65 dan keluarga pada sektor pertanian saja namun saat ini muncul alternatif pekerjaan di luar
sektor pertanian maupun pertanian secara umum.
5.2.1. Faktor Internal
Faktor internal rumah tangga petani yang paling mempengaruhi adalah kondisi sosial ekonomi rumah tangga petani dan pemicu utama permasalahan tersebut adalah
pendapatan rumah tangga yang tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga petani. Konversi lahan pertanian dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomi dan daya guna
lahan sehingga berimplikasi pada peningkatan pendapatan rumah tangga. Konversi lahan pertanian menjadi pemanfaatan lain adalah pilihan para petani pemilik lahan untuk
menigkatkan pendapatan rumah tangganya. Selain faktor ekonomi untuk meningkatkan pendapatan terdapat beberapa faktor lain seperti : berubahnya gaya hidup masyarakat
akibat arus globalisasi dan trend para masyarakat muda untuk meninggalkan dunia pertanian sawah padi. Media televisi dan internet menjadi faktor pendukung yang
menyebabkan anak-anak petani pemilik lahan lebih bersifat hedonis. Siklus hidup padi menjadi poin penting bagi petani yang melakukan konversi
lahan, siklus yang terlalu lama dan keadaan cuaca serta iklim yang tidak terprediksi membuat petani pemilik lahan memilih mengonversi lahan sawah padi miliknya dengan
komoditas lain pertanian maupun non pertanian. Biaya operasional komoditas pertanian non padi dirasakan petani pemilik lahan yang melakukan konversi lahan lebih efisien jika
dibandingkan dengan komoditas padi. Siklus peternakan ayam, tambak ikan, serta tanaman musiman seperti pepaya, singkong, kangkung dan kacang panjang lebih pendek
66 jika dibandingkan dengan padi. Motif internal petani dalam mengonversi lahan pertanian
miliknya dapat diklasifikasikan pada tabel 7. Tabel 7. Motif Petani mengkonveri Lahan Pertanian internal
No Pasca Konversi
Alasan Konversi 1. Sawah padi menjadi olahan
tape, kebun
singkong, jagung, jambu.
Melihat peluang usaha tape lebih menjanjikan keuntungan daripada padi. Meningkatkan pendapatan
rumah tangga.
2. Sawah padi menjadi kebun
singkong, kacang panjang, kangkung.
Membutuhkan uang dari hasil konversi lahan kepada pengembang perumahan untuk biaya sekolah dan
kebutuhan sehari-hari.
3. Sawah
padi menjadi
budidaya jamur dan kebun singkong.
Lahan padi kurang produktif, karena iklim yang fluktuatif. Ingin mencoba mengembangkan bisnis
jamur.
4. Sawah padi menjadi tambak
ikan Kejenuhan bertani padi karena pendapatan sangat
rendah. Gambling mencoba bisnis perikanan.
5. Sawah padi menjadi ladang
jagung, singkong. Pendapatan rumah tangga makin rendah saat berani
padi. Siklus tanam terlalu lama.
6. Sawah padi menjadi kebun
jambu, singkong dan tape olahan.
Komoditas jambu merah lebih menjanjikan dan ingin mencoba lebih konsen pada jambu merah dan tape.
7. Sawah padi menjadi warung
sembako. Ingin memberangkatkan orang tua pergi haji. Butuh
modal usaha baru karena sawah padi kurang menjanjikan.
8. Sawah padi menjadi kebun
singkong, jagung,
dan kangkung.
Jenuh dengan pendapatan yang rendah karena bertani komoditas padi. Faktor ekonomi. Dengan diversifikasi
komoditas diharpkan siklus panen yang lama dapat dipersingkat.
9. Sawah padi menjadi warung
sayuran, kebun singkong dan tape olahan.
Mencoba konsen pada bisnis tape karena banyak yang berhasil meningkatkan pendapatan rumah tangganya.
Menjadi pengumpul para petani dalam memasarkan produk pertanian karena memiliki warung sayuran.
10. Sawah padi menjadi rumah tinggal dan dibelikan motor
Himpitan ekonomi dan kebutuhan sehari-hari. Biaya sekolah anak-anak. Pendapatan yang rendah menjadi
petani padi.
11. Sawah padi menjadi rumah dan kios ruko
Faktor ekonomi dan kesulitan keuangan. Siklus tanam padi terlalu lama. Saat panen harga tidak sesuai harapan.
67 Sumber : Hasil penelitian di lapangan tahun 2010
Petani pemilik lahan dalam melakukan konversi lahan memiliki beragam motif salah satunya yang sangat dominan untuk meningkatkan daya guna dan nilai ekonomi
lahan pertanian sehingga dapat meningkatkan pendapatan rumah tangganya. Ketika pendapatan rumah tangga petani pemilik lahan meningkat, maka secara tidak langsung
kebutuhan rumah tangga petani pemilik lahan akan terpenuhi. Petani pemilik lahan menyatakan pendapatan mereka tidak konstan berubah namun melalui proses dan siklus
yang panjang sehingga usaha baru pasca konversi bisa dikatakan mapan. Harga tanah pada Kelurahan Mekarwangi pada tahun 2010, berkisar antara Rp
200.000 hingga Rp 250.000 per meter persegi. Harga tersebut adalah harga tanah yang berada di luar areal perumahan yang saat ini sudah menjamur di kelurahan Mekarwangi.
Untuk areal yang berdekatan dengan lokasi perumahan harga tanahnya berkisar Rp 250.000 hingga Rp 450.000 per meter persegi. Harga tanah pada Kelurahan Mekarawangi
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Lima tahun yang lalu tanah pada Kelurahan Mekarwangi masih berkisar antara Rp 100.000 hingga Rp 250.000 meter persegi.
Kenaikan harga tanah ini pun berdampak pada trend konversi lahan yang makin marak karena harga tanah yang semakin melonjak naik.
Proses pemisahan lahan karena hukum waris secara tidak langsung mempengaruhi konversi lahan pada Kelurahan Mekarawangi. Pemindahan kepemilikan lahan karena
waris menjadi faktor konversi lahan karena banyak pemilik lahan yaitu anak-anak pemilik lahan yang lama merubah lahan milik mereka menjadi pemanfaatan yang lebih
komersil dan produktif yang bergerak pada sektor non pertanian. Namun proses diversifikasi mata pencaharian melalui konversi lahan pertanian tidak berarti membuat
68 para petani meninggalkan pertanian pangan sama sekali. Beberapa komoditas pertanian
masih menjadi pilihan para petani yang mengonversi lahan mereka seperti jagung, singkong, kacang panjang, dan pepaya.
5.2.2. Faktor Eksternal