Latar Belakang Raras Sutatminingsih, S.Psi, MSi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gangguan kesehatan masyarakat akibat konflik militer dan bencana alam di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam mengalami peningkatan yang cukup besar. Hal ini merupakan tantangan yang harus dihadapi tenaga kesehatan dalam melakukan penanganan secara terpadu dan komprehensif. Terjadinya gejolak yang merupakan konflik antara masyarakat Aceh dan pemerintah pusat dan terkadang pula antar masyarakat Aceh itu sendiri berlangsung terus di masa orde baru. Ketidak tentraman hidup masyarakat Aceh semakin menjadi ketika pemerintah RI memberlakukan Aceh sebagai Daerah Operasi Militer DOM di tahun 1989. Inilah penderitaan yang tidak akan pernah terlupakan oleh masyarakat Aceh, pengolok-olokan, kekerasan, kebrutalan, penyiksaan, penganiayaan, pemerkosaan, pembunuhan, penculikan dan pembantaian terjadi di mana-mana di Aceh Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat, 2005. Akibat Daerah Operasi Militer DOM masyarakat Aceh mengalami trauma yang berkepanjangan. Dengan tumbangnya Orde Baru pada tahun 1998, Daerah Operasi Militer dicabut. Kekerasan dan pembunuhan tidak hilang, bahkan semakin merajalela. Ketakutan demi ketakutan yang terus menerus dialami masyarakat Aceh ini sebenarnya sudah merupakan trauma yang sulit dihapuskan Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat, 2005. Rachmadiany : Pengaruh karakteristik, dukungan keluarga Dan kebutuhan pasien stres pasca trauma Terhadap pemanfaatan pelayanan Di trauma center Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara,2008. USU Repository©2008 Kondisi masyarakat akibat dampak Daerah Operasi Militer yang begitu tertekan, semakin diperparah dengan terjadinya bencana alam gempa bumi yang diikuti dengan gelombang tsunami yang begitu dahsyat. Pada 26 Desember 2004 hampir seluruh Nanggroe Aceh Darussalam, negeri yang didambakan sebagai rumah damai, telah porak poranda oleh gempa bumi dan gelombang tsunami. Bencana yang seakan menjadi puncak segala derita menimbulkan ketakutan yang jauh lebih mendalam Laporan perkembangan Trauma Center Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara, 2005. Berdasarkan beberapa peristiwa yang terjadi di atas di Nanggroe Aceh Darussalam maka salah satu kebijakan pemerintah pusat melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan maka didirikan Trauma Center Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam di Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Pidie dalam rangka menangani masyarakat yang mengalami stres pasca-trauma. Stres pasca-trauma adalah suatu gangguan kecemasan yang timbul setelah mengalami atau menyaksikan suatu ancaman kehidupan atau peristiwa-peristiwa trauma, seperti: perang militer, serangan dengan kekerasan atau suatu kecelakaan yang serius. Peristiwa trauma ini menyebabkan reaksi dalam keadaan ketakutan, tak berdaya dan mengerikan Warmasif, 2007. Sebagian orang sepanjang masa hidupnya pernah mengalami peristiwa traumatik, seperti kecelakaan pesawat, kebakaran, banjir, dan bencana alam lainnya. Sebagian besar hanya akan mengalami distres mental yang sifatnya sementara, tetapi sekitar 5-30 akan mengalami stres pasca-trauma. Stres pasca-trauma merupakan Rachmadiany : Pengaruh karakteristik, dukungan keluarga Dan kebutuhan pasien stres pasca trauma Terhadap pemanfaatan pelayanan Di trauma center Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara,2008. USU Repository©2008 gangguan yang berat yang sangat mengganggu kualitas hidup individu dan apabila tidak ditangani dengan benar dapat berlangsung kronis atau menahun dan berkembang menjadi gangguan stres pasca yang kompleks danatau gangguan kepribadian Warmasif, 2007. Hasil penelitian Syahrial 2007 di Banda Aceh menyimpulkan pasien stres pasca-trauma yang berkunjung ke puskesmas hanya sebesar 9.3, sedangkan 90,7 pasien stres pasca-trauma ternyata tidak mendapatkan penanganan medik psikistrik untuk gangguannya di puskesmas, hal ini terjadi dikarenakan para petugas kesehatan di lini terdepan umumnya lebih terfokus dalam menangani masalah fisik, sehingga problem psikiatrik menjadi luput dari perhatian. Rendahnya persentase kunjungan pasien pasca-trauma ke puskesmas di Banda Aceh menunjukkan pentingnya peran sarana pelayanan seperti Trauma Center dalam menanggulangi masalah masyarakat yang mengalami gangguan stres pasca- trauma Trauma Center Lhoksukon, 2007. Menurut Dharmono dkk 2008, stres pasca-trauma pada awalnya mengalami gejala-gejala distres mental, hanya sekitar 10-20 yang mengalami gangguan mental bermakna seperti gangguan stres pasca-trauma, ganguan depresi, gangguan panik, dan berbagai gangguan anxietas terkait. Faktor yang dapat meningkatkan keparahan stres pasca-trauma antara lain: a dukungan lingkungan yang kurang, b sikap dan perilaku yang keliru dari lingkungan yang secara terus menerus memperlakukan individu sebagai korban, c sikap dari orang-orang terdekat yang sepakat untuk tidak membicarakan peristiwa Rachmadiany : Pengaruh karakteristik, dukungan keluarga Dan kebutuhan pasien stres pasca trauma Terhadap pemanfaatan pelayanan Di trauma center Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara,2008. USU Repository©2008 traumatik agar korban tidak teringat dengan peristiwa itu, akibatnya bagi korban ia merasa sendirian dalam menghadapi traumanya, d strategi menyesuaikan diri yang tidak efektif, e tidak mendapatkan pertolongan yang efektif Dharmono dkk, 2008. Korban stres pasca-trauma bukan hanya kehilangan harta benda dan sanak saudara tetapi juga kehilangan pegangan hidup. Kondisi tersebut tentunya membutuhkan kemampuan adaptasi yang luar biasa Maramis dkk, 2005. Pertimbangan pembentukan sarana pelayanan kesehatan untuk penanganan pasien stres pasca-trauma di Propinsi Naggroe Aceh Darussalam pada dua wilayah, yaitu Trauma Center Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara dan Trauma Center Kabupaten Pidie, terkait dengan kondisi konflik yang terjadi pada kedua wilayah tersebut dirasakan lebih berat dibandingkan wilayah lainnya, artinya jumlah masyarakat yang mengalami dampak langsung dari konflik yang terjadi paling banyak pada Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Pidie. Dalam perkembanganya sejak difungsikannya Trauma Center pada 17 Juni 2003, ternyata Trauma Center Lhokskon Kabupaten Aceh Utara lebih memberikan dampak yang positif dan berguna bagi masyarakat, hal ini dilihat dari adanya dukungan dari Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dalam hal penyediaan sarana, prasarana maupun fasilitas yang dibutuhkan dalam penanganan pasien stres pasca- trauma. Dengan memperhatikan perkembangan tersebut maka lokasi penelitian difokuskan pada Trauma Center Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara. Pada tahun 2005 jumlah pasien stres pasca-trauma yang mengunjungi Trauma Center Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara mencapai 473 orang, dengan rincian Rachmadiany : Pengaruh karakteristik, dukungan keluarga Dan kebutuhan pasien stres pasca trauma Terhadap pemanfaatan pelayanan Di trauma center Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara,2008. USU Repository©2008 jumlah pasien pengunjung tiap bulannya sebagai berikut: bulan Januari sebanyak 63 orang, Februari 72 orang, Maret 55 orang, April 35 orang, Mei 25 orang, Juni 26 orang, Juli 47 orang, Agustus 28 orang, September 42 orang, Oktober 42 orang, Nopember 18 orang dan Desember sebanyak 20 orang, dimana pasien yang drop out pada tahun 2005 sebanyak 175 orang 37 Laporan Trauma Center Lhoksukon, 2005. Pada tahun 2006 jumlah pasien stres pasca-trauma yang mengunjungi Trauma Center Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara mencapai 304 orang dengan rincian jumlah pasien pengunjung tiap bulannya sebagai berikut: bulan Januari sebanyak 33 orang, Februari 52 orang, Maret 16 orang, April 20 orang, Mei 23 orang, Juni 14 Orang, Juli 11 orang, Agustus 22 orang, September 21 orang, Oktober 26 orang, Nopember 31 orang dan Desember sebanyak 35 orang, dimana pasien yang drop out pada tahun 2006 sebanyak 122 orang 40 Laporan Trauma Center Lhoksukon, 2006. Tahun 2007 jumlah pasien stres pasca-trauma yang mengunjungi Trauma Center Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara mencapai 367 orang dengan rincian jumlah pasien pengunjung tiap bulannya sebagai berikut: bulan Januari sebanyak 35 orang, Februari 39 orang, Maret 34 orang, April 29 orang, Mei 29 orang, Juni 31 Orang, Juli 38 orang, Agustus 24 orang, September 37 orang, Oktober 31 orang, Nopember 21 orang dan Desember sebanyak 19 orang, dimana pasien yang drop out pada tahun 2007 sebanyak 150 orang 41 Laporan Trauma Center Lhoksukon, 2007. Hasil penelitian Hasanuddin 2005 intervensi dan pengobatan Gangguan Stress Pasca-trauma GSPT memperoleh data tentang kelompok terjadinya GSPT Rachmadiany : Pengaruh karakteristik, dukungan keluarga Dan kebutuhan pasien stres pasca trauma Terhadap pemanfaatan pelayanan Di trauma center Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara,2008. USU Repository©2008 terhadap trauma spesifik, yakni bencana alam 3,7 laki-laki, 5,4 wanita, korban kriminalitas 1,8 laki-laki, 21,8 wanita, peperangan 38 laki-laki, 18 wanita, perkosaan 40,5 laki-laki, 65 wanita. Secara umum 10-20 seseorang terpapar trauma akan berkembang menjadi GSPT. Namun jika tidak terjadi GSPT, 77 korban berisiko terjadi gangguan depresi mayor. Upaya intervensi dan penanganan yang yang dilakukan melalui psikoterapi individual yang melakukan pengamatan yang lengkap terhadap karakteristik pasien, juga dilakukan psikoterapi kelompok meliputi beberapa model, yakni psikoterapi kelompok suportif, terapi kelompok berorientasi analitik, psikoanalisis kelompok, terapi kelompok transaksional dan terapi kelompok perilaku. Penelitian terdahulu menunjukkan pengaruh faktor karakteristik, dukungan keluarga dan kebutuhan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan, seperti pelayanan kesehatan mental seperti diuraikan berikut ini. Penelitian Bovier, dkk 2001 menyimpulkan bahwa faktor umur tidak berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan mental. Penelitian Rhodes 2002 tentang jenis kelamin dan pasien yang keluar dari pelayanan kesehatan mental menyimpulkan faktor jenis kelamin berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan mental, dimana wanita hampir 2 kali lebih sering daripada laki-laki dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan mental. Penelitian Ogrodnick 2004 tentang faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan pada gengguan emosi atau kesehatan mental pada kelompok mahasiswa, menyimpulkan pasien dengan diagnosa klinis hampir 6 kali lebih sering Rachmadiany : Pengaruh karakteristik, dukungan keluarga Dan kebutuhan pasien stres pasca trauma Terhadap pemanfaatan pelayanan Di trauma center Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara,2008. USU Repository©2008 memanfaatkan pelayanan kesehatan mental daripada yang tidak dilakukan diagnosa klinis. Serta perasaan subjektif merupakan faktor predisposisi yang paling kuat terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan mental. Penelitian Schimmele 2005 tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh kelompok imigran, menyimpulkan bahwa faktor jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan, karena jenis kelamin perempuan maupun laki-laki tidak berbeda jumlah kunjungan ke pelayanan kesehatan pemerintah maupun pelayanan kesehatan alternatif. Faktor pendidikan tidak berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan, karena semakin tinggi tingkat pendidikan justru menurun angka kunjungan ke pelayanan kesehatan pemerintah, tapi justru meningkat ke pelayanan kesehatan alternatif. Faktor penghasilan berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan swasta, karena masyarakat yang mempunyai pendapatan tinggi lebih banyak berkunjung ke pelayanan kesehatan swasta daripada ke pelayanan kesehatan alternatif. Faktor karakteristik, dukungan keluarga dan kebutuhan pasien yang mengalami stres pasca-trauma seperti yang telah dijelaskan merupakan faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan di Trauma Center sehingga banyak yang drop out sebelum selesai menjalani proses penanganan, dapat dilihat dari data sebagai berikut. Latar belakang pasien stres pasca-trauma yang berkunjung ke Trauma Center Lhoksukon cukup beragam, misalnya dilihat dari umur umumnya di atas 40 tahun, dan jenis kelamin perempuan. Pekerjaan beragam, seperti petaniburuh tani, pegawai negeri, pegawai swasta, dan ibu rumah tangga. Latar belakang Rachmadiany : Pengaruh karakteristik, dukungan keluarga Dan kebutuhan pasien stres pasca trauma Terhadap pemanfaatan pelayanan Di trauma center Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara,2008. USU Repository©2008 pendidikan pasien stres pasca-trauma mayoritas SMP. Demikian juga dengan faktor sosio ekonomi pasien stres pasca-trauma umumnya mempunyai penghasilan yang rendah, hal ini terkait dengan jenis pekerjaan petani dan buruh tani. Rendahnya penghasilan masyarakat juga dipengaruhi tingkat pendidikan yang rendah yaitu tamatan sekolah dasar yang mengakibatkan kemampuan untuk mendapatkan jenis pekerjaan dengan penghasilan lebih tinggi sangat terbatas Trauma Center Lhoksukon, 2006 Hal inilah menjadi dasar ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian tentang pengaruh faktor karakteristik, dukungan keluarga, dan kebutuhan pasien stres pasca-trauma yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan di Trauma Center Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara. 1.2. Permasalahan Tingginya angka drop out pasien stres pasca-trauma di Trauma Center Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara merupakan masalah dalam program penanganan pasien. Dalam penelitian ini faktor yang diasumsikan mempengaruhi pemanfaatan pelayanan pasien stres pasca-trauma adalah faktor karakteristik umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan dan penghasilan, dukungan keluarga dan kebutuhan perasaan subjektif dan evaluasi klinis. 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor karakteristik umur, jenis kelamin dan status perkawinan, pendidikan dan Rachmadiany : Pengaruh karakteristik, dukungan keluarga Dan kebutuhan pasien stres pasca trauma Terhadap pemanfaatan pelayanan Di trauma center Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara,2008. USU Repository©2008 penghasilan, dukungan keluarga dan kebutuhan perasaan subjektif dan evalausi klinis terhadap pemanfaatan pelayanan di Trauma Center Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.

1.4. Hipotesis Penelitian