UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.4. Penyiapan Hewan Coba
Tikus jantan diaklimatisasi di laboratorium farmakologi selama 1 minggu. Diberi makan dan minum secara ad libitum sesuai dengan kebutuhan serta ditimbang berat
badannya.Ekstrak air herba kemangi diberikan secara oral menggunakan sonde sekali setiap hari yaitu pada pagi hari selama 48 hari dengan dosis seperti yang tertera pada tabel
rancangan percobaan Tabel 1. Pada hari ke-49 masing-masing kelompok tikus dibius dengan eter hingga tahap anestesi, kemudian dibedah dan diambil testis dan cauda
epididimisnya.
3.4.5. Pembuatan Preparat
Setelah 48 hari, masing-masing hewan coba dikorbankan untuk diambil organ testisnya. Tikus dibius dengan eterhingga tahap anestesia pembedahan, kemudian dibedah.
Diambil bagian cauda epididimis dan dihitung jumlah spermatozoa kemudian bagian testis diambil untuk ditimbang dan dibuat preparat. Pembuatan sediaan mikroanatomi testis
dilakukan di Laboratorium Patologi AnatomiFakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pembuatan preparat dilakukan dengan cara : testis yang telah diambil, difiksasi dalam
larutan Bouin, kemudian didehidrasi dengan etanol seri bertingkat, dan pada akhirnya ditanamkan dalam paraffin wax. Blok paraffin dipotong dengan ketebalan 5µm dan
dilakukan pewarnaan dengan hematosiklin –eosin Yotarlai et al., 2011.
3.4.6. Pengukuran Parameter
3.4.6.1. Morfologi Sperma
Sebanyak50 µl suspensi sperma dimasukkan ke tabung reaksi kemudian ditambahkan 300 µl eosin Y 1dan dicampur secara perlahan dengan menggunakan pipet.
Sperma diinkubasi pada suhu kamar selama sekitar 45-60 menit untuk memaksimalkan pewarnaan Anonimous, 2000.
3.4.6.2. Bobot Testis
Pengukuran bobot testis dilakukan dengan cara menimbang organ testis dengan timbangan analitik kemudian hasil bobot testis tikus yang diberikan perlakuan dibandingkan
dengan bobot testis tikus kontrol.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.6.3. Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa
Pengukuran konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara mengambil spermatozoa pada cauda epididimis. Spermatozoa yang didapat diletakkan pada kaca arloji
yang berisi cairan NaCl fisiologis 0.9 sebanyak 250 μL. Spermatozoa dimasukkan
kedalam bilik hitung Neubauer Hemasitometer sampai kamar Neubauer terisi rata. Kemudian dihitung jumlah spermatozoa pada salah satu kamar hitung Neubauer dan
selanjutnya ditentukan pengenceran yang akan dilakukan dan jumlah kotak yang akan dihitung Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Pengenceran yang dilakukan dan kotak yang dihitung No
Jumlah spermatozoa
dalam 1 kotak Pengenceran
Kotak yang dihitung 1
40 50 kali
5
2 15
– 40 20 kali
10
3 15
10 kali 25
Dari jumlah spermatozoa yang diketahui, maka dilakukan pengenceran spermatozoa berdasarkan jumlah spermatozoa yang terhitung Ilyas, 2007.
Tabel 3.3. Cara pengenceran No Pengenceran Pembuatan pengenceran
1 50 kali
a. 980 μL larutan George + 20 μL spermatozoa
b. 2.450 μL larutan George + 50 μL spermatozoa
2 20 kali
950 μL larutan George + 50 μL spermatozoa
3 10 kali
a. 900 μL larutan George + 100 μL spermatozoa
b. 450 μL larutan George + 50 μL spermatozoa
Poin a dan b menunjukan opsi perlakuan hanya salah satu yang dipilih. Setelah dilakukan pengenceran, dilakukan perhitungan spermatozoa dengan jumlah
kotak yang dihitung sesuai dengan jumlah spermatozoa dan cara pengenceran pada tabel diatas. Kemudian dilakukan pengukuran spermatozoa sesuai rumus di bawah ini Ilyas,
2007.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
� =
× 10.000 × � ×
25 ×
� Keterangan: n adalah jumlah spermatozoa yang terhitung. Angka 10.000 merupakan
volume kamar hitung Neubauer. Fp merupakan faktor pengenceran yang dilakukan. Angka 25 menunjukan total kotak kecil yang terdapat dalam kamar hitung Neubauer sedangkan k
merupakan jumlah kotak kecil yang dihitung pada saat pengamatan. vNaCl merupakan volume NaCl mL fisiologis yang digunakan untuk membantu mengeluarkan spermatozoa
dari vas deferens. Perhitungan konsentrasi spermatozoa JutamL dapat terlihat dari tabel 3.4 berikut.
Tabel 3.4 . Rumus Konsentrasi Spermatozoa
No Jumlah kotak yang dihitung Rumus konsentrasi spermatozoa
1 5
n x 10.000 x 50 x 5 x 0,25
2 10
n x 10.000 x 20 x 2,5 x 0,25
3 25
n x 10.000 x 10 x 1 x 0,25 Dari perhitungan jumlah spermatozoa, dapat dihitung pula frekuensi timbulnya
azoospermia. Azoospermia adalah suatu keadaan dimana tidak ada spermatozoa dalam cairan semen. Sedangkan oligozoospermia adalah suatu keadaan dimana terdapat sedikit
spermatozoa dalam cairan semen spermatozoa ≤ 20 jutamL WHO, 1999. Penetapan timbulnya azoospermia dilakukan dengan cara membagi banyaknya individu yang
mengalami azoospermia Az dengan banyaknya individu dalam satu kelompok n dikalikan 100 Kusmana, 2001.
Persentase Azoospermia = x 100
3.4.6.4. Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus
Preparat histologi testis tikus diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali 10 x 10 kemudian difoto. Pengukuran diameter dilakukan pada 100 tubulus
seminiferus yang terpotong bundar dan dipilih secara acak.
3.4.6.5. Tebal Sel Germinal
Preparat histologi testis tikus diamati dibawah mikroskop denganpembesaran 100 kali 10 x 10 kemudian difoto. Pengukuran ketebalan sel germinal dilakukan pada 100
tubulus seminiferus yang terpotong bundar dan dipilih secara acak.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.5. RENCANA ANALISIS DATA