konflik menjadi sangat penting dalam program, seperti drama, namun adanya konflik dalam suatu program juga tidak boleh berlebihan.
2. Implementasi Standar Program Siaran SPS dalam Program Realigi
Episode Boneka Cantik dan Ibu Juga Manusia juga tidak menerapkan ketentuan SPS dalam pasal 11 tentang penghormatan
terhadap hak privasi dan pribadi, berbunyi bahwa program siaran langsung atau rekaman wajib menghormati privasi sebagai hak atas
kehidupan pribadi dan ruang pribadi dari subyek dan obyek berita. Tidak hanya itu, episode Boneka Cantik juga tidak sesuai
dengan ketentuan pasal 32 tentang pembatasan dan pelarangan program siaran mistik dan supranatural, yang berisi program siaran
fiksi, seperti: drama, film, sinetron, komedi, atau kartun, yang menyajikan kekuatan atau makhluk supranatural dalam bentuk fantasi
dapat disiarkan sesuai dengan klasifikasi program siaran. Episode ini tidak mengklasifikasikan program siarannya, padahal dalam
tayangannya terdapat pernyataan bahwa Kia menganggap arwah ibunya ada dalam boneka kesayangannya. Jika tayangan ini ditonton
oleh anak dibawah umur, besar kemungkinan terjadi peniruan terhadap apa yang telah ditontonnya, juga dapat menimbulkan
persepsi yang salah, mengingat mayoritas penggemar boneka adalah anak-anak. Kia juga menggantungkan boneka-bonekanya disebuah
pohon, padahal disebutkan jika tayangan yang menimbulkan rasa takut terhadap penontonnya harus disiarkan diatas pukul 22.00 WIB.
Dijelaskan pula dalam pasal 13 ayat 1, bahwa program siaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-anak, remaja, dan
perempuan. Hendaknya Realigi melakukan koreksi terhadap jam tayang dan klasifikasi programnya.
Bahkan, terdapat tindak kekerasan dalam episode Ibu Juga Manusia. Ketika sang ayah, Pak Hendi, menyiram seember air ke arah
Lala. Adegan tersebut tidak sesuai dengan pasal 9 mengenai penghormatan terhadap norma kesopanan dan kesusilaan, yang berisi
bahwa program siaran wajib berhati-hati agar tidak merugikan dan menimbulkan efek negatif terhadap norma kesopanan dan kesusilaan
yang dianut oleh keberagaman masyarakat. Scene yang menunjukan adegan dengan disiram seember air tersebut dinilai tidak sopan dalam
etika kehidupan sehari-hari. Adegan tersebut juga termasuk kedalam tindak kekerasan karena secara tidak langsung terjadi adegan
penyiksaan. Padahal menampilkan adegan secara nyata, terkesan sadis dan membuat penonton merasa ngeri, harus dibatasi. Hal tersebut
dibahas dalam pasal 26 ayat 3 point b. Disamping itu, adegan ini juga disiarkan dibawah pukul 22.00 WIB. Padahal, jelas disebutkan dalam
pasal 25 bahwa program siaran atau promo program siaran yang mengandung muatan kekerasan, baik berupa percakapan dan atau
adegan kekerasan secara eksplisit hanya dapat disiarkan pada pukul 22.00
–03.00 waktu setempat. Pelanggaran tersebut jelas dilakukan oleh Realigi.
Adegan tersebut juga dikhawatirkan dapat menimbulkan peniruan terhadap penonton. Untuk itu, pengaturan media penyiaran
perlu diatur karena efeknya yang begitu besar terhadap khalayak. Efek media penyiaran meliputi dua hal. Pertama, efek dikotomi, yaitu
efek kehadiran media itu sendiri dan efek pesan yang ditimbulkannya kepada masyarakat dalam bentuk kognitif, afektif, dan behavioural.
Kedua, efek trikotomi, yaitu efek sasaran yang terdiri dari individual, interpersonal, dan sistem dalam bentuk kognitif, efektif, dan
behavioural. Efek kognitif mempengaruhi pengetahuan, pemahaman, dan persepsi masyarakat menyangkut pengetahuan, keterampilan dan
kepercayaan. Efek afektif mempengaruhi perasaan, seperti perasaan senang dan benci yang menyangkut emosi, sikap, dan nilai. Efek
behavioural mempengaruhi perilaku, seperti pola tindakan dan kebiasaan.
53
Inti masalah pada episode Ibu Juga Manusia adalah Lala meminta tim Realigi untuk membantunya agar ia bisa bertemu dengan
anak kandungnya bernama Nabila yang telah dipisahkan oleh ayah Lala. Diceritakan bahwa Lala menikah muda melalui perjodohan yang
dilakukan oleh ayahnya dengan anak dari kerabatnya. Kemudian Lala selingkuh dengan teman SMAnya sampai pada akhirnya Lala hamil.
Melihat kasus yang sedemikian rumitnya hendaknya penyelesaian masalah dalam keluarga ada ketentuannya, seperti yang terkandung
dalam pasal 12, bahwa informasi dan atau berita mengenai masalah
53
Masduki, Regulasi Penyiaran: Dari Otoriter ke Liberal Yogyakarta: LKIS, 2007, h. 13
kehidupan pribadi dan hal-hal negatif dalam keluarga, seperti: konflik antar-anggota keluarga, perselingkuhan, dan perceraian disiarkan
dengan mengikuti syarat-syarat sebagai berikut: a. tidak dilakukan dengan niat merusak reputasi obyek yang
diberitakan; b. tidak dilakukan dengan cara yang justru memperburuk keadaan,
atau memperuncing konflik yang ada; c. tidak dilakukan dengan cara yang mendorong berbagai pihak
yang terlibat dalam konflik mengungkapkan secara terperinci aib dan atau kerahasiaan masing-masing pihak yang berkonflik;
d. tidak menimbulkan dampak buruk akibat pemberitaan terhadap keluarga, terutama bagi anak-anak dan remaja;
e. tidak dilakukan tanpa dasar fakta dan data yang akurat; f. jika bersifat rekayasa, reka-ulang atau diperankan oleh orang
lain, wajib untuk dinyatakan secara eksplisit;
g. pembawa acara dan narator tidak menjadikan konflik dalam keluarga yang diberitakan sebagai bahan tertawaan dan atau
bahan cercaan h. pembawa acara dan narrator tidak mengambil kesimpulan secara
tidak proporsional, menghakimi, dan atau mengambil sikap berpihak kepada salah satu pihak yang berkonflik; dan atau
i. pembawa acara dan narator tidak boleh menggiring opini masyarakat ke arah yang menjatuhkan martabat obyek yang
diberitakan.
Sangat jelas bahwa kehadiran tim Realigi dalam menyelesaikan masalah, malah menjadi boomerang bagi mereka.
Dalam point b di atas, disebutkan siaran tidak boleh dilakukan dengan cara yang justru memperburuk keadaan atau memperuncing
konflik yang ada. Dengan ikut sertanya tim Realigi yang membantu Lala, jelas bahwa mereka telah berpihak. Padahal media
tidak boleh cover both side. Disebutkan pula dalam point c, kalau dalam tayangan yang
mengandung konflik dalam keluarga tidak dilakukan dengan cara mendorong berbagai pihak untuk menceritakan secara terperinci
masalah atau aib yang sedang terjadi dari masing-masing pihak yang sedang berkonflik. Dalam episode ini, secara jelas Pak Hendi
menceritakan masalah yang sedang terjadi di keluarganya. Bahkan, dalam tayangan ini tim Realigi meminta Ibu Warni sebagai ibunya
Lala, menceritakan masalah apa yang memicu terjadinya konflik antara Lala dan ayahnya. Jelas, bahwa tim Realigi bukan hanya
mendorong pihak-pihak
yang sedang
berkonflik untuk
menceritakan masalahnya, tapi tim malah bertanya secara jelas dalam tayangan ini.
Point d juga mempertegas, jika tayangan yang mengandung konflik dalam keluarga tidak menimbulkan dampak buruk bagi
penonton. Adegan menyiram Lala dengan air dan jalan cerita saat Ibu Warni meenceritakan kalau Lala kecewa dengan sikap ayahnya
yang menjodohkannya dengan anak dari kerabatnya, lalu Lala
berselingkuh dengan teman semasa SMAnya hingga dia hamil dalam episode ini pun dinilai akan menimbulkan dampak buruk
bagi penonton, mengingat episode ini tidak menggunakan klasifikasi program siaran dan jam tayang yang kurang tepat.
Perhatikan pula point f dalam pasal 12 ini, dinyatalan jika bersifat rekayasa, reka-ulang atau diperankan oleh orang lain,
wajib untuk
dinyatakan secara
eksplisit. Namun,
pada kenyataannya tayangan Realigi tidak memberikan pernyataan kalau
tayangannya telah di reka-ulang dan menggunakan peran pengganti. Hal ini dapat saja disalahpersepsikan oleh penonton
yang kurang bahkan tidak mengerti arti dari drama reality show. Tidak heran jika kemudian penggemar program ini kebanyakan
adalah ibu rumah tangga, yang umumnya senang dengan program drama atau sinetron.
Point h juga menyebutkan bahwa pembawa acara tidak boleh mengambil kesimpulan dan sikap berpihak kepada salah satu
pihak yang berkonflik. Terlihat jelas jika tim Realigi telah berpihak kepada Lala, karena Lala yang telah melaporkan kasus keluarganya
kepada tim Realigi. Aib keluarga yang telah diceritakan secara terperinci oleh Lala, Pak Hendi, dan Ibu Warni, dikhawatirkan
terjadi peniruan di masyarakat. Dalam hal ini perilaku yang muncul adalah proses imitasi dan peniruan, dimana proses ini adalah hasil
dari kecenderungan manusia untuk melakukan imitasi atas nilai dan bentuk-bentuk yang dipercaya atau dirasakan mempunyai
kecocokan. Namun, peniruan yang mengarah pada keseragaman ini dibentuk secara terperinci dan sistematis oleh sebuah otoritas
politik ekonomi, yang di implementasikan oleh kekuatan komunikasi massa dengan institusi medianya serta kepentingan
ekonomis dan ideologis orang-orang yang berada didalamnya. Televisi memang salah satu media yang paling mudah
untuk ditiru apa yang terjadi didalamnya. Untuk mengantisipasinya Senior Kreatif Realigi berpendapat sebagai berikut:
54
“Dalam drama reality show Realigi ada beberapa item yang selalu menjadi pakem.
1. Adanya kasus. Orang yang tadinya „baik‟ kemudian
berubah karena suatu hal atau ada kejadian yang memicunya. Perubahan itu digambarkan dalam kejadian
konflik per konflik yang digambarkan melalui adegan. 2.
Ada proses „mengingatkan‟ orang yang menyimpang itu bahwa perbuatannya salah dan proses mengingatnya
dilakukan berulang-ulang niat baik digambarkan tidak kenal menyerah baik oleh keluarga, orang lain sesama
muslim maupun ustad pemuka agama dan diajak untuk
memahami „pemicu‟ itu sebagai suatu ujian. 3. Turning point
yang akan membuat si pelaku „kena ba
tunya‟ akibat perbuatannya yang salah tersebut. Bisa menimpa dirinya maupun orang terdekatnya sehingga
akhirnya menimbulkan kesadaran bagi si pembuat dosa itu. 4. Pertobatan. Si pelaku menyadari kesalahannya dan
meminta maaf sekaligus melakukan pertobatan. Apakah tobat beneran atau tobat sambel .. itu hanya pemanis cerita.
Dengan adanya point-point itu, diharapkan bagi yang akan
„meniru‟ akan berpikir akan sebab akibatnya.” Walaupun pada kenyataan tayangan tersebut termasuk
kedalam genre drama, namun seperti yang telah diungkapkan oleh Senior Kreatif Realigi sebagai berikut:
54
Wawancara Pribadi dengan Gina Herlianawati, di Lt. 3 Gedung Trans TV, 26 Mei 2011
“Para pelakunya bukan mereka yang mengalami hal tersebut. Walaupun cerita dasarnya merupakan pengalaman
hidup nyata seseorang, pada pengembangannya akan menggunakan nama lain dan merubah semua nama. Dan
pela
kunya bukan mereka yang mengalaminya langsung.”
55
Jelas, kalau cerita Realigi adalah nyata tetapi diceritakan
kembali dengan peran pengganti. Banyaknya program reality show di setiap stasiun televisi mengikuti permintaan masyarakat yang
kian gandrung menyaksikan reality show, hingga pada akhirnya stasiun televisi berlomba-lomba menyajikan program tersebut
dengan format yang berbeda-beda. Hal tersebut dilakukan agar program mereka menempati posisi pertama pada rating dan share
yang selalu dilakukan oleh setiap stasiun televisi, dengan tujuan mengetahui program seperti apa yang sedang diminati masyarakat.
Hal demikian yang kemudian disebut dengan regulasi struktur. Yakni berisi kepemilikan media oleh pasar. Pasar yang dimaksud
adalah masyarakat.
56
Seperti yang diungkapkan Senior Kreatif Realigi mengenai Regulasi Struktur:
57
“Acara televisi program yang tayang di TV pada dasarnya merupakan suatu „barang dagangan‟. Barang itu harus
mampu menarik perhatian masyarakat sehingga penonton menyaksikan program itu dan berimbas pada share dan
rating serta selanjutnya akan mempengaruhi penjualan slot iklan dan berarti mempengaruhi pemasukan station.
55
Wawancara Pribadi dengan Gina Herlianawati, di Lt. 3 Gedung Trans TV, 26 Mei 2011
56
Mike Feintuck, Media Regulation, Public Interest and Law, Edinburgh University Press h. 51
57
Wawancara Pribadi dengan Gina Herlianawati, di Lt. 3 Gedung Trans TV, 26 Mei 2011
Sebagus apapun acaranya tapi apabila hanya bisa dinikmati oleh golongan penonton tertentu maka belum bisa dibilang
„sukses‟, karena kepemirsaan penonton mencakup beragam kelas dari kelas A sampai E. Drama reality Realigi pun
akan memperhatikan isi tayangan agar dapat tetap menarik perhatian penonton tanpa mengurangi esensi dasar
dibuatnya program ini. Mulai dari tema apa yang lebih disukai, konflik yang seperti bagaimana yang lebih menarik
perhatian penonton, kejadian apa yang bisa membuat penonton penasaran dan sebagainya. Minat penonton pun
akan berubah trend-nya pada setiap waktu tertentu, sehingga sebelum penonton menuntut untuk adanya hal
baru, program tersebut harus sudah punya plan perubahan dan penambahan item apa yang akan dimasukkan pada
minggu-minggu berikutnya sehingga penonton akan selalu melihat
program ini
tidak monoton
dan selalu
berkembang. ”
Dapat disimpulkan bahwa, masyarakat menjadi target
utama dalam setiap program dan memiliki posisi penting dalam menentukan program mana yang berhasil menarik perhatian
penonton dan program yang bagus tapi kurang diminati, maka program tersebut belum terbilang sukses. Hal ini pula yang
terkadang menjadi masalah dalam proses produksi Realigi, menentukan kasus, mencari talent, menentukan lokasi yang mirip
dengan kejadian hingga proses shooting berlangsung.
D. Bentuk-bentuk Pelanggaran Undang-undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 dan P3SPS dalam Program