Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
operasi dan pemeliharaan. Namun, walaupun di daerah sudah harga air cukup mahal dan terus naik, tetap saja PDAM belum mampu menciptakan pelayanan publik.
153
153
Ibid. Hal ini terlihat dari harga air bersih di Jakarta yang cukup mahal dan terus naik, tetap belum mampu menciptakan pelayanan terbaik.
Dengan demikian pengadaan air baku yang sudah tercemar atau karena kesulitan dalam pengelolaannya sangat mempengaruhi PDAM untuk memberikan
pelayanan air bersih kepada konsumen, yang mana sering terjadi air yang disalurkan PDAM tercemar yang terlihat dari warnanya yang hitam dan rasanya berbau yang
mengakibatkan tidak terpenuhi hak-hak konsumen untuk memperoleh air bersih sesuai dengan yang sudah diperjanjikan dalam perjanjian pelanggan PDAM.
2. Pendistribusian air minum
Kebocoran pipa pendistribusian air minum juga menjadi penyebab jeleknya kualitas air PDAM, sebagus apapun pengolahannya. Kebocoran tersebut bisa
disebabkan oleh umur pipa yang sudah tua karena memang sudah ada sejak jaman Belanda, pemasangan pipa-pipa yang menyalahi prosedur, penggunaan pompa hisap
secara langsung dari pipa, kurangnya tekanan air, dan bahkan sengaja dibocorkan oleh masyarakat sekitar karena kebutuhan.
Untuk mengatasi kedua hal ini, PDAM masih saja mengambil solusi teknis, seperti misalnya menaikkan harga air untuk memperbagus sistem pengolahannya,
memperbanyak pos-pos khlorinasi pada pipa distribusinya, mengganti pipa-pipa yang bocor, dan yang terakhir mencari alternatif sumber lain seperti air tumbulan.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Secara teknis, PDAM memang sulit disalahkan, karena permasalahannya begitu kompleks dan banyak pihak yang ikut bermain. Namun PDAM justru menjadi
salah ketika mengabaikan hak-hak konsumen, dan hanya menganggap partisipasi masyarakat cukup dengan membuka layanan pengaduan saja. Tidak pernah disadari
bahwa masyarakat punya andil yang cukup besar dalam menjaga kualitas air minum mereka. jika separo masyarakat yang membuang limbah rumah tangganya ke kali
dapat dikurangi, PDAM pun dapat menghemat biaya pengolahan airnya. Sehingga harga airpun dapat ditekan dan kualitas air dapat dipertahankan. Masyarakat dapat
menikmati air dengan tenang tanpa cemas akan mutu airnya dan lonjakan rekening PDAM mereka. Memang limbah rumah tangga harus dibuang kemana, itu masih
menjadi rentetan yang panjang untuk dibahas. Namun prinsip-prinsip pelayanan masyarakat haruslah dimiliki oleh instansi seperti PDAM, jasa tirta, dll.
154
Kalau saja masyarakat dari awal mengetahui kebocoran dampaknya seperti sekarang ini, tentunya partisipasipun dapat digalang, karena itu menyangkut
kepentingan masyarakat sendiri. Seperti kebocoran akibat ulah beberapa tuna wisma yang sengaja merusak pipa untuk mendapatkan air gratis. Masyarakat di sekitar lokasi
tersebutlah yang paling bisa mengorganisir diri mereka, untuk ikut bertanggung jawab terhadap pipa distribusi yang ada di lokasi mereka. Bisa jadi masyarakat
di lokasi tersebut yang menghalau para perusak pipa, dan kalau itu dirasakan sebagai
154
Magyartoto Tersiawan, “Opini Secreen tentang PDAM Surabaya”, http::www.oedoramail..commail3.html., hal. 3.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
suatu kebutuhan, bisa jadi dibuatkan saluran umum sehingga air bisa didapatkan tanpa harus merusak pipa.
Kepanikan masyarakat ketika airnya tercemar tidak perlu terjadi kalau saja masyarakat tahu apa saja yang ada di air minum mereka. Namun sampai sekarangpun
informasi ini tidak pernah sampai ke masyarakat sebagai konsumennya. Cara mengantisipasi jika airnya keruh akibat perbaikan, cara mengantisipasi kebocoran,
dan masih banyak lagi informasi yang menjadi hak masyarakat juga tidak pernah didapatkan. Demikian juga yang terjadi pencemaran air bersih dari PDAM Tirtanadi
Medan kepada masyarakat Medan yang menyebabkan dipanggilnya pihak PDAM Tirtanadi untuk datang dalam dengar pendapat dengan DPRD, namun pihak PDAM
Tirtanadi tidak memenuhi panggilan tersebut dengan alasan yang mengada-ada.
155
155
“PDAM Tirtanadi Sepelekan DPRD Medan”,
Kalau ditilik lebih jauh, sebenarnya ego-ego inilah yang selalu menghancurkan dan memarginalisasi hak-hak masyarakat. Ruang publik sebagai
tempat peran aktif masyarakat selalu dihambat oleh akses informasi pada masyarakat yang tidak pernah sampai, sehingga masyarakat tidak mengetahui apa yang menjadi
haknya, dan yang lebih parah lagi jika masyarakat tidak sadar mereka mempunyai hak atas informasi tentang air yang mereka gunakan.
http:www.hariansuarasumut.com beritautamaPDAM Tirtanadi Sepelakn DPRD Medan.html
. DPRD Medan merasa sangat kecewa atas kinerja dan sikap manajemen PDAM Tirtanadi yang dinilai tiak transparan. Hal ini terbukti ketika
DPRD Medan memanggil PDAM Tirtanadi Senin 75 untuk Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi C DPRD Medan instansi yang sedang dperiksa oleh BPK dan BPKP ini tak mau datang dengan alasan
yang sangat terkesan mengada-ada.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 4 UUPK huruf c dan d, bahwa konsumen mempunyai hak atas informasi yang benar, jelas, dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa, dan juga mempunyai hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
danatau jasa yang digunakan. Oleh karena itu setiap adanya keluhan masyarakat sebagai konsumen air minum dari PDAM, maka pihak PDAM
harus memberikan informasi tentang adanya kendala yang dialami atau perbaikan atas pipainstalasi itu, sehingga masyarakat sebagai
konsumen mengetahui hal yang sedang terjadi atau adanya gangguan penyebab pencemaran itu. Kemudian juga pihak PDAM berkewajiban untuk
mendengar pendapat dan keluhan konsumen dengan menindaklanjuti keluhan tersebut sesuai dengan hak dan kewajiban dari masing-masing
pihak.
BAB IV UPAYA DAN PENYELESAIAN TUNTUTAN KONSUMEN TERHADAP
KELALAIAN YANG DILAKUKAN OLEH PDAM TIRTANADI MEDAN
A. Penyelesaian Sengketa Konsumen Sebelum Berlakunya Undang-Undang
Perlindungan Konsumen Sekalipun berbagai instrumen hukum umum atau peraturan perundang-
undangan yang berlaku umum, baik hukum perdata manpun hukum publik, dapat digunakan untuk menyelesaikan lingkungan hubungan dan atau masalah konsumen
dengan penyedia barang jadi atau penyelenggara jasa, tetapi hukum umum ini ternyata mengandung berbagai kelemahan, dan menjadi kendala bagi konsumen
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
dalam memperoleh perlindungan, baik yang berkaitan dengan materi hukumnya, hukum acaranya, maupun yang berkenaan dengan asas-asas hukum yang termuat
di dalamnya. KUHPerdata dan KUHDagang tidak mengenal istilah konsumen. Hal ini
dikarenakan pada saat undang-undang ini diterbitkan dan diperkenalkan di Indonesia, tidak dikenal istilah konsumen.
Semua subjek hukum dalam peraturan di atas adalah konsumen subjek hukum pembeli, penyewa, tertanggung atau penumpang terdapat dalam KUHPerdata dan
KUHDagang tidak membedakan apakah mereka itu sebagai konsumen akhir atau konsumen antara.
Hukum perjanjian buku ketiga KUHPerdata menganut asas hukum kebebasan berkontrak, sistemnya terbuka, dan merupakan hukum pelengkap. Asas
kebebasan berkontrak, memberikan pada setiap orang hak untuk dapat mengadakan berbagai kesepakatan sesuai kehendak dan persyaratan yang disepakati kedua pihak,
dengan syarat-syarat subjektif dan objektif asalkan sahnya suatu pertujuan tetap dipenuhi.
156
Sistem terbuka ini memungkinkan setiap orang dapat mengadakan perjanjian apa saja, sebagaimana dikemukakan Susanti Adi Nugroho:
157
156
Pasal 1320 KUHPerdata, Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat: 1 kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; 2 kecakapan untuk membuat suatu
perikatan; 3 suatu pokok persoalan tertentu; 4 suatu sebab yang tidak terlarang.
157
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara Serta Kehendak Implementasinya, Kencana, Jakarta, 2008, hal. 93-94.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Sistem terbuka ini memungkinkan, setiap orang dapat mengadakan perjanjian apa saja, dan hukum perjanjian itu merupakan hukum pelengkap, jadi setiap
orang dapat saja mengadakan persetujuan dalam bentuk-bentuk lain dan yang disediakan oleh KUHPerdata. Dengan asas kebebasan berkontrak, dan sistem
terbuka maka setiap orang dapat mengadakan perjanjian, termasuk perjanjian yang dipaksakan kepadanya. Kalau yang mengadakan perjanjian adalah
mereka yang seimbang kedudukan ekonomi, tingkat pendidikan dan atau kemampuan daya saingnya, mungkin masalahnya menjadi lain. Tetapi dalam
keadaan sebaliknya, yaitu para pihak tidak seimbang, pihak yang lebih kuat akan dapat memaksakan kehendaknya atas pihak yang lebih lemah.
Perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi kegiatan bisnis di mana pun di dunia. Berbagai produk konsumen, bentuk usaha dan
praktik bisnis yang pada masa diterbitkannya KUHPerdata dan KUHDagang belum dikenal, kini sudah menjadi biasa. Beberapa hal pokok seperti subjek hukum dan
suatu perikatan, bentuk perjanjian baku, perikatan beli sewa, kedudukan hukum, berbagai cara pemasaran produk konsumen, seperti penjualan dari rumah ke rumah,
promosi-promosi dagang, iklan dan yang sejenis dengan itu, serta berbagai praktik niaga lainnya yang tumbuh karena kebutuhan atau kegiatan ekonomi, tidak terakomodasi
atau terakomodasi secara sangat sumir dalam perundang-undangan itu.
158
158
Ibid, hal. 94.
Demikian pula, bentuk-bentuk perikatan yang tampaknya berasal dari negara- negara yang menggunakan sistem hukum Anglo Saxon, meskipun berbeda tetapi
karena kebutuhan telah pula diadopsi dan diterapkan dalam praktik. Percampuradukan sistem hukum yang melanda masyarakat karena kebutuhan itu,
menyebabkan KUHPerdata dan KUHD makin tertinggal di belakang.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Demikian pula dengan hukum acara yang dipergunakan tidak membantu konsumen di dalam mencari keadilan. Seperti mengenai proses pembuktian berlaku
ketentuan yang diatur dalam Pasal 165 KUHPerdata, dan Pasal 163 HIR yang menentukan bahwa pembuktian hak seseorang atau kesalahan orang lain dibebankan
pada pihak yang mengajukan gugatan tersebut.
159
Dasar filsafat dalam penyusunan KUHPerdata dan KUHDagang adalah liberalisme dengan pemikirannya Laisser Faire, sedangkan doktrin falsafah Indonesia
adalah Pancasila, yang pemikiran politik ekonominya adalah kesejahteraan rakyat. Beban ini lebih hanyak tidak dapat
dipenuhi dalam hubungan antara konsumen dan penyedia barang atau penyelenggara jasa pada masa kini.
160
Sengketa konsumen adalah sengketa berkenaan dengan pelanggaran hak-hak konsumen, yang ruang lingkupnya mencakup semua hukum, baik keperdataan,
pidana, maupun dalam lingkup administrasi negara. A.Z. Nasution berpendapat sengketa konsumen adalah sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha baik
dalam hukum publik atau hukum privat tentang produk harang tertentu yang dikonsumsi konsumen, dan atau jasa yang ditawarkan produsenpelaku usaha.
161
Sebelum berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, gugatan pelanggaran pelaku usaha terhadap hak-hak konsumen dapat diajukan oleh konsumen
159
Pasal 1365 KUHPerdata, dan Pasal 163 HIR ini merupakan ketentuan umum bahwa, setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau guna meneguhkan haknya
sendiri maupun membantah suatu hak orang lain menunjuk pada suatu peristiwa diwajbkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.
160
AZ Nasution, op.cit, Hukum Perlindungan Konsumen, hal. 46-47.
161
Ibid, hal. 48.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
atau ahli warisnya kepada pengadilan negeri berdasarkan gugatan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum onrechtmatige daad. Gugatan ini didasarkan pada
beberapa ketentuan dalam KUH Perdata, seperti Pasal 1243 KUHPerdata tentang ganti kerugian akibat ingkar janji atau wanprestasi sebagai dasar gugatan konsumen
kepada produsen karena produsen dinilai telah melakukan ingkar janji yang berkaitan dengan produk yang dijualnya atau produsen dinilai telah mengingkari janji yang
secara tegas dinyatakan oleh produsen
162
baik berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum
163
maupun berdasarkan kelalaian Pasal 1366 KUHPerdata.
164
Ketentuan materiil mengenai tuntutan ganti kerugian tersebut di atas dipadukan dengan prosedur formal hukum acara perdata, yang membebankan kepada
pihak penggugat untuk membuktikan kesalahan dan kelalaian pihak tergugat, yaitu Pasal 1865 KUHPerdata dan Pasal 163 HIR Herziene Indonesische Reglement.
Kedua pasal tersebut mengatur hal yang sama: “Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun
162
Pasal 1243 KUHPerdata, Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi
perikatannya, tetapi melalaikannya, atau jika sesuatu harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.
163
Pasal 1365 KUHPerdata, Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut.
164
Pasal 1366 KUHPerdata, Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-
hatinya.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.”
Sistem yang memberikan beban kepada konsumen untuk membuktikan haknya, tidak mudah bagi konsumen, karena menurut Susanti Adi Nugroho,
bahwa:
165
Konsumen yang kritis terhadap pengabaian hak-haknya, tidak jarang harus berhadapan dengan gugatantuntutan balik pencemaran nama baik dari pelaku usaha,
baik dengan menggunakan instrumen hukum perdata maupun instrumen hukum pidana, padahal mereka menegakkan hak-haknya sebagai konsumen yang diabaikan
Konsumen pada umumnya memiliki keterbatasan kemampuan dalam membuktikan kesalahan produsen. Hukum acara yang dipergunakan dalam
proses perkara perdata tersebut tidak membantu konsumen dalam mencari keadilan, karena Pasal 1865 KUHPerdata menentukan pembuktian hak
seseorang atau kesalahan orang lain dibebankan pada pihak yang mengajukan gugatan. Beban ini lebih banyak tidak dapat dipenuhi dalam hubungan antara
konsumen dan penyedia barang atau penyelenggara jasa pada masa kini. Hal ini terutama karena tidak pahamnya konsumen atas mekanisme tuntutan ganti
kerugian dan rangkaian pembuktian yang rumit.
Kondisi di atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang. Konsumen dapat menjadi objek aktivitas bisnis untuk
meraup keuntungan yang sebesar-besarnya dan pelaku usaha melalui kiat iklan, promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian baku yang merugikan konsumen.
Hal ini disebabkan karena kurangnya pendidikan dan kurangnya kesadaran akan hak- hak dan kewajiban konsumen.
165
Susanti Adi Nugroho, op.cit, hal. 96.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
oleh pelaku usaha. Keinginan untuk memperoleh hukum dan keadilan, tidak jarang harus dibayar mahal oleh konsumen dengan berbagai pengorbanan yang dialami.
166
Dalam kondisi banyaknya ketidakadilan yang dialami konsumen, maka dengan berpedoman pada Guidelines for Consumer Protection ada 3 hal yang harus
dimuat dalam piranti hukum, yaitu: Dalam situasi dan kondisi yang demikian diperlukan landasan hukum yang
kuat bagi pemerintah dan masyarakat untuk melakukan upaya perlindungan dan pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Upaya
perlindungan dan pemberdayaan ini penting untuk mengimbangi kegiatan pelaku usaha yang menjalankan prinsip ekonomi untuk mendapat keuntungan yang
semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin, yang dapat merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena
itu, diperlukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembentukan piranti hukum atau undang-undang yang dapat melindungi kepentingan konsumen serta dapat
diterapkan secara efektif di masyarakat.
167
a. Perangkat hukum yang memungkinkan konsumen atau organisasi terkait
untuk memperoleh penyelesaian melalui prosedur yang informal, cepat dan murahterjangkau, terutama untuk menampung kebutuhan konsumen
yang berpenghasilan rendah.
166
Ibid, hal. 97. Dalam beberapa kasus perdata terjadi bahwa gugatan konvensi perbutan melawan hukum yang diajukan oleh pihak penggugat konsumen ditolak, sedangkan dalam gugatan
rekovensinya yang diajukan oleh pelaku usaha mengenai pencemaran nama baik atau tuntutan ganti rugi lainnya justru dikabulkan.
167
Yusuf Shofie, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Teori Praktik Penegakan Hukum, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 7.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
b. Penyelesaian sengketa secara adil, informal dengan menerapkan
mekanisme sukarela. c.
Tersedianya informasi penyelesaian ganti kerugian dan prosedur penyelesaian sengketa lainnya bagi konsumen.
Di samping ketiga hal tersebut, perlindungan konsumen sebagai suatu kebutuhan haruslah senantiasa disosialisasikan untuk menciptakan hubungan
konsumen dan pelaku usaha dengan prinsip kesetaraan yang berkeadilan. Piranti hukum ini tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku
usaha, tetapi justru untuk mendorong iklim berusaha yang sehat dan lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui pelayanan dan
penyediaan barang dan atau jasa yang berkualitas.
B. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Per1indungan
Konsumen Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
membagi penyelesaian sengketa konsumen menjadi 2 bagian, yaitu: 1. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan
a. Penyelesaian sengketa secara damai para pihak sendiri. b. Penyelesaian sengketa melalui lembaga yang berwenang, yaitu melalui BPSK
dengan menggunakan mekanisme melalui konsiliasi, meditasi atau arbitrase.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
2. Penyelesaian sengketa konsumen melalui proses litigasi.
168
168
Pasal 45 UUPK, menyatakan setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau
melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
Adapun penjelasan dari kedua bentuk penyelesaian konsumen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penyelesaian Sengketa Konsumen di Luar Pengadilan