Langkah-langkah Pencegahan Konversi Lahan Pertanian

25 dan sumber kehidupan yang layak bagi rumah tangga pertanian dapat tetap terjaga. Sebagai akibat adanya konversi penggunaan lahan tersebut akan ada pengaruh terhadap beberapa faktor yang menentukan kualitas hidup yaitu tingkat ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, kualitas perumahan, tingkat kesehatan dan tingkat kesempatan kerja mantan petani pemilik tanah sawah relatif lebih baik apabila dibandingkan dengan petani pemilik sawah. Pengaruh perubahan penggunaan lahan sebagaimana tersebut di atas sebagai berikut : 1. terjadi peningkatan kualitas hidup petani yang mengonversi lahan pertaniannya ke kawasan industri. 2. faktor luas sawah yang dikonversikan berpebgaruh nyata bagi kulaitas hidup terutama bagi bekas pemilik lahan yang mempunyai lahan luas Dharma, 1996:129.

2.1.4. Langkah-langkah Pencegahan Konversi Lahan Pertanian

Sumaryanto dan Sudaryanto 2005 : 35 menyatakan bahwa strategi pengendalian konversi lahan sawah harus bertumpu pada pemahaman komprehensif tentang fungsi dan manfaat lahan sawah dalam arti luas. Laju konversi lahan sawah dapat dikurangi melalui : 1. Kebijakan dan implementasi pelaksanaan tata ruang. 2. Pembangunan kelembagaan. 3. Pengembangan sistem kelembagaan non pasar. 26 Suwarno 1996 : 27 menyatakan bahwa pengembangan kebijakan pertanahan untuk pengendalian alih fungsi tanah diperlukan pemikiran dari aspek teknis ekonomi, sosial budaya dan hukum, hal tersebut dijelaskan sebagai berikut : 1. Dari aspek teknis ekonomi diperlukan pengaturan yang dapat melindungi kawasan potensial untuk pengembangan pertanian dalam satuan agribisnis, yang dikaitkan dengan rencana tata ruang dan tata guna tanah daerah setempat, serta disukung dengan prasarana dan sarana ekonomi agar wilayah tersebut memiliki keunggulan komparatif. 2. Dari aspek sosial budaya diperlukan pengaturan pertanahan yang dapat melindungi skala usahatani yang sesuai kondisi luas penguasaan pemilikan tanah masyarakat sesuai lingkungan pertanian setempat. 3. Dari aspek hukum diperlukan pengaturan pertanahan yang dapat melindungi wilayah produksi pertanian dari gejala alih fungsi tanah melalui pola kemitraan yang dapat menjamin hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam hubungan kemitraan tersebut serta akibat hukum apabila kewajiban tersebut tidak dipenuhi. Rustiadi dan Wafda, 2005:75 menyatakan bahwa ada tiga alasana utama perlunya pencegahan dan pengendalian terhadap kecendrungan alih fungsi lahan sawah, antara lain : 1. Konversi lahan sawah berigiasi teknis adalah merupakan ancaman terhadap upaya mempertahankan swasembada pangan nasional. Besarnya biaya investasi untuk pembagunan prasarana irigasi akan hilang begitu saja. 27 Pencetakan sawah baru di pulau Jawa membutuhkan biaya yang lebih besar mengimbangi penyusutannya di samping membutuhkan waktu yang lama. 2. Dari sudut pandang lingkungan dan pelestarian sumberdaya alam environmental rent, ekosistem sawah ternyata relatif stabil dengan tingkat erosi dan pencucuan hara yang kecil, serta tingkat efisiensi penggunaan air lahan sawah yang relatif tinggi karena berkembangnya lapisan kedap air di bawah lapisan top soil. Dengan demikian lahan sawah merupakan sistem peranian yang berkelanjutan sustainable agriculture. 3. Dari sudut pandang struktur sosial budaya masyarakat, maka menurut Rambo dalam Rustiadi dan Wafda alih fungsi lahan sawah akan mengganggu ketidakseimbangan hubungan sistemik antara petani dengan lahannya. Sawah merupakan salah satu pengikat kelembagaan pedesaan sekaligus menjadi public good yang mendorong masyarakat pedesaan bekerja sama lebih produktif dalam sistem gotong royong yang memberikan manfaat pada anggotanya, melalui kegiatan seperti upacara tebat menanam bibit, penjagaan saluran air irigasi, upacara panen, menumbuk padi dan lainnya. Untuk membendung dan mengantisipasi munculnya masalah pertanahan, terutama dalam mengendalikan alih fungsi lahan pertanian Witjaksono, 1996:59, maka dapat ditempuh dengan hal-hal berikut : 1. Menyusun konsep tata ruang kawasan pedesaan sebagai dasar dalam pemanfaatan dan pengembangan potensi desa secara optimal, utamanya potensi lahan pertanian produktif dalam mendukung keberlangsungan swasembada pangan. Selanjutnya, rencana tata ruang 28 tersebut segera disosialisasikan kepada berbagai perancang dan pelaku program pembangunan serta masyarakat melalui sistem kelembagaan yang ada dan fungsional. Selain itu, penggunaan mekanisme izin lokasi yang tidak mengurangi areal tanah pertanian, penting untuk dilakukan. 2. Menegakkan perangkat hukum pertanahan yang sudah ada guna memagari pemanfaatan lahan oleh berbagai pihak sesuai dengan konsep tata ruang kawasan pedesaan, seperti Keppres no. 531989 tentang kawasan industri dan Keppres No. 331990 tentang penggunaan tanah bagi kawasan industri. 3. Untuk mengatasi masalah alih fungsi lahan baik secara preventif maupun represif, pemerintah selayaknya memfungsikan lembaga- lembaga legitimator tradisional, seperti rembug desa sebagai salah satu pihak yang dilibatkan dalam pengambilan keputusan tentang ketentuan alih fungsi lahan. Sedangkan pemerintah berperan sebagai pihak ”ketiga” yang dapat memberi pertimbangan dan apabila perlu juga ikut memutuskan arbitration dan tidak hanya sekedar netral mediation. 4. Pemerintah beserta aparat keamanan seyogyanya tidak segera apriori atau bahkan memvonis bahwa pemilik tanah termasuk dalam kelompok penghambat pembangunan. Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk melakukan pencegahan dan pengendalian atas konversi lahan pertanian, salah satu langkah yang diambil adalah penerbitan kebijaksanaan yang mencegah konversi lahan pertanian yang subur 29 menjadi non pertanian yang tertuang dalam Keppres No.531989 tentang kawasan industri dan Keppres No. 331990 tentang penggunaan tanah bagi kawasan industri. Pencegahan dan atau pengendalian konversi lahan pertanian ke penggunan non pertanian sesungguhnya dapat dilakukan dengan mekanisme izin lokasi yang diterapkan dengan benar Kustiawan, 1997:82.

2.1.5. Pendapatan Rumah Tangga Petani

Dokumen yang terkait

Kajian Keterkaitan Konversi Lahan Pertanian dengan Perluasan Kota dengan Studi Kasus di Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen Sebelum dan Sesudah Pemekaran Tahun 1990, 2000, 2010

2 98 162

Pengaruh Modal Bergulir Terhadap Peningkatan Pendapatan Petani Sayur Di Kota Medan (Studi Kasus : Kelurahan Tanah Enam Ratus dan Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan)

0 31 70

Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria: Kasus di Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat

0 24 181

Waktu kerja, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga petani dalam kegiatan ekonomi di Kelurahan Setugede Kota Bogor

0 9 156

Sikap Petani Terhadap Pengendalian Hama Terpadu. Kasus di Kelurahan Balumbangjaya , Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.

0 15 267

Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Taraf Hidup Rumahtangga Petani: Kasus Pembangunan Perumahan X di Kampung Cibeureum Sunting dan Kampung Pabuaran, Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat

1 6 177

Konversi Lahan Pertanian dan Sikap Petani di Desa Cihideung Ilir Kabupaten Bogor

0 4 199

Analisis Dampak Konversi Lahan Pertanian ke Non-Pertanian terhadap Pendapatan Petani di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor.

5 40 91

Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Pendapatan Usahatani Padi yang Hilang dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus: Kecamatan Bogor Selatan)

0 4 104

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PETANI MELAKUKAN KONVERSI LAHAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus Konversi Lahan Sawah di Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember) ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING DECISIONS FARMERS AR

0 0 16