Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Jaminan pada dasarnya dalam sebuah kontrak bagi hasil mudhârabah, eksistensi dari jaminan tidak dibutuhkan, mengingat didalamnya sudah mengatur mengenai risiko bagi para pihak ketika terjadi kerugian. Tingkat urgenitas dari jaminan ini adalah berkaitan dengan kekhawatiran shâhibul mâl mengenai kemungkinan terjadinya penyelewengan yang dilakukan mudhârib. Dengan kata lain moral hazard menjadi faktor mengapa jaminan menjadi penting. Adanya jaminan juga diharapkan dapat mengcover kemungkinan terjadinya total loss. Akan tetapi jaminan ini masih menjadi perdebatan para ulama . 4 Mudhârabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal shâhibul mâl mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola mudhârib dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan konstribusi 100 modal dari shâhibul mâl dan keahlian dari mudhârib. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. 5 Perbedaan yang esensial dari musyârakah dan mudhârabah terletak pada besarnya konstribusi atas manajemen dan keuangan. Dalam mudhârabah, modal hanya berasal dari satu pihak. Sedangakan dalam musyârakah modal berasal dari dua pihak atau lebih. 4 Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, h. 134. 5 Karnaen Perwataatmadja, Apa dan bagaimana Bank Islam, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1992, cet.1 h. 33. Dalam literatur fiqh, musyârakah dan mudhârabah berbentuk perjanjian kepercayaan uqud al-amanah yang merupakan tingkat kejujuran yang tinggi dan menjunjung keadilan. Karenanya masing-masing pihak harus menjaga kejujuran untuk kepentingan bersama. 6 Pada dasarnya bila jaminan diperbolehkan dalam kondisi dan situasi tertentu, shâhibul mâl dapat meminta agunan sebagai jaminan modal mudhârabah dari mudhârib, maka tentunya dia juga dapat menyita agunan tersebut bila berbentuk barang, atau meminta pertanggung jawaban dari pemberi surat rekomendasi memo untuk mengganti kerugian akibat kesalahan mudhârib. 7 Menjaminkan barang-barang yang tidak mengandung risiko biaya perawatan dan tidak menimbulkan manfaat, seperti menjadikan bukti pemilikan bukan barangnya, sebagaimana yang berkembang sekarang ini agaknya lebih baik untuk menghindarkan perselisihan antara kedua belah pihak sehubungan dengan risiko dan manfaat barang jaminan. Pihak yang berhutang menjaga amanah atas pelunasan hutang, sedangkan pihak pemegang jaminan bersikap amanah atas barang yang dipercayakan sebagai jaminan. 8 Jika barang jaminan dapat dimanfaatkan maka dapat diadakan kesepakatan baru mengenai pemanfaatan barang jaminan. 6 Ahmad Rodoni, Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Bestari Buana Murni, 2008, h. 28. 7 Bank Muamalat, Konsep Al-Mudharabah, Jakarta: Grup Rekayasa Bisnis, h. 27. 8 Ghufron A. Mas‟adi, Fiqh Muamalat Kontekstual, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, h.179. Jaminan merupakan suatu hak yang diperoleh seorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Jaminan atau gadai dalam fiqh disebut rahn, yang menurut bahasa adalah nama barang yang dijadikan sebagai jaminan kepercayaan atau menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan. Pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan hutang dalam bentuk rahn dibolehkan. 9 Salah satu bank yang melakukan pelaksanaan jaminan pada pembiayaan mudhârabah dan musyârakah adalah BSM Cabang Warung Buncit. Masalah yang timbul kemudian adalah dalam pengajuan pembiayaan mudhârabah dan musyârakah di BSM Cabang Warung Buncit, dalam penyaluran pembiayaan diperlukan adanya jaminan atau agunan. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudhârabah dan musyârakah tidak ada jaminan, tetapi untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan. Namun bagi masyarakat kalangan bawah dan menengah masih sulit melakukan pinjaman dengan adanya jaminan tersebut. Untuk itulah penulis merasa perlu untuk membahas mengenai bagaimana perbandingan konsep dan implementasi jaminan pada akad pembiayaan mudhârabah dan musyârakah di Bank Syariah Mandiri Cabang Warung Buncit 9 Dewan Syariah Nasional DSN, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Jakarta: DSN, 2002, h.1.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, maka disini penulis merumuskan perbandingan konsep dan implementasi jaminan pada akad pembiayaan mudhârabah dan musyârakah di Bank Syariah Mandiri Cabang Warung Buncit. Untuk itu, dalam memudahkan pemahaman sekaligus pengantar dalam skripsi ini, penulis memandang perlu mengadakan penulisan. Setelah mengidentifikasi permasalahan yang ada, maka penulis merumuskannya dalam pertanyaaan sebagai berikut : 1. Bagaimana pandangan ulama tentang kedudukan jaminan pada akad mudhârabah dan musyârakah? 2. Bagaimana konsep penerapan jaminan pada akad mudhârabah dan musyârakah? 3. Apakah konsep dan implementasi jaminan pada akad pembiayaan mudhârabah dan musyârakah di Bank Syariah Mandiri Cabang Warung Buncit sudah sesuai dengan prinsip jaminan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam pembahasan skripsi ini, penulisan bertujuan untuk: 1. Mengetahui pandangan ulama tentang kedudukan jaminan pada akad mudhârabah dan musyârakah. 2. Mengetahui perbedaan konsep penerapan jaminan pada akad mudhârabah dan musyârakah. 3. Mengetahui gambaran tentang kesesuaian konsep dan implementasi jaminan pada akad pembiayaan mudhârabah dan musyârakah di Bank Syariah Mandiri Cabang Warung Buncit . Manfaat Penelitian : a. Manfaat Akademis Penelitian skripsi ini diharapkan dapat memberikan konstribusi berupa buku bacaan perpustakaan di lingkungan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya di Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Perbankan Syariah. b. Manfaat Praktis Penelitian skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi Lembaga Perbankan, khususnya Perbankan Syariah dan sekaligus dapat memberikan penjelasan tentang penerapan jaminan dalam pembiayaan mudhârabah dan musyârakah. c. Masyarakat Penelitian skripsi ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya para nasabah untuk selalu menyertakan jaminan dalam rangka mendapatkan pembiayaan mudhârabah dan musyârakah dari Bank Syariah Mandiri Cabang Warung Buncit.

D. Kajian Pustaka

Setelah membuka daftar skripsi tahun sebelumnya maka dapat di simpulkan bahwa belum ada skripsi sebelumnya yang membahas mengenai perbandingan konsep dan implementasi jaminan pada akad pembiayaan mudhârabah dan musyârakah di Bank Syariah Mandiri Cabang Warung Buncit. Skripsi sebelumnya yang membahas mengenai jaminan dan telah terdaftar dalam pustaka skripsi UIN Syarif Hidayatullah adalah : 1. Aplikasi Agunan dalam Pembiayaan Mudharabah dan Murabahah, Studi Kasus PT.BMI,Tbk., Irawati FSH Muamalat Perbankan Syariah, 2007. Dalam skripsi ini dibahas mengenai aplikasi agunan dalam pembiayaan mudharabah dan murabahah. Tinjauannya adalah pada teknis operasional pembiayaan mudharabah dan murabahah di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. 2. Tinjauan hukum islam dan hukum positif terhadap jaminan di pegadaian syariah oleh Elis Nuryani. 2006. Pembahasan mengenai tinjauan hukum islam terhadap jaminan di pegadaian syariah, peneliti mengemukakan hadis-hadis dan juga pendapat beberapa ulama tentang pelelangan barang jaminan.