94
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil pembahasan pada bab-bab pembahasan menghasilkan kesimpulan sebagai berikut diatas maka penelitian ini merumusukan kesimpulan sebagai berikut :
1. Beberapa alasan yang menjadi penyebab terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja. Alasan-
alasan bagi perusahaan untuk melakukan PHK terhadap pengurus serikat pekerja mengacu kepada UU Ketenagakerjaan diantaranya pengurus serikat pekerjaburuh melakukan
kesalahan berat, seperti melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang danatau uang milik perusahaan, memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga
merugikan perusahaan, mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai danatau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja,
melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja.Jenis kesalahan berat lainnya dapat diatur dalam PPPKB, tetapi apabila terjadi pemutusan hubungan kerja karena
kesalahan berat dalam PPPKB tersebut, harus mendapat izin dari lembaga yang berwenang. Demikian juga sebelum melakukan PHK, harus terlebih dahulu melalui
mekanisme yang ditentukan, misalnya dengan memberi surat peringatan baik berturut- turut, atau surat peringatan pertama dan terakhir untuk jenis kesalahan berat yang
ditentukan PPPKB. Namun perlu kita ketahui bahwa alasan PHK berupa kesalahan berat
yang dimaksud pada Pasal 158 ayat 1.
2. Proses penyelesaian perselisihan melalui pengadilan dalam hal ini melalui Pengadilan
Hubungan Industrial, yang merupakan pengadilan khusus yang dibentuk didalam lingkungan Pengadlilan Negeri. Di Pengadilan Hubungan Industrial, perselisihan hubungan industrial
akan diperiksa dan diputus oleh hakim terdiri atas hakim karier dan hakim ad-hoc yang pengangkatannya atas usul pengurus serikat pekerja dan organisasi pengusaha.Penyelesaian
perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan serikat pekerja secara musyawarah untuk mufakat. Sesuai Pasal 136 ayat 1 UU Ketenagakerjaan,
penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja secara musyawarah untuk mufakat. Dalam hal Penyelesaian perselisihan hubungan
industrial secara musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka pengusaha dan pekerja buruh atau serikat pekerjaserikat buruh menyelesaikan perselisihan hubungan industrial
melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan undang- undang Pasal 136 ayat 2 UU Ketenagakerjaan.Perselisihan yang terjadi pada prinsipnya
diselesaikan oleh pihak-pihaknya sendiri secara musyawarah. Apabila tidak terselesaikan, maka perlu bantuan pihak lain. Namun demikian juga tetap berdasarkan musyawarah. Pihak
ketiga dalam penyelesaian perselisihan, dapat melalui pengadilan atau diluar pengadilan.
3. Penerapan ketentuan Pasal 153 huruf g didalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 409
KPdt.Sus-PHI2014 tidak adanya penerapan pasal tersebut, sebab didalam putusan tersebut para pihak pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja secara sepihak. Walaupun
perusahaan tidak mengakui adanya pemutusan hubungan kerja secara sepihak, tetapi para pihak pekerja memiliki beberapa bukti yang memperlihatkan bahwa benar perusahaan
melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak, Menurut Pasal 153 huruf g Undang- Undang Ketenagakerjaan bahwa pekerja dapat melakukan kegiatan serikat pekerja di luar
jam kerja overtime, dimana terlihat dengan jelas bahwa didalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 409 KPdt.Sus-PHI2014 perusahaan membiarkan para pekerja untuk
melakukan pekerjaan diluar jam kerja. Ketika para pekerja meminta diberikan upah atas
pekerjaan yang dilakukannya diluar jam kerja overtime, perusahaan tidak menanggapi atas permintaan pekerja yang ingin diberikan upah atas pekerjaan yang dilakukannya tersebut
untuk perusahaan.Namun dalam putusan ini hakim tidak mempertimbangkan Pasal 153 huruf g UU Ketenagakerjaan, dikarenakan dalam perkara ini penggugat kasasi tidak
membuat pertimbangan tentang pasal tersebut.
B. Saran