70 dikemas dalam Permendiknas.
4
Pada tataran praksis di lapangan, baru beberapa standar yang bisa dilaksanakan. Di antaranya Permendiknas No. 22 tahun 2006
tentang Standar Isi, Permendiknas No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses, Permendiknas tentang Standar Penilaian. Sementara Standar Sarana dan
Prasarana, termasuk standar pembiayaan walaupun sudah keluar, namun belum sepenuhnya bisa dilaksanakan. Hal ini menyangkut persoalan anggaran dana
pemerintah baik pusat maupun daerah. Padahal delapan standar tersebut wajib dipenuhi oleh pemerintah.
A. Pengajaran PAI Selama ini
PAI dan seluruh mata pelajaran yang diajarkan di sekolah untuk semua jenjang dalam pelaksanaan kurikulumnya mengacu kepada Permendiknas tentang
Standar Isi, Standar Proses dan Standar Penilaian, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Kepala Sekolah, Standar Pengawas, dan standar-standar
pendidikan lainnya. Merujuk pada Standar Nasional khususnya Standar Isi, Standar Proses dan
Standar Penilaian inilah, mata pelajaran PAI di ajarkan. Mata pelajaran PAI ini kemudian diuraikan menjadi materi dan bahan ajar yang didasarkan kepada
Standar Kompetensi SK dan Kompetensi Dasar KD yang harus dipelajari dan dikuasai sebagai sebuah kompetensi oleh siswa dalam setiap semester untuk
semua jenjang dan kelas. Dalam hubungannya dengan tujuan dan cita-cita pendidikan nasional,
sejak kurikulum 1977 sampai sekarang PAI dianggap belum bisa seratus persen mewujudkan manusia Indonesia yang bertaqwa, berahlak mulia, memiliki sikap
toleran terhadap perbedaan. Justru PAI diangap gagal dalam melahirkan generasi Indonesia yang diharapkan.
4
Standar Nasional tentang: Standar Isi, Standar Proses, Standar Pembiayaan, Standar Pengelolaan, Standar Kelulusan, Standar Penilaian, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan,
Standar Sarana dan Prasarana
71 reka.
Pandangan terhadap kegagalan PAI ini disampaikan oleh Muchtar Buchori. Menurutnya, sebagaimana dikutip oleh Muhaimin kegagalan PAI
disebabkan karena praktek pengajaran PAI yang fokus kepada aspek kognitif dari ajaran agama. Pengajaran PAI di sekolah mengabaikan pembinaan aspek afektif
dan konatif volutif, yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama.
5
Akibatnya ada kesenjangan antara aspek pengetahuan agama siswa dengan aspek pengamalan ajaran agama dalam keseharian me
Pendapat tersebut paralel dengan pendapat Harun Nasution yang menyatakan bahwa PAI menjadi pengajaran agama saja bukan menjadi
pendidikan agama.
6
Pendapat senada disampaikan Azyumardi Azra dalam bukunya Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru yang
menyetakan bahwa pengajaran hanya sekedar transfer ilmu belaka. Sementara pendidikan merupakan proses transformasi nilai dan pembentukan kepribadian
dengan segala aspek yang dicakupnya.
7
Terkait dengan pengertian Pendidikan Islam, Yusuf Qordhowi sebagaimana dikutip Azyumardi Azra menyatakan bahwa Pendidikan Islam
adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya; rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya. Dalam hal ini, Azyumardi Azra menekankan konsep
pendidikan dalam konteks Islami dengan istilah tarbiyah, ta’ lim dan ta’dib yang harus dipahami secara utuh. Menurutnya, di ketiga istilah ini mengandung
makna dan sangat erat berhubungan dengan bagaimana manusia berhubungan dengan masyarakat sekitarnya, berhubungan dengan lingkungan dan terutama
berhubungan dengan Tuhan. Istilah-istilah itu pula menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam baik secara informal, formal dan nonformal.
8
5
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum PAI di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi Jakarta: Raja Grafindo, 2009, 23.
6
Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran Bandung: Mizan, 1995, 75
7
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru Ciputat: Logos, 2002, 3.
8
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam,Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, 4-5.
72
B. Ruang Lingkup Pembelajaran Pendidikan Agama Islam