Learning Cycle : Definisi dan Tahapan

44 metode pembelajaran yang disampaikan guru 7 melakukan praktek langsung 8 rasa percaya diri tinggi self efficacy 9 berorientasi kepada penguasaan materikeinginan untuk bisa goal orientation 10 berorientasi kepada hasil nilaikeinginan untuk mendapat nilai bagus goal orientation 11 pengaturan diri : kemampuan untuk memahami tugas dan menyesuaikan dengan tugas self regulation.

B. Learning Cycle : Definisi dan Tahapan

- Definisi Menurut Deborah L Hanusein dan Michael H. Lee dari Universitas of Missiouri- Colombia menjelaskan Learning cycle dikembangkan pada tahun 1967 oleh Robert Karplus. 38 Menurut Deborah, Karplus menjelaskan teori learning cycle yang dibangunnya didasarkan atas 1 exploration yaitu siswa membuktikan pengalaman pertama mereka dengan fenomena alam; 2 concept introduction yaitu siswa mengikuti untuk membangun pengetahuan melalui ineraksi dengan temannya, media pembelajaran dan guru; 3 concept application siswa diminta untuk menjelaskan pengetahuan barunya pada situasi yang berbeda. Model pembelajaran Learning Cycle merupakan model pembelajaran yang mengembangkan dan mengeksplorasi siswa, atau berpusat kepada siswa 39 . Permendiknas No. 41 tahun 2007 mengadopsi learning cycle khususnya ketika membahas tentang Perencanaan Pelaksanaan Pembelajaran, Pelaksanaan Proses Pembelajaran, Penilaian Hasil Pembelajaran dan Pengawasan Proses Pembelajaran. Perencanaan pelaksanaan pembelajaran membahas tentang membuat Silabus, RPP rencana pelaksanaan pembelajaran dan prinsip penyusunan RPP. Pelaksanaan proses pembelajaran meliputi persyaratan pelaksanaan proses pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran. 38 Deborah L Hanusein Michael Lee, “Using a Learning Cycle Approach to Teaching the Learning Cycle to Preservice Elementary Teachers” Paper presented at the 2007 annual meeting of the Association for Science Teacher Education, Clearwater, FL 39 Lihat catatan kaki nomor 28, 29, 30 pada Bab 1 45 Dalam pelaksanaan pembelajaran, terdiri atas kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Disinilah harus difahami oleh guru apa saja yang harus dipersiapkan sebelum pembelajaran di mulai. Artinya bahwa kegiatan pembelajaran sangat bergantung pada sekenario yang telah dirancang oleh guru melalui RPP. Pada kegiatan pendahuluan yang berisi kegiatan menyiapkan siswa secara fisik dan psikis, mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi pelajaran yang sudah diajarkan dan akan didiskusikan bersama sesuai dengan silabus. Kegiatan pendahuluan ini merupakan rangkaian awal proses pemberian motivasi kepada siswa sebelum pelajaran di mulai. Di ibaratkan kail, kegiatan pendahuluan inilah yang memberikan umpan untuk masuk dalam proses pembelajaran. Guru dituntut untuk bisa memberikan dan mendorong siswa untuk mau terlibat dalam proses pembelajaran melalui berbagai macam motivasi yang sampaikan dalam kegiatan pendahuluan. Intinya di kegiatan pendahuluan ada proses pemberian motivasi. Di kegiatan inti dalam Permendiknas No. 41 ini, merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk mencapai tuntutan pembelajaran yang aktif, interaktif, inspiratif, menyenangkan dan menantang motivasi siswa, guru dituntut menggunakan berbagai macam metode dan strategi yang sesuai dengan karakteristik siswa. Dalam kegiatan inti juga dijelaskan bagaimana guru harus mampu memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran melalui proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Tiga fase inilah –ekplorasi, elaborasi dan konfirmasi, yang menurut penulis menjadi bagian dari learning cycle. Seperti diketahui, learning cycle 46 adalah model pembelajaran yang memiliki tahapan-tahapan seperti engagement, aplikasi, evaluasi, elaborasi dan lain sebagainya. 40 Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Permendiknas 41 menekankan dalam kegiatan ini menjadi tiga fase kegiatan : eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Kegiatan eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam satu kegiatan pembelajaran. Bergantung keluasan KD dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dalam satu kali pertemuan. Pertanyaannya adalah aktivitas-aktivitas apa yang harus dilakukan dalam setiap fase tersebut ? Agar siswa dapat mencapai kompetensi yang akan dicapai. Alternatif kegiatan eksplorasi 41 antara lain : 42 mendengar tentang, membaca tentang, berdiskusi tentang, mengamati model teks karya, mengamati demonstrasi, mengamati simulasi kasus, mengamati dua perbandingan yang salah dan yang benar, mencoba melakukan, membaca kasus bedah kasus, talk show, berwawancara dengan lingkungan menggali informasi, observasi terhadap 40 Baca juga Rodge W Bybe, et all, The BSCS 5E Instructional Model : Origins, Effectiveness, and Application, 3. Dan lihat Bab I hal 19-20. 41 Dalam kegiatan eksplorasi menurut Permendiknas No. 41 tahun 2007 guru harus 1 melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topiktema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber; 2 menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain; 3 memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya; 4 melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; dan 5 memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan. 42 Titik Harsiati, Panduan Pengembangan KTSP AIBEP – Australai Indonesia Basic Education Program-Jakarta : Depag, 2009, 56. Alternatif kegiatan ini untuk menjawab pertanyaan aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa dalam setiap fase. 47 lingkungan, mencoba melakukan kompetensi dengan kemampuan awalnya. mencoba bereksperimen, bernyanyi berkaitan dengan konsep yang akan dibahas, bermain berkaitan dengan konsep yang akan dibahas. Alternatif kegiatan elaborasi 43 antara lain : secara diskusi mandiri, mengidentifikasi ciri, menemukan konsep, melakukan generalisasi, mencari bagian-bagian, mendeskripsikan persamaan dan perbedaan, memasukkan dalam kelompok yang mana memilah-milah, membandingkan dengan dunia nyata atau pengetahuan yang telah dimiliki analisis beda dan persamaannya, menganalisis mengapa terjadi begini begitu dari hasil eksperimen demonstrasi, meramalkan apa yang akan terjadi dari eksperimen, mengidentifikasi mana yang bedasama dengan model bandngankriteria dan mana yang lebih baik, mengidentifikasi apa yang salahbenar, mengapa salahbenar, mengurutkan, mengelompokkan, mengkombinasikan, menyusun mana yang berhubungan dan mana yang tidak, menguhung-hubungkan mencari model hubungan, menasangkan contoh dan bukan contoh, memanfaatkan model bandingan untuk elaborasi Alternatif kegiatan konfirmasi 44 antara lain : penyimpulan, memberikan balikan apa yang dikerjakan siswa, penjelasan mengapa salah, penjelasan mana 43 Berdasarkan Permendiknas No. 41 tahun 2007, dalam kegiatan elaborasi, guru: 1 membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentuyang bermakna; 2 memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis; 3 memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut; 4 memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif; 5 memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar; 6 memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok; 7 memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok; 8 memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan; 9 memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik. 44 Berdasarkan Permendiknas No. 41 tahun 2007, dalam kegiatan konfirmasi, guru: 1 memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik, 2 memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber, 3 memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan, 4 memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar: a berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar; b membantu menyelesaikan masalah; c memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi; d memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh; e memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif. 48 yang benar dan yang salah. meluruskan yang salah, menegaskan yang benar, melanjutkan menambahkan yang kurang, mengangkat kasus yang salah dan yang benar - menjelaskan mengapa salahbenar, menyimpulkan konsep, kriteria , prinsip, cara mencapai yang lebih baik, contoh dan bukan contoh, memperluas contoh yang benar dan yang salah, menjelaskan bagaimana seharusnya, menciptakan rubrik. Learning cycle atau siklus belajar adalah model pembelajaran yang berpusat pada siswa atau student center. LC juga menjadi salah satu bagian dari pembelajaran aktif active learning. 45 Pembelajaran aktif mendorong anaksiswa untuk berpikir, menganalisa, mengajukan pendapat, menerapkan pengetahuan dan keterampilan mereka 46 . Active learning juga sering diistilahkan dengan PAKEM : Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan 47 . Konsep Pakem ini sebenarnya untuk memenuhi tuntutan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2000 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 19, yang menyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang gerak yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta fisikologis siswa. Amanat undang-undang ini sering kita dengar dengan istilah PAKEM 48 . Sayangnya praktek pembelajaran PAKEM ini belum dilaksanakan secara massif. Hal ini lebih disebabkan persoalan pembelajaran PAKEM belum difahami oleh guru secara substansi. Artinya pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional dari pusat hingga ke tingkat daerah, yang mendengung- dengungkan PAKEM tidak melakukan pelatihan secara massif terhadap guru tentang PAKEM ini. Hal ini kasusnya sama dengan CBSA, Cara Belajar Siswa 45 Lihat Bab I hal 11. 46 USAID, What Is Active Learning WIAL Panduan untuk Fasilitator, Jakarta: DBE 2, 2008, 15. 47 Konsep PAKEM kadang ditambahkan dengan inovatif setelah aktif, menjadi PAIKEM. 48 Indrawati, Wawan Setiawan, Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan Untuk SD, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam PPPPTK IPA untuk Program BERMUTU, Jakarta, P4TK IPA, 2009, 9. 49 Aktif, yang nasibnya sama tidak bisa berkembang. CBSA dan PAKEM tidak berkembang karena tidak massifnya sosialisasi pelatihan. Disini menunjukkan upaya pemerintah untuk memperbaiki proses pembelajaran sebenarnya sudah dilakukan. Ini bisa dilihat dari perkembangan kurikulum yang dilakukan -mulai dari kurikulum 1974, 1984, 1994, 2000, dan kurikulum 2006. Yang terakhir ini –kurikulum 2006, adalah Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar isi yang dijadikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau KTSP. PAKEM dan berbagai model pembelajaran yang berbasis active learning, seperti metode STAD Student Teams Achievement Division 49 , CTL Contextual Teaching and Learning, merupakan aplikasi dari Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah No. 19 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal 40 ayat 2 Undang-undang No 20 tahun 2003 menyatakan bahwa : Guru dan tenaga kependidikan berkewajiban : 1 Menciptakan suasan pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan logis 2 Mempunyai komitmen secara professional untuk meningkatkan pendidikan 3 Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Sementara PP No. 19 tahun 2000 menyebutkan bahwa pembelajaran diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berprestasi, memberikan ruang gerak yang cukup bagi kreativitas dan prakarsa dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik dan psikologis siswa. Untuk dapat melaksanakan amanat 49 Tipe STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawannya dari Universitas John Hopkins, Tipe ini dipandang sebagai yang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Tipe ini digunakan untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui penyajian verbal maupun tertulis, melalui beberapa kegiatan sebagai berikut : penjelasan materi pembelajaran; diskusi atau kerja kelompok belajar; validasi oleh guru; evaluasi Tes; menentukan nilai individu dan kelompok; penghargaan individu atau kelompok; Dra. Sulis Merfanti, “Peningkatan Pemahaman Siswa pada Mata Pelajaran PKn melalui Pembelajaran Tipe STAD materi Sistem Hukum Nasional di Kelas XA SMAN 2 Pontianak”, Block Grant PTK, Dit PMPTK, Kementerian Pendidikan Nasional, 2007, hal. 10. 50 perundang-undangan tersebut, guru harus merubah paradigma mengajar menjadi membelajarkan siswa. UU No 20 tahun 2003 dan PP No. 19 tahun 2000 ini kemudian diperjelas dengan berbagai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Permendiknas. Salah satunya yang berhubungan dengan pembelajaran adalah Permendiknas No 22 tahun 2006 tentang Standar Isi dan Permendiknas No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses. Permendiknas No. 22 merupakan rujukan utama dalam pengembangan kurikulum di tingkat satuan pendidikan. Atau yang kemudian lebih dikenal dengan istilah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP. Sementara Permendiknas No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses berbicara tentang pedoman atau aturan yang harus dilakukan dalam proses pembelajaran di kelas. - Teori Cooperatif Learning tipe STAD Robert Slavin Cooperatif learning, seperti dijelaskan R. Bruce Williams adalah system instruksional yang digunakan untuk kelompok kecil, mereka siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan kemampuan mereka dan saling belajar antar siswa. Robert Slavin sendiri memberikan pendapat bahwa cooperative learning terjadi ketika metode instruksional digunakan siswa untuk bekerja dan belajar dalam kelompok kecil yang heterogen 50 . Dalam perkembangannya, Slavin mengembangkan pembelajaran cooperative learning dengan model sudent teams achievement division atau STAD. STAD menjadi bagian dari pembelajaran cooperatif learning, digunakan untuk membangun kerjasama team sekaligus membangun kompetisi antar tim yang bisa juga dikolaborasikan dengan model TGT melalui kuis individual. STAD juga digunakan untuk mengukurmemberi hadiah terhadap indivdu untuk 50 R. Bruce Williams, Cooperative Learning: A Standard for High Achievement : A Standar for High Achievement, London : Corwin Press, 2002, 3. Baca juga Etin Solihatin Rahardjo, Cooperatif Learning, Analisis Model Pembelajaran IPS,Jakarta : Bumi Aksara, 2008, 4-10 51 meningkatkan skor individu dengan cara memberi hadiah kepada individu yang tergabung dalam tim. 51 Lebih jauh Slavin menjelaskan STAD digunakan untuk meningkatkan desain system pemberian hadiah yang memberikan peluang kepada semua siswa untuk mendapat hadiah dan hanya jika mereka mengerjakan tugas lebih baik dibanding sebelumnya. Efek dari sistem ini yang bisa merusakan mengurangi evaluasi motivasisystem insentif menurut atkinson yang dikutip Slavin adalah sedikitnya kesempatan bagi individu untuk sukses, sementara yang lain mendapatkan kesempatan yang mudah. Slavin sendiri memberikan kritik terhadap sistem pentahapan tradisional yang dibuat hanya pantas untuk sistem motivasi. Cooperatif learning sendiri menurut Slavin adalah untuk menyelesaikan sebagian persoalan pencapaian kompetensi, dari penulis dari keberagaman latar belakang siswa, membantu kelompok memahami pelajaran, memberi kesempatan siswa belajar kepada teman sebayanya. Menurut Slavin 52 , pembelajaran STAD bisa digunakan melalui lima komponen, yaitu : presentasi kelas, pembentukan kelompok yang heterogen, kuis, penilaian individu menggunakan skor dan penguatan kelompok sekaligus penilaian kelompok. STAD merupakan metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Menurut Nurhadi, bahwa : Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan suatu model pembelajaran kelompok dimana anggota kelompok memiliki keragaman latar belakang baik dari sisi jenis kelamin, etnissuku, maupun 51 Robert Slavin, Team assisted Individualization Combining Cooperative learning and Individualized Instruction in Mathematics, dalam Learning to Cooperate, Cooperating to Lear edited by Rpbert Slavin, n, Shlomo Sharn, Spencer Kagan, etc, New York: Plenum Publishing Press, 19 e, Cooperating to Learn, edited by 85, 177-179. 52 Robert Slavin, Team assisted Individualization Combining Cooperative learning and Individualized Instruction in Mathematics, dalam Learning to Cooperat Robert Slavin, Shlomo Sharn, Spencer Kagan, etc, 68-69. 52 kemam ih, tidak ada distribusi pekerjaantugas kelompok. 5 Siswa ecendrungan pengerjaan tugas oleh siswa yang memiliki kemam puan intelektual. Anggota kelompok sendiri terdiri atas 4 sampai 5 orang. 53 Namun demikian menurut Lie 54 , model pembelajaaran cooperative learning memiliki beberapa kelemahan, diantaranya : 1 Guru tidak bisa mengontrol kelas kelompok karena bebasnya anggota kelompok yang tidak memiliki motivasi belajar berinteraksi tanpa panduan. 2 Kerjasama yang digunakan dalam kelompok tidak jelas, hanya mengandalkan siswa yang memiliki kemampuan lebih saja. 3 Sistem kerjasama kelompok yang tidak terbangun dengan bagus. 4 Pekerjaan kelompok lebih banyak dikerjakan oleh siswa yang memiliki kemampuan leb yang kurang memiliki kemampuan hanya menumpang saja kepada siswa yang mengerjakan tugas. Menurut penulis, model pembelajaran STAD yang ditawarkarkan oleh Slavin, memiliki beberapa yang perlu diperkuat. Salah satunya adalah interaksi dan komunikasi yang harus diperkuat oleh guru. Pasalnya apa dikatakan oleh Lie, STAD memiliki kelemahan dari sisi monitoring pengerjaan tugas siswa dalam kelompok. Dimana k puan lebih akan dominan. Sehingga motivasi mengerjakan tugas dari siswa lain akan berkurang. Pendekatan Motivasi dan Learning Cycle bisa dijadikan solusi dimana, interaksi dan komunikasi guru dengan siswa dilakukan melalui pendekatan personal. Pendekatan Motivasi dan Learning Cycle juga bisa menjadi jembatan untuk menanggulangi heterogenitas yang ada dalam kelompok. Dalam heteogen khususnya dari sisi budaya yang melatarbelakangi siswa, Richard I Arend memberikan pendapat, bahwa guru perlu peka terhadap dasar perbedaan kultural dan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi perilaku siswa di kelas. 55 Sebab 53 Nurhadi, ”Kurikulum 2004 : Pertanyaan dan Jawaban”, Jakarta : Grasindo, 2004,116 54 Lie, Anita. ”Cooperative Learning : Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang- ruang Kelas”,Jakarta : Gramedia, 2002, 22. 55 Richard I Arends, Learning to Teach, penerjemah, Helly Prajitno Soetjipto Sri Mulyantini Soetjipto, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2007, 65. 53 eraksi di lingkungan yang sa s bertemu lima hari dalam seminggu, 12 bulan dalam setahun. Dengan demikian menurutnya ada beberapa perbedaan kultur yang bisa menimbulkan masalah. Seperti disatu sisi ada siswa sikap terhadap keseimbangan antara mengerjakan tugas dan bersosialisasi. Selain itu menurut Richard, kelas memiliki fitur-fitur kelas. Kelas adalah lingkup sosial tempat persahabatan terbentuk dan komunikasi terjadi. Kelas menurut Richar bisa dilihat dari perspektif ekologis yaitu melihat kelas sebagai tempat dari guru, siswa dan orang lain berint ngat interdependen aling bergantung. Fitur yang dimaksudkan Richard adalah multidimensionality, simultaneity, immediacy, unpredictability, publicness, dan history. Fitur-fitur tersebut disebut juga properti kelas. 56 Multidimensionality adalah kelas merupakan perpaduan berbagai latarbelakang, kepentingan, dan kecakapan berkompetensi yang berbeda-beda. Hal ini menurut Richard sangat terbuka terhadap terjadinya konflik dan dibutuhkan kemampuan guru untuk mengontrol dan meminimalisir konflik yang terjadi. Simultaneity adalah disamping memberi tugas, seorang guru juga harus mengawasi seluruh kelas, menangani interupsi dan memperhatikan waktu serta lainnya. Immediacy kesegaran adalah yaitu perubahan yang terjadi dari satu kejadian ke kejadian lain dan memberikan dampak langsung terhadap kelas. Dalam hal ini stimulus dan respon atau feedback yang terjadi di kelas memberikan kesegaran dalam proses yang terjadi di kelas. Unpredictability yaitu bahwa kejadian di kelas sering kali tidak bisa diprediksi, meskipun guru telah merancang proses pembelajaran. Karena itu menurut penulis, rancangan pembelajaran yang progresif adalah yang mengadopsi perubahan yang terjadi tersebut. Artinya guru mencatat perubahan rancangan pembelajaran sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi di kelas. Publicness adalah apa yang terjadi di kelas bisa disaksikan oleh orang lain. Kelas diistilahkan sebagai “aquarium” dimana yang menjadi ikannhya adalah guru dan siswa. Apa yang dilakukan oleh keduanya bisa dilihat dan diperhatikan oleh orang lain. History adalah kelas merupakan sebuah rangkaian peristiwa yang membentuk sebuah komunitas. Kelas 56 Richard I Arends, Learning to Teach, 148-149. 54 mengak ter multidimensionality dan publicness yang ada di kelas. Sehingga peristiwa yang terjadi bisa ditangani, walaupun kejadiannya unpredictability. pembelajaran, pelaksanaan proses pembel mbelajaran umulasi setumpuk pengalaman, norma, dan rutinitas. Pertemuan- pertemuan tersebut akan membentuk peristiwa yang akan diingat sepanjang masa. Menurut penulis, Motivasi dan Learning Cycle memberikan peranan besar terhadap pembentukan fitur-fitur yang ditawarkan oleh Richard ini. Sementara pembelajaran STAD secara spesifik hanya berkaitan dengan proses pembelajaran yang kurang memperhatikan aspek-aspek kelas. Pendekatan Motivasi dan Learning Cycle sebagai bagian dari pendekatan pembelajaran mendorong motivasi belajar siswa melalui pendekatan learning cycle, memperhatikan fitur- fitur ini. Pasalnya system pendekatan komunikasi yang dilakukan dalam Motivasi dan Learning Cycle lebih kepada pendekatan komunikasi personal. Dimana komunikasi ini akan mempengaruhi fitur kelas dari sisi simultaneity, dan immediacy. Motivasi dan Learning Cycle juga aka memperkuat karak - Memahi Taksonomi Bloom Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Permendiknas No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses menjelaskan bahwa proses pembelajaran di kelas harus didasarkan atas kebutuhan siswa, student center. Begitupun dengan Permendiknas No 20 tahun 2003 tentang Standar Isi. Keharusan focus kepada siswa mengharuskan seorang guru harus memahami apa yang harus dikerjakan siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran. Baik di awal pertemuan, di kegiatan inti dan di penutup. Dalam Standar Proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mencakup: perencanaan proses ajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran. Permendiknas No. 41 tahun 2007 menekankankan bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran yang berbasis kepada siswa. Hal ini ditandai dengan pewilahan aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa dalam kegiatan pe 55 melalui . Kompetensi-kompetensi yang a sendiri tuan menjadi sub-sub merancang, merumuskan, mengorganisasikan, mengompilasikan, : kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Pada dasarnya Permendiknas No. 41 tahun 2007 ini merupakan model learning cycle Sementara Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi berisi standar kompetensi yang harus dicapai oleh siswa dalam setiap pembelajaran. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai siswa tersebut harus menjadi perhatian utama guru ketika mengajar harus dicapai tersebut memiliki karakteristik yang mencakup pada taksonomi Bloom 57 : Kognitif, afektif dan psikomotor. Pada ranah kognitif, ada level kecakapan yang harus bisa dikuasai anak. Yaitu level kecakapan knowledge mengetahui dan mengingat. Level ini dalam dunia pendidikan lebih dikenal dengan istilah C1 yang meliputi indikator kecakapannya siswa mampu menyebutkan, membaca, menuliskan, menyatakan, mengurutkan, mengidentifikasi, mendefinisikan, mencocokkan, menamai, melabeli, menggambarkan. Pada level Comprehension pemahaman atau C2 diharapkan indikator kecakapan yang mampu dikuasai siswa adalah Menerjemahkan, mengubah, mengeneralisasi, menguaraikan dengan kata-kat , menulis ulang dengan kalimat sendiri, meringkas, membedakan, diantara dua, mempertahankan, menyimpulkan, berpendapat dan menjelaskan. Pada level Application penerapan ide atau C3 siswa diharapkan mampu memiliki kecakapan : mengoperasikan, menghasilkan, mengubah, mengatasi, menggunakan, menunjukkan, mempersiapkan, dan menghitung. Pada level Analysis kemampuan menguraikan atau C4 siswa mampu memiliki kecakapan : menguraikan satuan menjadi unit-unit yang terpisah, membagi sa atau bagian-bagian, membedakan antara dua yang sama, memilih dan mengenal perbedaan diantara beberapa yangdalam satu kesatuan. Pada level Synthesis unifikasi-memadukan atau C5 siswa mampu 57 Kenneth D. Moore merumuskan beberapa indikator menyangkut tiga taksonomi Bloom dalam Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, Jakarta : Kecana 2004, 140, baca juga Richard Kindsvatter, William Wilen, Margaret Ishler :Dynamics of Effective Teaching, USA : Longman Publisher, 1996, 161-163 56 ampu Mengkritisi, menginterpretasi, menjas baca pesan-pesan, membantu, melaksanakan, melaporkan dan menam andangan hidup worldview, mempertahankan nilai-nilai yang sudah diyakin un kembali sebuha struktur, dan menggu mengomposisikan, membuat hipotesa, dan merencanakan. Dan pada level Evaluation menilai atau C6 siswa m tifikasi dan memberikan penilaian. Pada ranah afektif, ada lima level yang harus diperhatikan guru sebagai kecakapan yang harus dikuasai siswa. Level receiving penerimaan atau A1 memiliki indikator kecakapan sebagai berikut : mempercayai sesuatu atau seseorang untuk diikuti, memilih sesuatu atau seseorang untuk diikuti, mengikuti, bertanya untuk diikuti, dan mengalokasikan. Level responding tanggapan atau A2 memiliki indikator kecakapan : menginformasikan, member jawaban, mem pilkan. Pada level valuing penanaman nilai atau A3 memiliki kecakapan yang harus dikuasai siswa : menginisiasi, mengundang orang untuk terlibat, terlibat, mengusulkan, dan melakukan. Level organization pengorganisasian nilai-nilai atau A4 memiliki tuntutan kecakapan : memverifikasi nilai-nilai sebagai pandangan hidup, menetapkan beberapa pilihan nilai, mensistesiskan antar nilai, mengintegrasikan antar nilai, menghubungkan antar nilai, memengaruhi kehidupan dengan nilai-nilai. Dan pada level characterization karakterisasi kehidupan atau A5 memiliki indikator kecakapan menggunakan nilai-nilai sebagai p i. Ranah Psikomotor juga memiliki level kecakapan yang harus dikuasai siswa. Seperti level observing memperhatikan atau P1 memiliki indikator kecapakan : mengamati proses, member perhatian pada tahapan-tahapan sebuah perbuatan, member perhatian pada sebuah artikulasi. Level imitation peniruan atau P2 memiliki kriteria kecakapan : melatih, mengubah sebuah bentuk, membongkar sebuah struktur, membang nakan sebuah konstruk atau model. Level practicing pembiasaan atau P3 memiliki indikator kecakapan : membiasakan sebuah model atau perilaku yang sudah dibentuknya, mengontrol 57 sebuah model, n Crick t ksonomi tersebu diskusi atau lembar kerja siswa yang se kebiasaan agar tetap konsisten. Dan level adapting penyesuaian atau P4 memiliki indikator kecakapan : menyesuaikan model, membenarkan untuk dikembangkann dan memadukan model pada kenyataan. 58 Dari perspektif taksonomi Bloom dan perspektif Permendiknas, diharapkan guru mengetahui bentuk-bentuk motivasi yang diberikan, bagaimana cara memberikan motivasi, dan bagaimana itu dilakukan. Persoalan motivasi yang dibahas dalam bab ini, akan merujuk kepada toerinya W. Harlen dan Ruth Deaki entang aspek atau faktor yang memempengaruhi motivasi belajar siswa 59 . Melihat Taksonomi Bloom tersebut dapat ditarik benang merah bahwa ada kompetensi yang lebih menekankan kepada aspek kognitif, atau aspek afektif dan ada yang menekankan pada aspek psikomotorik. Bagi seorang guru ta t mutlak menjadi perhatian untuk menentukan arah pembelajaran. Alternatif kegiatan eksploras, elaborasi dan konfirmasi yang ditawarkan dalam Permendiknas No. 41 tahun 2007 atau jika menggunakan model 6E tersebut, menjadi penuntun untuk mencapai tipologi Bloom. Sebagai contoh pada tahap ini tipologi Bloom yang akan dicapai adalah pada aspek kognitif dengan level kecakapan memahami comprehension sebuah Standar Kompetensi dengan Kompetensi Dasar tertentu, maka alternatif kegiatan yang bisa dilakukan dalam kegiatan eksplorasi adalah, guru melibatkan siswa untuk mencari informasi tentang topiktema yang sedang dipelajari, dengan cara membaca, mendengar informasi atau berdiskusi tentang topik yang sedang di bahas. Tentu sebelumnya, guru harus menyediakan bahan bacaan, bahan suai dengan topik yang sedang dibahas. Contoh lain, pada fase elaborasi, dengan taksonomi Bloom yang akan dicapai pada level afektif, dengan level kecakapan yang akan dicapai responding atau siswa mampu memberi tanggapan. Maka kegiatan yang bisa dilakukan adalah siswa diminta melakukan analisis atau melakukan perbandingan atas apa yang 58 Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, Jakarta : Kecana 2004, 140. 59 Wayne Harlen Ruth Deakin Crick, Testing and Motivation for Learning, Graduate School of Education, Assessment in Education, Jurnal : Assassment in Education Vol.10, No.2 July 2003, 183. 58 tentang analisis dari apa yan dan yang benar. Dan guru bi ersihan, 9.3 Menampilkan perilak erasional, akan m udahkan mermuskan indikator kecakapan yang akan dicapai.

C. Mo

Dokumen yang terkait

ANALISIS TERHADAP MOTIVASI SISWA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMAN11 TANGERANG SELATAN

0 3 108

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI SISWA MELALUI METODE PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING Upaya Peningkatan Motivasi Belajar Pendidikan Agama Islam Bagi Siswa Melalui Metode Pembelajaran Active Learning Di Sma Negeri Jumapolo Tahu

0 2 17

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI SISWA MELALUI METODE PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING Upaya Peningkatan Motivasi Belajar Pendidikan Agama Islam Bagi Siswa Melalui Metode Pembelajaran Active Learning Di Sma Negeri Jumapolo Tahu

0 4 18

PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Penerapan Problem Based Learning Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas V Sumayyah Di Sekolah Dasar Islam Internasional Al Abidin Surakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.

0 1 17

PENERAPAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Penerapan Contextual Teaching And Learning Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Sebagai Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Di Sekolah Dasar Islam Al-Azhar 2

0 0 16

PENERAPAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Penerapan Contextual Teaching And Learning Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Sebagai Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Di Sekolah Dasar Islam Al-Azhar 2

0 1 15

IMPLEMENTASI MEDIA PEMBELAJARAN E-LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA POKOK BAHASAN PENGURUSAN JENAZAH.

3 13 56

Pengaruh Motivasi Guru Terhadap Kompetensi Guru dalam Mewujudkan Mutu Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

0 3 9

PEMBELAJARAN BERBASIS WEB (E-LEARNING) TERHADAP PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

0 3 27

REFLECTIVE LEARNING SEBAGAI PENDEKATAN ALTERNATIF DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN DAN PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

0 0 10