Ketentuan Pasal 153 huruf g dapat menjadi dasar agar tidak terjadinya pemutusan hubungan kerja terhadap pengurus serikat pekerja. Di dalam putusan ini hakim bersifat pasif,
hakim bersifat pasif seperti hakim hanya mempertimbangkan keberatan-keberatan yang di ajukan oleh para pemohon sedangkan dalam putusan ini tidak ada pihak atau pemohon tidak
mengajukan keberatan dengan menggunakan dasar hukum dari ketentuan Pasal 153 huruf g. Jadi pada putusan ini hakim tidak dapat disalahkan di karenakan adanya pemutusan hubungan kerja
terhadap pengurus serikat pekerja. Para serikat pekerja menuntut perusahaan agar mengeluarkan atau memberikan upah
kepada mereka. Tetapi perusahaan malah mengeluarkan surat bahwa tidak adanya pekerjaan yang dilakukan diluar jam kerja. Para serikat pekerja melakukan aksi mogok kerja sehingga
perusahaan menggap aksi yang dilakukan serikat pekerja tersebut merugikan perusahaan. Sehingga perusahaan mengeluarkan surat peringatan sampai tiga kali karena aksi yang dilakukan
serikatpekerja merugikan perusahaan. Para serikat pekerja mengabaikan surat peringatan tersebut menurut perusahaan.
Perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja PHK terhadap para serikat pekerja. Disini tampaklah tidak adanya penerapan Pasal 153 huruf g, sebab perusahaan menghindari
permintaan serikat pekerja mengenai upah atas overtime dengan cara melakukan Pemtutusan Hubungan Kerja. Karena tidak adanya penerapan pasal 153 huruf g UU No.13 tahun 2003 pada
Putusan Mahkamah Agung Nomor 409 KPdt.Sus-PHI2014 maka kurang adanya perlindungan yang terjadi pada serikat pekerjaserikat buruh tersebut.
C. Akibat Hukum Putusan Mahkamah Agung Nomor 409 KPdt.Sus-PHI2014 Terhadap
Keberadaan Pengurus Serikat Pekerja
Akibat hukum adalah akibat suatu tindakan yang dilakukan untuk memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang diatur oleh hukum. Tindakan yang
dilakukannya merupakan tindakan hukum yakni tindakan yang dilakukan guna memperoleh sesuatu akibat yang dikehendaki hukum.Lebih jelas lagi bahwa akibat hukum adalah segala
akibat yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek hukum atau akibat-akibat lain yang disebabkan karena kejadian-kejadian
tertentu oleh hukum yang bersangkutan telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum.
46
Adanya putusan Mahkamah Agung Nomor 409 KPdt.Sus-PHI2014 merupakan suatu ancaman bagi serikat pekerja lainnya disuatu perusahaan.Sebab dengan diputuskannya putusan
MA ini maka setiap perusahaan dapat dengan mudahnya melakukan pemutusan hubungan kerja Sesuai dengan pasal 102 UU Ketenagakerjaan, dalam melaksanakan hubungan industrial,
pekerja dan serikat pekerja mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara
demokratis, mengembangkan keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.
Menimbulkan akibat hukum karena para pengurus serikat pekerja menyetujui pemutusan hubungan kerja dari perusahaan begitu saja tanpa adanya pertimbangan hukum yang telah di atur
dalam Pasal 153 huruf g UU Ketenagakerjaan, pengurus serikat pekerja tidak menjadikan dasar hukum dari pasal ini untuk melindungi para pengurus serikat pekerja. Di dalam putusan ini para
pengurus serikat pekerja hanyalah menuntut pesangon yang merupakn hak mereka sebagai pekerja di perusahaan manufaktur ini.
46
http:ahmad-rifai-uin.blogspot.com201304akibat-hukum.html diakses pada tanggal 15 Juni 2015.
terhadap pengurus serikat pekerja tanpa memperdulikan peraturan yang melindungi para serikat pekerja tersebut.
Kedepannya dengan adanya putusan ini, para pengurus serikat pekerja seperti tidak dilindungi oleh UU SPSB. Padahal akibat hukum dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 409
KPdt.Sus-PHI2014 yang menjadi perselisihan antara perusahaan manufaktur PT.Kawasaki Motor Indonesia dengan para serikat pekerja Andriansyah dkk dikarenakan perusahaan tidak
sesuai dengan perjanjian yang ada didalam serikat pekerja seperti pada saat jam kerja yang seharusnya selesai pada waktu yang telah ditentukan dan ternyata waktu tersebut melewati batas
waktu yang ditentukan, dan maka dari itu serikat pekerja menganggap batas waktu yang diluar jam kerja tersebut merupakan overtime
atau jam kerja lembur.Kedudukan yurisprudensi merupakan suatu keputusan hakim yang terdahulu untuk menghadapi suatu
perkara yang tidak diatur oleh undang-undang dan dijadikan sebagai pedoman bagi hakim lainnya untuk menyelesaikan suatu perkara yang sama.
47
Perusahaan manufaktur PT.Kawasaki Motor Indonesia tidak menanggapi atas permintaan upah lebih yang diminta oleh para serikat pekerja atas overtime tersebut. Perusahaan
menganggap para serikat pekerja tersebut bukanlah melakukan overtime melainkan adanya keterlambatan dalam pekerjaan yang dilakukan tersebut sehingga perusahaan mengeluarkan
Yurisprudensi ini sendiri, lahir dikarenakan adanya peraturan perundang-undangan yang tidak jelas pengertiannya sehingga
dapat menyulitkan hakim untuk memutuskan suatu perkara. Untuk mengatasi hal ini, hakim akan membentuk suatu hukum baru dengan mempelajari putusan hakim yang telah terdahulu,
terutama untuk mengatasi suatu perkara yang tengah dihadapi.Sehingga para serikat pekerja beranggapan bahwa perusahaan harus membayar upah kerja lebih dari yang seharusnya.
47
http:www.habibullahurl.com201501pengertian-yurisprudensi-dan-penafsirannya.html diakses pada tanggal 25 Juni 2015.
suratbahwa tidak dibenarkan adanya overtime dan perusahaan dengan otomatisnya tidak memberikan upah lembur.
Para serikat pekerja melakukan aksi demo atas tindakan yang diterima mereka dari perusahaan. Para serikat pekerja juga melakukan aksi mogok kerja sehingga bisa dikatakan
tindakan yang dilakukan oleh para serikat pekerja ini merugikan perusahaan. PT. Kawasaki Indonesia mengeluarkan surat peringatan kepada para serikat pekerja yang
melakukan aksi mogok kerja yang dianggap merugikan perusahaan ini. Perusahaan mengeluarkan surat peringatan tersebut sampai 3 kali dan para serikat pekerja tidak
memperdulikan hal tersebut. Dikarenakan para serikat pekerja tetap melakukan demo dan aksi mogok kerja walaupun sudah diberikan surat peringatan III maka perusahaan melakukan
pemutusan hubungan kerja terhadap para serikat pekerja. Para serikat pekerja beranggapan bahwa pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh
perusahaan merupakan tindakan yang dilakukan secara sepihak. Dimana jika terjadinya pemutusan hubungan kerja maka dari itu perusahaan tidak bertanggung jawab atas pesangon
yang akan diterima oleh para serikat pekerja yang telah diberhentikan. Akibat hukum atas putusan Mahkamah Agung No.409 KPDT.SUS-PHI2014 terhadap keberadaan para serikat
pekerja ialah bahwa para serikat perkerja mengalami kerugian atas tindakan yang di lakukan perusahaan dengan sewenang-wenangnya terhadap para serikat perkerja.
Putusan Mahkamah agung terkait dengan keberadaan pengurus serikat pekerja pada perusahaan manufactur,putusan Mahkamah Agung ini tidak menyinggung ketentuan Pasal 153
huruf g atau tidak mempertimbangkan keberadaan Pasal tersebut yang menjadi dasar tidak dapat di pemutusan hubungan kerja pengurus serikat pekerja pada perusahaan manufactur. Namun
hakim tidak mempertimbangkan ketentuan pasal tersebut di karenakan ketentuan pasal tersebut
tidak di jadikan dasar dari pemohon kasasi sebagai dasar gugatan dari pemohon yang mengajukan gugatan.
Pada putusan Mahkamah Agung ini hakim bersifat pasif dan pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang menggunakan hukum acara perdata menganut paham
bahwa hakim bersifat pasif.Akibat hukum pada putusan Mahkamah Agung ini terhadap keberadaan pengurus serikat pekerja menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap keberadaan
pengurus serikat pekerja terkait pemutusan hubungan kerja.Pengurus serikat pekerja dalam melakukan kegiatannya menjadi tidak terlindungi dengan adanya putusan ini, padahal ada
ketentuan yang melindungi kegiatan pengurus serikat pekerja. Pada putusan ini tampak bahwa perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pengurus serikat pekerja yang
sedang menjalankan ketentuan Pasal 153 huruf g. putusan ini dapat dijadikan yurisprudensi
terhadap hakim walaupun adanya perlindungab berdasarkan ketentuan Pasal 153 huruf g.
94
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan