kewajiban media untuk memberikan informasi kepada masyarakat. Informasi itu bisa berupa pendidikan, ekonomi,
sosial, politik, kriminal, dan lain-lain. Pemerintah dalam hal ini tidak memberikan frekuensi secara gratis kepada media, justru
media mempunyai kewajiban untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat.
2. Regulasi Tingkah Laku Behavioral Regulation
Dimaksudkan untuk mengatur tata laksana pengunaan property dalam kaitannya dengan kompetitor. Regulasi tingkah
laku tergantung kepada kreatifitas dan ide-ide dari setiap media itu sendiri dan tidak ada hubungannya dengan media lain.
Sifat regulasi tingkah laku tidak mengikat seperti regulasi struktur karena tidak ada peraturan yang tertulis kepada sebuah
media untuk menggunakan properti seperti apa dalam menayangkan sebuah tayangan.
3. Regulasi Isi Content Regulation
Berisi batasan material siaran yang boleh dan tidak untuk disiarkan. Sebelum sebuah tayangan disiarkan, dilakukan
sensor terlebih dahulu agar tidak melanggar UU Penyiaran.
5. Model Regulasi Penyiaran
Dalam hubungannya dengan model kepemerintahan, model regulasi penyiaran dibagi menjadi lima, yakni:
a. Model Otoriter
Ciri khas dalam model ini adalah kuatnya lembaga sensor terutama yang menyangkut keberbedaan. Hal ini sebagai
konsekuensi keberbedaan yang dipandang sebagai suatu yang tidak berguna dan cenderung tidak bertanggung jawab karena
kadang kala bersifat subversif. Sebaliknya, konsensus dan standarisasi dilihat sebagai tujuan dari komunikasi massa.
Dunia penyiaran selama Orde Baru praktis berada pada kondisi seperti ini. Tujuan dalam model ini lebih sebagai upaya
menjadikan penyiaran sebagai alat negara. Radio dan televisi sedemikian rupa diarahkan untuk mendukung kebijakan
pemerintah dan melestarikan kekuasaan. b.
Model Komunis Dalam model komunis, penyiaran memiliki semacam
tritunggal fungsi, yaitu propaganda, agitasi, dan organisasi. Aspek lain yang membedakan model ini dari model otoriter
adalah dilarangnya kepemilikan swasta, karena media dalam model ini dilihat sebagai milik kelas pekerja, dan media
merupakan sarana sosialisasi, edukasi, informasi, motivasi, dan mobilisasi.
c. Model Barat-Paternalistik
Sistem penyiaran ini banyak diterapkan oleh negara-negara Eropa Barat semisal Inggris. Disebut “Paternalistik”, karena
sifatnya yang top-down, dimana kebijakan media bukan apa yang audien inginkan tapi lebih sebagai keyakinan penguasa
bahwa kebijakan dibuat memang dibutuhkan dan diinginkan oleh rakyat. Dalam model ini, penyiaran juga memiliki „tugas‟
untuk melekatkan fungsi-fungsi sosial individu atas lingkungan sosialnya.
d. Model Barat-Liberal
Secara umum sama dengan model Barat-Paternalistik, hanya berbeda dalam fungsi media komersialnya. Disamping
sebagai penyedia informasi dan hiburan, media juga memiliki fungsi “mengembangkan hubungan yang penting dengan
aspek-aspek lain yang mendukung independensi ekonomi dan keuangan”.
e. Demokratis-Participan Model
Model ini dikembangkan oleh mereka yang mempercayai sebagai powerfull medium, dan dalam banyak hal terinspirasi
oleh mazhab kritis. Termasuk dalam model ini adalah berbagai media penyiaran alternatif. Sifat komunikasi dalam model ini
adalah dua arah two-way-communication.
B. Konseptualisasi Penyiaran