2. Ideologi Nasionalis
Ideologi nasionalis atau nasionalisme secara etimologi berasal dari bahasa Inggris nation yang berarti bangsa, sedangkan menurut istilah adalah suatu paham
yang menyatakan bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan Nation State.
27
Faham nasionalis atau kebangsaan sebagai asas atau pergerakan perjuangan pada umumnya sering dilandasi dengan penggunaan nama bangsa sebagai pengenal
rasa nasionalisme. Di Indonesia ideologi nasionalis secara sederhana dapat dilihat dengan
penggunaan nama Indonesia sebagai nama pengenal bagi agregat kebangsaan. Pada awalnya penggunaan nama Indonesia untuk organisasi kepemudaan digunakan oleh
para pelajar dan mahasiswa di negeri Belanda yang berasal dari kawasan nusantara pada tahun 1917, yaitu “Indonesich Verbond Van Studerenden”. Kemudian Ki
Hajar Dewantara ketika diasingkan ke negeri Belanda pada 1918 di Den Haag mendirikan Indonesich Persbureau kantor berita Indonesia. Lalu bung Hatta juga
menggunakan nama Indonesia dalam pledoinya, Indonesie Vrij Indonesia merdeka. Pada Maret 1928, nama Indonesia dikukuhkan dalam salah satu
peristiwa amat menentukan bagi sejarah bangsa kita, yaitu sumpah pemuda, 28 Oktober 1928, dan dikobarkan lagi oleh bung Karno dalam pidato “Indonesia
Menggugat” Indonesie Klag Aan 1930.
28
Seperti kita ketahui bersama, bahwa pada awalnya penggunaan kata “Indonesia” dalam perkumpulan kepemudaan masih langka digunakan, mereka
27
Hans Kohn, Nasionalisme, Arti dan Sejarahnya, Jakarta : Erlangga, 1984, h. 11
28
Nurcholis Madjid, Indonesia Kita, Jakarta : Universitas Paramadina, 2004, cet. Ke-3, h. 34-35
lebih menggunakan nama perkumpulan kepemudaan dalam batas kesukuan atau kepulauan atau kedaerahan, seperti Jong Java, Jong Sumatera, Jong Ambon, Jong
Celebes, dan lain-lain. Jong Islamieten Bond JIB merupakan wadah kepemudaan yang flatform
komitmennya lebih tinggi dan lebih luas daripada kesukuan atau kedaerahan. Hal itu dapat ditegaskan ketika JIB pada tahun 1927 mendirikan National Indonesische
Pad Vinderij NATIPIJ, kepanduan nasional Indonesia.
29
Fakta di atas menerangkan kepada kita bahwa komitmen JIB kepada cita-cita kebangsaan Indonesia, memang sebelumnya sudah ada satu-dua organisasi yang
menggunakan nama “ Indonesia”, misalnya Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia PPPI yang berdiri pada tahun 1926, dan di negeri Belanda pada tahun 1928
Indische Vereenigig mengubah namanya menjadi Indonesich Vereenigig, ketika perhimpunan pelajar di negeri Belanda itu di bawah kepemimpinan Sukiman
Wirjosandjojo. Sementara sikap JIB terhadap nasionalisme kebangsaan sebagai berikut
“kita pemuda intelektual Islam berpandangan lebih luas terhadap kebangsaan, di mana kita berasal dari daerah di mana bangsa itu.
30
JIB adalah pergerakan yang tidak mendikotomikan antara Islam dan nasionalisme. Hal tersebut dapat dilihat dalam sejarah, seperti Wilopo S.H tokoh
PNI yang pernah menjabat perdana menteri, di masa mudanya pernah ditempa NATIPIJ, begitu pula tokoh nasionalis lain seperti Chalid Rasyidi yang dikenal
sebagai tokoh pejuang angkatan 45. Ia pernah memimpin JIB cabang Betawi
29
Ridwan Saidi, Islam dan Nasionalisme Indonesia, Jakarta : LSIP, 1995, cet. Ke-1, h. 3
30
Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS 1925-1942, h. 21
bahkan ketua pengurus besar JIB terakhir 1937-1942 yaitu Sunarjo Mangunpuspito, di zaman kemerdekaan justru aktif dalam PARINDRA Partai
Indonesia Raya yang beraliran nasionalis.
31
Fakta lain ketika Bung Karno pada masa mudanya amat populer di kalangan JIB cabang Bandung, di mana pada kongres JIB II tahun 1926 yang diadakan di
Surakarta, ia dicalonkan JIB Bandung sebagai ketua pengurus besar, meskipun Bung Karno akhirnya kalah dan yang terpilih adalah Wiwoho Purbohadidjojo.
Kemudian adalah terlibatnya JIB dalam proses penyusunan panitia kongres pemuda II pada bulan Agustus 1928, yang melahirkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28
Oktober 1928. Djohan Mohammad Tjaij, utusan JIB ikut serta menanda tangani naskah bersejarah itu. Djohan sendiri sebagai aktivis JIB juga aktif mengajar di
sekolah perguruan Rakyat yang didirikan kalangan nasional.
32
Ditambah lagi ketika Burhanuddin Harahap memimpin JIB cabang Yogyakarta di tahun 1939, pada saat
yang sama ia juga menjadi aktivis Perkumpulan Indonesia Muda, organisasi pemuda beraliran nasionalis.
33
Fakta di atas menerangkan kepada kita betapa dekatnya hubungan antara pemuda-pemuda Islam dengan kalangan nasionalis. Pendek kata amat sulit untuk
membuat polarisasi Islam Vis a Vis Nasionalis, setidaknya di kalangan pemuda Islam. Atau dengan kata lain JIB bukan organisasi nasionalis, tetapi JIB kelak
melahirkan banyak kelompok intelektual beraliran nasionalis. Sebab pada dasarnya JIB sebagai organisasi Islam dalam hal ini membawakan aspirasi nasib massa.
31
Ridwan Saidi, Islam dan Nasionalisme Indonesia, Jakarta : LSIP, 1995, cet. Ke-1, h. 4
32
Ridwan Saidi, Islam dan Nasionalisme Indonesia, Jakarta : LSIP, 1995, cet. Ke-1, h. 5.
33
Ridwan Saidi, Islam dan Nasionalisme Indonesia, Jakarta : LSIP, 1995, cet. Ke-1, h. 5
Sehingga Islam menjadi faktor pemersatu dalam perwujudan nasionalisme Indonesia.
Dalam JIB, Islam dan kebangsaan Indonesia tidak pernah diletakkan sebagai komponen yang berpisah apalagi berhadap-hadapan, sebagaimana banyak
dituduhkan organisasi kepanduan NATIPIJ dengan tokoh-tokohnya Kasman Singodimedjo dan Muhammad Roem mengembangkan pelajaran-pelajaran
kewiraan, yang kelak pelajaran tersebut mempunyai manfaat yang besar bagi pertahanan tanah air. Kasman mendapat kepercayaan untuk menjadi Daidanco
komandan batalion PETA Pembela Tanah Air Jakarta berkat pengalamannya dalam NATIPIJ.
34
Syamsurizal Raden Syam sebagai pendiri JIB mengatakan Islam dan nasionalisme begitu erat kaitannya. Di dalam agama Islam, bangsa-bangsa
merupakan anggota kesatuan umat manusia. Islam tidak membatasi rasa simpati seseorang di dalam patokan geografis kelahirannya, melainkan mencakup seluruh
umat manusia sebagai satu keluarga besar itu bertujuan untuk menempa menjadi satu segala orang tinggi dan rendah, kaya dan miskin, berwarna kulit coklat, hitam,
kuning, menjadi ikatan bangsa universal.
35
Bahkan saking eratnya hubungan antara Islam dan nasionalisme, seorang politisi asal Minangkabau Muchtar Lutfi, membuat kejutan ketika pada 1932
34
Ridwan Saidi, Cendikiawan Islam Zaman Belanda Studi Pergerakan Intelektual JIB dan SIS 1925-1942, h. 21
35
Ridwan Saidi, Islam dan Nasionalisme Indonesia, Jakarta : LSIP, 1995, cet. Ke-1, h. 11
mengumumkan berdirinya partai Persatuan Muslim Indonesia PERMI di tanah Minang yang berasaskan Islam dan kebangsaan.
36
Hal yang mempertegas JIB memang tetap pada asas Islamnya adalah ketika JIB ikut serta dalam kongres pemuda II sebagaimana kita ketahui, kongres tersebut
melahirkan Sumpah Pemuda 1928 dan juga menghasilkan kebulatan peleburan organisasi-organisasi kepemudaan dalam satu wadah yang bernama Indonesia
Muda, namun JIB menolak bergabung fusi ke dalam Indonesia Muda karena menurut Kasman Singodimedjo ketua JIB waktu itu mengatakan “kami eman-
eman dengan Islamnya, karena asas Islam itulah”. Tetapi perlu diingat bahwa JIB turut menandatangi resolusi yang berisikan Sumpah Pemuda.
Dengan demikian, jelas bahwa dalam gerakan pemuda Islam yang terdapat dalam JIB terdapat ideologi nasionalis atau faham kebangsaan, meskipun tidak
dijadikan sebuah asas pergerakan. Organisasi pelajar yang berorientasi kepada aliran nasionalisme adalah
Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia PPPI yang didirikan September 1926. Adapun tokoh-tokoh pemuda Islam yang populer adalah Muhammad Yamin, Amir
Syarifuddin dan Wongso Nagoro. Kemudian Indonesia Muda IM dan pemuda Gerindo.
Dengan demikian jelas bahwa JIB terbuka dengan paham nasionalis sebagai gerakan pemuda Islam di Indonesia.
3. Ideologi Sosialis