Asas dan Tujuan JIB

JIB telah berdiri tetapi para pemuda Jawa yang muslim tidak menanggalkan keanggotaannya dalam Jong Java.

B. Asas dan Tujuan JIB

Terdapat dua asas dan tujuan yang hendak diraih JIB sebagai wadah gerakan pemuda Islam. Pertama adalah mempelajari agama Islam dan menganjurkan agar ajaran-ajarannya diamalkan. Kedua adalah menumbuhkan simpati umat Islam dan pengikutnya, dan perlunya toleransi yang positif terhadap orang-orang yang berlainan agama. Bahkan JIB juga sangat menaruh perhatian pada persamaan hak dan kewajiban di antara laki-laki dan wanita, sesuai dengan ajaran Islam. 18 JIB membangun dua prasarana yang kelak mempunyai nilai strategis dalam pembinaan generasi muda. Pertama adalah Dua bulan setelah JIB berdiri, yaitu Maret 1925, majalah bulanan dengan nama Het Licht an-Noer terbit. Majalah ini menjadi media komunikasi yang sangat efektif, tidak saja untuk kalangan anggota JIB tetapi juga di luar JIB. Tujuan dibentuknya majalah JIB adalah untuk menyebar luaskan ide dan gagasan JIB, tidak saja di kalangan anggota tetapi juga kaum intelek Indonesia lain yang masih menuntut ilmu di sekolah. Tulisan yang dinuat dalam Het Licht mencerminkan pemikiran dan ungkapan perasaan para penulisnya vis a vis situasi zaman kolonial. Para cendikiawan Islam yaang umumnya masih berusia 20-an tahun itu membawakan suara anak zaman, sebut saja misalnya artikel yang ditulis oleh Wiwoho Purbohadidjojo tentang “Islam dan 18 Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS 1925-1942, Jakarta : Piranti Ilmu, 1990, cet. Ke-1, h. 16 Pendidikan di Hindia Belanda”, menggambarkan sikap protes terhadap pemerintah jajahan, juga artikel “Menggugat Goeroe Ordonantie”. Kedua adalah didirikannya NATIPIJ National Indonesiche Padvinderij, organisasi kepanduan nasional Indonesia yang untuk kurun waktu itu merupakan langkah bersejarah, mengingat penggunaan nama Indonesia masih langka. Sebagai perbandingan, PPPI Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia di Jakarta berdiri pada tahun 1926. dan Indonesia sebagai konsepsi kesatuan tanah air, bangsa dan bahasa, dicetuskan pada tanggal 28 oktober 1928, melalui Sumpah Pemuda. Pada perkembangan berikutnya JIB berkembang sedemikian luas dan lebar, sehingga menimbulkan akibat sulitnya koordinasi. JIB tidak hanya mengkhususkan diri pada pembinaan pemuda, pelajar, dan mahasiswa, melainkan bergerak menjadi semacam organisasi sosial, sampai-sampai JIB mendirikan sekolah, badan usaha, dan percetakan. Hal di atas membuat anggota JIB berkeinginan untuk melepaskan diri dari JIB, karena JIB dipandang tidak lagi menaruh perhatian lagi pada kegiatan kepemudaan, terutama JIB tidak dapat diandalkan untuk “menjamah kampus”, JIB dapat dikatakan sebagai organisasi di luar kampus.Walaupun JIB mencoba untuk mengembangkan kegiatannya yang melampaui “porsinya”, namun JIB tetaplah organisasi yang mengarahkan perhatiannya pada kegiatan pembinaan dan pendidikan Islam terhadap anggota-anggota dan pengurus-pengurusnya. Keadaan demikian di atas membuat dua kader JIB yang memasuki pendidikan tinggi Rechts Hoge School RHS, yaitu Yusuf Wibisono dan Mohammad Roem menyadari betapa di lingkungan pendidikan tinggi tidak terdapat wadah khusus untuk mengembangkan intelektualitas para mahasiswa Islam. Maka mereka berdua bersepakat untuk membentuk wadah baru yang pada bulan Desember 1934 diberi nama Studenten Islam Studies Club disingkat SIS, baca sis. 19 Menurut Muhammad Roem SIS adalah wadah yang melanjutkan JIB di universitas, sedangkan Yusuf Wibisono mengatakan bahwa SIS didirikan untuk menampung hasrat debat ilmiah yang tak tertampung lagi pada JIB. Lebih lanjut dikatakan bahwa asas dan tujuan SIS adalah mempelajari dan menanamkan pengetahuan Islam dalam pengertian yang seluas-luasnya, karena Islam akan banyak sekali membantu dalam menciptakan tata tertib atau kestabilan di dunia. 20 Ada beberapa kegiatan SIS dalam pengembangan Islam. Pertama adalah kegiatan yang menjadi titik berat SIS, yaitu mempersiapkan secara teratur penerbitan majalah bulanan yang untuk pertama kali diberi nama “Orgaan Van de Studentent Islam Studie Club” terbit pada bulan Maret 1935 dan pada terbitan ke-5 tahun II berganti nama menjadi “Moslimse Reveil” diambil dari bahasa Perancis yang berarti “kebangkitan jiwa orang-orang Islam” dan Moslimse Reveil berisi tulisan-tulisan atau pemikiran-pemikiran tentang Islam atau dengan kata lain Moslimse Reveil sebagai pembawa misi SIS yang bertekad untuk menyebar luaskan pengetahuan Islam di kalangan intelektualitas. Masih dengan kegiatan SIS yang berorientasi kepada pengembangan intelektualitas adalah usaha membangun perpustakaan. Untuk itu SIS pada bulan September 1936 menugaskan Prawoto untuk mengelola perpustakaan SIS. Dan kemudian Prawoto bersama dengan antara lain M. Zan Djombek, H. Rasidi dan 19 Ridwan Saidi, Kebangkitan Islam Era Orde Baru ; Studi Kepeloporan Cendikiawan Islam Sejak Zaman Belanda Sampai ICMI,h. 41 20 Ridwan Saidi, Kebangkitan Islam Era Orde Baru ; Studi Kepeloporan Cendikiawan Islam Sejak Zaman Belanda Sampai ICMI,h. 42 Sulaiman Rasyid membentuk badan “Perpustakaan Kebudayaan Islam” disingkat “Perpustakaan Islam” di Jakarta, pada tahun 1946 yang kemudian pindah ke Yogyakarta karena situasi dan kondisi Jakarta yang tidak memungkinkan pada waktu itu. 21 Kedua adalah kegiatan SIS yang bersifat rutin dan kuantitatif yaitu memperbanyak anggota dengan cara membujuk para mahasiswa untuk ikut serta dalam organisasi SIS pada saat dimulainya tahun ajaran baru. Dan ketiga adalah kegiatan yang dilakukan pada masa-masa liburan, yaitu dengan menyelenggarakan kursus bahasa Arab untuk para anggota. Adapun tujuan diselenggarakannya kursus bahasa Arab adalah untuk mempelajari Islam dari sumbernya al-Qur’an dan Hadits dan memperkaya sarana anggota dalam mendalami Islam. 22 Sumbangsih SIS yang paling bermakna dalam rangka perjuangan Islam adalah keberhasilannya dalam melakukan “konservasi” sumber daya manusia muslim yang berpendidikan tinggi, meski di tengah goncangan yang dialami masyarakat Islam, kalaupun hendak dikatakan perlakuan diskriminatif dari pemerintah Belanda. 23 Akhirnya JIB dan SIS di bubarkan oleh setalah Jepang masuk pada 7 maret 1942, di mana organisasi-organisasi yang yang berdiri pada masa penjajahan Belanda tidak di izinkan keberadaannya. 21 Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS 1925-1942, h. 41 22 Ridwan Saidi, Kebangkitan Islam Era Orde Baru ; Studi Kepeloporan Cendikiawan Islam Sejak Zaman Belanda Sampai ICMI,h. 44-46 23 Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS 1925-1942, h. 47

BAB IV JONG ISLAMIETEN BOND