewakili unsur pemerintah sebagai ketua dan unsur konsumen dan pelaku usaha masing-masing sebagai anggota. Sedangkan panitera ditunjuk dari
anggota Sekretariat BPSK.
181
P. C Rao William Shetfeld, Alternatives to Litigation in India, Universal Law Publishing Co Pvt Ld, 2001, hal. 26 dalam Susanti Adi Nugroho, op.cit, hal. 106.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
fasilitator untuk melakukan komunikasi di antara pihak sehingga dapat diketemukan solusi oleh para pihak sendiri.
Konsiliator hanya melakukan tindakan seperti mengatur waktu dan tempat pertemuan para pihak, mengarahkan subjek pembicaraan, membawa pesan dan satu
pihak kepada pihak lain jika pesan tersebut tidak mungkin disampaikan langsung oleh para pihak. Bagaimanapun juga penyelesaian sengketa model konsiliasi mengacu
pada pola proses penyelesaian sengketa secara konsensus antar pihak, di mana pihak netral dapat berperan secara aktif neutral act maupun tidak aktif.
182
Pada penyelesaian sengketa melalui konsiliasi ini, majelis BPSK sebagai konsiliator memanggil konsumen dan pelaku usaha yang sengketa, dan memanggil
Sungguhpun konsiliator dapat mengusulkan solusi penyelesaian sengketa, tetapi tidak berwewenang memutus perkaranya. Pihak-pihak yang bersengketa harus
menyatakan persetujuan atas usulan pihak ketiga tersebut dan menjadikannya sebagai kesepakatan penyelesaian sengketa.
Penyelesaian sengketa konsumen melalui konsiliasi dilakukan diri oleh para pihak yang bersengketa dengan didampingi majelis BPSK yang bertindak pasif
sebagai konsiliator. Jadi, dalam hal majelis BPSK menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada para pihak, baik mengenai bentuk maupun jumlah
ganti kerugiannya.
182
Peter Lovenheim Lisa Guerin, Mediation, Don’t Litigate, Strategies for Successful Mediatio, Penerbit NOLO Tahun 2004, hal. 625-627. Juga pada “ConsumerDispute Resolution in
Missouri: Missouri’s need for a true”, Consumer Ombudsman. Journal of Dispute Resolution Vol 1992 No. 1, hal. 254-256.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
saksi-saksi serta saksi ahli, dan bila diperlukan, menyediakan forum konsiliasi bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa dan menjawab pertanyaan konsumen
dan pelaku usaha, perihal peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Hasil musyawarah yang merupakan kesepakatan antar-konsumen dari pelaku usaha yang bersengketa selanjutnya dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis yang
ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa, dan diserahkan kepada majelis untuk dituangkan dalam keputusan majelis BPSK yang menguatkan perjanjian
tersebut.
183
Black, Henry Campbell, mendefinisikan mediasi sebagai: “Mediation: Private informal dispute resolution process in which a neutral third person, the
mediator helps disputing parties to reach an agreement. The mediator has no power to impose a decition on the parties.”
2 Persidangan dengan cara mediasi
Mediasi adalah proses negosiasi penyelesaian sengketa atau pemecahan masalah di mana pihak-pihak ketiga yang tidak memihak impartial bekerjasama
dengan para pihak yang bersengketa membantu memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan.
184
183
Menurut Pasal 37 ayat 1 dan ayat 2 Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Memperindag No. 350MPPKep2001, Perjanjian tertulis sebagai hasil penyelesaian
sengketa, dikuatkan dengan Keputusan bukan putusan Majelis BPSK, padahal UUPK secara konsisten menggunakan istilah atau sebutan “putusan”.
184
Black, Henry Campbell, dalam Susanti Adi Nugroho, op.cit, hal. 109.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa. Mediator hanya membantu para pihak untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang
diserahkan kepadanya. Dalam sengketa mana salah satu pihak lebih kuat dan cenderung menunjukkan kekuasaannya, pihak ketiga memegang peranan penting
untuk menyetarakannya. Kesepakatan dapat tercapai dengan mediasi, jika pihak yang bersengketa berhasil mencapai saling pengertian dan bersama-sama merumuskan
penyelesaian sengketa dengan arahan konkrit dari mediator. Penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan sendiri oleh para pihak
yang bersengketa dengan didampingi mediator. Mediator menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada para pihak, baik mengenai bentuk maupun
besarnya ganti kerugian atau tindakan tertentu untuk menjamin tidak terulangnya kembali kerugian konsumen.
185
Dibandingkan dengan proses penyelesaian sengketa melalui konsiliasi, dalam proses mediasi ini, mediator bertindak lebih aktif dengan memberikan nasihat,
petunjuk, saran dan upaya-upaya lain dalam menyelesaikan sengketa.
186
185
Ibid, hal. 109.
186
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang lebih mempertegas keberadaan lembaga mediasi sebagai lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa. Dalam Pasal 1 angka 10 dinyatakan, Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atnu penilaian ahli”. Akan tetapi, undang-undang ini tidak mengatur dan memberikan definisi lebih rinci
dan lembaga-lembaga alternatif tersebut, sebagaimana pengaturannya tentang Arbitrase, Walaupun demikian, dengan adanya PERMA No. 2 Tahun 2003, kini telah jelas dan diakui secara hukum tentang
adanya suatu lembaga alternatif penyelesaian sengketa di dalam pengadilan yang dapat membantu para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya. Ketentuan yang digariskan oleh Mahkamah
Agung, PERMA tersebut diikuti oleh seluruh pengadilan di Indonesia.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Mediator wajib menentukan jadwal pertemuan untuk penyelesaian proses mediasi. Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus.
187
Seperti halnya dalam konsiliasi dalam proses mediasi ini, atas permintaan para pihak, mediator dapat minta diperlihatkan alat bukti baik surat dan atau dokumen
lain, yang mendukung dan kedua belah pihak. Atas persetujuan para pihak atau kuasanya, mediator dapat mengundang seorang atau lebih saksi atau saksi ahli dalam
bidang tertentu untuk memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang terkait dengan sengketanya. Jika proses mediasi menghasilkan suatu kesepakatan, para pihak dengan
bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak.
Pengalaman dan kemampuan mediator diharapkan dapat mengefektifkan proses mediasi di antara
para pihak yang bersengketa.
188
Peran majelis BPSK dalam penyelesaian sengketa konsumen dengan cara mediasi secara deskripsi, meliputi tugas sebagai berikut:
189
a Memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa.
b Memanggil saksi dan saksi ahli apabila diperlukan.
c Menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa.
d Secara aktif mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa.
e Secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa
konsumen sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
187
Kaukus adalah “proses penyelesaian sengketa melalui mediasi di mana dalam hal-hal tertentu para pihak baik konsumen atau pelaku usaha masing-masing dimediasikan secara terpisah”.
Hal ini diperlukan jika para pihak sulit untuk didamaikan.
188
Lim Lan Yuan, The Theory Practies of Mediation, Penerbit FT Law Tax Asia Pasific, 1997, hal. 39-44
189
Susanti Adi Nugroho, op.cit, hal. 111.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Hasil musyawarah yang merupakan kesepakatan antara konsumen ini dan pelaku usaha yang bersengketa, selanjutnya dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis,
yang ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa dan diserahkan kepada majelis BPSK untuk dikukuhkan dalam keputusan majelis BPSK untuk menguatkan
perjanjian tersebut. Putusan tersebut mengikat kedua belah pihak. Keputusan majelis dalam konsoliasi dan mediasi tidak memuat sanksi administratif.
190
Apabila diilustrasikan, maka proses penyelesaian sengketa konsumen secara konsiliasi dan mediasi menurut UUPK sebagaimana Skema 1 dan Skema 2 berikut
ini:
Skema 1. Penyelesaian Sengketa Konsumen Secara Konsiliasi
190
Ibid, hal. 111.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Sumber: B. Mulyono, Sekilas BPSK dan Flow Chart Procedurnya, hal. 5-6 dalam Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau
dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Kencana, Jakarta, 2008, hal. 111-112.
Skema 2. Penyelesaian Sengketa Konsumen Secara Mediasi 3 Persidangan dengan cara arbitrase
Arbitrase adalah salah satu bentuk adjudikasi privat. Di dalam Undang- Undang No. 30 Tahun 1999, pengertian arbitrase adalah cara penyelesaian suatu
sengketa perdata di luar pengadilan, yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Arbitrase sebagai salah satu
lembaga alternatif penyelesaian sengketa, adalah bentuk alternatif paling formal untuk menyelesaikan sengketa sebelum berlitigasi.
191
191
Aribrase sebagai bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan lebih formal jika dibandingkan dengan penyelesaian sengketa mediasi atau konsolidasi.
Dalam proses ini pihak bersengketa mengemukakan masalah mereka kepada pihak ketiga yang netral dan
memberinya wewenang untuk memberi keputusan.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Berdasarkan pengertian ini, hanya perkara perdata saja yang dapat diselesaikan dan diputuskan oleh lembaga arbitrase. Perjanjian arbitrase sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang di atas adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak
sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.
192
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase juga cenderung lebih informal dan lebih sederhana, dibandingkan proses litigasi,
prosedurnya tidak kaku dan lebih dapat menyesuaikan, serta tidak sering mengalami penundaan.
193
Bila dibandingkan dengan proses penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan, maka lembaga arbitrase mempunyai beberapa kelebihan antara lain:
194
a Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak.
b Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan
administratif. c
Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman, serta latar belakang yang cukup mengenal
masalah yang disengketakan, jujur dan adil.
d Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan
masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase. e
Putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara yang sederhana dan langsung dapat dilaksanakan.
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase masih lebih diminati daripada litigasi, terutama untuk kontrak bisnis atau dagang yang bersifat internasional. Sifat rahasia
192
Pasal 1 butir 4 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
193
Susanti Adi Nugroho, op.cit, hal. 115.
194
Ibid, hal. 115.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
arbitrase dapat melindungi para pihak dan hal-hal yang tidak diinginkan atau yang merugikan akibat penyingkapan informasi bisnis kepada umum. Selain itu, arbitrase
juga dapat melindungi mereka dan publisitas yang merugikan dan akibat-akibatnya, seperti kehilangan reputasi bisnis, pemicu bagi tuntutan-tuntutan lainnya, seperti
masalah-masalah kredit, karena dalam proses litigasi di pengadilan pemeriksaan sengketa dilakukan secara terbuka dan umum.
195
Penyelesaian sengketa konsumen melalui arbitrase, para pihak memilih arbitor dan anggota BPSK yang berasal dan unsur pelaku usaha dan konsumen
sebagai anggota majelis. Arbitor yang telah dipilih oleh para pihak kemudian memilih arbitor ketiga dan anggota BPSK yang berasal dari unsur pemerintah sebagai
ketua.
196
Pada persidangan pertama ketua majelis wajib mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa. Jika terjadi perdamaian antara kedua belah pihak yang
bersengketa maka majelis wajib membuat putusan dalam bentuk penetapan perdamaian.
197
195
Gary Goodpaster Felix Oentoeng Soebagjo dan Fatimah, “Arbitrase di Indonesia Beberapa Contoh Kasus dan Pelaksanaan dalam Praktik”, dalam Seri Dasar-dasar Hukum Ekonomi 2,
Arbitrase di Indonesia, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 1995, hal.19.
196
Pasal 32 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350MPPKep122001.
197
Pasal 35 ayat 3, Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350MPPKep122001, apabila dalam proses penyelesaian sengketa konsumen terjadi perdamaian,
antara kedua belah pihak yang bersengketa maka majelis wajib membuat putusan dalam bentuk penetapan perdamaian.
Sebaliknya jika tidak tercapai perdamaian maka persidangan dimulai dengan membacakan isi gugatan konsumen, dan surat jawaban dari pelaku usaha.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Ketua majelis BPSK harus memberikan kesempatan yang sama kepada kedua belah pihak yang bersengketa untuk menjelaskan hal-hal yang dipersengketakan.
198
Pada persidangan pertama sebelum pembacaan surat jawaban dari pelaku usaha, konsumen dapat mencabut gugatannya dengan membuat surat pernyataan
pencabutan perkara. Dalam hal demikian, maka majelis wajib mengumumkan bahwa gugatan dicabut.
199
Apabila pelaku usaha dan atau konsumen tidak hadir dalam persidangan pertama, maka mejelis memberikan kesempatan terakhir pada
persidangan kedua dengan membawa alat bukti yang diperlukan. Persidangan kedua diselenggarakan selambat-lambatnya dalam waktu 5 hari kerja terhitung sejak
persidangan pertama dan diberitahukan kepada konsumen dan pelaku usaha, dengan surat panggilan oleh sekretariat BPSK. Bilamana pada persidangan kedua konsumen
tidak hadir maka gugatannya dinyatakan gugur demi hukum. Sebaliknya, jika pelaku usaha yang tidak hadir, maka gugatan konsumen dikabulkan oleh majelis tanpa
kehadiran pelaku usaha.
200
Selama proses penyelesaian sengketa, alat-alat bukti barang atau jasa, surat dan dokumen keterangan para pihak, keterangan saksi dan atau saksi ahli, dan bukti-
bukti lain yang mendukung dapat diajukan kepada oleh majelis. Dalam proses
198
Pasal 34 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350MPPKep122001.
199
Pasal 35 ayat 1 dan 2 Keputusan Menten Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350MPPKep122001.
200
Pasal 36 ayat 3 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350MPPKep12200. Bandingkan dengan proses acara perdata melalui pengadilan negeri, jika
tergugat tidak hadir setelah dipanggil dengan patut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, maka, dapat dijatuhkan putusan verstek, tanpa hadirnya tergugat. Dalam Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350MPPKep122001 ini tidak diatur kemungkinan bagi pelaku usaha untuk mengajukan bantahan verset setelah diberitahukan putusan BPSK yang tidak dihadiri.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK beban pembuktian ada pada pelaku usaha, namun pihak konsumen juga harus mengajukan bukti-bukti untuk mendukung
gugatannya. Setelah mempertimbangkan pernyataan dari kedua belah pihak mengenai hal yang dipersengketakan dan mempertimbangkan hasil pembuktian serta
permohonan yang diinginkan para pihak, maka majelis BPSK memberikan putusan. Penyelesaian sengketa konsumen secara arbitrase tersebut sebagaimana berikut ini.
Sumber: B. Mulyono, Sekilas BPSK dan Flow Chart Procedurnya, hal. 6 dalam Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau
dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Kecana, Jakarta, 2008, hal. 118.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Skema 3. Penyelesaian Sengketa Secara Arbitrase c Tahap Putusan
Putusan Majelis BPSK dapat dibedakan atas 2 jenis putusan, yaitu:
201
1 Putusan BPSK dengan cara konsiliasi atau mediasi
Putusan dengan cara konsiliasi atau mediasi pada dasarnya hanya mengukuhkan isi perjanjian perdamaian, yang telah disetujui dan
ditandatangani oleh kedua belah pihak yang bersengketa.
2 Putusan BISK dengan cara arbitrase.
Putusan BPSK dengan cara arbitrase seperti halnya putusan perkara perdata, memuat duduknya perkara dan pertimbangan hukumnya.
Putusan majelis BPSK sedapat mungkin didasarkan atas musyawarah untuk mencapai mufakat, namun jika telah diusahakan sungguh-sungguh ternyata tidak
berhasil kata mufakat, maka putusan diambil dengan suara terbanyak voting.
202
Keputusan majelis dalam konsiliasi dan mediasi tidak memuat sanksi administratif, sedangkan hasil penyelesaian sengketa konsumen dengan cara arbitrase
dibuat dengan putusan majelis yang ditandatangani oleh ketua dan anggota majelis. Keputusan majelis dalam arbitrase dapat memuat sanksi administratif.
Hasil penyelesaian sengketa konsumen dengan cara konsiliasi atau mediasi dibuat dalam perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh konsumen dan pelaku usaha,
selanjutnya dikuatkan dengan putusan majelis.
203
201
Aman Sinaga, ”Peran dan Fungsi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam Upaya Perlindungan Konsumen, Makalah, 2004, hal. 6.
202
Pasal 39 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350MPPKep122001.
203
Pasal 37 ayat 5 Keputusan Menteri Perindustnan dan Perdagangan Nomor 350MPPKep122001.
Selanjutnya putusan BPSK dapat berupa: 1 perdamaian, 2 gugatan ditolak; atau 3 gugatan
dikabulkan.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran akibat mengonsumsi barang yang diperdagangkan, danatau kerugian
konsumen atas jasa yang dihasilkan.
204
1 Ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam putusan bentuk ganti kerugian tersebut dapat berupa:
Manakala gugatan dikabulkan, maka dalam amar putusan ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha, dapat
berupa pemenuhan:
205
2 Sanksi administratif berupa penetapan ganti kerugian paling banyak Rp 200.000.000,- dua ratus juta rupiah.
a Pengembalian uang atau pengantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya atau perawatan.
b Pemberian santunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
c Ganti kerugian tersebut dapat pula ditujukan sebagai penggantian kerugian terhadap keuntungan yang akan diperoleh apabila tidak
terjadi kecelakaan, atau kehilangan pekerjaan atau penghasilan untuk sementara atau seumur hidup akibat kerugian fisik yang diderita, dan
sebagainya.
206
Sanksi administratif dapat dibebankan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap:
207
1 Tidak dilaksanakannya pemberian ganti kerugian oleh pelaku usaha
kepada konsumen, dalam bentuk pengembalian uang atau penggantian barang danatau jasa yang sejenis, maupun perawatan kesehatan atau
pemberian santunan atas kerugian yang diderita oleh konsumen;
2 Terjadinya kerugian sebagai akibat kegiatan produksi iklan yang
dilakukan oleh pelaku usaha perikianan;
204
Pasal 19 ayat 1 UUPK.
205
Pasal 19 ayat 2 UUPK.
206
Pasal 40 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350MPPKep122001. Jika dilihat dari ganti kerugian yang dapat dibebankan kepada pelaku usaha tersebut, tampak bahwa
sebenarnya lembaga BPSK tersebut dibentuk untuk menangani penyelesaian sengketa konsumen dengan jumlah nilai yang kecil, seperti halnya pengadilan konsumen dan negara-negara lain.
207
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal. 84.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
3 Pelaku usaha yang tidak dapat menyediakan fasilitas jaminan purna jual,
baik dalam bentuk suku cadang maupun pemeliharaannya, serta pemberian jaminan atau garansi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Ketentuan ini berlaku baik terhadap pelaku usaha yang memperdagangkan barang danatau jasa.
Gugatan ganti kerugian secara perdata, tidak menutup kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur
kesalahan dari pelaku usaha.
208
UUPK tidak mengenal gugatan immateriil, yaitu gugatan ganti kerugian atas hilangnya kesempatan untuk mendapatkan keuntungan, kenikmatan, nama baik dan
sebagainya. Oleh sebab itu, majelis BPSK dilarang mengabulkan gugatan immateriil yang diajukan konsumen.
Ganti kerugian yang dapat digugat oleh konsumen maupun yang dapat dikabulkan oleh majelis BPSK adalah ganti kerugian yang
nyatariil yang dialami oleh konsumen.
209
Ganti kerugian berupa sanksi administratif adalah berbeda dengan ganti kerugian yang nyatariil yang dialami konsumen yang digugat melalui BPSK. Majelis
BPSK selain mengabulkan gugatan ganti kerugian yang nyata, yang dialami konsumen juga berwenang menambahkan ganti kerugian berdasarkan sanksi
administrasi tersebut. Besarnya ganti kerugian tersebut tergantung pada nilai kerugian Sebaliknya dalam upaya melindungi konsumen, UUPK
memberi wewenang kepada BPSK untuk menjatuhkan sanksi administratif yang dibebankan kepada pelaku usaha untuk dibayarkan kepada konsumen.
208
Pasal 19 ayat 4 UUPK
209
“Konsumen dapat menggugat pelaku Usaha pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen”, Majalah Tempo, 16 Juli 2004.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
konsumen akibat memakai, menggunakan, atau memanfaatkan barang danatau jasa produsen atau pelaku usaha.
Perlu diperhatikan bahwa sesuai dengan ketentuan Kepmenperindag No. 350MPPKep12200l, BPSK berwenang menjatuhkan ganti kerugian berdasarkan
sanksi administratif ini, hanya dapat dibebankan kepada pelaku usaha jika penyelesaian sengketanya dilakukan dengan cara arbitrase saja.
Hal ini dapat dimengerti karena putusan BPSK dengan cara konsiliasi atau mediasi semata-mata dijatuhkan berdasarkan surat perjanjian perdamaian yang dibuat
dan ditandatangani oleh kedua belah pihak yang bersengketa, sehingga ganti kerugian berdasarkan sanksi administratif tidak diperlukan.
210
Majelis wajib memutuskan sengketa konsumen tersebut selambat-lambatnya dalam waktu 21 hari kerja terhitung sejak gugatan diterima BPSK.
211
210
Pasal 37 ayat 1 dan 2 Kepmenperindag No. 350MPPKep122001. Lihat juga Aman Sinaga, “Peran dan Fungsi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam Upaya Perlindungan
Konsumen, suatu makalah yang disampaikan dalam rangka sosialisasi UUPK yang diselenggarakan oleh PIRAC Medan, 5 Januari 2004, hal. 6.
211
Pasal 38 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350MPPKep122001.
Setelah putusan BPSK diberitahukan, selambat-lambatnya dalam waktu 7 hari kerja sejak putusan
dibacakan, konsumen dan atau pelaku usaha yang bersengketa wajib menyatakan menerima atau menolak putusan BPSK.
Apabila konsumen dan atau pelaku usaha menolak putusan BPSK, maka mereka dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri selambat-lambatnya
dalam waktu 14 hari kerja terhitung sejak putusan BPSK diberitahukan.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Sebaliknya apabila konsumen dan pelaku usaha menerima putusan BPSK, maka pelaku usaha wajib menjalankan putusan tersebut selambat-lambatnya dalam
waktu 7 hari kerja sejak menyatakan menerima putusan tersebut. Putusan BPSK yang tidak diajukan keberatan oleh pelaku usaha, dimintakan
penetapan fiat eksekusinya kepada pengadilan negeri di tempat tinggal konsumen yang dirugikan. Pelaku usaha yang menolak putusan BPSK, tetapi tidak mengajukan
keberatan telah melampaui batas waktu untuk menjalankan putusan, maka dianggap menerima putusan.
Apabila selambat-lambatnya 5 hari kerja setelah batas waktu mengajukan keberatan dilampaui, pelaku usaha tidak menjalankan kewajiban sebagaimana
tertuang dalam putusan BPSK, maka BPSK menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
212
Pasal 54 ayat 3 UUPK maupun Pasal 42 ayat 1 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350MPPKep122001 menyebutkan bahwa
putusan BPSK merupakan putusan yang final dan mempunyai kekuatan hukum yang
212
Pasal 41 ayat 1 sampai ayat 6 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350MPPKep122001. Pasal tersebut tidak memberi penjelasan siapa yang dimaksud dengan
“penyidik” apakah penyidik Polri untuk melakukan penyidikan atas tidak patuhnya pelaku usaha atas putusan atau Penyidik Pegawal Negeni Sipil PPNS yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya
di bidang Perlindungan Konsumen untuk melakukan penyidikan dan proses penuntutan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun dengan mengacu pada Pasal 59 ayat 1 UUPK selain Pejabat Negara
Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintahan yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang penlindungan konsumen juga diberi wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
tetap. Terhadap putusan BPSK ini, dapat dimintakan eksekusi oleh BPSK pada pengadilan negeri di tempat konsumen yang dirugikan.
Mengacu pada ketentuan Pasal 54 ayat 3 UUPK maupun Pasal 42 ayat 1 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350MPPKep122001
tersebut, putusan BPSK adalah final dan mengikat, dan tidak dimungkinkan lagi untuk mengajukan banding atau keberatan. Sebaliknya, dalam Pasal 56 ayat 2
UUPK, masih dibuka peluang untuk mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri, dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan BPSK diberitahukan.
Memerhatikan praktik peradilan saat ini, implementasi instrumen hukum keberatan ini sangat membingungkan dan menimbulkan berbagai persepsi, terutama
para hakim, manakala tidak ada panduan yang jelas dan konsisten terhadap penafsiran maksud suatu undang-undang, apalagi jika pedoman untuk melaksanakan undang-
undang tersebut tidak tersedia di pengadilan. Oleh karena itu, timbul disparitas putusan terhadap suatu sengketa konsumen yang pada dasarnya merupakan suatu
upaya keberatan terhadap putusan BPSK, yang mengakibatkan pada dewasa ini dalam implementasinya tidak ada konsistensi dan kesatuan pendapat dan berbagai putusan
pengadilan.
213
213
Susanti Adi Nugroho, op.cit, hal. 124.
2. Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Proses Litigasi