Konversi Lahan Pertanian Landasan Teori

7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Konversi Lahan Pertanian

Lahan pertanian yang biasanya dikonversi oleh petani adalah lahan sawah yang subur tempat mereka menggantungkan hidupnya. Lahan sawah tersebut berfungsi sebagai produk pertanian khususnya bahan pangan. Ketika petani mengonversi lahan sawah miliknya maka mata pencaharian mereka akan berubah dan ketersediaan bahan pangan rumah tangga mereka pun akan terancam. Sawah merupakan salah satu lahan pertanian yang manjadi objek konversi lahan. Di dalam konteks pembangunan pertanian nasional, sistem sawah merupakan tipologi penggunaan tanah yang sangat strategis, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor berikut Nasoetion dan Winoto ,1996 : 21 : 1. Sawah merupakan media utama tumbuhnya padi, makanan pokok sebagian besar warga negara Indonesiayang memiliki nilai strategis secara ekonomi dan politis. 2. Lahan yang sesuai untuk pembuatan sawah ditinjau dari sudut pandang fisik, kimia, dan biologis terutama di luar pulau Jawa yang sangat terbatas. Hal ini mempunyai implikasi bahwa penggunaan lahan sawah di Jawa untuk penggunaan non padi akan meningkatkan opportunity cost. 3. Dilihat dari sudut pandang lingkungan dan sumberdaya alam, ekosistem sawah dianggap paling stabil dibanding ekosistem budidaya pertanian lain. Ciri yang dapat terlihat adalah tingkat erosi dan pencucian hara tanaman pada lahan sawah sangat kecil dan efisien, tingkat penggunaan air pada lahan sawah relatif tinggi. 8 4. Biaya investasi fisik untuk pencetakan dan pengembangan sistem pertanian sawah sangat besar, baik dalam kaitannya dalam pembangunan waduk, sistem irigasi, maupun pemantapan ekosistem sawah yang umumnya membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun. 5. Biaya investasi pengembangan struktur sosial terutama dalam bentuk pengembangan sistem kelembagaan pertanian, yang menjadi soko guru sistem produksi beras di Indonesia, sangat besar. 6. Kepemilikan lahan mempunyai implikasi kultur politik yang luas. Tidak jarang struktur kepemilikan lahan sawah terutama di pulau Jawa menjadi pilar dari struktur distribusi kekuasaan masyarakat desa. Enam faktor diatas menunjukan bahwa alih guna lahan pertanian ke non pertanian merupakan sauatu proses mahal yang akan dipikul oleh masyarakat, mengingat sampai saat ini belum lahir terobosan teknologi dan kelembagaan pertanian yang cukup baik sebagaimana pernah di alami Indonesia pada dekade 1960an. Sumaryanto dan Sudaryanto 2005 : 45 menyatakan bahwa lahan pertanian mempunyai sejumlah manfaat yang dibagi ke dalam dua kategori berdasarkan nilai penggunaannya use value, antara lain : 1. Use Values nilai penggunaan, dihasilkan dari kegiatan eksploitasi atau kegiatan usahatani pada lahan pertanian atau yang biasa disebut sebagai personal use values. Manfaat yang didapatkan adalah output yang dipasarkan dan manfaat lain yang tidak terukur secara empiris unpriced benefit. 9 2. Non-Use Values instrinsic values manfaat bawaan, tercipta dengan sendirinya meskipun bukan tujuan utama dari eksploitasi yang dilakukan oleh pengelola lahan. Manfaat bawaaan dari lahan pertanian seperti pencegah banjir, pengendali keseimbangan tata air, pencegah erosi, dan sebagai pengurang pencemaran lingkungan yang berasal dari limbah rumah tangga, serta sebagai pencegah pencemaran udara yang berasal dari gas buangan. Klasifikasi manfaat lahan pertanian dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini : Gambar 1. Klasifikasi manfaat lahan pertanian sumber : Rahmanto, 2006:10 Gambar 1 di atas menunjukan bahwa manfaat langsung lahan pertanian sawah antara lain : Total Nilai Ekonomi Manfaat Langsung Unpreced Benefit Use Values Intrinsic Values Manfaat Tidak Langsung  Fungsi konservasi tanah dan air  Fungsi pengendalian pencemaran udara  Fungsi pengendali water balance  Fungsi daur ulang limbah  Fungsi mempertahan kan keragaman hayati  Fungsi pendidikan lingkungan Market Output  Fungsi rekreasi  Fungsi social budaya  Fungsi pengendalian urbanisasi  Fungsi kesehatan Pertanian : Pangan Ternak ikan Kayu Fungsi pendapatan masyarakat negara 10 1. Penghasil bahan pangan 2. Penyedia kesempatan kerja pertanian 3. Sumber Pendaptan Asli Daerah PAD melalui pajak lahan dan pajak lainnya 4. Mencegah urbanisasi melalui kesempatan kerja yang diciptakan 5. Sarana bagi tumbuhnya kebudayaan tradisional 6. Sarana bagi tumbuhnya rasa kebersamaan gotong royong 7. Sumber pendapatan masyarakat 8. Sarana refreshing 9. Sarana pariwisata Sedangkan manfaat tidak langsung dari lahan pertanian sawah antara lain : 1. Mengurangi peluang banjir, erosi, dan tanah longsor 2. Menjaga keseimbangan sirkulasi air, terutama di musim kemarau 3. Mengurangi pencemaran lingkungan melalui penggunaan pupuk organik pada lahan sawah. Sitorus 2005 : 16 memberikan pandangan lain mengenai konversi lahan pertanian, yaitu bahwa konversi lahan pertanian merupakan bagian dari krisis paradigma pertanahan yang terjadi di Indonesia. Proses konversi lahan pertanian itu, untuk sebagian sebenarnya diwarnai dengan sengketa pertanahan. Hal ini merupakan indikasi dari krisis paradigma pertanahan nasional sekarang ini. Selain itu, penegakan hukum yang tidak efektif pun merupakan indikator lain dari krisis paradigma pertanahan. Paradigma pertanahan yang berlaku di Indonesia saat ini adalah paradigma tanah untuk negara dan swasta. Dengan paradigma tersebut, 11 maka akses rakyat dan petani penggarap menjadi sangat kecil terhadap tanah. Jalan keluar untuk krisis ini adalah dengan pemberlakuan paradigma tanah untuk rakyat. Konversi lahan memiliki beragam pola Sumaryanto dan Sudaryanto, 2005 : 34 antara lain : A. Alih fungsi lahan secara langsung oleh pemilik, dampak konversi secara signifikan terlihat dalam waktu yang lama. B. Alih fungsi yang diawali dengan penguasaan, dampak konversi terhadap eksistensi lahan sawah berlangsung cepat dan nyata. Tajerin 2005:10, menyatakan bahwa ketersedian lahan secara total bersifat tetap di suatu wilayah, sedangkan permintaan lahan bertambah dengan cepat terutama di sekitar kawasan perkotaan. Desakan peningkatan akan lahan tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang mendorong konversi lahan. Senada dengan hal ini, Irawan 2005:34 menambahkan bahwa konversi lahan sawah di pulau jawa didorong oleh kebutuhan lahan utuk pembangunan perumahan yang dapat dirangsang oleh pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi, sedangkan di luar Jawa konversi lahan sawah tersebut tertama disebabkan oleh kebutuhan lahan untuk pembangunan sarana transportasi dan sarana publik lainnya dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, di samping kebutuhan lahan untuk pembangunan perumahan. Pada banyak kondisi, konversi lahan tidak berdiri sendiri tapi disertai dengan transfer pemindahan pemilikan lahan dari petani kepada pemilik yang baru. Transfer pemilikan lahan dilakukan dengan cara transaksi jual beli tanah, warisan, gadai, dan lain sebagainya. Konversi lahan yang dilakukan oleh petani sendiri tidak berpengaruh 12 secara signifikan karena mereka akan tetap mempertahankan bagian tanahnya untuk diusahakan di bidang pertanian. Pemerintah tidak memiliki data yang akurat tentang luas lahan pertanian yang telah dikonversi. Kesulitan pengukuran khususnya terjadi pada alih fungsi yang dilakukan secara langsung oleh pemiliknya yang kadang tidak mendaftarkannya kepada pemerintah setempat. Kerancuan pengukuran laju konversi lahan sawah dapat terjadi akibat perbedaan konsep konversi bruto dan neto. Konversi bruto adalah menghitung total luas areal sawah yang mengalami alih fungsi ke penggunaan yang lain. Sedangkan konversi neto adalah luas total areal sawah yang beralih fungsi dikurangi dengan penambahan areal sawah akibat ada pencetakan sawah-sawah baru. Rustiadi dan Wafda 1997:78 menyatakan bahwa pada prinsipnya mekanisme penyediaan lahan-lahan pertanian dan pengendalian lahan-lahan pertanian dapat dilakukan dengan mengedepankan dua prinsip utama, yaitu : 1. Penggunaan lahan terus diarahkan untuk mencapai Social Net Benefit yang optimal. Berdasarkan asas ini, nilai manfaat lahan-lahan pertanian yang memiliki total manfaat-manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan yang jauh lebih tinggi melebihi nilai pasarnya harus mendapat subsidi. 2. Adanya sifat irreversible di dalam proses konversi lahan, mengharuskan kebijakan perubahan-perubahan peruntukan lahan tata guna lahan selalu ditempatkan pada perspektif perencanaan jangka panjang dan tidak terjebak pada kebijakan-kebijakan jangka pendek. Pihak yang berperan dalam proses konversi lahan selain pemilik lahan dan pengusaha adalah pemerintah, baik pemerintah kabupaten kota, propinsi, 13 maupun pemerintah pusat. Pihak ini harus berperan positif dalam pengendalian konversi dengan membuat program-program bantuan bagi pemilik sawah yang tetap berproduksi tinggi di Jawa sebagai insentif. Jenis bantuan dapat bervariasi antar daerah, misalnya berupa kemudahan mendapat air irigasi, pemberian subsidi pupuk atau pengaturan harga dasar gabah. Persyaratan, insentif, dan peraturan perundangan berkaitan dengan dukungan data dan penerapan peraturan perundangan yang berlaku secara konsisten.

2.1.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan

Dokumen yang terkait

Kajian Keterkaitan Konversi Lahan Pertanian dengan Perluasan Kota dengan Studi Kasus di Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen Sebelum dan Sesudah Pemekaran Tahun 1990, 2000, 2010

2 98 162

Pengaruh Modal Bergulir Terhadap Peningkatan Pendapatan Petani Sayur Di Kota Medan (Studi Kasus : Kelurahan Tanah Enam Ratus dan Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan)

0 31 70

Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria: Kasus di Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat

0 24 181

Waktu kerja, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga petani dalam kegiatan ekonomi di Kelurahan Setugede Kota Bogor

0 9 156

Sikap Petani Terhadap Pengendalian Hama Terpadu. Kasus di Kelurahan Balumbangjaya , Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.

0 15 267

Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Taraf Hidup Rumahtangga Petani: Kasus Pembangunan Perumahan X di Kampung Cibeureum Sunting dan Kampung Pabuaran, Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat

1 6 177

Konversi Lahan Pertanian dan Sikap Petani di Desa Cihideung Ilir Kabupaten Bogor

0 4 199

Analisis Dampak Konversi Lahan Pertanian ke Non-Pertanian terhadap Pendapatan Petani di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor.

5 40 91

Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Pendapatan Usahatani Padi yang Hilang dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus: Kecamatan Bogor Selatan)

0 4 104

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PETANI MELAKUKAN KONVERSI LAHAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus Konversi Lahan Sawah di Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember) ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING DECISIONS FARMERS AR

0 0 16