UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk menjaga spermatozoa yang sedang berkembang. Sel Sertoli memfagosit sitoplasma spermatid yang telah dikeluarkan. Sel ini merupakan satu-satunya sel
nongerminal dalam epitel seminiferous. Semua sel Sertoli berhubungan dengan membrane basal pada satu kutubnya dan mengelilingi spermatozoa yang sedang
berkembang pada kutub yang lain. Sel Sertoli memilki jari-jari sitoplasma yang besar dan kompleks yang dapat mengelilingi banyak spermatozoa dalam satu
waktuHeffner Schust, 2005. Sel ini juga berfungsi pada proses aromatisasi prekursor androgen
menjadi estrogen, suatu produk yang menghasilkan pengaturan umpan balik lokal pada sel Leydig yang memproduksi androgen. Selain itu sel Sertoli juga
menghasilkan protein pengikat androgen. Produksi androgen sendiri terjadi di dalam kantong dari sel khusus sel Leydig yang terdapat di daerah interstitial
antara tubulus-tubulus seminiferus Heffner Schust, 2005.
2.6.1. Produksi Sperma
Produksi sperma tiap hari per testis pada tikus adalah 35,4 x 10
6
mL, tidak berbeda signifikan dengan manusia yakni sebesar 45,5 x 10
6
mL. Tubulus seminiferus tikus lebih tebal dari manusia yakni 347+5 µm vs 262+9 µm , tetapi
pembatas tubulus pada tikus lebih jauh tipis dibanding manusia 1,4+1 µm vs 15,9+3,4 µm. Epitel seminiferus tikus mengandung40 lebih sel spermatogenik
dari volumenya, dua kali lebih banyak dari epitel seminiferus manusia Ilyas, 2007.
Spermatozoa pada tikus lebih panjang dibandingkan dengan spesies mamalia lainnya, termasuk manusia dan hewan domestik lainnya dan biasanya
panjangnya sekitar 150 – 200 mm. Kepala sperma pada tikus berbentuk kail hal
ini sama seperti pada hewan pengerat lainnya Krinke, 2000.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3. Spermatozoa tikus
2.6.2 Spermatogenesis Pada Tikus
Dasar pengetahuan yang cukup telah dibangun tentang spermatogenesis pada tikus. Sel primodial germinal yang telah berhenti bermigrasi diliputi oleh
sel Sertoli dan membran basal yang menonjol dalam tubulus seminiferus pada alat kelamin tikus jantan. Sel kelamin jantan tetap tidak aktif sampai sebelum
masa pubertas, yaitu dimana sekitar 50 hari setelah kelahiran. Pada tahap itu mereka mulai membelah dan menjadi spermatogonium, dan kemudian terus
membelah sampai hewan kehilangan kemampuan untuk memproduksi spermatozoa.
Gambar 4. Tahapan dari siklus sel spermatogenesis pada tikus, dimulai dari
kiri bawah searah jarum jam. A, tipe spermatogonium A; In , spermatogonium tipe intermediet; B, tipe spermatogonium B; R, spermatosit primer resting; L,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
spermatosit leptotene; Z, spermatosit zygotene; PI, PVII, P XII, awal, pertengahan dan akhir spermatosit pachytene. Angka romawi menunjukkan
tahap siklus di mana mereka ditemukan; Di, diplotene; II, spermatosit sekunder; 1-19, tahap spermiogenesis. Tabel di tengah memberikan komposisi
sellular dari tahapan sikluspada epitel seminiferus l-XIV. Penulisan m menunjukkan terjadinya mitosis Clermont, 1962.
Sel-sel spermatogenik berkembang dalam tubulus seminiferus testis melalui
suatu perkembangan
yang komplek
yang disebut
dengan spermatogenesis. Spermatogenesis memerlukan suatu seri komplek dimana
spermatozoa dihasilkan melalui tahap mitosis, meiosis, dan diferensiasi sel untuk menjadi spermatozoa matang. Perubahan morfologi dari spermatid menjadi
spermatozoa disebut dengan spermiogenesis. Selanjutnya spermatozoa dilepaskan ke dalam lumen tubulus. Proses pelepasan tersebut dikenal dengan
proses spermiasi Ilyas, 2007. Spermatogonium secara garis besar diklasifikasikan ke dalam tiga jenis:
tipe A, tipe intermediet dan tipe B. Tipe spermatogonia A ini dibagi lagi menjadi tipe AO disebut juga sel induk dan tipe Al-A4. Tipe spermatogonium
AO tetap pada membran basal di tubulus seminiferus dan memiliki kemampuan untuk membelah menjadi dua sel anak, salah satunya menjadi spermatogonium
A1, yang seterusnya lebih lanjut dalam proses spermatogenesis, sedangkan yang lainnya sebagai sel induk. Pada tikus, spermatogonium A1 kemudian memiliki
enam pembelahan mitosis, dan kemudian mereka menjadi spermatosit prelepton. Kemudian spermatosit dalam fase meiosis, di mana berkembang menjadi
leptolene, zygotene dan pakiten untuk menjadi spermatosit sekunder di komponen adluminal dari sel Sertoli dalam tubulus seminiferous. Selama fase
meiosis, masing-masing spermatosit membelah menjadi satu dari empat spermatid haploid, yang kemudian memasuki fase akrosom, selama akrosom
berkembang. Kondensasi inti dan perpanjangan terjadi berikutnya, diikuti oleh fase eliminasi dan pelepasan sitoplasmaKrinke, 2000.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada tikus, 14 tahapan siklus spermatogenesis terjadi di dalam tubulus seminiferus. Tubulus memiliki susunan ruas, dan setiap potongan melintang
tubula menunjukkan tahapan yang seragam yang melibatkan empat atau lima generasi di sel germinal dengan sesuai. Tubulus seminiferus di tikus
dikarakterisasi oleh struktur ruas, sedangkan pada manusia dan hewan domestik lainnya biasanya menunjukkan pola mosaic di beberapa tahap. Pada tikus,
dibutuhkan 12 hari untuk menyelesaikan satu siklus yang terdiri dari 14 tahap. Spermatogonium tikus membutuhkan empat siklus sampai akhirnya membentuk
spermatozoa, sehingga diperlukan 48 hari untuk menyelesaikan seluruh tahap spermatogenesis Krinke, 2000.
2.6.3. Peran Hormon Pada Spermatogenesis