3. Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi
dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Mereka berbagi
dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra.
Jenis al-musyârakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasar pada jaminan tersebut. Karenanya, kontrak ini pun lazim disebut
sebagai musyârakah piutang. 4.
Syirkah mufawadhah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi
dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama, dengan demikian, syarat utama dari jenis musyârakah ini adalah kesamaan dana
yang diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh masing- masing pihak.
12
12
Al-Mabsuth, vol. XI , h. 203 dan sesudahnya; Abu Bakar Ibn Mas‟ud Al-Kasani, Al-Bada‟i
W as Sana‟i fi Tartib Ash-Shara‟i, Beirut: Darul Kitab Al-Arabi, edisi ke-2, vol. VI, h. 72 dalam
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah; dari Teori ke Praktek, Jakarta: 2001, cet. ke-1, h. 92.
D. Rukun dan Syarat Pembiayaan Mudhârabah dan Musyârakah
Rukun mudhârabah yaitu adanya dua atau lebih pelaku yaitu investor dan pengelola, objek transaksi kerjasama yaitu modal, usaha dan keuntungan, dan akad
lafal perjanjian. Menurut Zulkifli, rukun mudhârabah yaitu pemilik modal, pemilik usaha, proyek, modal, ijab dan qabul serta nisbah bagi hasil.
13
Rukun-rukun syirkah ini ada tiga: a.
Dua pihak transaktor yang memiliki kompetensi beraktivitas. Boleh dilakukan bersama non muslim, asal dia tidak dibiarkan mengoperasikan modal sendirian,
karena khawatir akan memasuki berbagai bentuk usaha yang diharamkan. b.
Objek transaksi yakni modal, usaha dan keuntungan. Modal syaratnya harus diketahui dan harus ada ketika dilakukan transaksi pembelian, tidak boleh berupa
hutang di tangan orang yang kesulitan membayarnya. Sementara berkaitan dengan usaha, masing-masing dari transaktor bebas beroperasi sesuai dengan kebiasaan
dikalangan para pedagang. Masing-masing juga bisa menyerahkan tugasnya kepada pihak lain. Adapun tentang keuntungan, syaratnya harus diketahui
prosentasenya. c.
Pelafalan perjanjian, yakni yang disebut ijab qabul. Pelafalan ini dapat dilakukan dengan segala cara yang dapat mengindikasikan kearah terlaksananya perjanjian,
baik berupa ucapan maupun tindakan.
13
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Jakarta: Zikrul Hakim, 2007, cet. ke-3, h. 57.
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa yang menjadi rukun akad mudhârabah adalah Ijab dan Qabul. Sedangkan menurut Jumhur, rukun mudhârabah terdiri atas
shâhibul mâl dan mudhârib, modal, pekerjaan, keuntungan, ijab dan qabul.
14
Ulama Hanafiyah menyatakan bahwa akad mudhârabah dibagi ke dalam dua golongan yaitu mudhârabah fasidah dan mudhârabah shohihah. Jika mudhârabah
yang dilakukan itu jatuh kepada fasid, menurut ulama Hanafiyah, Syafi‟iyah dan Hanabilah, maka pekerja itu hanya berhak menerima upah kerja sesuai dengan
standar yang berlaku di daerah itu. Sementara seluruh keuntungan menjadi milik shâhibul mâl.
Ulama Hanafiyah menyatakan bahwa dalam mudhârabah fasidah, status pekerja tetap seperti dalam mudhârabah shahihah. Artinya bahwa pengelola tetap
mendapatkan bagian dari keuntungan. Namun yang terpenting adalah proses dan faktor yang menyebabkan adanya unsur ketidak jelasan tersebut
.
15
Adapun syarat-syarat mudhârabah, sesuai dengan rukun yang dikemukakan Jumhur Ulama di atas adalah :
a. Orang yang berakal harus cakap bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai
wakil. b.
Mengenai modal disyaratkan : berbentuk uang, jelas jumlahnya, tunai, dan diserahkan sepenuhya kepada mudhârib pengelola.
14
Azharuddin lathif, Fiqh Mu’amalah, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005, h. 135.
15
Ibid., h. 37.
Oleh karenanya jika modal itu berbentuk barang, menurut Ulama Fiqh tidak diperbolehkan, karena sulit untuk menentukan keuntungannya.
c. Yang terkait dengan keuntungan disyaratkan bahwa pembagian keuntungan harus
jelas dan bagian masing-masing diambil dari keuntungan dagang itu. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa akad mudhârabah pelaku akad, objek
akad, dan ijab kabul. Adapun syaratnya adalah modal harus berupa uang, modal harus jelas dan diketahui jumlahnya, modal harus tunai bukan utang, modal harus
diserahkan kepada mitra kerja. Rukun dari akad musyârakah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada
beberapa, yaitu :
16
1. Pelaku akad yaitu para mitra usaha
2. Objek akad yaitu modal, kerja, dan keuntungan
3. Ijab dan Kabul
Syarat-syarat umum syirkah : Jenis usaha fisik yang dilakukan dalam syirkah ini harus dapat diwakilkan
kepada orang lain. Hal ini penting karena dalam kenyataan, sering kali satu patner mewakili perusahaan untuk melakukan dealing dengan perusahaan lain.
Keuntungan yang didapat nanti dari hasil usaha harus diketahui dengan jelas. Masing-masing patner harus mengetahui saham keuntungannya. Keuntungan harus
disebar kepada semua patner.
16
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, h. 52.