19 mengalokasikan sawah beririgasi teknis untuk pengunaan non pertanian, dan lemahnya
koordinasi kebijakan serta adanya dualisme kepentingan yang saling bertolak belakang pun menjadi penyebab peraturan pengendalian konversi lahan tidak efektif.
Secara umum terdapat tiga kelemahan utama yang melekat pada peraturan untuk mengendalikan konversi lahan pertanian, yaitu :
A. Objek lahan yang dilindungi dari proses konversi ditentukan berdasarkan
kondisi fisik lahan, misalnya lahan sawah irigasi teknis, padahal kondisi fisik lahan tersebut relatif mudah dimodifikasi melalui rekayasa tertentu
sehingga konversi lahan sawah irigasi teknis pada akhirnya dapat berlangsung tanpa melanggar peraturan yang berlaku.
B. Peraturan yang secara umum bersifat himbauan dan tidak dilengkapi
dengan sanksi yang jelas, baik yang menyangkut besarnya sanksi maupun pihak yang dikenakan sanksi.
C. Jika terjadi konversi lahan yang tidak sesuai dengan peraturan yang
berlaku sulit ditelusuri siapakah pihak yang paling bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut karena pemberian izin konversi lahan pada dasarnya
merupakan suatu keputusan kolektif dari seluruh instansi dinas yang terkait dengan masalah lahan Irawan, 2005 :65.
2.1.3. Implikasi Sosial Ekonomi Konversi Lahan Pertanian
Perkembangan perekonomian dan pertumbuhan penduduk juga diiringi persaingan pemanfaatan sumberdaya lahan. Hal itu mendorong terjadinya konversi lahan
sawah ke penggunaan non pertanian. Jika hal ini terus berlanjut dikhawatirkan para petani
20 yang bekerja di sektor pertanian akan kehilangan mata pencaharian dan menjadi masalah
baru dalam pembangunan. Selain itu, pengurangan lahan pertanian juga memungkinkan penurunan jumlah hasil produksi pertanian itu sendiri yang berimpilkasi terhadap
tingginya harga di pasar. Secara langsung maupun tidak langsung konversi lahan sawah mempunyai potensi ancaman yang nyata terhadap kapasitas nasional dalam mewujudkan
pasokan pangan yang aman untuk mendukung ketahanan pangan. Berikut data luas areal sawah dan pemukiman di provinsi Jawa Barat tahun 1990-
2006. Tabel 3. Luas pemukiman di Jawa Barat tahun 1990-2006
No Tahun
Luas Pemukiman
ha No
Tahun Luas
Pemukiman ha
1 1990
293.918 10
1999 300.371
2 1991
294.418 11
2000 301.224
3 1992
295.294 12
2001 301.924
4 1993
296.209 13
2002 302.839
5 1994
297.065 14
2003 303.755
6 1995
297.808 15
2004 304.670
7 1996
298.458 16
2005 305.586
8 1997
298.985 17
2006 306.502
9 1998
299.878 Sumber : Data Sekunder BPS 1990-2006 diolah
21 Tabel 4. Luas areal sawah di provinsi Jawa Barat tahun 1990-2006
No Periode Tahun
Luas Areal
Sawah ha
Total Pengurangan Periode ha
Total Penambahan Periode ha
1 Repelita
V 1990
1.969.214 6.724
1991 1.836.954
1992 1.998.426
1993 1.967.002
2 Repelita
VI 1994
1.814.794 64.670
1995 1.976.161
1996 1.957.743
1997 1.879.464
3 Reformasi
1998 1.840.615
37.391 1999
1.787.456 4
Kabinet Persatuan
Nasional 2000
1.810.615 81.670
2001 1.728.945
5 Kabinet
Gotong Royong
2002 1.672.478
140.147 2003
1.532.331 6
Kabinet Indonesia
Bersatu 2004
930.347 6.915
2005 924.832
2006 923.432
Sumber : Data Sekunder BPS 1990-2006 diolah Dari data diatas dapat dilihat perkembangan pemukiman khususnya di Jawa Barat
semakin bertambah setiap tahunnya semantara luas areal pesawahan semakin berkurang setiap tahunnya.
Konversi lahan pertanian semakin marak dilakukan di negara berkembang untuk mendukung industrialisasi, khususnya Indonesia menimbulkan dampak yang sinifikan
terhadap kehidupan petani. Dampak positif yang didapatkan petani dengan melakukan
22 konversi lahan adalah meningkatnya pendapatan petani. Dampak negatif dari konversi
lahan pertanian menurut Sumaryanto dan Sudaryanto, 2005 : 33 antara lain : 1.
Degradasi Daya Dukung Ketahanan Pangan Nasional Produksi padi akibat konversi lahan bersifat permanen. Semakin tinggi konversi
lahan sawah semakin tinggi pula hilangnya kesempatan kapasitas memproduksi padi, hilangnya kapasitas produksi padi maka turunnya produktivitas lahan sawah.
2. Pendapatan Pertanian Menurun dan Meningkatnya Kemiskinan
Konversi lahan pertanian menyebabkan hilangnya kesempatan kerja dan pendapatan petani penggarap dan buruh tani.
3. Pemubaziran Investasi
Asusmsi pembangunan irigasi. Biaya investasi pembangunan tidak sebanding dengan biaya unuk pemeliharaan sistem irigasi, pengembangan kelembagaan
pendukung. Pemubaziran investasi ini akan berdampak nyata dalam rentang waktu yang lama setelah irigasi tersebut beroperasi.
4. Dampak Negatif Lainnya
Dampak negatif lainnya dari konversi lahan pertanian adalah berubahnya struktur kesempatan kerja dan pendapatan komunitas setempat, berubahnya usaha buruh
tani ke sektor non pertanian, berubahnya budaya masyarakat dari masyarakat agraris ke budaya urban, meningkatnya kriminalitas, dan net social benefit turun.
Irawan 2005 : 15 menyatakan terdapat empat faktor yang menyebabkan implikasi konversi lahan sawah terhadap masalah pangan tidak dapat segara
dipulihkan yaitu : Pertama, lahan sawah yang dikonversi menjadi non pertanian bersifat permanen. Kedua, upaya pencetakan sawah baru dalam rangka pemulihan
23 produksi pangan membutuhkan jangka waktu cukup panjang. Ketiga, sumberdaya
lahan yang dapat dijadikan sawah semakin terbatas terutama di pulau Jawa dan anggaran pemerintah semakin sulit. Keempat, stagnasi inovasi teknologi
pertanian. Dampak alih fungsi lahan sawah ke penggunaan non pertanian
menyangkut dimensi yang sangat luas dari pada sekedar turunnya produksi pertanian saja, karena hal itu terkait dengan aspek-aspek perubahan orientasi
ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat. Arah perubahan ini secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak terhadap pergeseran kondisi ekonomi,
tata ruang pertanian, serta prioritas-prioritas pembangunan pertanian wilayah dan nasional Nasoetion dan Winoto, 1996:120.
Beralihnya fungsi lahan menjadi “bangunan baru” akan dapat menimbulkan multiplier effect, dan salah satu diantaranya adalah harga tanah di
sekitar “bangunan baru” tersebut menjadi tinggi. Penduduk setempat yang sudah tidak memiliki sisa tanah akan tergusur ke daerah lain melalui urbanisasi atau
menjadi kelompok marjinal dalam masyarakat. Sementara itu, penduduk yang masih memiliki sisa lahan akan mendapatkan berkah menikmati mahalnya harga
tanah. Penduduk pendatang baru yang berduit dan berasal dari perkotaan juga akan membaur dengan mereka dan menggeser kelompok penduduk marjinal ke
posisi yang semakin rendah dan terjepit, sehingga terciptanya kesenjangan sosial yang semakin melebar Witjaksono, 1996:92.
Nasib petani yang sebagian besar atau seluruh lahan sawah miliknya terkonversi sangat bervariasi. Petani berlahan luas, kompensasi hasil penjualan
24 dari lahan sawah yang terkonversi digunakan untuk modal usaha dagang dan atau
membeli lahan baru di tempat lain. Bagi petani kecil, konversi lahan sawah pada umunya menyebabkan status mereka menjadi buruh tani dan sebagian kecil
diantaranya bermigrasi. Implikasi lain dari pengendalian konversi lahan pertanian sawah berigasi
teknis terkait dengan kebijaksanaan penataan ruang, yang mencakup perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang, sebagai
mana diatur dalam UU No.24 Tahun 1992 tentang penataan ruang. Hal ini berimplikasi perlunya melakukan peninjauan kembali terhadap RTRW yang
belum mengakomodir kepentingan tersebut serta merevisinya dengan melakukan penyesuaian kembali terhadap rencana pemanfaatan ruang bagi kawasan budidaya
sehingga keberadaan lahan sawah berigasi teknis dapat dipertahankan pengembangannya pada masa akan datang sesuai dengan kurun waktu rencana.
Penertiban diperlukan sebagai upaya mengambil tindakan agar rencana pemanfaatan ruang dapat terwujud, yang dilakukan melalui pengenaan sanksi
sesuai ketentuan perundang-undangan. Dalam konteks mikro implikasi kebijakan pengendalian konversi lahan
sawah adalah kondisi sosial ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan. Terjadinya konversi pada dasarnya terkait dengan perubahan dalam penguasaan
pemilik lahan. Penguasaan, pemilikan dan pengalihan hak atas lahan harus menjamin kelangsungan usaha pertanian. Pemilik lahan pertanian oleh
perseorangan secara berlebihan, pemilikan yang terlalu sempit, dan pemilikan lahan secara perorangan perlu dicegah agar fungsi lahan sebagai faktor produksi
25 dan sumber kehidupan yang layak bagi rumah tangga pertanian dapat tetap
terjaga. Sebagai akibat adanya konversi penggunaan lahan tersebut akan ada
pengaruh terhadap beberapa faktor yang menentukan kualitas hidup yaitu tingkat ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, kualitas perumahan, tingkat kesehatan dan
tingkat kesempatan kerja mantan petani pemilik tanah sawah relatif lebih baik apabila dibandingkan dengan petani pemilik sawah.
Pengaruh perubahan penggunaan lahan sebagaimana tersebut di atas sebagai berikut :
1. terjadi peningkatan kualitas hidup petani yang mengonversi lahan pertaniannya ke
kawasan industri. 2.
faktor luas sawah yang dikonversikan berpebgaruh nyata bagi kulaitas hidup terutama bagi bekas pemilik lahan yang mempunyai lahan luas
Dharma, 1996:129.
2.1.4. Langkah-langkah Pencegahan Konversi Lahan Pertanian