87 sebelumnya yaitu sebesar Rp154.038.225.000. Penurunan ini terus terjadi
hingga tahun 1999. Pada dua tahun berikutnya PMA mengalami peningkatan hingga mencapai Rp 156.456.560.000. hal ini disebabkan kembali pulihnya
kepercayaan perekonomian Indonesia. Keadaan perekonomian Indonesia yang masih labil menyebakan
keadaan tidak stabil terhadap jumlah PMA dari tahun 2002 yaitu sebesar Rp 87.284.796.000. Keadaan tersebut terus berlangsung hingga pada tahun 2005
sampai tahun 2007 PMA terus menunjukkan peningkatannya. Akan tetapi pada dua tahun berikutnya yaitu tahun 2008 dan 2009 PMA kembali
mengalami penurunan yang disebabkan dari dampak krisis ekonomi yang melanda Amerika dan beberapa Negara Eropa lainnya.
4. Utang Luar Negeri
Pada dasarnya, dalam proses pelaksanaan pembangunan ekonomi di Negara berkembang seperti di Indonesia, akumulasi utang luar ngeri
merupakan suatu gejala umum yang wajar. Hal tersebut disebabkan tabungan dalam negeri yang rendah sehingga tidak mungkin dilakukannya investasi
yang memadai, sehingga jalan alternative lainnya adalah dengan menarik dana atau pinjaman dari luar negeri.
Utang luar negeri mulai berkembang di Indonesia sejak pemerintah Indonesia menganut system devisa bebas. Sejak 1971, sistem devisa bebas
mulai diterapkan di Indonesia. pemerintah tidak lagi membatasi modal yang akan dibawa masuk atau ke luar negeri.
88
Gambar 4.4 Perkembangan Utang Luar Negeri Periode 1985-2009
Sumber: Statistik Indonesia BPS Utang luar negeri pada dasarnya memiliki dampak positif terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia, tetapi juga merupakan salah satu penyebab utama keterpurukan perekonomian Indonesia. ini disebabkan karena semakin
besarnya beban utang luar negeri Indonesia baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak swasta asing yang harus ditanggung. Tanpa adanya
keringanan utang, terutama berupa penghapusan sebagian beban utang luar negeri, Indonesia diramalkan akan terjerumus ke dalam krisis yang lebih
besar. Dalam gambar grafik 4.3 dapat dilihat bahwa perkembangan utang luar
negeri Indonesia dari tahun 1985-2009 mengalami peningkatan secara terus menerus. Peningkatan ini terus berlangsung hingga menjadi lonjakan tajam
dari jumlah utang luar negeri sebesar Rp 140.660.588.000 menjadi Rp 269.049.000.000 pada tahun 1996-1997, hal ini disebabkan karena terjadinya
krisis ekonomi di Indonesia. Pada tiga tahun berikutnya yaitu dari tahun 2000 hingga tahun 2002 utang luar negeri mengalami penurunan yaitu pada tahun
0.0 500,000,000.0
1,000,000,000.0 1,500,000,000.0
2,000,000,000.0
1985 1988
1991 1994
1997 2000
2003 2006
2009 Dal
a m
M il
iar Rp
Utang Luar Negeri
Utang Luar Negeri
89 2002 sebesar Rp 700.967.520.000, lalu kemudian kembali mengalami
peningkatan pada tahun 2003 hingga tahun 2009. Utang luar negeri yang sedemikian banyak pada tahun anggaran
tersebut digunakan untuk menutupi defisit anggaran yang besar, akibat terjadinya krisis ekonomi di Indonesia yang menyebabkan pengeluaran total
pemerintah meningkat. Setelah terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, menyebabkan pemerintah kembali harus menjadi penggerak utama untuk
menyelamatkan perekonomian nasional yang terancam kebangkrutan, menggantikan peranan sektor swasta yang merosot setelah beberapa tahun
sebelum krisis sempat mendominasi perekonomian Indonesia. Sehingga pemerintah membutuhkan tambahan dana yang besar untuk membiayai
peningkatan pengeluarannya.
B. Analisis dan pembahasan 1. Hasil Uji Stasioneritas
Uji stasioneritas adalah suatu uji yang dilakukan untuk melihat apakah data yang dihasilkan terjadi ketidakstasioneran atau tidak. Tujuan uji
stasioner ini adalah agar meannya stabil dan random errornya = 0, sehingga model regresinya yang diperoleh adalah regresi semu. Tingkatan-
tingkatan dalam pengujian stasioner ini mulai dari tingkat level, first different, dan second different. Tahap-tahap untuk melakukan uji stasioner
apakah data yang ada merupakan data yang sudah stasioner atau belum adalah sebagai berikut:
90 a. Level
Tingkat level ini merupakan uji stasioner tingkat paling pertama yang dilakukan untuk menguji variabel-variabel yang ada,
apakah sudah stasioner atau belum. Berikut ini adalah table hasil uji Augmented Dickey-Fuller test tahap level.
Tabel 4.2 Hasil Uji Augmented Dickey-Fuller Test Tahap Level
Variabel Prob
Test Statistik
Nilai Kritis 5
Ket
PDB 0,9843
0,531778 -2,991878
Tidak Stasioner PMDN
0,2222 -2,167624
-2,991878 Tidak Stasioner
PMA 0,2918
-1,981907 -3,012363
Tidak Stasioner ULN
0,9975 1,250601
-2,991878 Tidak Stasioner
Sumber: Data sekunder yang diolah Tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai probabilitas pada variabel
PDB, PMDN, PMA, dan ULN lebih besar dari derajat kesalahan α = 5
persen atau 0,05 Prob 0,05 dan nilai absolute test statistik lebih kecil dari nilai kritis 5 ADF test statistik nilai kritis 5. Pada variabel
PDB dan ULN nilai absolute test statistik lebih besar dari nilai kritis 5 ADF test statistik nilai kritis 5. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa data tersebut belum stasioner, maka perlu dilakukan uji stasioneritas pada tahap selanjutnya, yaitu first different.
b. First Different Tingkat first different merupakan tingkat kedua yang
dilakukan karena pada tahap pertama masih ada variabel yang tidak
91 stasioner. Berikut ini hasil uji Augmented Dickey-Fuller test tahap
first different:
Tabel 4.3 Hasil Uji Augmented Dickey-Fuller Tahap First Different
Variabel Prob
Test Statistik
Nilai Kritis 5
Ket
PDB 0,0037
-4,194851 -2,998064
Stasioner PMDN
0,0010 -4,748684
-2,998064 Stasioner
PMA 0,0000
-6,965665 -3,004861
Stasioner ULN
0,0007 -4,940980
-2,998064 Stasioner
Sumber: Data sekunder yang diolah Tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai probabilitas pada variabel
PDB, PMDN, PMA, dan ULN lebih kecil dari derajat kesalahan α = 5
persen atau 0,05 Prob 0,05 dan nilai absolute test statistik pada masing- masing variabel lebih besar dari nilai kritis 5 ADF test statistik nilai
kritis 5 . Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa data tersebut sudah stasioner, maka tidak perlu dilakukan uji stasioneritas pada tahap
selanjutnya, yaitu second different.
92
2. Hasil Uji Asumsi Klasik a. Hasil Uji Normalitas