Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
dan ingin meminta perhatian istri pada penderitaan saya ini kepribadian anak. Istri saya menyadari rasa sakit saya, dan ia mau merawat saya seperti seorang ibu
ini kepribadian orang tua. Hubungan interpersonal saya akan berlangsung baik. Transaksi yang terjadi bersifat komplementer. Bila istri saya tidak begitu
menghiraukan penyakit saya dan memberi saran, ”Pergilah ke dokter. Aku sudah bilang engkau kecapaian,” yang terjadi adalah transaksi silang anak dibalas
dengan orang dewasa Rakhmat, 2005.
d. Model Interaksional.
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem. Hubungan interpersonal dapat dipandang sebagai sistem dengan sifat-sifatnya.
Untuk menganalisanya kita harus melihat pada karakteristik individu yang terlibat, sifat-sifat kelompok, dan sifat-sifat lingkungan. Setiap hubungan
interpersonal harus dilihat dari tujuan bersama, metode komunikasi, ekspektasi dan pelaksanaan peranan, serta permainan yang dilakukan. Dengan singkat, model
interaksional mencoba menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan Rakhmat, 2005.
2.3.2. Faktor-Faktor yang Menumbuhkan Hubungan Interpersonal dalam Komunikasi Interpersonal
Gunarsa 2001 menyebutkan bahwa, untuk menumbuhkan dan meningkatkan hubungan interpersonal, kita perlu meningkatkan kualitas
komunikasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal adalah:
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
2.3.2.1 Percaya trust.
Bila seseorang punya perasaan bahwa dirinya tidak akan dirugikan, tidak akan dikhianati, maka orang itu pasti akan lebih mudah membuka dirinya. Percaya
pada orang lain akan tumbuh bila ada faktor-faktor sebagai berikut:
a. Karakteristik dan maksud orang lain, artinya orang tersebut memiliki kemampuan, ketrampilan, pengalaman dalam bidang
tertentu. Orang itu memiliki sifat-sifat bisa diduga, diandalkan, jujur dan konsisten.
b. Hubungan kekuasaan, artinya apabila seseorang mempunyai kekuasaan terhadap orang lain, maka orang itu patuh dan tunduk.
c. Kualitas komunikasi dan sifatnya menggambarkan adanya keterbukaan. Bila maksud dan tujuan sudah jelas, harapan sudah
dinyatakan, maka sikap percaya akan tumbuh.
2.3.2.2 Prilaku suportif,
akan meningkatkan komunikasi. Beberapa ciri prilaku suportif yaitu:
a. Deskripsi: penyampaian pesan, perasaan dan persepsi tanpa menilai atau mengecam kelemahan dan kekurangannya.
b. Orientasi masalah: mengkomunikasikan keinginan untuk kerja sama, mencari pemecahan masalah. Mengajak orang lain bersama-
sama menetapkan tujuan dan menentukan cara mencapai tujuan.
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
c. Spontanitas: sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam.
d. Empati: menganggap orang lain sebagai person. e. Persamaan: tidak mempertegas perbedaan, komunikasi tidak
melihat perbedaan walaupun status berbeda, penghargaan dan rasa hormat terhadap perbedaan-perbedaan pandangan dan keyakinan.
f. Profesionalisme: kesediaan untuk meninjau kembali pendapat sendiri.
2.3.2.3 Sikap terbuka
, kemampuan menilai secara objektif, kemampuan membedakan dengan mudah, kemampuan melihat nuansa, orientasi ke isi,
pencarian informasi dari berbagai sumber, kesediaan mengubah keyakinannya, profesional dan lain sebagainya.
Agar komunikasi interpersonal yang dilakukan menghasilkan hubungan interpersonal yang efektif dan kerja sama bisa ditingkatkan, kita perlu bersikap
terbuka dan menggantikan sikap dogmatis. Kita perlu juga memiliki sikap percaya, sikap mendukung, dan terbuka yang mendorong timbulnya sikap saling
memahami, menghargai dan saling mengembangkan kualitas. Hubungan interpersonal perlu ditumbuhkan dan ditingkatkan dengan memperbaiki hubungan
dan kerjasama antara berbagai pihak, tidak terkecuali dalam lembaga pendidikan Gunarsa, 2001.
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
2.3.3. Komunikasi antara Perawat-Pasien dan Diantara Tenaga Kesehatan. 2.3.3.1 Komunikasi antara Perawat dan Pasien
Interpretasi dan perasaan pasien dihargai sebagai faktor-faktor yang mungkin berperngaruh pada masalah-masalah yang muncul dan juga pada
penyelesaian masalahnya. Model keperawatan seperti dalam model adaptasi Roy 1984, model keperawatan perawatan diri Orem 1985 dan model sistemnya
Neuman 1982 meletakkan dasar bagi komunikasi terbuka antara perawat dan pasien dalam keterlibatan perawat yang efektif. Proses keperawatan lebih lanjut
menekankan pada pentingnya komunikasi. Pengkajian dan evaluasi bersandar pada komunikasi yang menyoalkan pengalaman dan kebutuhan pasien.
Perencanaan bersama tergantung pada komunikasi yang rinci untuk mencapai pemahaman bersama dan komitmen antara perawat dengan pasien. Walaupun
beberapa prosedur secara langsung dilakukan pada pasien, namun sebagian besar membutuhkan partisipasi pasien atau setidak-tidaknya kerjasama pasien
Abraham, dkk, 1997.
2.3.3.2 Komunikasi diantara Tenaga Kesehatan.
Komunikasi di antara tenaga kesehatan juga merupakan hal yang penting bagi pelayanan kesehatan yang tepat guna. Peningkatan jumlah dan spesialisasi
tenaga kesehatan membuat koordinasi menjadi hal yang penting dan mempertegas pentingnya komunikasi terbuka antara dokter, perawat, psikolog, fisioterapis, dll.
Para pasien di rumah sakit dan orang-orang yang terlibat dalam pelayanan kesehatan menghadapi suatu hubungan dengan berbagai profesi kesehatan dengan
tugas dan tanggungjawab yang bervariasi. Komunikasi yang terintegrasi dengan
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
demikian, penting bagi koordinasi pelayanan kesehatan. Misalnya di rumah sakit, suatu tujuan keperawatan mungkin untuk mendidik pasien dengan perawatan
stoma. Namun, bila dokter tidak tanggap dengan hal ini, bisa-bisa pasien dipulangkan sebelum tujuan tercapai. Kegagalan mengkoordinasi dapat
menyebabkan stress pribadi yang sebetulnya tidak perlu terjadi pada diri pasien akibat tuntutan berbagai profesi pada saat yang sama. Pelayanan yang seharusnya
ada tetapi sengaja dihilangkan ataupun dirangkap akan menyebabkan gangguan pada kesinambungan perawatan. Komunikasi antara para tenaga kesehatan
‘tentang komunikasi mereka dengan pasien’ juga merupakan hal yang penting. Misalnya, mereka penting untuk menyadari keinginan dan kebutuhan pasien
selama masa perawatan. Sebagai contoh, bila dokter membicarakan adanya penyakit terminal ataupun cacat tetap, para perawat dituntut agar dapat
memberikan dukungan atau bimbingan yang tepat kepada pasien. Permasalahan komunikasi dan koordinasi akan meningkat dengan cepat bila tim multidisiplin
saling bersaing Abraham, dkk, 1997.
2.3.4 Hubungan Interpersonal Perawat berdasarkan Kode Etik