BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial, yang dalam kehidupan sehari-hari tidak bisa lepas dari kegiatan interaksi dan komunikasi. Komunikasi
merupakan bagian integral kehidupan manusia, apapun statusnya dimasyarakat. Komunikasi yang mendasari bidang pelayanan kebidanan dikenal dengan
komunikasi kebidanan Uripni 2003, hlm.2. Sebagaimana diketahui, klien atau pasien sering sekali menuntut pelayanan
yang paripurna. Fakta menunjukkan bahwa keterampilan teknis medis semata tidak cukup untuk memberi pelayanan yang memuaskan klien. Upaya menghindari
ketidakpuasan pasien yang diberikan oleh bidan, maka salah satu langkah bijaksana dengan meningkatkan keterampilan komunikasi yang efektif Uripni 2003, hlm.2.
Selain gangguan fisik, pasien pada umumnya juga mengalami beban psikologik atau ketegangan jiwa. Dalam keadaan seperti ini, sebagian besar pasien
akan sulit untuk melakukan komunikasi atau bekerjasama dengan penolong atau staf klinik Sarwono, 2008, hlm, 39.
Empati, perhatian, dan perilaku positif penolong, dapat meringankan beban psikis pasien selama proses komunikasi berlangsung Saifuddin, 2010.
Komunikasi yang baik akan sangat membantu terbinanya hubungan antarmanusia yang serasi diantara pasien dengan penolong. Keserasian hubungan
Universitas Sumatera Utara
pasien- penolong, sangat diperlukan dalam memperoleh rasa saling percaya. Informasi yang diperoleh penting untuk membantu menentukan diagnosis,
menjalankan proses, dan melakukan evaluasi hasil pengobatan Saifuddin, 2010. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Linda 2011 didapatkan di ruang
nifas RSKIA- Bandung bahwa komunikasi verbal oleh bidan 62,8 baik, komunikasi non verbal 51,2 baik, komunikasi verbal dan non verbal bidan 60,4
baik dan tingkat kepuasan pasien terhadap komunikasi bidan 65,1 menyatakan puas.
Hasil penelitian Yuristy 2013 di ruang nifas di RS TanaToraja menunjukkan bahwa 90 responden 95,7 menyatakan baik terhadap perhatian petugas rumah
sakit dan 4 responden 4,3 yang menyatakan buruk. Hal menunjukkan bahwa sebagian besar pasien yang menjadi responden telah mendapat perhatian yang tulus
dari para petugas kesehatan. Sebagian kecil responden yang menyatakan buruk terhadap perhatian petugas rumah sakit memiliki harapan untuk mendapatkan
perhatian lebih dari para petugas kesehatan, misalnya petugas harus mampu untuk menghibur para pasien jika mereka gelisah dan dapat menerima keluhan pasien
dengan baik. Beberapa pasien juga mengeluhkan tentang pelayanan petugas yang membeda-bedakan satus sosial di mana hanya sebagian orang saja yang mendapat
perhatian khusus dan mendapat pelayanan ekstra saat dirawat di rumah sakit tersebut.
Kualitas komunikasi bidan yang rendah akan berdampak terhadap transfer pesan kepada klien yang kurang baik, bidan menjadi kurang peka dan kurang
Universitas Sumatera Utara
mampu menggali kebutuhan dan masalah klien, tidak tanggap terhadap perasaan klien, klien tidak puas dan selanjutnya dapat diperkirankan kredibilitas bidan
tersebut diragukan Ami, 2012, ¶ 4. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Medan diketahui jumlah ibu
nifas di Kota Medan pada tahun 2011 sebanyak 42.205 orang 86,32 , tahun 2012 sebanyak 38.211 orang 75,31, dan tahun 2013 sebanyak 29.110 orang 56,7.
Dari hasil survey awal di Rumah Sakit Ibu dan Anak Sri Ratu Medan, diketahui jumlah ibu nifas dari bulan Januari - Desember 2013 sebanyak 1033
orang, dan menurut data yang diperoleh tercatat jumlah ibu nifas pada 3 bulan terakhir yakni bulan September 85 orang, Oktober 88 orang, November 94 orang,
dengan total jumlah sebanyak 267 orang. Berdasarkan masalah diatas, penulis tertarik untuk mengetahui apakah ada
Hubungan Komunikasi Verbal dan non Verbal oleh Bidan dengan Tingkat Kepuasan Ibu nifas di RSIA Sri Ratu Medan Tahun 2014.
B. Rumusan Masalah