1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Barisan Buruh Indonesia selanjutnya BBI lahir pada 15 September 1945 sebuah organisasi massa buruh. BBI mengutamakan barisan buruh untuk memudahkan mobilisasi oleh
serikat pekerja dan partai buruh. Dalam kongresnya pada bulan September 1945 yang dihadiri oleh kaum buruh dan tani, tercetuslah Partai Buruh Indonesia. BBI juga sepakat untuk
menuntaskan revolusi nasional. Untuk mempertahankan tanah air dari serangan musuh, BBI membentuk Laskar Buruh bersenjata di pabrik pabrik.
Untuk kaum perempuan dibentuk Barisan Buruh Wanita selanjutnya disebut BBW. BBI dilebur menjadi Gabungan Serikat Buruh Indonesia selanjutnya disebut GASBI pada
1946. Serikat buruh yang tidak sepakat dengan struktur GASBI keluar dan membentuk Gabungan Serikat Buruh Vertikal GASBV. Tetapi pada bulan November, tahun yang sama,
atas usaha Alimin dan Harjono, GASBI dan GASBV berhasil dilebur menjadi SOBSI Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia.
1
Bahkan dalam pernyataan politiknya tahun 1948, SOBSI kemudian menegaskan menolak perjanjian Renville. SOBSI kemudian menyatakan keluar dari HISSBI Himpunan
Serikat-serikat buruh Indonesia karena perbedaan garis politik.Soekarno mengeluarkan dua konsepsi mengenai kabinet karya dan dewan nasional pada tahun 1957. Kabinet karya ini adalah
kabinet eksekutif yang menampung orang-orang di parlemen dan partai politik. SOBSI sempat mengalami perpecahan akibat perbedaan
sikap dalam menanggapi perjanjian Renville pada 1948. Tetapi tidak lama kemudian SOBSI berhasil kembali mengkonsolidasikan pecahan-pecahannya.
1
Allopowae.blogspot.com200912serikat-pekerja-bab-i-pendahuluan.html,diakses tanggal 10 Juni 2015.
Buruh sebagai golongan fungsional mendapatkan tempat di Dewan Perancang Nasional. Anggota Dewan ini 77 orang, dan dari 77 itu ada lima wakil angkatan buruhpegawai yaitu dari
SOBSI, SOBRI, RKS dan dua orang dari KBKI. Sementara di Dewan Pertimbangan Agung, duduk dua orang wakil dari buruh yaitu dari SOBSI dan KBKI.
2
Pada dasarnya organisasi pekerja baik dalam bentuk Serikat PekerjaSerikat Buruh adalah untuk melaksanakan salah satu hak asasi manusia yaitu kebebasan mengeluarkan pendapat dan
berorganisasi, yang selanjutnya diharapkan terpenuhinya hak dasar buruh akan upah yang layak, tanpa diskriminasi dalam kerja dan jabatan, adanya jaminan sosial, adanya perlindungan dan
pengawasan kerja yang baik, dan sebagainya. Serikat Pekerja Seluruh
Indonesia SPSI didirikan sebagai satu-satunya serikat buruh yang diakui pemerintah pada 1973. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, tentang Serikat PekerjaSerikat Buruh
selanjutnya disebut UU SPSB didasarkan pada Pasal 28 E perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya UUD 1945 dan Konvensi ILO
Internasional Labour Organization Nomor 98 Tahun 1949, tentang Hak Berorganisasi dan Kemerdekaan berserikat diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Undang-
Undang Nomor.18 Tahun 1956, tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional No.98 Tahun 1949 mengenai berlakunya dasar-dasar dari pada hak untuk
berorganisasi dan untuk berunding bersama. Dengan telah diratifikasinya Konvensi ILO No 98 Tahun 1949, tentang Hak Berorganisasi dan Kemerdekaan Berserikat serta diundangkannya
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka bidang perburuhan sesungguhnya telah berubah secara radikal. Namun secara prinsip, organisasi buruh dibentuk
dengan tujuan untuk memperjuangkan kepentingan buruh, khususnya untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup dan melindungi hak-hak buruh.
2
Ibid
Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa kebebasan berserikat dan berkumpul merupakan kebutuhan hak asasi manusia sebagaimana telah diamanatkan dalam
Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan “ Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.” Serikat
pekerjaburuh merupakan bentuk pelaksanaan dari hak seseorang untuk berserikat dan berkumpul. Adanya serikat pekerjaburuh sangat penting bagi kelangsungan hubungan industrial.
Serikat pekerja diharapkan dapat melaksanakan fungsinya secara maksimal dalam rangka meningkatkan hubungan industrial di tingkat perusahaan. Yang menjadi masalah adalah sebagian
besar pengurus serikat pekerja tersebut tidak profesional di bidangnya, tidak mempunyai latar belakang perjuangan serikat bekerja, tidak mempunyai program kerja dan sasaran yang jelas,
tidak mempunyai kemampuan negosiasi. Kebebasan berserikat dan perlindungan hak berorganisasi juga dituangkan dalam
Konvensi ILO Nomor 87 Tahun 1956 Freedom Of Association and Protection Of The Rightto Organise dimana pemerintah Indonesia telah meratifikasinya melalui Keppres Nomor 83 Tahun
1998, Pasal 2 menyebutkan bahwa para pekerja dan pengusaha, tanpa perbedaan apapun, berhakuntuk mendirikan dan, menurut aturan organisasi masing-masing, bergabung
denganorganisasi-organisasi lain atas pilihan mereka sendiri tanpa pengaruh pihak lain pasal4organisasi pekerja dan pengusaha tidak boleh dibubarkan atau dilarang kegiatannyaoleh
penguasa administratif. Sejak diratifikasinya Konvensi ILO Nomor. 87 Tahun 1956 dengan Keppres Nomor 83
Tahun 1998, kemudian dikeluarkan UU SPSB tentang ketenagakerjaan. Dalam Pasal 1 angka 1 menyebutkan antara lain “Serikat pekerjaserikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari,
oleh, dan untuk pekerjaburuh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat
bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerjaburuh serta meningkatkan kesejahteraan
pekerjaburuh dan keluarganya.” Tujuan dari pada serikat pekerjaserikat buruh ini dapat dilihat dalam Pasal 4 ayat 1 UU
SPSB yang menyatakan “Serikat pekerjaserikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerjaserikatburuh bertujuan memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta
meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerjaburuh dan keluarganya. “Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara
pengusaha atau gabungan pengusaha dengan serikat pekerjaserikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja
dan perselisihan antar serikat pekerjaserikat buruh dalam satu perusahaan.
3
3
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Jika perselisihan hubungan industrial terus berlangsung, maka ke dua belah pihak, serikat pekerjaburuh dan pengusaha, akan sama-sama menghadapi resiko kerugian. Oleh karena itu
upaya meminimalkan konflik merupakan jalan keluar terbaik. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk ini adalah dengan cara melakukan dialog secara intensif, dimana masing-masing
pihak secara terbuka menempatkan dirinya dalam posisi yang seimbang. Menuju hubungan industrial yang lebih baik ini sesungguhnya sangat didukung baik oleh
pihak pengusaha maupun pekerjaburuh melalui wakil-wakilnya. Kedua belah pihak telah berupaya keras untuk menuju ke arah itu, dan proses ini dianggap sebagai proses pembelajaran
yang bermanfaat. Namun proses penting ini seringkali lepas dari perhatian media dan masyarakat luas sehingga timbul adanya kecurangan-kecurangan yang menyebabkan pekerjaburuh
dirugikan.
Dari segi dimensi ekonomis, perluasan kesempatan kerja juga merupakan dimensi ekonomis ketenagakerjaan, karena melalui kesempatan kerja pertumbuhan ekonomi diciptakan
sekaligus memberikan penghasilan dan meningkatkan daya beli masyarakat. Masalah ketenagakerjaan juga mencakup masalah pengupahan dan jaminan sosial, penetapan upah
minimum, syarat-syarat kerja, perlindungan tenaga kerja, penyelesaian perselisihan, kebebasan berserikat dan hubungan industrial, serta hubungan dan kerjasama internasional. Semuanya
mengandung dimensi ekonomis, sosial dan politis. Dengan kata lain, masalah ketenagakerjaan tersebut mempunyai multi dimensi, cakupan luas dan sangat kompleks.
Berdasarkan latar belakang di atas merasa tertarik memilih judul Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Agung Nomor 409 KPdt.Sus-PHI2014 Terkait Pemutusan Hubungan Kerja
Pengurus Serikat Pekerja pada Perusahaan Manufaktur.
B. Perumusan Masalah