Ada juga yang mengatakan diambil dari kata dharb mengambil keuntungan dengan saham yang dimiliki. Disebut juga dengan qiradh, karena diambil dari kata
muqaradhah, yang artinya penyamaan dan penyeimbangan. Seperti yang dikatakan
Dua orang penyair melakukan muqaradhah
Yakni saling membandingkan syair-syair mereka. Adapun yang dimaksud dengan qiradh disini, yaitu perbandingan antara usaha pengelola modal dan modal
yang dimiliki pihak pemodal, sehingga keduanya seimbang. QS. Al Baqarah 198
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia rezki hasil perniagaan dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah
di Masyarilharam. Dan berzikirlah dengan menyebut Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar
termasuk orang-orang yang sesat.
Firman Allah QS. al- Nisa‟ [4]: 29 :
كت أ اإ لطا لاب مك يب مكلا مأ ا لكأت ا ا مآ ي لا ا يأ اي ًا يح مكب اك هللا إ مكسف أ ا لتقت ا مك م ضا ت ع ً اجت
“Hai orang yang beriman Janganlah kalian saling memakan mengambil harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan sukarela di antaramu”.
6
Allâh Taala berfirman : QS al Muzzammil:20
Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu, orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah dan orang-orang lain yang berperang
di jalan Allah.
6
Dewan Syariah Nasional DSN, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Jakarta: DSN, 2000, h.1.
Musyârakah adalah kemitraan antara bank dan nasabah untuk bersama-sama memberikan modal dengan cara membeli saham untuk membiayai suatu investasi.
7
Musyârakah merupakan pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Dasar hukum musyârakah berdasarkan UU no
21 tahun 2008 tentang perbankan syariah dan Fatwa DSN No.8DSN-MUIIV2000. Secara teknis pembiayaan musyârakah ini diatur dalam pasal 36 huruf b poin
kedua PBI No. 624PBI2004 tentang bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang initinya menyatakan bahwa bank wajib
melaksanakan prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian dalam melakukan kegiatan usahanya yang meliputi penyaluran dana melalui prinsip bagi hasil berdasarkan akad
musyârakah.
8
Firman Allah QS. al- Ma‟idah [5]: 1:
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.
9
7
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007, h. 57.
8
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, h. 128.
9
Dewan Syariah Nasional DSN, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Jakarta: DSN, 2000, h.1.
C. Jenis-jenis Pembiayaan Mudhârabah dan Musyârakah
Secara umum, mudhârabah terbagi menjadi dua jenis yaitu mudhârabah muthlaqah dan mudhârabah muqayyadah. Mudhârabah muthlaqah dalam perbankan
syariah pada umumnya diterapkan di sisi penghimpun dana. Sedangkan dalam kegiatan penyaluran dana kepada masyarakat, bank akan cenderung memilih akad
mudhârabah muqayadah untuk memudahkan monitoring dari bank terhadap usaha nasabah.
10
1. Mudhârabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara shâhibul mâl dan
mudhârib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Pemilik dana memberikan dana kepada
pengusaha dan memberikan kekuasaan mutlak kepada pengusaha untuk menggunakan dana tersebut selama kegiatan yang dilakukan dianggap
meguntungkan. Pengelola bertanggung jawab mengelola dana tersebut sebaik- baiknya.
2. Mudhârabah muqayyadah adalah kebalikan dari mudhârabah muthlaqah.
Mudhârib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu atau tempat usaha. Pemilik dana menentukan batasan-batsan tertentu kepada pengusaha dalam menjalankan
usahanya. Misalnya jenis usaha, tempat usaha, jangka waktu usaha dan lainnya.
10
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, h. 131.
Musyarâkah ada dua jenis yaiu musyârakah pemilikan dan musyârakah akad kontrak. Dalam musyârakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam
sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.
11
Musyârakah akad terbagi dengan cara kesepakatan di mana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyârakah.
Merekapun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Musyârakah akad terbagi menjadi :
1. Syirkah al-inan adalah kontrak dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan
suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati di antara
mereka. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka.
Mayoritas ulama membolehkan jenis musyârakah ini. 2.
Syirkah a‟maal adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu.
Musyârakah ini kadang-kadang disebut musyâ rakah abdan atau sanaa‟i.
Misalnya, kerja sama dua orang arsitek untuk menggarap sebuah proyek atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima order pembuatan seragam sebuah
kantor.
11
Ibid., h. 91.
3. Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi
dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Mereka berbagi
dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra.
Jenis al-musyârakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasar pada jaminan tersebut. Karenanya, kontrak ini pun lazim disebut
sebagai musyârakah piutang. 4.
Syirkah mufawadhah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi
dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama, dengan demikian, syarat utama dari jenis musyârakah ini adalah kesamaan dana
yang diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh masing- masing pihak.
12
12
Al-Mabsuth, vol. XI , h. 203 dan sesudahnya; Abu Bakar Ibn Mas‟ud Al-Kasani, Al-Bada‟i
W as Sana‟i fi Tartib Ash-Shara‟i, Beirut: Darul Kitab Al-Arabi, edisi ke-2, vol. VI, h. 72 dalam
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah; dari Teori ke Praktek, Jakarta: 2001, cet. ke-1, h. 92.