Upaya Hukum terhadap Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

4. Perbedaan pendapat antar pengurus serikat pekerja dalam satu perusahaan mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatan pekerjaan. Kecakupan materi perselisihan hubungan industrial sebagaimana dimaksud diatas maka UU SPSB memuat bahwa setiap perselisihan hubungan industrial pada awalnya diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat oleh para pihak yang berselisih.Perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja antara pengurus serikat pekerja yang tercatat pada instansi yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan dapat diselesaikan melalui konsiliasi atas kesepakatan para pihak, sedangkan penyelesaian perselisihan melalui arbitrase atas kesepakatan kedua belah pihak hanya perselisihan kepentingan dan perselisihan antar pengurus serikat pekerja. Beberapa kasus perselisihan antara serikat pekerja seperti pada PT.ADF, PT.PI dan PT PDJ.Dimana perselisihan antara serikat pekerja terjadi karena adanya konflik yang terjadi seperti aposisi atau ketidakcocokan potensial dan adanya konfrontasi. 40

C. Upaya Hukum terhadap Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Perselisihan Hubungan Industrial, yaitu suatu kondisi dimana terdapatnya perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan kepentingan antara Pengusaha dengan Karyawan karena adanya perselisihan mengenai hak, kepentingan, Pemutusan Hubungan Kerja “PHK” atau perjanjian kerjasama. Peraturan terkait yang menjadi dasar hukum yang dipakai dalam upaya Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial adalah sebagai berikut: 1. Undang Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. 40 https:forumbelajar.wordpress.comsedane-jurnal-kajian-perburuhansedane-8konflik-antar-serikat- pekerja diakses pada tanggal 1 Juli 2015. 2. Undang Undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta. 3. Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 4. Undang Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. 5. Kepmenaker Nomor Kep. 15AMEN1994 tentang Petunjuk Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja di Tingkat Perusahaan dan Pemerintaraan. 6. Peraturan Perusahaan yang berlaku. 7. Standar Kode Etik Karyawan yang berlaku. Penanganan perselisihan hubungan industrial yang terjadi di perusahaan memerlukan penanganan yang tepat dan hati-hati. Langkah utama yang wajib dilakukan dalam penanganan timbulnya perselisihan hubungan industrial adalah melakukan klarifikasi permasalahan guna mengetahui duduk perkara yang sebenarnya untuk meminimalkan resiko ketenagakerjaan yang berlarut-larut yang merugikan baik perusahaan maupun pekerja yang bersangkutan. Hal yang perlu diperhatikan oleh perusahaan sebelum memutuskan untuk melakukan tindakan penyelesaian adalah dengan melakukan klarifikasi terhadap alasan dan faktor penyebab terjadinya perselisihan. Langkah klarifikasi ini sangat penting dilakukan untuk menghindari dampak penyelesaian yang dapat merugikan perusahaan baik kerugian secara finansial financial risk maupun kerugian atas nama baik perusahaan name risk. Langkah tersebut di atas sangat perlu diperhatikan terutama terhadap perselisihan hubungan industrial yang berakhir dengan langkah PHK oleh perusahaan. Ketentuan Pasal 153 UU Ketenagakerjaan, juga diatur bahwa setiap terjadinya perselisihan hubungan industrial yang disebabkan oleh jenis atau kondisi tertentu, perusahaan dilarang melakukan tindakan PHK. Jenis perselisihan yang disebabkan oleh kondisi tertentu yang dimaksud dalam peraturan tersebut adalah: 1. Pekerja berhalangan masuk dikarenakan sakit yang berkepanjangan akan tetapi tidak lebih dari 12 bulan. 2. Pekerja berhalangan masuk karena menjalankan kewajiban terhadap negara sesuai ketentuan yang berlaku. 3. Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan oleh agama. 4. Pekerja menikah. 5. Pekerja wanita hamil, melahirkan, gugur kandungan atau menyusui bayinya. 6. Pekerja mendirikan atau melakukan kegiatan serikat pekerja atau sejenis dalam jam kerja sesuai yang diatur dalam ksepakatan perusahaan dan serikat pekerja. 7. Pekerja mengadukan perusahaan kepada yang berwajib karena tindakan Pidana yang dilakukan perusahaan. 8. Karena perbedaan paham agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi pisik dan karena status perkawinan. 9. Pekerja menderita sakit yang disebabkan oleh kecelakaan kerja dan waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan oleh dokter. Sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan yang berlaku, perusahaan harus mengupayakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan jalan musyawarah dan berupaya untuk tidak melakukan tindakan PHK. Dalam melakukan langkah PHK, perusahaan harus memperhatikan ketentuan ketentuan dan prosedur tentang PHK yang benar sesuai ketentuan, agar proses dan langkah yang dilakukan tidak menjadi batal demi hukum. Sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan, penyelesaian perselisihan hubungan industrial menganut prinsip musyawarah untuk mufakat wajib dilakukan oleh para pihak yang berselisih dan cepat, tepat serta adil. Prinsip ini akan terlihat jelas pada saat penyelesaian dengan cara bipartit, tingkat pemerantaraan, Mediasi, Konsiliasi maupun Arbitrase. Apabila para pihak yang berselisih ataupun salah satu tidak dapat mencapai kesepakatan dalam penyelesaian perselisihan dan atau tidak dapat menerima anjuran dari panitia perantara UU Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, Konsiliator, Mediator atau Arbitrase UU Hubungan Industrial maka pihak tersebut dapat minta penyelesaian melalui P4DP ataupun Pengadilan Hubungan Industrial. Penyelesaian perselisihan dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut: 41 1. Penanganan perselisihan hubungan industrial menurut UU Penyelesaian Perselisihan Peburuhan. Secara garis besar, tekhnis penanganan penyelesaian perselisihan hubungan industrial telah diatur dalam UU Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, UU Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta dan Kepmenaker Nomor Kep. 15AMEN1994 tentang Petunjuk Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja di Tingkat Perusahaan dan Pemerantaraan. Penyelesaian hubungan industrial tersebut dapat dilakukan dengan cara bipartit 2. Penanganan perselisihan hubungan industrial menurut UU Hubungan Industrial. Dengan diberlakukannya UU Hubungan Industrial, maka fungsi panitia perantara sebagai media tripartit untuk melakukan musyawarah dan P4DP sebagai lembaga yang sah untuk 41 https:legalbanking.wordpress.commateri-hukumpenyelesaian-perselisihan-hubungan- industrial,diakses pada Tanggal 30 Juni 2015. memberikan penetapan terhadap PHK dihapuskan. Dengan dihapuskannya lembaga tersebut di atas maka penyelesaian Perselisihan akan dilakukan dengan langkah-langkah penyelesaian diluar Pengadilan Bipartit, Mediasi, Konsiliasi, Lembaga Arbitrase dan penyelesaian perselisihan melalui Pengadilan Pengadilan Hubungan IndustrialLembaga PPHI. Penyelesaian perselisihan menurut Undang-Undang Hubungan Industrial adalah sebagai berikut: 1. Penyelesaian diluar Pengadilan. Penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial di luar pengadilan dilakukan melalui lembaga ataupun mekanisme antara lain : a. Penyelesaian melalui Mekanisme Bipartit Penyelesaian melalui perundingan bipartit, adalah perundinganmusyawarah untuk mufakat antara pekerjaburuh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.Dalam hal perundingan para pihak tersebut dicapai kesepakatan maka para pihak wajib membuat kesepakatan bersama.Dalam pelaksanaan kesepakatan tersebut wajib didaftarkan pada pengadilan hubungan industrial yang ada di Pengadilan Negeri di wilayah Para Pihak berdomisili. Pendaftaran tersebut untuk mendapatkan “Akta bukti pendaftaran perjanjian bersama“ dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian bersama. Melalui Akta Pendaftaran Perjanjian Bersama tersebut, pihak yang dirugikan dapat mengajukan penetapan eksekusi pada pengadilan tersebut b. Penyelesaian melalui Mediasi Mediasi hubungan industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antara serikat pekerjaserikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. c. Penyelesaian melalui Konsiliasi Mediator disini adalah penganti institusi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai Mediator yang ditetapkan oleh menteri untuk bertugas melalui mediasi. Pada dasarnya, penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi adalah wajib, dalam hal ketika instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan menawarkan kepada para pihak yang berselisih tidak memilih lembaga konsiliasi atau arbitrase untuk menyelesaikan perselisihan yang dihadapi para pihak. d. Proses penyelesaian melalui Arbitrase Arbitrase hubungan industrial yang selanjutnya disebut arbitrase adalah Lembaga Arbitrase yang digunakan oleh para pihak untuk penyelesaian suatu perselisihan kepentingan di luar Pengadilan Hubungan Industrial. Pemilihan mekanisme Arbitrasi dilakukan melalui kesepakatan tertulis pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada Lembaga Arbitrase yang mana putusannya mengikat para pihak dan bersifat final. Arbiter yang dimaksud disini adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang berselisih dari daftar Arbiter yang ditetapkan oleh menteri untuk memberikan keputusan mengenai perselisihan kepentingan. 2. Penyelesaian Melalui Pengadilan. Pengadilan yang dimaksud adalah Pengadilan khusus yang dibentuk dilingkungan Pengadilan Negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap perselisihan Hubungan Industrial melalui Pengadilan Hubungan Industrial penggugat harus melampirkan risalah penyelesaian melalui Mediasi atau Konsiliasi, oleh karena apabila gugatan tidak dilampiri risalah tersebut, hakim wajib mengembalikan gugatan kepada penggugat. Dari ketentuan tersebut diatas dapat kita simpulkan bahwa penyelesaian perselisihan hubungan industrial diluar pengadilan sifatnya adalah wajib. a. Tahap Pengadilan Hubungan Industrial Gugatan perselisihan hubungan industrial diajukan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerjaburuh bekerja. Dalam pengajuan gugatan dimaksud harus dilampirkan risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi. Hakim Pengadilan Hubungan Industrial wajib menggembalikan gugatan kepada pihak peggugat apabila gugatan penggugat tidak melampirkan risalah penyelesaian melalui Mediasi atau Konsiliasi. Pengugat dapat sewaktu waktu mencabut gugatannya sebelum tergugat memberikan jawaban atas gugatan, pencabutan gugatan akan dikabulkan pengadilan apabila disetujui tergugat. Proses persidangan yang dilakukan pada Pengadilan Hubungan Industrial mengacu pada proses Hukum Acara Perdata yang berlaku. b. Tahap Mahkamah Agung Putusan Pengadilan Hubungan Industrial mengenai perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja mempunyai kekuatan hukum tetap apabila tidak diajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari kerja. Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum untuk dalam hal tertentu melawan putusan hakim. 42 42 Putusan bipartit merupakan putusan yang mengikat. Tetapi putusan bipartit ini dapat dijadikan suatu http:radityowisnu.blogspot.com201206upaya-hukum.html diakses pada taggal 30 Juni 2015. pertimbangan hakim terhadap suatu perkara. Upaya hukum terhadap penyelesaian perselisihan hubungan industrial ini dapat di lakukan atau di ajukan kepada pengadilan negeri dan di dalam pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri putusan bipartite dapat dijadikan pertimbangan. Ada beberapa cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial ini dengan cara melakukan upaya hukum. Bipartit merupakan salah satu upaya dalam menyelesaikan perselisihan ini dimana putusan bipartite mengikat tetapi jika ada salah satu pihak tidak setuju atas putusan bipartit tersebut maka putusan bipartit dapat diajukan ke pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri, Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus untuk penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berada pada lingkungan peradilan umum. Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang menyangkut perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung, sedangkan putusan yang menyangkut perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerjaserikat buruh dalam satu perusahaan adalah putusan tingkat pertama dan terakhir yang tidak dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung. Terhadap putusan pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri jika tidak di setujui oleh salah satu pihak maka pihak tersebut dapat melakukan upaya hukum ke tingkat kasasi. Kasasi merupakan pembatalan atas keputusan Pengadilan-pengadilan yang lain yang dilakukan pada tingkat peradilan terakhir dan dimana menetapkan perbuatan pengadilan- pengadilan lain dan para hakim yang bertentangan dengan hukum, kecuali keputusan pengadilan dalam perkara pidana yang mengandung pembebasan terdakwa dari segala tuduhan.Kasasi lebih tepat diartikan naik banding.Bila salah satu pihak tidak mensetujui dengan vonis dari Pengadilan Negeri, maka salah satu pihak dapat mengajukan kasasi ke Pengadilan Tinggi.Bila masih tidak setuju dengan vonis dari Pengadilan Tinggi,dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Jika terhadap putusan kasasi ini juga tidak di setujui oleh salah satu pihak yang merasa di rugikan atas putusan kasasi ini dapat mengajukan upaya hukum yang terakhir ke peninjauan kembali PK. PK merupakan suatu upaya hukum yang dapat ditempuh oleh orang yang dikenai hukuman dalam suatu kasus hukum terhadap suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam sistem peradilan di Indonesia. Putusan pengadilan yang disebut mempunyai kekuatan hukum tetap ialah putusan Pengadilan Negeriyang tidak diajukan upaya banding, putusan Pengadilan Tinggi yang tidak diajukan kasasi upaya hukum di tingkat Mahkamah Agung, atau putusan kasasi Mahkamah Agung MA. PK tidak dapat ditempuh terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap apabila putusan itu berupa putusan yang menyatakan terdakwa orang yang dituntut dalam persidangan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. 74 BAB IV PENERAPAN PASAL 153 G UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 409 KPdt.Sus-PHI2014

A. Posisi Kasus

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Agung Dalam Tindak Pidana Pemerkosaan (Putusan Mahkamah Agung Nomor 840 K/Pid.Sus/2009)

0 6 12

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG DALAM TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN (PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 840 K/PID.SUS/2009)

0 3 20

Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Agung Nomor 409 K Pdt.Sus-Phi 2014 Terkait Pemutusan Hubungan Kerja Pengurus Serikat Pekerja Pada Perusahaan Manufaktur

0 0 4

Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Agung Nomor 409 K Pdt.Sus-Phi 2014 Terkait Pemutusan Hubungan Kerja Pengurus Serikat Pekerja Pada Perusahaan Manufaktur

0 0 4

Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Agung Nomor 409 K Pdt.Sus-Phi 2014 Terkait Pemutusan Hubungan Kerja Pengurus Serikat Pekerja Pada Perusahaan Manufaktur

0 0 13

Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Agung Nomor 409 K Pdt.Sus-Phi 2014 Terkait Pemutusan Hubungan Kerja Pengurus Serikat Pekerja Pada Perusahaan Manufaktur

0 1 27