UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada tikus, 14 tahapan siklus spermatogenesis terjadi di dalam tubulus seminiferus. Tubulus memiliki susunan ruas, dan setiap potongan melintang
tubula menunjukkan tahapan yang seragam yang melibatkan empat atau lima generasi di sel germinal dengan sesuai. Tubulus seminiferus di tikus
dikarakterisasi oleh struktur ruas, sedangkan pada manusia dan hewan domestik lainnya biasanya menunjukkan pola mosaic di beberapa tahap. Pada tikus,
dibutuhkan 12 hari untuk menyelesaikan satu siklus yang terdiri dari 14 tahap. Spermatogonium tikus membutuhkan empat siklus sampai akhirnya membentuk
spermatozoa, sehingga diperlukan 48 hari untuk menyelesaikan seluruh tahap spermatogenesis Krinke, 2000.
2.6.3. Peran Hormon Pada Spermatogenesis
Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh hormon-hormon yang dihasilkan oleh organ hipotalamus, hipofisis dan testis sendiri. Testes
memproduksi sejumlah hormone jantan yang kesemuanya disebut androgen. Yang paling poten dari androgen adalah testosterone. Fungsi testosterone adalah
merangsang pendewasaan spermatozoa yang terbentuk dalam tubulus seminiferous,
merangsang pertumbuhan
kelenjar-kelenjar asesori
dan merangsang pertumbuhan sifat jantan Partodihardjo,1980.
Spermatogenesis dan pematangan sperma sewaktu bergerak di sepanjang epididymis dan vas deferens memerlukan androgen. Androgen juga mengontrol
pertumbuhan dan
fungsi vesikula
seminalis serta
kelenjar prostat.
Spermatogenesis hampir seluruhnya terjadi dibawah pengaruh hormon-hormon yang berasal dari hipofisa, terutama FSH. Hal ini mirip dengan apa yang terjadi
pada ovarium, dimana terjadi pembentukan folikel di bawah pengaruh FSH. Spermiogenesis adalah lanjutan spermatogenesis yang berlangsung di bawah
peranan LH dan testosterone. Tanpa testosterone spermatozoa tidak dapat mencapai pendewasaan yang baik.
Spermatogenesisdimulaipada saatpubertaskarena
adanyapeningkatan sekresigonadotropinFSHdan
LH dari
hipofisisanterior.FSHdianggaphormonpentinguntuk induksispermatogenesis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
danmerangsang secara
langsungpada tubulusseminiferus,
karena spermatogenesislengkappada
tikushypophvsectomizeddipulihkanoleh perlakuanFSHdalam kombinasi denganLHdan testosteron.Di sisi lain, efek
spermatogenesis dari LH, kadang-kadang disebut hormonselinterstisial yangmerangsangICSH
pada priakarena
tindakanandrogenikpadasel-sel Leydigdiinterstitium, dianggap dimediasi olehandrogen, setidaknya pada
tikus.Dalam konteks ini,sekresi LHjuga merangsangsintesistestosteron di selLeydigpada testis.
Aksi FSH pada spermatogenesis mungkin dimediasi oleh sel Sertoli, karena hormon peptida tidak dapat secara langsung mencapai spermatosit dan
spermatid melintasi sawar darah testis, yang terbentuk selama 16 - 19 hari setelah kelahiran. Sebaliknya, testosteron dapat dengan mudah melewati sawar
darah testis dengan difusi dan mungkin juga oleh beberapa sistem transportasi. Telah dilaporkan bahwa tingkat testosteron di dalam cairan interstisial lebih dari
50 ng mL pada tikus dewasa jauh lebih tinggi dibanding pada testis sekitar 30ngmL atau cairan vena perifera kurang dari 10 ng ml , menunjukkan aksi
parakrin atau autokrin dari testosteron pada spermatogenesis di testis. Salah satu peran untuk sel Sertoli adalah produksi androgen yang
mengikat protein, dimana dirangsang oleh FSH dan testosteron. Ini juga telah menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang tidak diketahui yang
dikeluarkan dari sel Sertoli, sebagai respon untuk merangsang FSH dan testosteron, mungkin berkaitan dengan spermatogenesis Krinke, 2000.
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014 hingga Mei 2014. Pembuatan ekstrak dilakukan di laboratorium Penelitian 2 dan di Bidang Botani Pusat Penelitian
Biologi-LIPI Bogor, pemeliharaan dan perlakuan hewan uji di Animal House Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sedangkan untuk pembuatan preparat histologi dilakukan di Laboratorium Patologi Universitas Indonesia.
3.2. ALAT DAN BAHAN
3.2.1. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender Phillips, timbangan analitik AND GH-202 dan Wiggen Hauser, vacuum rotary evaporator EYELA,
Freeze Dryer EYELA FDU-1200, erlenmeyer, beakerglass, batang pengaduk, spatula, kertas saring, kapas, corong gelas, tabung reaksi, pipet tetes, tanur Thermo Scientific,
alumunium foil, timbangan hewan Ohauss, kandang tikus beserta tempat makanan dan minum, sonde oral, wadah pembiusan, alat bedah minor, kaca objek dan penutupnya, cawan
penguap, Mikropipet Eppendorf Research plus, mikroskop cahaya Motic dan Epson dan Hemositometer Improved Neubauer NESCO.
3.2.2. Bahan Penelitian
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah herba dari kemangi Ocimum americanumL. yaitu seluruh bagian tanaman beberapa sentimeter di atas permukaan tanah,
kecuali akar, yang digunakan sebagai simplisia disebut herba.Herba kemangi diiperoleh pada tanggal 16 Februari 2014 dariDesa Grogol, Kecamatan Limo, Depok dan diambil pada
saat usia tanaman 2 bulan. Sebelum dilakukan penelitian, herba kemangi terlebih dahulu dideterminasi “Herbarium Bogoriense”, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi– LIPI
Bogor untuk memastikan kebenaran simplisia. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol 70, pereaksi untuk
penapisan fitokimia amonia 25 dan 10; etil asetat; HCl pekat, 10 dan 1; pereaksi Dragendorff; pereaksi Mayer; aquadest; lempeng magnesium; butanol; eter; pereaksi