Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
semua orang yang kita jumpai. Keramahan membuat hati kita senantiasa terbuka, yang dapat mengarahkan kita untuk bersikap akomodatif terhadap situasi dan
kondisi yang kita hadapi, tanpa meninggalkan kepribadian kita sendiri. Kita dapat memperlihatkan toleransi dengan penuh rasa hormat, namun bukan berarti kita
jadi ikut lebur dalam pandangan orang lain, apalagi dengan hal-hal yang bertentangan dengan diri kita. Hal ini penting sekali untuk diperhatikan agar kita
mampu menempatkan diri secara benar di tengah khalayak luas, sekaligus membina saling pengertian dengan banyak orang.
2.2.3. Unsur-unsur Asertif .
Secara garis besar, asertif dapat terbagi menjadi dua unsur : verbal dan non-verbal Monica, 1998. Komunikasi verbal terjadi dengan bantuan kata-kata
yang diucapkan ataupun yang ditulis. Komunikasi non verbal terutama terdiri dari bahasa tubuh. Aspek aspek verbal dan non verbal dari komunikasi sering berjalan
bersama-sama dan saling menunjang. Tapi, kadang-kadang terjadi pertentangan antara kedua aspek ini : seseorang bermaksud sesuatu, tetapi menggunakan bahasa
non verbal yang tidak sesuai dengan yang dimaksud Stevens et all, 2000. Monica 1998 menjelaskan unsur-unsur non verbal sebagai berikut :
a. Kekerasan Suara
Berteriak atau berbisik bukanlah sikap asertif. Nada suara tidak tergantung pada isi pesan yang dikirim. Nada yang asertif harus keras dan tegas sehingga
terdengar dengan jelas; tetapi tidak boleh terlalu keras sehingga memekakkan telinga penerima.
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
b. Kelancaran.
Kelancaran mengatakan kata-kata juga tidak bergantung pada isi pesan. Orang yang menggunakan terlalu banyak penghentian atau kata-kata “pengisi”
seperti “uh”, “er”, “huh”, “anda tahu”, “seperti”, dan sebagainya, cenderung dilihat sebagai orang yang ragu, sedangkan orang yang bicara terlalu cepat sering
dialami oleh orang lain sebagai orang yang terlalu membebani. Yang asertif adalah kecepatan bicara sedang dan tidak terputus-putus.
c. Kontak Mata.
Tidaklah mungkin menjadi asertif bila tidak melihat kepada penerima pesan. Tanpa kontak mata, tidaklah terdapat cara untuk mengukur sebuah respon,
dan penerima pesan dipaksa untuk masuk kepada pemberi pesan supaya memberikan umpan balik komunikasi. Tentu saja, membelalak atau menatap
tajam adalah hal yang intrusif mengganggu yang diajak berkomunikasi. Kontak mata asertif berarti bahwa seseorang mampu memandang wajah penerima secara
hampir terus-menerus tetapi tanpa intensitas tertentu yang membuat penerima merasa ditantang.
d. Ungkapan Wajah.
Nada bicara yang terkekeh-kekeh saat marah atau mengerutkan dahi saat mengatakan “sayang”, akan “mengkhianati” isi dari kata-kata mereka. Bila marah,
janganlah tersenyum; bila menunjukkan penghargaan, tersenyumlah. Meskipun ungkapan wajah sulit diukur atau digambarkan, kebanyakan orang telah
tersosialisasi untuk mampu memilih ungkapan wajah yang cocok untuk arti kata- kata mereka. Bila seseorang tidak mampu untuk menyelaraskan kata-kata dengan
Ratih Sufra Rizkani : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat dalam Membina Hubungan Interpersonal di Ruang Rawat Inap Mawar Nusa Indah RSUD. dr. Djoelham Binjai, 2010.
irama, seringkali hal ini merupakan tanda dari rasa tidak nyaman atau kecemasan; karena keselarasan dan kecemasan merupakan reaksi-reaksi eksklusif yang saling
menguntungkan, maka menjadi selaras dapat membantu mengurangi kecemasan.
e. Ungkapan Tubuh.